This is me....

Sabtu, November 08, 2014

Heal Me, Doc II (Part 3: Perkenalkan.. Isteriku.. ASD Hito Desu)


“bipp...biippp,” telepon masuk untuk Minho. Pagi baru saja datang dan matahari dimusim semi baru menampakkan diri agak siang. Pagi itu terlihat mendung.
Minho malas sekali menjawab telepon itu ketika dilihatnya, berasal dari ibunya
“Ibu.. aduh.. kacau nih,” keluhnya. Dia hanya bisa melihat pemberitahuan panggilan, sama sekali tidak menyentuh Hp nya.
“aduh.. malas banget deh,” keluhnya lagi. Ibunya meneleponnya berkali-kali tapi dia diamkan saja. Dia malah menaikkan poni nya, kesal.. ibunya pasti akan bicara lagi soal kehamilan Chie. Dia diam saja, lalu melihat Chie yang masih tidur.
“dia saja masih mual terus, padahal masuk bulan ke tiga.. aku belum sempat ke Endo-uisa (dokter),” katanya lagi.
“jangan sampai kamu masuk rumah sakit.. aku bisa dikritik Eomma habis-habisan, Chie-chan,” kata Minho sambil membelai kepalanya Chie yang masih tertidur.
Chie mendadak bangun,”ada apa, Minho kun??,” matanya masih mengantuk
“matahari sudah tinggi, Chie sayang, ayo bangun,” Minho duduk, lalu berdiri dan membangunkannya pelan-pelan.
Sementara, tampaknya ibunya sudah capek menelepon dia, tapi tidak diangkat juga. Minho hanya melihat sekilas handphone nya dan misscall berikutnya, pasti ibunya akan marah. Tapi, dia harus sibuk dulu pagi itu dengan Chie yang akan dia ajak agak siang nanti untuk pergi ke sebuah pertemuan antar dokter psikiatri.


“Aku janji kita jam 10 pagi ini akan pergi ke pertemuan para dokter psikiatri.. Chie chan ingat tidak??,” bujuk Minho dengan senyum manis, berjongkok di depan Chie.
“aku malas, Minho kun.. tempatnya pasti ramai,” jawab dan keluh Chie, lagi-lagi sok mellow nya muncul.
“eeh.. kamu tidak boleh begitu.. memang pertemuan ini harus dengan pasangan, Chie chan.. kamu ini kan pasangan ku,” balas Minho sabar.
Chie malah menggoyang-goyangkan kakinya diatas tempat tidur. Minho sudah hafal, pasti dia malas untuk pergi.
“Apa aku harus pergi dengan Matsuda-san??,” tanya Minho, wajahnya dipertegas dihadapan isterinya itu
Chie menggeleng.
“nah.. lalu? Aku harus pergi dengan siapa??,” tanya dia lagi
Chie menunjuk dada Minho.
“begitu.. jadi... ayo bangun, lalu kita siap-siap,” Minho berdiri dan memberikan tangannya.
“nanti... aku berbicara apa lagi??,” tanya Chie memelas
“mulai deh.. memelas lagi.. cengeng lagi,” kata hatinya Minho
“bicara apa saja.. asal tidak bicara yang membuat mereka panik dan Chie chan tidak membanting apa saja kalau mendadak marah atau panik,” jawab Minho.
Chie malas berdiri, Minho mencoba membangunkannya dengan hati-hati, tapi tetap bersemangat.
Ohayou, Aka-chan (pagi.. baby ku sayang-red),” kata Minho memeluk Chie lalu memegang perut cewek itu.
Chie tertawa-tawa senang dan keras melihat ekspresi Minho yang sayang dengan bayi mereka.
“hush.. tertawa jangan terlalu keras, nanti kepala mu pusing, Chie chan.. ayo mandi,” dorong Minho ke kamar mandi.

“aku harus menyediakan Minho kun baju pagi dahulu,” Chie menolak didorong
Minho menghentikan dorongannya, memandangnya, “wasurete.. dangsin-eun ttogttog.. hontou ni kashikoi Chie-chan,” senyum Minho, lalu mencium pipinya, memuji kalau Chie pintar.
Chie lalu langsung menuju lemari besar tempat baju dan memilih.. tapi.. lagi-lagi tidak sesuai dengan selera Minho.
“aku harus pakai celana pendek untuk golf??,” Minho jadi pusing sendiri.
Chie bukannya panik malah tertawa keras,”demo ne.. kono fuku wa hontou ni suteki da, ne.. Minho kun??”, dia bilang kalau baju itu sangat bagus sekali.
“nanda suteki da no ni??,” tanya Minho heran, apa yang bagus dari baju untuk golf tapi dipakai untuk persiapan pergi ke perkumpulan para dokter, dia hanya menggaruk kepalanya. Tapi Chie malah tertawa keras terus. Minho menyuruhnya berhenti tertawa.
“tolong dipilih lagi untukku,” kata Minho dengan ekspresi serius.
Chie memandangnya dengan serius juga,”ini salah??”
Minho mengangguk,”tapi bukan salah.. tidak pantas,” katanya tegas
“ya.. baiklah.. aku pilih kembali,” jawab Chie. Dia lalu melihat-lihat lagi, membuka satu per satu plastik dengan baju di dalamnya.
Minho harus sabar kalau sudah begitu.. seharusnya, jadwal paginya mengajak Chie jalan berolahraga atau mandi, supaya dia melupakan mualnya.

“bippp... bippp,” terdengar lagi suara misscall
“ah.. Ibu lagi,” keluh Minho. Sementara dia melihat Chie juga masih memilih baju
“aku rasa ini bagus,” kata Chie. Ternyata dia memilih jas hitam dan dasi kupu-kupu hitam untuk Minho.
Minho menciumnya cepat,”pintar, chu”
“aku harus bicara dengan ibu ku.. Chie chan boleh mandi,” katanya lagi. Dia tidak ingin Chie tahu pembicaraan dirinya dengan ibunya.
Minho berteriak, minta tolong kepada Matsuda membantunya menyiapkan mandi untuk pasangannya itu. Matsuda datang lalu membawa Chie ke kamar mandi.

“ah.. ibu.. apa kabar?? aku minta maaf.. tadi aku masih tertidur,” kata Minho mengangkat teleponnya.
“bagaimana kabar mu dan isteri??,” tanya ibunya dari Hiroshima
“baik.. sehat.. hanya saja, masih mabuk dan mual,” jawab Minho
“apa.. dia sering lagi mengamuk dan gak stabil??,” tanya ibunya, benar-benar kepo.
“tidak, Ibu.. hanya terkadang sedih.. mungkin karena perubahan hormon. Aku sudah tanyakan kepada Endo- uisa kalau hal ini normal.. masih tunggu sampai trismester ke dua.. kita lihat saja nanti,”
“sama sekali dia tidak mengalami demam dan sebagainya kan?? Kamu harus berikan makan dia yang terbaik. Suruh Matsuda-san membantu mu, Minho... ibu takut anak mu akan menjadi seperti ibunya sendiri,”
“usahakan yang terbaik untuk ibu, Minho.. ibu tidak ingin cucu dari anak lelaki keluarga ini malah bermasalah dengan kejiwaannya,” kata ibunya lagi dengan suara tegas.
“hai’.. yakusoku desu, Ibu,” jawab Minho. Dia berjanji akan mengusahakan anak nya dengan Chie menjadi anak yang sehat,” selama ini tidak ada masalah... tapi memang perutnya masih sangat mual”
“jangan buat ibu kecewa, Minho.. ibu sudah terlalu baik padamu,” kata ibunya, masih dengan suara dingin dan datar.
Penolakan paling keras memang datang dari ibunya. Ibunya sangat khawatir, bagaimanapun di dalam keluarga mereka, cucu dari anak lelaki selalu dibanggakan, apalagi kalau nanti anak yang dikandung Chie akan menjadi anak lelaki juga.
Minho juga termasuk kebanggaan keluarganya. Sedari kecil dia pintar, tidak terlalu banyak membantah kedua orangtuanya. Jadi ketika ibu nya mengetahui hubungannya dengan Chie, ibunya sangat shocked. Ibunya takut, keluarganya jadi berantakan, karena sistem keluarga dalam keluarga besarnya membanggakan anak lelaki.
Minho duduk di atas tempat tidur, tidak dapat dibayangkan kalau nanti anaknya yang ada di dalam kandungan Chie akan mengalami hal yang sama dengan Chie. Dia duduk termenung saja.

Matsuda keluar bersama Chie dari dalam kamar mandi. Chie heran melihat wajah pasangannya kusut, tapi Minho menyembunyikannya segera. Matsuda sudah tahu, kalau Minho ditelepon ibunya, sudah pasti yang dibahas adalah perkembangan janin Chie.
“Minho kun.. kenapa?? Apa.. tidak suka dengan baju yang aku pilihkan tadi??,” Chie duduk disamping Minho, malah memandangnya dengan lembut.
Minho cengengesan,”ah.. anieyo.. gwaenchanh-a.. nandemo arimasen,” katanya mengatakan tidak ada apa-apa dengannya
“sudah mandinya?? Tidak mual dan muntah lagi kan??,” tanya Minho lagi, tetap berkilah.
“Masih mual dan muntah, Tuan Lee,” jawab Matsuda.
“kenapa, Chie chan?? Apa perutnya selalu sakit??,” tanya Minho, menoleh pada Chie
Chie menggeleng, tapi dia bilang kalau anaknya sepertinya semakin bergerak dan menendang. Minho senyum saja, mana ada umur baru 3 bulan sudah menendang-nendang, itu hanya khayalannya saja.
“Belum saatnya menendang Chie-chan.. Aka-chan masih hanya berputar-putar saja,” kata Minho mengelus perut Chie yang dilapisi handuk.
Lalu Minho meminta ijin Matsuda keluar sebentar dari ruangannya dan meminta disiapkan makanan.

Minho memandang Chie lalu menciumnya.
“Minho kun... mau bermain dengan ku??,” tanya Chie dengan ekspresi datar.
Minho tertawa, dia memang ingin sekali mencumbunya, tapi harus segera pergi bersama untuk ke perkumpulan itu, tidak boleh terlambat.
“tadi.. Okaasan meneleponku,” kata Minho lembut,” beliau bertanya kabar kita semua,” bahasanya jadi resmi pada Chie
“aku dan bayi kita... baik.. apa Minho kun mengatakan itu??,” tanya Chie, wajahnya senang ibu mertuanya meneleponnya
Minho mengangguk,”ya.. aku bilang kalau kita semua baik dan sehat”
“ah.. Yokatta desu ne, Minho kun...sebab..,” kata Chie
“kenapa??,” tanya Minho heran.
Chie lalu berani mencium Minho, lalu dia bilang,”terkadang... aku merasa.. Okaasan tidak suka denganku”
“Kenapa Chie chan merasakan seperti itu??,” tanya Minho lagi, penasaran
“sepertinya.. bayi kita juga berbicara begitu... itu sebabnya aku khawatir Minho-kun akan dimarahi dan dipukul Okaasan,” jawab Chie. Dia menunjuk pada perutnya.
Minho senyum,”ah... Okaasan tidak akan pukul Chie-chan.. “
“dia merasakan emosi Ibu ku yang tidak suka,” kata hatinya Minho,”dia lebih sensitif soal perasaan”
“tetapi.. Okaasan bilang.. kalau Chie chan masih saja muntah.. itu kurang baik”, kata Minho lagi
“Bukankah Minho-kun ingin membawa ku ke Endo-sensei??,” kata Chie sambil sibuk memainkan poni Minho,”ini sudah panjang.. lebih baik dipotong,”
Minho mengangguk,”nanti saja potong rambutnya.. kita bicarakan dulu soal bayi kita”
“ya.. lalu bagaimana??,” tanya Chie, tapi masih asyik memainkan poni Minho.
Minho memintanya untuk tidak memainkan poni lagi dan melihat matanya.
“Jadi.. besok kita akan bertemu dengan Endo-sensei,” kata Minho menatapnya
“ya... baik,” Chie mengangguk semangat
Minho memeluknya, memujinya kalau dia sudah mengerti apa yang dimaui Minho.
Mereka lalu turun makan, kembali ke atas dengan berganti pakaian dan pergi ke pertemuan.

Chie memakai gaun hitam yang indah dengan dada terbuka, dilengkapi dengan corsace merah muda dan rambut digulung ke atas serta bertopi kecil berjaring.
Hari itu ada semacam seminar umum tentang psikologi dan medikasi sehingga memang banyak para psikiater berkumpul untuk menghadiri dan juga bertemu dengan sesama rekan. Banyak juga yang membawa pasangan karena memang acaranya tergolong santai tidak harus hanya sesama dokter saja yang hadir.
“Ini isteriku, Nakamura Chie.. dia ASD,” kata Minho, memperkenalkan Chie pada beberapa dokter, tanpa malu menyatakan kalau Chie seorang dengan ASD (Autistic Spectrum Disorder).
Chie tidak mengerti apa itu ASD, tetapi rekan-rekan sejawat Minho dari Universitas dan Rumah Sakit lain ramah padanya. Orang dengan ASD jika mendapatkan pesan positif memang bisa ramah seperti orang pada umumnya.
Minho tanpa ragu mengajak nya untuk bicara dengan banyak rekan sejawatnya itu. Diantaranya ada salahseorang dokter kawan Ken, Kawamura Asa, wanita yang diam-diam pernah suka pada Minho.
“Nakamura-san.. sedang hamil??,” tanya Asa Kawamura pada Chie
Chie mengangguk senang,”Ya.. baru 3 bulan.. iya kan, Minho kun??”
Minho mengangguk dan senyum padanya. Kawamura memandang Chie dengan penuh tanda tanya.
“kalau dilihat pertama kali.. seperti biasa saja,” kata hatinya Kawamura
“Kalau begitu.. Nakamura-san.. pasti manja sekali dengan Lee-sensei, hahaha,” kata seorang dokter yang lain, Inoue, yang kemarin digantikan Minho praktek
Aigoo.. jangan memulai, Inoue-sensei,” kata Minho,”ah.. Chie chan.. Inoue sensei ini yang kemarin aku menggantikan prakteknya, karena ada urusan.. Chie-chan ingat kan??”
Chie mengangguk,”Ya.. aku ingat.. Minho-kun berangkat pagi sekali.. dan.. aku jadi tidak..,”
Minho langsung menutup mulut Chie, Kawamura, Inoue serta rekan yang lain jadi tertawa.
“Ya.. aku tahu.. aku tahu itu, Nakamura-san, hahahaha,” kata Inoue terbahak-bahak.
Beberapa dokter yang juga sedang nimbrung ngobrol bersama juga jadi tertawa-tawa bersama.

“Nakamura-san ini.. hebat sekali,” kata dokter Yamaguchi, yang ternyata dokter menangani Chie sejak kecil, seorang dokter senior spesial behavior/perilaku.
“Oh yeah??,” tanya Kawamura penasaran
Yamaguchi mengangguk,”aku menangani Nakamura-san sejak kecil.. sejak berusia 5 tahun,”
Minho menyuruh Chie untuk menunduk hormat dan berterima kasih kepada dokter senior Yamaguchi. Chie melakukannya di depan dokter senior itu.
“tak disangka ya.. bertemu sudah menikah dan sudah mau punya anak lagi... omedettou gozaimasu, Nakamura-san,” kata Yamaguchi lagi, memberikan selamat.
Chie menunduk hormat lagi kepada Yamaguchi,” karena perawatan Yamaguchi-sensei... aku bisa seperti ini.. aku sangat berterima kasih”
Yamaguchi tertawa kecil saja dengan apa yang diucapkan Chie, dia teringat kalau setiap minggu atau setiap ada masalah, Kenji Nakamura-ayah Chie- akan membawa Chie untuk terapi padanya.
“aku sangat tidak tahu kalau ternyata sekarang sudah menjadi isteri Lee-sensei,”
Minho senyum,” terima kasih, Yamaguchi-sensei”
“aku memang ingat.. sewaktu aku kecil.. Yamaguchi-sensei memang sering bertemu dengan ku,” kata Chie memulai pembicaraan ramah dengan dokter senior itu.
“Bagaimana dengan hobby kamu yang melukis itu??,” tanya Yamaguchi
“Aku mendapatkan beasiswa, sensei.. dan aku pergi ke Paris,” jawab Chie
Yang lain disana rekan-rekan Minho yang sedang mendengar, bertepuk tangan memuji Chie.
Minho berbisik pada Chie, sebab dia ingin bicara dengan Kawamura Asa.
Chie melihat Kawamura dengan tatapan tajam dan seperti cemburu berat. Minho sengaja berbohong padanya, kalau yang dibicarakan adalah seputar pekerjaan.
Yamaguchi dan lainnya mengajak Chie ngobrol dengan mereka, sementara Minho dan Kawamura keluar ruangan besar itu.

“Aku sudah mendengar dari Dokter Ken,” senyum Minho pada Kawamura.
Kawamura tertawa kecil,” Ah... rasanya bodoh banget... sumimasen
Minho tersenyum pada Kawamura,” Tidak mengapa... aku juga tahu dari dokter Ken”
“ Sebernarnya kelihatan bodoh kalau aku berfikir.. kenapa aku bisa jadi iri dengan Nakamura Chie.. sebab banyak rekan kerja menganggap Lee-sensei bodoh sekali memilih wanita,” kata Kawamura
Minho sama sekali tidak marah, malah dia tertawa keras
“Hahaha.. aku mengerti.. Dokter Ken juga berpikir demikian kok dan semua sudah diceritakannya,” kata Minho.
Kawamura mendekat wajahnya pada Minho,” Aku rasa, banyak yang patah hati itu benar”
Minho agak menghindar darinya, dia tidak ingin ada masalah,” Ya.. tapi aku memaafkan semua yang kemarin menghina Chie”
Kawamura sadar, kalau Minho tidak suka dengan tindakannya barusan.
“Tapi.. Lee-sensei tahu.. siapa saja yang ada hati dengan mu??,” tanya Kawamura
Minho tertawa,” Tahu.. semua berkat Ken-sensei, hehe”
Kawamura melipat tangannya,” Begitulah wanita.. terkadang dia merasa dirinya hebat, bisa lebih bisa dicintai pria, ternyata sang pria malah memilih diluar dari apa yang dibayangkan”
Minho berdiri di depan Kawamura,” yang bertindak adalah hati.. ketika hati sudah tertambat pada seseorang, pengorbanan apapun dengan kondisi orang yang kita cintai.. apapun itu”
“Aku merasa jahat dengan isterimu,” kata Kawamura.
“itu semua karena Chie chan perempuan dengan ASD kan??,” tanya Minho
Kawamura mengangguk.
“ah.. orang mungkin akan mencibir dia.. tapi bagiku, tetap dia yang bisa jadi teman hidup dan teman hatiku,” kata Minho memandang luar ruangan, melihat banyak mobil lewat dari tempat parkir.
Lalu dia menoleh lagi pada Kawamura,” kadang kita terlalu sibuk dengan penilaian diri kita kepada orang lain... Tidak hanya Kawamura-san.. aku pun begitu sebenarnya”
Minho lalu tertawa,” tidak mudah mencintai orang yang banyak kekurangannya.. bisa terbayang cibiran itu datang satu-persatu.. dan.. kenapa sih.. Minho ini ingin sekali hidup bersama dengan Chie Nakamura??”
Kawamura menatap Minho.
“itu karena setiap orang dasarnya unik... dan setiap orang memiliki kekuatan dan kekurangan.. semua berbeda,” kata Minho lagi.
“aku belajar dari Nakata –sensei.. dan aku hanya yakin.. suatu saat keadaan berubah.. orang tidak akan lagi mencibir atau menganggap rendah Chie-chan,”
Kawamura senyum pada Minho, “ dan.. hatimu seluas samudera, Lee-sensei”
Minho tertawa,” Mood cinta ku sedang bagus, Kawamura-sensei.. jadi aku berfikir jernih, hahaha”
Kawamura tertawa dengan candaan Minho. Mereka lalu toss minuman bersama dan kembali bergabung ditengah kerumunan yang tadi.

Chie berlari kecil menghampiri Minho ketika dia melihatnya, Minho berjalan menuju dirinya.
“Bagaimana ngobrolnya dengan Yamaguchi-sensei.. beliau baik kan??,” senyum Minho manis pada isterinya itu.
“Yamaguchi-sensei.. berjanji akan membeli salahsatu lukisan ku..,” senyum Chie pada Minho. Dia malah menggayutkan kedua tangannya di leher Minho, sehingga Minho menundukkan wajahnya, dekat dengan wajah Chie.
Suteki da ne.. sugoii da ne.. Chie chan wa (hebat sekali Chie),” puji Minho padanya.
“Tetapi.. tadi Yamaguchi-sensei bilang.. aku tidak boleh banyak pikiran, Minho kun,” ujar Chie, dia mengingat lagi apa yang sudah dibilang dokter senior konsultan behavior itu.
“Yamaguchi- sensei benar.. Chie chan memang tidak boleh banyak pikiran, nanti bayi kita ikut pusing.. ,” senyum Minho
“Hi.. Lee-sensei,” salahseorang dokter menyapanya ditengah percakapan.
Minho kembali menyapa dengan ramah, ternyata teman lamanya sewaktu SMA
Kami-sama.. anta ga... Tomo Sakai!,” peluk Minho
Cowok yang bernama Tomo Sakai itu juga memeluk Minho dengan erat,”Ohisashiburi, Minho kun!,”
Minho tertawa, ternyata dia bernostalgia kembali dengan teman masa SMA nya. Chie melihat mereka dengan serius.
Tomo menoleh pada Chie,” Anta no tsuma, sensei??”
Hai’..,” jawab Minho
“wah.. benar-benar berita baru,” kata Tomo.
Minho tertawa pada Tomo, temannya itu. Chie berkenalan dengan Tomo.
kirei da ne..,” kata Tomo, mengatakan kalau Chie perempuan yang cantik dan menarik. Minho memukul kepala temannya itu,” awas.. jangan rebut isteriku”
“tunggu.. tunggu.. sepertinya... sebentar,” Tomo berfikir, lalu..
“Yamashita Chie desu!,” kata Tomo, dia akhirnya tahu kalau Chie memang pernah membintangi sebuah drama.
Minho tertawa,” untung kan aku? Hahaha”
“heeeehhhh... rugi sekali aku enggak dapat seorang artis,” keluh Tomo
Chie bingung dengan bahasa Tomo yang gaul. Tapi Minho malah cuek berbicara pada Chie kalau temannya merasa dirinya tidak beruntung mendapatkan artist cantik seperti Chie. Chie berterima kasih pada Tomo sambil tertawa keras.
“ASD desu... ,” kata Minho pada Tomo
Nani?? Hontou?? Shinjirarenai,” Tomo tidak percaya, tapi Minho mengangguk.
demo.. hontou ni ASD hito o mitanakute no you ni n da,” kata Tomo keheranan. Wajah, tingkah Chie tidak seperti orang dengan ASD sebelumnya.
Super high intelligent,” jawab Minho pede. Dia bangga memperkenalkan isterinya walau dengan kekurangan, tapi memujinya.
sou da yo.. umm.. omoshiroii ka naa.. ,” Tomo malah jadi tertarik dengan kehidupan baru Minho, teman sekolahnya.
Minho kun to Sakai san wa.. gakkou no tomodachi deshita ka??,” tanya Chie apa mereka teman sekolah
Minho mengangguk,”watashi no itazura tomo da yo,” katanya sambil tertawa pada Chie, meledek Tomo temannya yang nakal. Chie tertawa keras lebih dari Minho.. terbahak-bahak dan lama. Menganggap Tomo yang nakal itu sesuatu yang lucu dan tidak habis kelucuannya pada lelaki itu.
Tomo akhirnya faham ketika melihat gaya Chie tertawa, yang sebenarnya tidak begitu lucu jadi dianggap lucu, bahkan terpingkal-pingkal.
“Chie chan.. yamete kudasai,” kata Minho memperingatkan Chie supaya berhenti tertawa terlalu kencang agar kepalanya tidak sakit dan mood nya tidak mendadak berubah.
“wakatteru,” kata Tomo,”tapi.. tidak repot??”
Minho menggeleng, sambil memeluk Chie yang masih tertawa, belum mau berhenti,”Tidak sama sekali.. biasa saja.. kami sudah jalan ingin 4 tahun membina hubungan.. tapi aku baru menikah dengannya 2 bulan ini,”
Sugeeee... kamu hebat!,” Tomo malah menepuk-nepuk pundak Minho
“tapi.. melawan arus sekali,” katanya lagi.
No problem,” jawab Minho enteng. Dia mengelus kepala Chie akhirnya dia berhenti juga tertawa.
Minho lalu mengobrol dengan Tomo, Chie memperhatikan saja walau dia sibuk memainkan jari tangan Minho yang memegang tangannya sendiri, memutar-mutar cincin yang ada di jari Minho, memperhatikan mata batu perhiasannya.
Tomo sesekali melihat tingkah Chie yang sama sekali tidak terganggu mereka bicara panjang lebar masa sekolah SMA penuh nostalgia.

“kamu sendiri.. sudah menikah??,” tanya Minho pada Tomo
“ah.. lupakan.. itu gampang, haha,” Tomo tertawa keras. Chie cuek saja, tidak bergabung dengan pembicaraan mereka.
Tiba-tiba dia memegang kepalanya,”aku pusing, Minho kun.. berputar-putar,”
Tsukarete desu ka??,” tanya Minho, apa Chie kelelahan atau tidak.
Chie mengangguk, meminta duduk dan beristirahat diruang yang tidak ada orang.
“ah.. aku harus mencari tempat, Tomo-kun.. sepertinya, waktu sosialnya sudah habis.. harus menyendiri sebentar.. atau nanti dia bisa kacau,” kata Minho.
Tomo menyerahkan kartu namanya pada Minho, lalu dia pamit bergabung dengan yang lain. Sementara Minho mencari ruangan lain supaya Chie bisa beristirahat.
“bertahan sedikit.. ruangannya agak jauh,” mereka keluar dari hall besar itu dan Minho memapahnya pelan-pelan, agar Chie tidak pingsan. Dia sudah mual-mual.
Mereka masuk sebuah ruangan istirahat, lalu Minho pun mendudukkan Chie.
gomen nasai, Minho-kun.. mada gaman dekinai,” keluhnya pada Minho, meminta maaf kalau tidak tahan dengan melihat banyak orang. Tapi sama sekali Minho tidak marah. Chie memang tidak bisa berlama-lama berinteraksi dengan banyak orang, atau dia akan merasa khawatir, cemas tidak karuan dan bisa berakhir dengan tantrum. Minho selalu mengatakan padanya untuk bisa mengatakan perasaannya pada Minho sehingga tidak menyusahkan orang lain.

Minho hanya membantunya untuk mengatur nafas pelan-pelan. Sama sekali dia tidak ingin isterinya selalu bergantung pada obat, apalagi dalam keadaan hamil.
Minho mengelus-elus kepalanya dengan lembut, sementara Chie mencoba seperti bermeditasi mengatur nafasnya.
“tarik nafas.. ,”
“tahan sebentar...,”
“buang pelan-pelan...,” kata Minho mengarahkan Chie. Chie mengikuti perintahnya.
Lalu setelah beberapa kali melakukannya, Chie mencoba membuka matanya, dibukanya pelan-pelan, dilihatnya Minho senyum padanya.
“sudah mulai nyaman??,” tanya Minho.
Chie mengangguk, lalu memeluk Minho. Minho pelan mengelus punggungnya.
“Kita sudah jauh dari mereka loh.. Chie chan sudah tenang kan??,”
Chie diam dulu, lalu mengangguk, tapi lalu malah menangis.
Minho jadi bingung, takut isterinya itu sakit.
“aku lapar,” katanya pada Minho sambil menangis.
Minho lalu melepas pelukannya, bukan marah, malah tertawa terbahak-bahak.
“Hahahaha! Jadi pusingnya karena lapar?? Aigooo... ih.. bikin aku khawatir,” lalu dia iseng cubit pipi Chie.
“aku ingin kue yang ada krimnya itu,” kata Chie memelas
Minho memandangnya dengan tegas,”Nanti sakit kepala,”
“sedikit saja.. nanti aku muntah kalau tidak makan itu, Minho-kun.. hoshii,” jawab Chie dengan mimik ngambek, merengek dan menangis
“aduh.. kumat deh,” keluh Minho
“sedikit saja.. aku akan perhatikan Chie-chan makan.. itu manis sekali, Chie-chan.. gula olahannya banyak,” keluh Minho
sukoshii dake (sedikit saja), Minho-kun,” Chie benar-benar memelas dan memohon-mohon. Dia mengatupkan kedua tangannya, menunduk-nunduk hormat pada Minho dan perutnya sudah mulai mual.
“ngidam ya??,” tanya Minho, tapi Chie tidak kenal kata itu, dia hanya ingin kue krim mentega itu, merengeknya makin jadi.
“uh..,” keluh Minho, lalu dia menarik tangan Chie dan mengajaknya kembali ke ruangan besar tadi.

Minho memotong irisan tipis kue yang memang dihidangkan untuk semua tamu.
“eh.. memang boleh makan itu??,” Tomo kembali datang ke mereka berdua
“ngidam,” jawab Minho singkat
Tomo dan Minho memperhatikan Chie makan.
“hanya satu iris kecil,” kata Minho tegas,”tidak boleh menambah lagi”
“Oi, Minho-kun.. itu kan bisa buat dia agresif.. kamu gimana sih??,” bisik Tomo
“Nanti dirumah aku kasih DMSA dan ALA,” jawab Minho enteng
Tomo hanya berdecak.
Ternyata memang Chie hanya mau tiga suapan kecil. Dengan senang hati dia mengembalikan sisa kue di piring kecil itu kepada Minho,”sudah.. bayi kita sudah kenyang, ini untuk Minho-kun”
“sudah tidak mual lagi??,” tanya Minho
Chie menggeleng,”iie.. mou kekko desu (aku kenyang)”
Tomo cengengesan.
Minho mengeluh,”habis ini ditunggu reaksinya.. semoga tidak ada”
“kalau sedikit tidak mengapa sih.. apalagi dia sudah tidak terlalu parah,” ujar Tomo.
Minho menggenggam tangan Chie, lalu dia tetap ngobrol dengan Tomo. Dia tidak ingin Chie berjalan kemana-mana sehabis makan kue penuh gula itu, takut mendadak emosi dan memarahi orang-orang sekelilingnya atau melakukan tindakan yang diluar pikiran banyak orang.

Ketika dijalan, Minho memperhatikan tingkahnya. Chie tertawa keras ketika dia menonton DVD komedi.
“Kepalanya.. tidak pusing??,” tanya Minho. Tapi Chie cuek saja, tetap tertawa.
Tangan Minho yang satunya lalu memegang wajah Chie dan menolehkan padanya, “Memai desu ka?? (pusing?),” tanya Minho
Iie (tidak).. ini lucu, Minho-kun.. aku mau menonton dulu,” jawab Chie
Minho lalu melepaskan tangannya dari wajah Chie dan melanjutkan mengemudinya sampai di depan rumah.

Dia lalu menelepon Ken...
“wah.. berani juga Kawamura-kun itu,” kata Ken setelah mendengar apa kata Minho tadi di acara itu ketika Kawamura berbicara padanya berdua saja.
“Ya.. aku pun bilang sejujurnya kalau aku memang cinta Chie-chan,” kata Minho. Dia duduk santai di ruang tamu.
“Bagus lah kalau dia mengakui kesalahannya,” kata Ken lagi ditelepon. Minho heran, kenapa Ken bisa seperti itu.
“masalahnya, dia yang menyebar gosip gak enak tentang kamu,” jawab Ken.
Minho baru tahu. Memang sempat ada selentingan tidak enak soal pernikahan Minho dengan Chie. Tapi Minho sudah dalam tahap cuek, tidak peduli orang membicarakannya. Termasuk, dia juga tidak mau tahu apa yang sudah digosipkan orang-orang tentangnya di Rumah Sakit.
Dia tertawa saja dan Ken juga ikutan tertawa. Chie melihat Minho yang sedang asik menelepon tapi tertawa lalu menghampirinya dan menggelitik pinggangnya.
Minho jadi tambah geli dan Ken berteriak dari sana, apa yang sudah terjadi.
“aduh.. sepertinya Chie-chan mulai lagi.. nanti aku hubungi lagi,” keluh Minho dan dia menutup teleponnya.

“jangan gelitik pinggangku, Chie-chan... aku geli,” keluh Minho, mencoba menenangkan isterinya
Matsuda menghampiri mereka, menunjukkan sebuah baju yang ternyata dicorat-coret dengan cat minyak
Minho kaget,”Aigoo.. kenapa lagi??”, dia memegang kedua tangan Chie supaya diam dan melihat pada Matsuda.
“Nyonya Chie mengacak-acak baju Anda, Tuan Lee,” kata Matsuda
Moeus??,” Minho kaget, dia langsung berdiri dan berlari naik ke atas, ke kamar mereka.
Benar saja... di luar lemari, sudah berantakan sekali baju-baju Minho dan ada yang beberapa sudah kena cat minyak dan cat air.
“CHIE-CHAN.. KESINI!!,” Minho berteriak dari kamar. Dia marah dengan tingkah isterinya itu.
Chie wajahnya langsung pucat, Minho berteriak padanya yang kedua kalinya.
“Nyonya.. naik saja ke atas,” kata Matsuda
“Aku takut, Ibu asuh Matsuda,” jawab Chie.
“CHIE-CHAN.. AKU MEMANGGILMU.. KESINI!!,” teriak Minho lagi dari atas.
Chie pun naik ke atas dengan langkah pelan-pelan.. wajahnya sudah pucat. Sesampainya di depan pintu, dia menangis begitu melihat Minho menunjukkan wajah jutek dan tegasnya.

“Jangan pukul aku, Minho-kun.. aku mohon,” katanya langsung menangis di depan Minho. Minho tidak peduli dengan rengekannya.
“tolong bereskan lagi baju-baju ku yang kamu lukis, masukkan dalam tempat baju kotor dan bereskan yang sudah bersih,” perintah Minho padanya dengan tegas.
Matsuda naik ke atas dan ke kamar mereka.
Chie diam, dia menangis minta maaf.
“ya.. aku maafkan.. tetapi kamu harus bertanggung-jawab Chie-chan.. jadi tolong dibereskan ini semua,” kata Minho masih tegas.
Matsuda menghampiri Chie,”ayo dibereskan, Nyonya.. yang Tuan Lee bilang itu benar”
“aku.. tidak dipukul Minho-kun kan.. ibu asuh?? Huhuhu,” dia terisak.
“tidak ada yang pukul kamu.. aku tidak akan pukul kamu,” jawab Minho.
Chie menunduk, lalu dia mencoba membereskan pakaian Minho yang dia sudah lukis ke dalam bak baju kotor. Setelah itu dia coba lipat dan masukkan lagi baju yang bersih ke laci-laci lemari.
Selama dia melakukan itu, Minho terus mengawasinya. Dia membereskan sambil bercucuran air mata. Matsuda mencoba ingin membantunya, tapi dilarang Minho.

Selesai dibersihkan, Minho malah berterima kasih padanya.
“Maaf tadi aku kasar dengan Chie-chan.. karena Chie-chan harus mengerti apa arti tanggung-jawab.. yang tadi itu.. aku tidak suka,” kata Minho, dia mengelus rambut Chie yang panjang dan lembut.
Chie masih menunduk dan terisak, Minho lalu memeluknya.
“sudah ya.. aku minta maaf.. ini supaya Chie-chan belajar.. tidak lagi nakal seperti tadi.. itu hanya bisa dilakukan bayi kita nanti.. bukan Chie-chan,”
“Tapi ... tadi itu juga.. kemauan bayi kita, Minho kun,” jawab Chie.
“benar kah?,” tanya Minho. Chie mengangguk mengiyakan.
“kalau begitu.. aku minta maaf tadi aku marah besar.. ,” Minho melepas pelukannya, lalu senyum pada Chie
“mau memaafkan aku kan?,” pinta Minho padanya
Chie mengangguk, lalu,”sekarang.. bayi kita mau sesuatu”
“apa itu??,” tanya Minho pelan-pelan.
“ini,” Chie mendadak senyum seperti orang licik, dia menunjukkan krayon ke Minho
“buat apa??,” Minho heran
“melukis wajah Minho-kun.. ini maunya bayi kita,” senyum Chie lagi. Tapi senyumnya aneh, licik dan dingin, sambil tertawa kecil.
“aku tidak suka, nanti wajahku kotor,” jawab Minho tegas. Dia lalu ganti baju dengan baju tidur dan membaca majalah diatas tempat tidur.
“Ayo dong Minho-kun... ayooo,” kata Chie memelas lagi.
“pasti mau nya kamu... bukan mau nya bayi kita,” kata Minho tegas cuek sambil masih baca majalah.
“tidak, Minho-kun.. ini maunya bayi kita,” kata Chie, lalu dia mual-mual.
“aduh!,” Minho panik lagi, dia buru-buru mengeluarkan baskom untuk muntah dari kamar mandi.
Chie lalu muntah dan menangis,”ayo dong Minho-kun.. mengerti aku.. huhuhu”
Minho menggeleng, menolak. Chie malah akhirnya ingin mengunyah crayon, Minho malah makin panik
Dame da! (tidak boleh),” larang Minho padanya.
“Otakku bilang.. aku melukis wajah kamu atau makan crayon ini, Minho-kun,” kata Chie menangis.
“ngidam yang aneh,” keluh hatinya Minho
“Baik.. cukup melukis di wajah.. tidak makan crayon.. berbahaya untuk bayi kita,” tatap Minho padanya.
Chie mengangguk senang. Minho lalu menutup matanya, membiarkan Chie melukis wajahnya dengan crayon.
Chie sibuk bernyanyi-nyanyi melukis diatas wajah Minho. Minho jadi berfikir, apa yang akan dilukis isterinya itu. Chie memang terkadang isengnya minta ampun. Tapi justru itu membuat Minho tertawa dan terhibur.
“taraaaaaaa... sudah, Minho-kun!,” kata Chie dengan ceria, mempersilahkan Minho mmebuka matanya. Minho lalu melihat kaca.
WHAT??,” dia kaget... ternyata Chie melukis wajah Minho seperti kusut dan tertawa-tawa seperti badut.
“Grhhhh!!,” Minho memasang wajah marah padanya. Chie langsung panik.
“kenapa.. Minho-kun.. tidak suka??,” tanya Chie, dia takut kalau Minho memang memasang wajah tegas atau marah.
Minho lalu menghampirinya dan malah menggelitik perutnya.
Chie berteriak-teriak kegelian..
“Minho-kun.. jahat.. aku kegelian!,”
Itazura da neeee... Nakal sekali!!,” Minho terus menggelitik pelan perut Chie di atas tempat tidur. Chie masih tertawa terbahak-bahak.
Minho langsung menutup mulutnya supaya tertawanya tidak terlalu keras.
“sudah.. sudah.. nanti pusing,” katanya pada Chie, lalu memeluknya
“main.. ayo Minho-kun,” kata Chie mengelus poni Minho.
Minho senyum licik padanya, mematikan lampu kamar,”Ayo kalau mau main, hahaha!”

Bersambung ke part 4.........