This is me....

Minggu, Februari 22, 2015

“Annyeong haseyo (hallo), Kakak Minho!” (part 7: Ide Minho Menjual Tas Bekas Demi Bubur Kacang Hijau)

Ini cerita anak-anak... cerita imajinasi tentang Lee Minho...

Tak berapa lama Ridwan datang.
”eh...ada tamu,” katanya ramah. Anak-anak yang berkumpul langsung menghampiri dan mencium tangannya.
”selamat siang, bapak Ridwan,” Minho menunduk hormat, lalu diikuti teman-temannya yang lain.
Ridwan memberi salam pada Minho,”oh.. dokter kesini lagi? Apa kabar hari ini?,” katanya basa basi.
Minho menjawab baik dan dia memperkenalkan teman-temannya pada Ridwan.


”ada yang kami ingin bicarakan, Pak Ridwan,” kata Greg memulai pembicaraan.
”tentang?,” senyum Ridwan.
”Brother Minho sudah katakan sebelumnya tentang kondisi seputar lingkungan ini, terutama kebiasaan kesehatan disini,” lanjut Greg.
”tentang fasilitas.. terutama public toilet,” ujar Minho pada Ridwan.
”oh iya, Pak Greg.. kemarin kami sempat bicarakan soal itu dan juga soal Pos Pelayanan Terpadu.. pos pelayanan kesehatan bagi anak bawah lima tahun dan juga ibu hamil,” kata Ridwan
”Kami ingin sekali melihat,” senyum Greg.

”silahkan saja.. tetapi, karena saya sedang istirahat, jadi mungkin tidak terlalu bisa berlama-lama dan nanti bisa ditemani isteri saya dan juga anak saya,”
”tidak mengapa, ” senyum Minho,”kami ingin memfoto”
”saya bisa antarkan pada ketua posyandu setempat,” kata Ridwan lagi. Dia menunda makan siangnya dan pergi ke rumah bu Meli, sang ketua posyandu beberapa pos itu.

”disini mah yah, Jang (Ujang sebutan bagi anak lelaki suku sunda) .. memang masih pada perlu pembinaan gitu ceunah (ceritanya),” kata bu Meli dengan logat sundanya yang kental. Minho dan yang lainnya bingung, kecuali Greg yang sudah lebih lancar bahasa Indonesia dan itu juga masih dibantu oleh Ridwan untuk kata-kata yang dianggap agak melenceng dari pengetahuannya.
”memang.. apa yang kurang Bu Meli??,” tanya Ridwan.
Lalu Meli bercerita kekurangan sarana, prasarana sampai fasilitas lainnya termasuk berupa makanan sehat.
lamun (kalau) di sini tuh ya, Jang... jarang kita teh ada namanya pembagian bubur kacang hejo (hijau) misalnya gitu,” kata bu Meli lagi masih dengan logat sunda nya. Ridwan menjelaskan ulang pada mereka. Minho dan yang lain pun mencatat segala keperluan.
”ini sih bakalan cuma survey doang dulu, Bu.. entaran kalau misalnya ada yang perlu mereka usahain.. diusahain deh,” kata Ridwan menjadi penterjemah mereka.

Greg, Minho dan yang lainnya hanya mengangguk saja.
”ma nya’ atuh kalau ada pemikiran mah.. kita bagi sama rata,” kata bu Meli lagi.
”bu Meli ini sudah lama bekerja menjadi ketua beberapa posyandu di lingkungan warga sini,” kata Ridwan menjelaskan kepada mereka.

Kunjungan ke rumah Bu Meli selesai, saatnya menuju rumah Pak Rukun Warga (RW).
Pak RW ramah menyambut mereka,”ya..disini mah begini.. kesadaran warganya masih rendah.. pendidikan juga masih rendah.. komo deui (apalagi-red) ekonomi”
so..the problem is actually economic and education matters,” kata Minho pada teman-temannya, bahwa sebenarnya masalah utama ada pada ekonomi dan pendidikan.
“culture might influence,” jawab Greg.
Mereka lalu berkumpul sejenak lagi dirumah Ridwan dan saling berdiskusi.

Mereka numpang di rumah Ridwan untuk diskusi panjang lebar. Syifa duduk saja menemani mereka, melihat mereka bekerja di rumahnya yang sempit itu.
”semoga kami tidak mengganggu keluarga ibu,” kata Greg ramah pada Ummi syifa, sementara Ridwan kembali bekerja karena istirahat siangnya sudah selesai.
”ah..enggak kok, Pak Greg.. anak anak juga senang,” jawab Ummi syifa.
Memang masih ramai sekali rumahnya, masih ada Udin Cs yang memperhatikan mereka kerja.
                                                ...........................
”Jadi.. sebenarnya kita ini akan kerja dimana? Sekolah atau lingkungan ini?,” tanya Greg pada semua rekannya.
Mereka semua berfikir.
”Tempat ku magang tidak seperti ini parahnya, masih lebih baik,” kata Keisuke.
Xiao Ming dan Rajiv mengangguk,” tempat ku juga.. jadi, sebenarnya bisa kita sama-sama lakukan perubahan disini”
Greg bergumam sebentar.

”Kalian apa tidak berfikir.. kemungkinan disini akan lama kalau kita akan merubah 100%.. dan sepertinya itu mustahil,” kata Greg.
Minho mengangguk,” setidaknya, kita dahulukan saja, mana yang diperkirakan penting untuk beberapa kelompok umur,”
Anshar menjentikkan jarinya. Tanpa disengaja, Udin juga ikut-ikutan.

”eh si Udin.. lu soktau banget mereka lagi ngemeng apaan,” kata Raka, yang juga melihat mereka.
”kayaknya sih mau pada bikin MCK baru,” bisik Udin pada Raka.
”kayaknya entar bakalan keren MCK kita.. kayak di tivi-tivi,” Raka bisik balik.

Greg sepertinya mendengar dua anak itu saling berbisik, dia tersenyum saja pada mereka.
”kalian memang suka dengan MCK yang seperti itu?,” tanya Greg pada kumpulan anak-anak itu.
Anak-anak diam saja. Greg lalu berinisiatif meminta pendapat mereka satu persatu.
”kamu dahulu... ,” dia menunjuk pada Udin.

Udin kaget, dia memiringkan badannya, menghindari pertanyaan Greg. Kamal dan yang lainnya malah mentertawakan dia.
”rasain lu, Din, hahahaha,” kata Kamal.
”Nanti kamu juga kami minta pendapatnya,” kata Minho senyum pada Kamal.
”sukurin lu.. bisa-bisanye sih,” kata Siti, kakaknya Kamal yang hobi nonton drama Korea.

Udin menjawab dengan cueknya, bergaya, dia malah tolak pinggang, bak orang besar yang akan dimintai pendapat berharganya. Ekspresinya itu membuat Minho Cs jadi ingin tertawa.
”Gue sih pengennya MCK yang kayak model di tivi itu loh.. nyang ada tempat buat asep-asep,”
Yang dimaksud dia adalah seperti Spa.
Tentu saja Greg dan Minho Cs bingung mengartikan apa maksud Udin ini.

”Kamu mengerti tidak??,” tanya Keisuke, polos pada Syifa.
Syifa hanya menggeleng, lalu dia tanya pada Udin, apa maksud keinginan Udin.
”Itu loh.. waktu itu gue pernah liat di tivi.. ada film keren gitu.. ada cowok-cowok pada ngumpul di kamar mandi nyang ada asep-asepnya gitu, Syifa.. lu kuper sih.. kagak ngerti omongan gue... sama aja kayak mereka dah,” jawab Udin dengan polos dan blak-blakannya.

Syifa lalu memanggil Tina yang masih main diluar. Remaja itu sedari tadi memang senang melihat wajah Greg.
Tina masuk dan Udin menceritakan kembali keinginannya.
”eh.. itu namanya Spa, Cuy... emang bisa gitu mereka bikin Spa... gaya lu, Din... kayak di barat,” ketus Tina, mengeplak kepala Udin.
Udin hanya cengengesan.
”yang dimaksud Udin itu.. Spa, Bang Greg,” kata Tina.

Greg tertawa dengan perkataan Tina barusan. Semuanya lalu tertawa.
”Spa itu mahal sekali, Udin... kami juga tidak punya di rumah, hahaha!,”
Semua tawa Minho Cs menggema dirumah yang kecil itu.
Ibunya Syifa hanya geleng-geleng kepala dengan perkataan Udin.
Kepala Udin dikeplak (dipukul) Kamal, teman akrabnya,” sok gaya banget lo, din.. kayak dibarat aja”

Udin dengan polosnya malah bertanya pada mereka,” memang mahal bikin ntu Sepa (Spa)?”
Minho mengangguk,” Di Korea... hanya orang super kaya yang punya Spa.. kami memang suka pergi ke tempat itu kalau lelah.. dan tidak lama.. bayar nya pun mahal”
Sotoy sih lu, Din.. ngarep banget,” Tina memukul kepala Udin lagi.
Udin mengaduh kencang. Yang lain akhirnya tertawa-tawa saja.
”Jadi, Udin... tidak bisa kami membuat Spa untuk kamu, hehe,” canda Greg
Mereka merasa kesulitan dengan apa yang akan diputuskan, akhirnya mereka pergi kembali ke ketua RW setempat.
                                                ..................................
”Disini itu, Pak Greg.. yang jadi masalah juga para preman,” kata Pak RW. Dia lupa tadi menceritakan tentang sepak terjang preman yang kalau tidak hati-hati bisa menyakiti mereka.
”Tadi sudah ada yang tanya beberapa orang... saya katakan saja kalau kalian hanya ingin ngobrol sebentar dengan saya,” lanjutnya lagi.
Greg mengangguk. Tujuan mereka kesini hanya ingin memetakan masalah, lalu pengalaman mereka dibagi dengan penduduk setempat, kalau memang memungkinkan, mereka akan membuat program yang bisa dilanjutkan warga.

”Disini sih dulu juga ada anak-anak yang kuliah magang dari universitas gitu loh.. tapi programnya mereka kayaknya enggak selesai juga,” kata pak RW lagi.
Greg lalu bertanya, program mereka terdahulu apa saja.
Pak RW menjawab, ternyata salah satunya adalah perbaikan MCK dan juga posyandu.
”Dulu sih mereka yang bikin pengajuan, makanya posyandu ada bubur kacang hejo gitu,” kata Pak RW lagi
”Oo,” balas Minho Cs kompak, setelah dibantu oleh Tina, dari kata-kata yang susah diterjemahkan mereka, yang bercampur dengan bahasa daerah.

Minho berusaha mencatat apa kebutuhan mereka. Lalu dia berbisik pada Greg.
”Sepertinya memang posyandu ini bisa kita berdayakan.. lagipula.. pasti tidak bersentuhan dengan para preman,”
Greg mengangguk menyetujui. Baginya, itu memang cara aman dan mereka akan bekerja sama dengan bu Meli.
”Tadi bu Meli katakan kalau mereka kekurangan dana untuk bisa membuat bubur.. kita bisa berkeliling sampai sore.. berapa jumlah anak remaja,” Bisik Greg.
”mau diapakan??,” tanya Rajiv pada Greg.
”sampah bisa kita olah jadi tas dan sebagainya... mereka disuruh bekerja menjual, lalu sisanya untuk posyandu, begitu??,” Minho berfikir.
Good idea, Bro (ide bagus),” senyum Greg.
                                                …………………………
Mereka ternyata minta diantar oleh pak RW untuk berkeliling daerah mana yang kumuh dan apa jenis sampahnya.
Pak RW sempat kaget, apa bisa mereka jalan ditempat yang kotor?? Tapi bagi mereka, itu semua ternyata tidak masalah.
“Kalau mau membuat program yang ada bangun-bangunan.. mendingan saya ante raja ketemu sama ketua preman disini,” kata Pak RW.

Greg agak ngeper juga. Dia hanya tahu para preman pasti galak dan bisa saja memalak mereka kalau membuat program.
”enggak usah khawatir gitu sih, Pak... kalau sudah kenal... aman-aman aja,” kata pak RW.
Tetap saja, mereka ngeper dengan kata ”preman”.

Alex nama preman itu. Pria hampir paruh baya itu duduk saja santai didepan rumahnya yang ¾ nya terbuat dari papan. Tiang-tiang jemuran berjejer di depan rumah, hampir menghalangi pintu. Depan rumahnya ada dipan kecil tempat dia duduk.
”Oi, Lex... sendirian aje lu?,” sapa pak RW pada Alex. Pak RW langsung menyalaminya.
Alex sama sekali tidak bangun, cuek saja. Sementara Minho Cs berdiri di belakang pak RW.

”ada apa neh?,” tanya Alex, singkat. Dia memang agak heran melihat enam lelaki tinggi ada di belakang pak RW.
Pak RW lalu duduk tanpa diperintahkan Alex.
”Gini, Lex.. ini temen-temen aing (saya- sunda kasar) pengen banget rencananya disini bikin kegiatan.. ya.. mereka pada mau minta ijin ama lu,”
”emang pada mau bikin apaan?,” tanya Alex, tampaknya dia masih sedikit curiga.

”Itu... kan ibu-ibu didieu (sini) mah pada kagak punya duit buat bikin bubur kacang hejo.. nah si Pak Greg ini rencananya mau buat gitu... jadinya engke (nanti) bakalan ngolah sampah gitu... buat dijadiin tas, lantas dijual,” jawab pak RW.

”silahkan aja,” jawab Alex singkat, padat, jelas.
Pak RW lalu berterima kasih, dia juga minta kalau ada apa-apa, Alex dukung kegiatan mereka.
”Sip lah, pak RW.. gak usah kawatir,” jawab Alex.
nuhun atuh (terima kasih), sok lanjutin santai nya,” kata Pak RW lagi. Pak RW lalu menterjemahkan apa maksud perkataan dirinya dengan Alex.
”Terima kasih, Pak Alex,” Minho, Xiao Ming dan Keisuke kompak menunduk hormat, sesuai dengan adat mereka.
Greg, Rajiv dan Anshar menyalami Alex sambil juga mengucapkan terima kasih.
                                                .......................
Di jalan kembali menuju rumah Syifa, Greg melonggarkan tangannya.
”Hah.. akhirnya.. kita bisa buat program.. malam ini kita bicarakan kembali di Cafe.. dan ini untuk aku dan Minho.. kalau kalian mau ikut.. silahkan saja,” katanya pada yang lain.
Keisuke bilang, dia mau ikut, program dia di tempat yang sudah ditunjuk Greg sudah mulai berjalan, dan hanya perlu diawasi saja. Dia tertarik dengan program ini.
Akhirnya mereka sepakat, yang mau ikut nanti malam rapat di cafe sambil membuat kerangka pikir program berjalan hanya Minho, Greg dan Keisuke.

Tiba di rumah Syifa, mereka pamit. Anak-anak ternyata masih berkumpul sambil menonton tv.
”Kami pamit dulu.. besok semoga bisa bertemu lagi,” kata mereka semua, berjongkok di depan anak-anak tersebut.
”jadinya mau bikin apa?,” tanya Udin, cuek.
”Kami mau mengajak kamu membuat tas dari sampah,” senyum Minho, dia mengucek kepala Udin.

”weh.. emangnye gue cowok apaan??!!,” kata Udin dengan penuh pede, menolak duluan ajakan Minho.
Keisuke hanya senyum lebar melihat ekspresi Udin yang kesannya menolak.
”ngapain emang mau bikin tas dari sampah??,” tanya Siti.
”supaya kalian bisa pakai... nanti bisa dijual,” senyum Greg pada mereka.
”membuat keterampilan,” lanjutnya lagi

”Nah.. yang itu bisanya teh Siti,” ujar Syifa, polos, menunjuk pada Siti.
Greg malah senang ada ternyata anak SD yang bisa keterampilan itu. Dengan rendah hati, malah dia meminta tolong pada Siti supaya nanti bisa mengajarkan siapa saja yang memang mau membuat dan membantu posyandu.
”Nanti kita akan jual... lalu uangnya untuk yang membuat dan untuk beli kacang hijau untuk adik-adik kecil,” senyum Minho.
”wah... kakak Minho pinter bingiidddd,” kata Siti, matanya berbinar-binar. Sepertinya anak SD kelas 6 itu suka pada Minho.
Keisuke menyikut pinggang Minho, bercanda padanya,” she seems like you alot (sepertinya dia suka kamu)”
Minho hanya tertawa saja.

“biasanya.. dahulu kamu pernah membuat tas diajarkan siapa?,” Tanya Greg pada Siti.
Siti menjawab, kalau dia memang suka belajar keterampilan dari ibu Aminah yang ada di RT lain, karena ibu itu memang guru keterampilan.
Bagi Minho Cs, hal ini adalah tambahan ide yang bisa mengajak bu Aminah menjadi partner (teman) bekerjasama. Karena hari sudah terlanjur sore, mereka putuskan akan bicara dengan bu Aminah esok harinya.

“Jadi.. besok kita bertemu lagi.. disekolah untuk Syifa.. dan kami ke sini lagi,” kata Minho.
Anak-anak mengangguk mengiyakan.
Mereka lalu saling melambaikan tangan, tanda perpisahan, untuk jumpa lagi esok. Minho Cs senang bisa mendapatkan ide baru untuk membantu mengembangkan daerah itu..


Bersambung ke part 8....