“bipp...biippp,” telepon masuk untuk
Minho. Pagi baru saja datang dan matahari dimusim semi baru menampakkan diri
agak siang. Pagi itu terlihat mendung.
Minho malas sekali menjawab telepon itu
ketika dilihatnya, berasal dari ibunya
“Ibu.. aduh.. kacau nih,” keluhnya. Dia
hanya bisa melihat pemberitahuan panggilan, sama sekali tidak menyentuh Hp nya.
“aduh.. malas banget deh,” keluhnya lagi.
Ibunya meneleponnya berkali-kali tapi dia diamkan saja. Dia malah menaikkan
poni nya, kesal.. ibunya pasti akan bicara lagi soal kehamilan Chie. Dia diam
saja, lalu melihat Chie yang masih tidur.
“dia saja masih mual terus, padahal masuk
bulan ke tiga.. aku belum sempat ke Endo-uisa
(dokter),” katanya lagi.
“jangan sampai kamu masuk rumah sakit..
aku bisa dikritik Eomma habis-habisan, Chie-chan,” kata Minho sambil membelai
kepalanya Chie yang masih tertidur.
Chie mendadak bangun,”ada apa, Minho
kun??,” matanya masih mengantuk
“matahari sudah tinggi, Chie sayang, ayo
bangun,” Minho duduk, lalu berdiri dan membangunkannya pelan-pelan.
Sementara, tampaknya ibunya sudah capek
menelepon dia, tapi tidak diangkat juga. Minho hanya melihat sekilas handphone
nya dan misscall berikutnya, pasti ibunya akan marah. Tapi, dia harus sibuk
dulu pagi itu dengan Chie yang akan dia ajak agak siang nanti untuk pergi ke
sebuah pertemuan antar dokter psikiatri.
“Aku janji kita jam 10 pagi ini akan pergi
ke pertemuan para dokter psikiatri.. Chie chan ingat tidak??,” bujuk Minho dengan
senyum manis, berjongkok di depan Chie.
“aku malas, Minho kun.. tempatnya pasti
ramai,” jawab dan keluh Chie, lagi-lagi sok mellow
nya muncul.
“eeh.. kamu tidak boleh begitu.. memang
pertemuan ini harus dengan pasangan, Chie chan.. kamu ini kan pasangan ku,”
balas Minho sabar.
Chie malah menggoyang-goyangkan kakinya
diatas tempat tidur. Minho sudah hafal, pasti dia malas untuk pergi.
“Apa aku harus pergi dengan
Matsuda-san??,” tanya Minho, wajahnya dipertegas dihadapan isterinya itu
Chie menggeleng.
“nah.. lalu? Aku harus pergi dengan
siapa??,” tanya dia lagi
Chie menunjuk dada Minho.
“begitu.. jadi... ayo bangun, lalu kita
siap-siap,” Minho berdiri dan memberikan tangannya.
“nanti... aku berbicara apa lagi??,” tanya
Chie memelas
“mulai deh.. memelas lagi.. cengeng lagi,”
kata hatinya Minho
“bicara apa saja.. asal tidak bicara yang
membuat mereka panik dan Chie chan tidak membanting apa saja kalau mendadak
marah atau panik,” jawab Minho.
Chie malas berdiri, Minho mencoba
membangunkannya dengan hati-hati, tapi tetap bersemangat.
“Ohayou,
Aka-chan (pagi.. baby ku sayang-red),” kata Minho memeluk Chie lalu
memegang perut cewek itu.
Chie tertawa-tawa senang dan keras melihat
ekspresi Minho yang sayang dengan bayi mereka.
“hush.. tertawa jangan terlalu keras, nanti
kepala mu pusing, Chie chan.. ayo mandi,” dorong Minho ke kamar mandi.
“aku harus menyediakan Minho kun baju pagi
dahulu,” Chie menolak didorong
Minho menghentikan dorongannya,
memandangnya, “wasurete.. dangsin-eun
ttogttog.. hontou ni kashikoi Chie-chan,” senyum Minho, lalu mencium
pipinya, memuji kalau Chie pintar.
Chie lalu langsung menuju lemari besar
tempat baju dan memilih.. tapi.. lagi-lagi tidak sesuai dengan selera Minho.
“aku harus pakai celana pendek untuk
golf??,” Minho jadi pusing sendiri.
Chie bukannya panik malah tertawa keras,”demo ne.. kono fuku wa hontou ni suteki da,
ne.. Minho kun??”, dia bilang kalau baju itu sangat bagus sekali.
“nanda
suteki da no ni??,” tanya
Minho heran, apa yang bagus dari baju untuk golf tapi dipakai untuk persiapan
pergi ke perkumpulan para dokter, dia hanya menggaruk kepalanya. Tapi Chie
malah tertawa keras terus. Minho menyuruhnya berhenti tertawa.
“tolong dipilih lagi untukku,” kata Minho
dengan ekspresi serius.
Chie memandangnya dengan serius juga,”ini
salah??”
Minho mengangguk,”tapi bukan salah.. tidak
pantas,” katanya tegas
“ya.. baiklah.. aku pilih kembali,” jawab
Chie. Dia lalu melihat-lihat lagi, membuka satu per satu plastik dengan baju di
dalamnya.
Minho harus sabar kalau sudah begitu..
seharusnya, jadwal paginya mengajak Chie jalan berolahraga atau mandi, supaya
dia melupakan mualnya.
“bippp... bippp,” terdengar lagi suara
misscall
“ah.. Ibu lagi,” keluh Minho. Sementara
dia melihat Chie juga masih memilih baju
“aku rasa ini bagus,” kata Chie. Ternyata
dia memilih jas hitam dan dasi kupu-kupu hitam untuk Minho.
Minho menciumnya cepat,”pintar, chu”
“aku harus bicara dengan ibu ku.. Chie
chan boleh mandi,” katanya lagi. Dia tidak ingin Chie tahu pembicaraan dirinya
dengan ibunya.
Minho berteriak, minta tolong kepada
Matsuda membantunya menyiapkan mandi untuk pasangannya itu. Matsuda datang lalu
membawa Chie ke kamar mandi.
“ah.. ibu.. apa kabar?? aku minta maaf..
tadi aku masih tertidur,” kata Minho mengangkat teleponnya.
“bagaimana kabar mu dan isteri??,” tanya ibunya
dari Hiroshima
“baik.. sehat.. hanya saja, masih mabuk
dan mual,” jawab Minho
“apa.. dia sering lagi mengamuk dan gak
stabil??,” tanya ibunya, benar-benar kepo.
“tidak, Ibu.. hanya terkadang sedih..
mungkin karena perubahan hormon. Aku sudah tanyakan kepada Endo- uisa kalau hal ini normal.. masih tunggu
sampai trismester ke dua.. kita lihat saja nanti,”
“sama sekali dia tidak mengalami demam dan
sebagainya kan?? Kamu harus berikan makan dia yang terbaik. Suruh Matsuda-san
membantu mu, Minho... ibu takut anak mu akan menjadi seperti ibunya sendiri,”
“usahakan yang terbaik untuk ibu, Minho..
ibu tidak ingin cucu dari anak lelaki keluarga ini malah bermasalah dengan
kejiwaannya,” kata ibunya lagi dengan suara tegas.
“hai’.. yakusoku
desu, Ibu,” jawab Minho. Dia berjanji akan mengusahakan anak nya dengan
Chie menjadi anak yang sehat,” selama ini tidak ada masalah... tapi memang
perutnya masih sangat mual”
“jangan buat ibu kecewa, Minho.. ibu sudah
terlalu baik padamu,” kata ibunya, masih dengan suara dingin dan datar.
Penolakan paling keras memang datang dari
ibunya. Ibunya sangat khawatir, bagaimanapun di dalam keluarga mereka, cucu
dari anak lelaki selalu dibanggakan, apalagi kalau nanti anak yang dikandung
Chie akan menjadi anak lelaki juga.
Minho juga termasuk kebanggaan
keluarganya. Sedari kecil dia pintar, tidak terlalu banyak membantah kedua
orangtuanya. Jadi ketika ibu nya mengetahui hubungannya dengan Chie, ibunya
sangat shocked. Ibunya takut, keluarganya jadi berantakan, karena sistem
keluarga dalam keluarga besarnya membanggakan anak lelaki.
Minho duduk di atas tempat tidur, tidak
dapat dibayangkan kalau nanti anaknya yang ada di dalam kandungan Chie akan
mengalami hal yang sama dengan Chie. Dia duduk termenung saja.
Matsuda keluar bersama Chie dari dalam
kamar mandi. Chie heran melihat wajah pasangannya kusut, tapi Minho
menyembunyikannya segera. Matsuda sudah tahu, kalau Minho ditelepon ibunya,
sudah pasti yang dibahas adalah perkembangan janin Chie.
“Minho kun.. kenapa?? Apa.. tidak suka
dengan baju yang aku pilihkan tadi??,” Chie duduk disamping Minho, malah
memandangnya dengan lembut.
Minho cengengesan,”ah.. anieyo.. gwaenchanh-a.. nandemo arimasen,” katanya mengatakan
tidak ada apa-apa dengannya
“sudah mandinya?? Tidak mual dan muntah
lagi kan??,” tanya Minho lagi, tetap berkilah.
“Masih mual dan muntah, Tuan Lee,” jawab
Matsuda.
“kenapa, Chie chan?? Apa perutnya selalu
sakit??,” tanya Minho, menoleh pada Chie
Chie menggeleng, tapi dia bilang kalau
anaknya sepertinya semakin bergerak dan menendang. Minho senyum saja, mana ada
umur baru 3 bulan sudah menendang-nendang, itu hanya khayalannya saja.
“Belum saatnya menendang Chie-chan..
Aka-chan masih hanya berputar-putar saja,” kata Minho mengelus perut Chie yang
dilapisi handuk.
Lalu Minho meminta ijin Matsuda keluar
sebentar dari ruangannya dan meminta disiapkan makanan.
Minho memandang Chie lalu menciumnya.
“Minho kun... mau bermain dengan ku??,”
tanya Chie dengan ekspresi datar.
Minho tertawa, dia memang ingin sekali
mencumbunya, tapi harus segera pergi bersama untuk ke perkumpulan itu, tidak
boleh terlambat.
“tadi.. Okaasan meneleponku,” kata Minho
lembut,” beliau bertanya kabar kita semua,” bahasanya jadi resmi pada Chie
“aku dan bayi kita... baik.. apa Minho kun
mengatakan itu??,” tanya Chie, wajahnya senang ibu mertuanya meneleponnya
Minho mengangguk,”ya.. aku bilang kalau
kita semua baik dan sehat”
“ah.. Yokatta
desu ne, Minho kun...sebab..,” kata Chie
“kenapa??,” tanya Minho heran.
Chie lalu berani mencium Minho, lalu dia
bilang,”terkadang... aku merasa.. Okaasan tidak suka denganku”
“Kenapa Chie chan merasakan seperti
itu??,” tanya Minho lagi, penasaran
“sepertinya.. bayi kita juga berbicara
begitu... itu sebabnya aku khawatir Minho-kun akan dimarahi dan dipukul
Okaasan,” jawab Chie. Dia menunjuk pada perutnya.
Minho senyum,”ah... Okaasan tidak akan
pukul Chie-chan.. “
“dia merasakan emosi Ibu ku yang tidak
suka,” kata hatinya Minho,”dia lebih sensitif soal perasaan”
“tetapi.. Okaasan bilang.. kalau Chie chan
masih saja muntah.. itu kurang baik”, kata Minho lagi
“Bukankah Minho-kun ingin membawa ku ke
Endo-sensei??,” kata Chie sambil
sibuk memainkan poni Minho,”ini sudah panjang.. lebih baik dipotong,”
Minho mengangguk,”nanti saja potong
rambutnya.. kita bicarakan dulu soal bayi kita”
“ya.. lalu bagaimana??,” tanya Chie, tapi
masih asyik memainkan poni Minho.
Minho memintanya untuk tidak memainkan
poni lagi dan melihat matanya.
“Jadi.. besok kita akan bertemu dengan
Endo-sensei,” kata Minho menatapnya
“ya... baik,” Chie mengangguk semangat
Minho memeluknya, memujinya kalau dia
sudah mengerti apa yang dimaui Minho.
Mereka lalu turun makan, kembali ke atas
dengan berganti pakaian dan pergi ke pertemuan.
Chie memakai gaun hitam yang indah dengan
dada terbuka, dilengkapi dengan corsace merah muda dan rambut digulung ke atas
serta bertopi kecil berjaring.
Hari itu ada semacam seminar umum tentang
psikologi dan medikasi sehingga memang banyak para psikiater berkumpul untuk
menghadiri dan juga bertemu dengan sesama rekan. Banyak juga yang membawa
pasangan karena memang acaranya tergolong santai tidak harus hanya sesama
dokter saja yang hadir.
“Ini isteriku, Nakamura Chie.. dia ASD,”
kata Minho, memperkenalkan Chie pada beberapa dokter, tanpa malu menyatakan
kalau Chie seorang dengan ASD (Autistic
Spectrum Disorder).
Chie tidak mengerti apa itu ASD, tetapi
rekan-rekan sejawat Minho dari Universitas dan Rumah Sakit lain ramah padanya.
Orang dengan ASD jika mendapatkan pesan positif memang bisa ramah seperti orang
pada umumnya.
Minho tanpa ragu mengajak nya untuk bicara
dengan banyak rekan sejawatnya itu. Diantaranya ada salahseorang dokter kawan
Ken, Kawamura Asa, wanita yang diam-diam pernah suka pada Minho.
“Nakamura-san.. sedang hamil??,” tanya Asa
Kawamura pada Chie
Chie mengangguk senang,”Ya.. baru 3
bulan.. iya kan, Minho kun??”
Minho mengangguk dan senyum padanya.
Kawamura memandang Chie dengan penuh tanda tanya.
“kalau dilihat pertama kali.. seperti
biasa saja,” kata hatinya Kawamura
“Kalau begitu.. Nakamura-san.. pasti manja
sekali dengan Lee-sensei, hahaha,”
kata seorang dokter yang lain, Inoue, yang kemarin digantikan Minho praktek
“Aigoo..
jangan memulai, Inoue-sensei,” kata
Minho,”ah.. Chie chan.. Inoue sensei ini yang kemarin aku menggantikan
prakteknya, karena ada urusan.. Chie-chan ingat kan??”
Chie mengangguk,”Ya.. aku ingat..
Minho-kun berangkat pagi sekali.. dan.. aku jadi tidak..,”
Minho langsung menutup mulut Chie,
Kawamura, Inoue serta rekan yang lain jadi tertawa.
“Ya.. aku tahu.. aku tahu itu,
Nakamura-san, hahahaha,” kata Inoue terbahak-bahak.
Beberapa dokter yang juga sedang nimbrung
ngobrol bersama juga jadi tertawa-tawa bersama.
“Nakamura-san ini.. hebat sekali,” kata
dokter Yamaguchi, yang ternyata dokter menangani Chie sejak kecil, seorang
dokter senior spesial behavior/perilaku.
“Oh yeah??,” tanya Kawamura penasaran
Yamaguchi mengangguk,”aku menangani
Nakamura-san sejak kecil.. sejak berusia 5 tahun,”
Minho menyuruh Chie untuk menunduk hormat
dan berterima kasih kepada dokter senior Yamaguchi. Chie melakukannya di depan
dokter senior itu.
“tak disangka ya.. bertemu sudah menikah
dan sudah mau punya anak lagi... omedettou
gozaimasu, Nakamura-san,” kata Yamaguchi lagi, memberikan selamat.
Chie menunduk hormat lagi kepada
Yamaguchi,” karena perawatan Yamaguchi-sensei... aku bisa seperti ini.. aku
sangat berterima kasih”
Yamaguchi tertawa kecil saja dengan apa
yang diucapkan Chie, dia teringat kalau setiap minggu atau setiap ada masalah,
Kenji Nakamura-ayah Chie- akan membawa Chie untuk terapi padanya.
“aku sangat tidak tahu kalau ternyata
sekarang sudah menjadi isteri Lee-sensei,”
Minho senyum,” terima kasih,
Yamaguchi-sensei”
“aku memang ingat.. sewaktu aku kecil..
Yamaguchi-sensei memang sering bertemu dengan ku,” kata Chie memulai
pembicaraan ramah dengan dokter senior itu.
“Bagaimana dengan hobby kamu yang melukis
itu??,” tanya Yamaguchi
“Aku mendapatkan beasiswa, sensei.. dan
aku pergi ke Paris,” jawab Chie
Yang lain disana rekan-rekan Minho yang
sedang mendengar, bertepuk tangan memuji Chie.
Minho berbisik pada Chie, sebab dia ingin
bicara dengan Kawamura Asa.
Chie melihat Kawamura dengan tatapan tajam
dan seperti cemburu berat. Minho sengaja berbohong padanya, kalau yang
dibicarakan adalah seputar pekerjaan.
Yamaguchi dan lainnya mengajak Chie
ngobrol dengan mereka, sementara Minho dan Kawamura keluar ruangan besar itu.
“Aku sudah mendengar dari Dokter Ken,”
senyum Minho pada Kawamura.
Kawamura tertawa kecil,” Ah... rasanya
bodoh banget... sumimasen”
Minho tersenyum pada Kawamura,” Tidak
mengapa... aku juga tahu dari dokter Ken”
“ Sebernarnya kelihatan bodoh kalau aku
berfikir.. kenapa aku bisa jadi iri dengan Nakamura Chie.. sebab banyak rekan
kerja menganggap Lee-sensei bodoh sekali memilih wanita,” kata Kawamura
Minho sama sekali tidak marah, malah dia
tertawa keras
“Hahaha.. aku mengerti.. Dokter Ken juga
berpikir demikian kok dan semua sudah diceritakannya,” kata Minho.
Kawamura mendekat wajahnya pada Minho,”
Aku rasa, banyak yang patah hati itu benar”
Minho agak menghindar darinya, dia tidak
ingin ada masalah,” Ya.. tapi aku memaafkan semua yang kemarin menghina Chie”
Kawamura sadar, kalau Minho tidak suka
dengan tindakannya barusan.
“Tapi.. Lee-sensei tahu.. siapa saja yang
ada hati dengan mu??,” tanya Kawamura
Minho tertawa,” Tahu.. semua berkat
Ken-sensei, hehe”
Kawamura melipat tangannya,” Begitulah
wanita.. terkadang dia merasa dirinya hebat, bisa lebih bisa dicintai pria,
ternyata sang pria malah memilih diluar dari apa yang dibayangkan”
Minho berdiri di depan Kawamura,” yang
bertindak adalah hati.. ketika hati sudah tertambat pada seseorang, pengorbanan
apapun dengan kondisi orang yang kita cintai.. apapun itu”
“Aku merasa jahat dengan isterimu,” kata
Kawamura.
“itu semua karena Chie chan perempuan
dengan ASD kan??,” tanya Minho
Kawamura mengangguk.
“ah.. orang mungkin akan mencibir dia..
tapi bagiku, tetap dia yang bisa jadi teman hidup dan teman hatiku,” kata Minho
memandang luar ruangan, melihat banyak mobil lewat dari tempat parkir.
Lalu dia menoleh lagi pada Kawamura,”
kadang kita terlalu sibuk dengan penilaian diri kita kepada orang lain... Tidak
hanya Kawamura-san.. aku pun begitu sebenarnya”
Minho lalu tertawa,” tidak mudah mencintai
orang yang banyak kekurangannya.. bisa terbayang cibiran itu datang
satu-persatu.. dan.. kenapa sih.. Minho ini ingin sekali hidup bersama dengan
Chie Nakamura??”
Kawamura menatap Minho.
“itu karena setiap orang dasarnya unik...
dan setiap orang memiliki kekuatan dan kekurangan.. semua berbeda,” kata Minho
lagi.
“aku belajar dari Nakata –sensei.. dan aku hanya yakin.. suatu
saat keadaan berubah.. orang tidak akan lagi mencibir atau menganggap rendah Chie-chan,”
Kawamura senyum pada Minho, “ dan.. hatimu
seluas samudera, Lee-sensei”
Minho tertawa,” Mood cinta ku sedang
bagus, Kawamura-sensei.. jadi aku berfikir jernih, hahaha”
Kawamura tertawa dengan candaan Minho.
Mereka lalu toss minuman bersama dan kembali bergabung ditengah kerumunan yang
tadi.
Chie berlari kecil menghampiri Minho
ketika dia melihatnya, Minho berjalan menuju dirinya.
“Bagaimana ngobrolnya dengan Yamaguchi-sensei..
beliau baik kan??,” senyum Minho manis pada isterinya itu.
“Yamaguchi-sensei.. berjanji akan membeli
salahsatu lukisan ku..,” senyum Chie pada Minho. Dia malah menggayutkan kedua
tangannya di leher Minho, sehingga Minho menundukkan wajahnya, dekat dengan
wajah Chie.
“Suteki
da ne.. sugoii da ne.. Chie chan wa
(hebat sekali Chie),” puji Minho padanya.
“Tetapi.. tadi Yamaguchi-sensei bilang..
aku tidak boleh banyak pikiran, Minho kun,” ujar Chie, dia mengingat lagi apa
yang sudah dibilang dokter senior konsultan behavior
itu.
“Yamaguchi- sensei benar.. Chie chan
memang tidak boleh banyak pikiran, nanti bayi kita ikut pusing.. ,” senyum
Minho
“Hi.. Lee-sensei,” salahseorang dokter
menyapanya ditengah percakapan.
Minho kembali menyapa dengan ramah,
ternyata teman lamanya sewaktu SMA
“Kami-sama..
anta ga... Tomo Sakai!,” peluk Minho
Cowok yang bernama Tomo Sakai itu juga
memeluk Minho dengan erat,”Ohisashiburi,
Minho kun!,”
Minho tertawa, ternyata dia bernostalgia
kembali dengan teman masa SMA nya. Chie melihat mereka dengan serius.
Tomo menoleh pada Chie,” Anta no tsuma, sensei??”
“Hai’..,”
jawab Minho
“wah.. benar-benar berita baru,” kata
Tomo.
Minho tertawa pada Tomo, temannya itu.
Chie berkenalan dengan Tomo.
“kirei
da ne..,” kata Tomo, mengatakan kalau Chie perempuan yang cantik dan
menarik. Minho memukul kepala temannya itu,” awas.. jangan rebut isteriku”
“tunggu.. tunggu.. sepertinya...
sebentar,” Tomo berfikir, lalu..
“Yamashita Chie desu!,” kata Tomo, dia akhirnya tahu kalau Chie memang pernah
membintangi sebuah drama.
Minho tertawa,” untung kan aku? Hahaha”
“heeeehhhh... rugi sekali aku enggak dapat
seorang artis,” keluh Tomo
Chie bingung dengan bahasa Tomo yang gaul.
Tapi Minho malah cuek berbicara pada Chie kalau temannya merasa dirinya tidak
beruntung mendapatkan artist cantik seperti Chie. Chie berterima kasih pada
Tomo sambil tertawa keras.
“ASD desu...
,” kata Minho pada Tomo
“Nani??
Hontou?? Shinjirarenai,” Tomo tidak percaya, tapi Minho mengangguk.
“demo..
hontou ni ASD hito o mitanakute no you ni n da,” kata Tomo keheranan.
Wajah, tingkah Chie tidak seperti orang dengan ASD sebelumnya.
“Super
high intelligent,” jawab Minho pede.
Dia bangga memperkenalkan isterinya walau dengan kekurangan, tapi memujinya.
“sou
da yo.. umm.. omoshiroii ka naa.. ,” Tomo malah jadi tertarik dengan
kehidupan baru Minho, teman sekolahnya.
“Minho
kun to Sakai san wa.. gakkou no tomodachi deshita ka??,” tanya Chie apa
mereka teman sekolah
Minho mengangguk,”watashi no itazura tomo da yo,” katanya sambil tertawa pada Chie,
meledek Tomo temannya yang nakal. Chie tertawa keras lebih dari Minho..
terbahak-bahak dan lama. Menganggap Tomo yang nakal itu sesuatu yang lucu dan
tidak habis kelucuannya pada lelaki itu.
Tomo akhirnya faham ketika melihat gaya
Chie tertawa, yang sebenarnya tidak begitu lucu jadi dianggap lucu, bahkan
terpingkal-pingkal.
“Chie chan.. yamete kudasai,” kata Minho memperingatkan Chie supaya berhenti
tertawa terlalu kencang agar kepalanya tidak sakit dan mood nya tidak mendadak berubah.
“wakatteru,” kata Tomo,”tapi.. tidak
repot??”
Minho menggeleng, sambil memeluk Chie yang
masih tertawa, belum mau berhenti,”Tidak sama sekali.. biasa saja.. kami sudah
jalan ingin 4 tahun membina hubungan.. tapi aku baru menikah dengannya 2 bulan
ini,”
“Sugeeee...
kamu hebat!,” Tomo malah menepuk-nepuk pundak Minho
“tapi.. melawan arus sekali,” katanya
lagi.
“No
problem,” jawab Minho enteng. Dia mengelus kepala Chie akhirnya dia
berhenti juga tertawa.
Minho lalu mengobrol dengan Tomo, Chie
memperhatikan saja walau dia sibuk memainkan jari tangan Minho yang memegang
tangannya sendiri, memutar-mutar cincin yang ada di jari Minho, memperhatikan
mata batu perhiasannya.
Tomo sesekali melihat tingkah Chie yang
sama sekali tidak terganggu mereka bicara panjang lebar masa sekolah SMA penuh
nostalgia.
“kamu sendiri.. sudah menikah??,” tanya
Minho pada Tomo
“ah.. lupakan.. itu gampang, haha,” Tomo
tertawa keras. Chie cuek saja, tidak bergabung dengan pembicaraan mereka.
Tiba-tiba dia memegang kepalanya,”aku
pusing, Minho kun.. berputar-putar,”
“Tsukarete
desu ka??,” tanya Minho, apa Chie kelelahan atau tidak.
Chie mengangguk, meminta duduk dan
beristirahat diruang yang tidak ada orang.
“ah.. aku harus mencari tempat, Tomo-kun..
sepertinya, waktu sosialnya sudah habis.. harus menyendiri sebentar.. atau
nanti dia bisa kacau,” kata Minho.
Tomo menyerahkan kartu namanya pada Minho,
lalu dia pamit bergabung dengan yang lain. Sementara Minho mencari ruangan lain
supaya Chie bisa beristirahat.
“bertahan sedikit.. ruangannya agak jauh,”
mereka keluar dari hall besar itu dan Minho memapahnya pelan-pelan, agar Chie
tidak pingsan. Dia sudah mual-mual.
Mereka masuk sebuah ruangan istirahat,
lalu Minho pun mendudukkan Chie.
“gomen
nasai, Minho-kun.. mada gaman dekinai,” keluhnya pada Minho, meminta maaf
kalau tidak tahan dengan melihat banyak orang. Tapi sama sekali Minho tidak
marah. Chie memang tidak bisa berlama-lama berinteraksi dengan banyak orang,
atau dia akan merasa khawatir, cemas tidak karuan dan bisa berakhir dengan
tantrum. Minho selalu mengatakan padanya untuk bisa mengatakan perasaannya pada
Minho sehingga tidak menyusahkan orang lain.
Minho hanya membantunya untuk mengatur
nafas pelan-pelan. Sama sekali dia tidak ingin isterinya selalu bergantung pada
obat, apalagi dalam keadaan hamil.
Minho mengelus-elus kepalanya dengan
lembut, sementara Chie mencoba seperti bermeditasi mengatur nafasnya.
“tarik nafas.. ,”
“tahan sebentar...,”
“buang pelan-pelan...,” kata Minho mengarahkan
Chie. Chie mengikuti perintahnya.
Lalu setelah beberapa kali melakukannya,
Chie mencoba membuka matanya, dibukanya pelan-pelan, dilihatnya Minho senyum
padanya.
“sudah mulai nyaman??,” tanya Minho.
Chie mengangguk, lalu memeluk Minho. Minho
pelan mengelus punggungnya.
“Kita sudah jauh dari mereka loh.. Chie
chan sudah tenang kan??,”
Chie diam dulu, lalu mengangguk, tapi lalu
malah menangis.
Minho jadi bingung, takut isterinya itu
sakit.
“aku lapar,” katanya pada Minho sambil
menangis.
Minho lalu melepas pelukannya, bukan
marah, malah tertawa terbahak-bahak.
“Hahahaha! Jadi pusingnya karena lapar?? Aigooo... ih.. bikin aku khawatir,” lalu
dia iseng cubit pipi Chie.
“aku ingin kue yang ada krimnya itu,” kata
Chie memelas
Minho memandangnya dengan tegas,”Nanti
sakit kepala,”
“sedikit saja.. nanti aku muntah kalau
tidak makan itu, Minho-kun.. hoshii,”
jawab Chie dengan mimik ngambek, merengek dan menangis
“aduh.. kumat deh,” keluh Minho
“sedikit saja.. aku akan perhatikan
Chie-chan makan.. itu manis sekali, Chie-chan.. gula olahannya banyak,” keluh
Minho
“sukoshii
dake (sedikit saja), Minho-kun,” Chie benar-benar memelas dan
memohon-mohon. Dia mengatupkan kedua tangannya, menunduk-nunduk hormat pada
Minho dan perutnya sudah mulai mual.
“ngidam ya??,” tanya Minho, tapi Chie
tidak kenal kata itu, dia hanya ingin kue krim mentega itu, merengeknya makin
jadi.
“uh..,” keluh Minho, lalu dia menarik
tangan Chie dan mengajaknya kembali ke ruangan besar tadi.
Minho memotong irisan tipis kue yang
memang dihidangkan untuk semua tamu.
“eh.. memang boleh makan itu??,” Tomo kembali
datang ke mereka berdua
“ngidam,” jawab Minho singkat
Tomo dan Minho memperhatikan Chie makan.
“hanya satu iris kecil,” kata Minho
tegas,”tidak boleh menambah lagi”
“Oi, Minho-kun.. itu kan bisa buat dia
agresif.. kamu gimana sih??,” bisik Tomo
“Nanti dirumah aku kasih DMSA dan ALA,”
jawab Minho enteng
Tomo hanya berdecak.
Ternyata memang Chie hanya mau tiga suapan
kecil. Dengan senang hati dia mengembalikan sisa kue di piring kecil itu kepada
Minho,”sudah.. bayi kita sudah kenyang, ini untuk Minho-kun”
“sudah tidak mual lagi??,” tanya Minho
Chie menggeleng,”iie.. mou kekko desu (aku
kenyang)”
Tomo cengengesan.
Minho mengeluh,”habis ini ditunggu
reaksinya.. semoga tidak ada”
“kalau sedikit tidak mengapa sih.. apalagi
dia sudah tidak terlalu parah,” ujar Tomo.
Minho menggenggam tangan Chie, lalu dia
tetap ngobrol dengan Tomo. Dia tidak ingin Chie berjalan kemana-mana sehabis
makan kue penuh gula itu, takut mendadak emosi dan memarahi orang-orang
sekelilingnya atau melakukan tindakan yang diluar pikiran banyak orang.
Ketika dijalan, Minho memperhatikan
tingkahnya. Chie tertawa keras ketika dia menonton DVD komedi.
“Kepalanya.. tidak pusing??,” tanya Minho.
Tapi Chie cuek saja, tetap tertawa.
Tangan Minho yang satunya lalu memegang
wajah Chie dan menolehkan padanya, “Memai
desu ka?? (pusing?),” tanya Minho
“Iie
(tidak).. ini lucu, Minho-kun.. aku mau menonton dulu,” jawab Chie
Minho lalu melepaskan tangannya dari wajah
Chie dan melanjutkan mengemudinya sampai di depan rumah.
Dia lalu menelepon Ken...
“wah.. berani juga Kawamura-kun itu,” kata
Ken setelah mendengar apa kata Minho tadi di acara itu ketika Kawamura
berbicara padanya berdua saja.
“Ya.. aku pun bilang sejujurnya kalau aku
memang cinta Chie-chan,” kata Minho. Dia duduk santai di ruang tamu.
“Bagus lah kalau dia mengakui
kesalahannya,” kata Ken lagi ditelepon. Minho heran, kenapa Ken bisa seperti
itu.
“masalahnya, dia yang menyebar gosip gak
enak tentang kamu,” jawab Ken.
Minho baru tahu. Memang sempat ada
selentingan tidak enak soal pernikahan Minho dengan Chie. Tapi Minho sudah
dalam tahap cuek, tidak peduli orang membicarakannya. Termasuk, dia juga tidak
mau tahu apa yang sudah digosipkan orang-orang tentangnya di Rumah Sakit.
Dia tertawa saja dan Ken juga ikutan
tertawa. Chie melihat Minho yang sedang asik menelepon tapi tertawa lalu
menghampirinya dan menggelitik pinggangnya.
Minho jadi tambah geli dan Ken berteriak
dari sana, apa yang sudah terjadi.
“aduh.. sepertinya Chie-chan mulai lagi..
nanti aku hubungi lagi,” keluh Minho dan dia menutup teleponnya.
“jangan gelitik pinggangku, Chie-chan...
aku geli,” keluh Minho, mencoba menenangkan isterinya
Matsuda menghampiri mereka, menunjukkan
sebuah baju yang ternyata dicorat-coret dengan cat minyak
Minho kaget,”Aigoo.. kenapa lagi??”, dia memegang kedua tangan Chie supaya diam
dan melihat pada Matsuda.
“Nyonya Chie mengacak-acak baju Anda, Tuan
Lee,” kata Matsuda
“Moeus??,”
Minho kaget, dia langsung berdiri dan berlari naik ke atas, ke kamar mereka.
Benar saja... di luar lemari, sudah
berantakan sekali baju-baju Minho dan ada yang beberapa sudah kena cat minyak
dan cat air.
“CHIE-CHAN.. KESINI!!,” Minho berteriak
dari kamar. Dia marah dengan tingkah isterinya itu.
Chie wajahnya langsung pucat, Minho
berteriak padanya yang kedua kalinya.
“Nyonya.. naik saja ke atas,” kata Matsuda
“Aku takut, Ibu asuh Matsuda,” jawab Chie.
“CHIE-CHAN.. AKU MEMANGGILMU.. KESINI!!,”
teriak Minho lagi dari atas.
Chie pun naik ke atas dengan langkah
pelan-pelan.. wajahnya sudah pucat. Sesampainya di depan pintu, dia menangis
begitu melihat Minho menunjukkan wajah jutek
dan tegasnya.
“Jangan pukul aku, Minho-kun.. aku mohon,”
katanya langsung menangis di depan Minho. Minho tidak peduli dengan
rengekannya.
“tolong bereskan lagi baju-baju ku yang
kamu lukis, masukkan dalam tempat baju kotor dan bereskan yang sudah bersih,”
perintah Minho padanya dengan tegas.
Matsuda naik ke atas dan ke kamar mereka.
Chie diam, dia menangis minta maaf.
“ya.. aku maafkan.. tetapi kamu harus
bertanggung-jawab Chie-chan.. jadi tolong dibereskan ini semua,” kata Minho
masih tegas.
Matsuda menghampiri Chie,”ayo dibereskan,
Nyonya.. yang Tuan Lee bilang itu benar”
“aku.. tidak dipukul Minho-kun kan.. ibu
asuh?? Huhuhu,” dia terisak.
“tidak ada yang pukul kamu.. aku tidak
akan pukul kamu,” jawab Minho.
Chie menunduk, lalu dia mencoba
membereskan pakaian Minho yang dia sudah lukis ke dalam bak baju kotor. Setelah
itu dia coba lipat dan masukkan lagi baju yang bersih ke laci-laci lemari.
Selama dia melakukan itu, Minho terus
mengawasinya. Dia membereskan sambil bercucuran air mata. Matsuda mencoba ingin
membantunya, tapi dilarang Minho.
Selesai dibersihkan, Minho malah berterima
kasih padanya.
“Maaf tadi aku kasar dengan Chie-chan..
karena Chie-chan harus mengerti apa arti tanggung-jawab.. yang tadi itu.. aku
tidak suka,” kata Minho, dia mengelus rambut Chie yang panjang dan lembut.
Chie masih menunduk dan terisak, Minho
lalu memeluknya.
“sudah ya.. aku minta maaf.. ini supaya
Chie-chan belajar.. tidak lagi nakal seperti tadi.. itu hanya bisa dilakukan
bayi kita nanti.. bukan Chie-chan,”
“Tapi ... tadi itu juga.. kemauan bayi
kita, Minho kun,” jawab Chie.
“benar kah?,” tanya Minho. Chie mengangguk
mengiyakan.
“kalau begitu.. aku minta maaf tadi aku
marah besar.. ,” Minho melepas pelukannya, lalu senyum pada Chie
“mau memaafkan aku kan?,” pinta Minho
padanya
Chie mengangguk, lalu,”sekarang.. bayi
kita mau sesuatu”
“apa itu??,” tanya Minho pelan-pelan.
“ini,” Chie mendadak senyum seperti orang
licik, dia menunjukkan krayon ke Minho
“buat apa??,” Minho heran
“melukis wajah Minho-kun.. ini maunya bayi
kita,” senyum Chie lagi. Tapi senyumnya aneh, licik dan dingin, sambil tertawa
kecil.
“aku tidak suka, nanti wajahku kotor,”
jawab Minho tegas. Dia lalu ganti baju dengan baju tidur dan membaca majalah
diatas tempat tidur.
“Ayo dong Minho-kun... ayooo,” kata Chie
memelas lagi.
“pasti mau nya kamu... bukan mau nya bayi
kita,” kata Minho tegas cuek sambil masih baca majalah.
“tidak, Minho-kun.. ini maunya bayi kita,”
kata Chie, lalu dia mual-mual.
“aduh!,” Minho panik lagi, dia buru-buru
mengeluarkan baskom untuk muntah dari kamar mandi.
Chie lalu muntah dan menangis,”ayo dong
Minho-kun.. mengerti aku.. huhuhu”
Minho menggeleng, menolak. Chie malah
akhirnya ingin mengunyah crayon, Minho malah makin panik
“Dame
da! (tidak boleh),” larang Minho padanya.
“Otakku bilang.. aku melukis wajah kamu
atau makan crayon ini, Minho-kun,” kata Chie menangis.
“ngidam yang aneh,” keluh hatinya Minho
“Baik.. cukup melukis di wajah.. tidak
makan crayon.. berbahaya untuk bayi kita,” tatap Minho padanya.
Chie mengangguk senang. Minho lalu menutup
matanya, membiarkan Chie melukis wajahnya dengan crayon.
Chie sibuk bernyanyi-nyanyi melukis diatas
wajah Minho. Minho jadi berfikir, apa yang akan dilukis isterinya itu. Chie
memang terkadang isengnya minta ampun. Tapi justru itu membuat Minho tertawa
dan terhibur.
“taraaaaaaa... sudah, Minho-kun!,” kata
Chie dengan ceria, mempersilahkan Minho mmebuka matanya. Minho lalu melihat
kaca.
“WHAT??,”
dia kaget... ternyata Chie melukis wajah Minho seperti kusut dan tertawa-tawa
seperti badut.
“Grhhhh!!,” Minho memasang wajah marah padanya. Chie
langsung panik.
“kenapa.. Minho-kun.. tidak suka??,” tanya
Chie, dia takut kalau Minho memang memasang wajah tegas atau marah.
Minho lalu menghampirinya dan malah
menggelitik perutnya.
Chie berteriak-teriak kegelian..
“Minho-kun.. jahat.. aku kegelian!,”
“Itazura
da neeee... Nakal sekali!!,” Minho terus menggelitik pelan perut Chie di
atas tempat tidur. Chie masih tertawa terbahak-bahak.
Minho langsung menutup mulutnya supaya
tertawanya tidak terlalu keras.
“sudah.. sudah.. nanti pusing,” katanya
pada Chie, lalu memeluknya
“main.. ayo Minho-kun,” kata Chie mengelus
poni Minho.
Minho senyum licik padanya, mematikan
lampu kamar,”Ayo kalau mau main, hahaha!”
Bersambung ke part 4.........