Namanya juga cerita imajinasi... jangan pernah dimasukkan ke hati..
Ken berusaha menelepon semua rekan dia
yang satu kelompok, termasuk Minho dan Aiko. Ken tahu kalau mereka pasti sedang
ada masalah. Itu sebab, dia ingin semuanya berkumpul. Malah Myo, teman baiknya
Aiko, diajaknya juga.
”Ichi kun sedang sakit parah.. kalian juga
malah berantem... ada apa sih??,” tanya Ken di ruangan markas mereka.
Disana hanya ada dia, Makoto, Aiko, Myo. Minho belum juga datang.
Aiko diam sejenak. Dia ingin mengatakan
semuanya baik-baik saja.
”Jangan kamu katakan kalau semua baik-baik
saja deh... enggak lucu, Aiko-chan,” kata Ken dengan serius.
”Aku juga tahu, Ken-kun.. hanya saja..
semua ini tidak semudah yang kalian bayangkan..,” jawab Aiko.
Makoto angkat bicara.
”Aku tahu sedikit Minho-kun.. dia memang
cowok sensitif.. itu sebabnya mungkin dia bisa saja hari ini enggak mau
datang,”
Yang lain diam saja. Lalu Makoto
melanjutkan perkataannya.
”Dia sedang serius berfikir dewasa..
mungkin sebaiknya memang kita berikan dia kesempatan membuktikan
kedewasaannya,”
Ken bergumam, lalu dia berdiri.
”Tapi..tidak dengan berpisah dong.. apa
kamu enggak kepikiran, Makoto-kun.. kalau dia pisah begitu.. bisa saja nanti dia melirik pada cewek lain loh”
”Aku minta maaf... kalian jadi repot
dengan persoalan hidup ku dan Minho-kun,” Aiko langsung menunduk hormat pada
mereka semua walau sembari duduk.
”Kita ini teman, Aiko-chan.. kami tidak
ingin kalian sengsara,” senyum Ken.
”Aku tetap akan membiarkan Minho-kun
berfikir.. aku akan berusaha
sabar dalam perpisahan ini,” tunduk Aiko. Dia memang sebenarnya sedih jika
bicara soal itu terus menerus.
Myo mengusap-usap punggungnya,
menenangkannya, supaya tidak berlarut-larut dalam kesedihan.
”Dan.. malam ini.. dia tidak ada kabar.. padahal.. kita perlu pergi ke rumah
sakit.. melihat Ichi-kun..,” kata Ken.
”aku akan mendatanginya,” lanjut Ken lagi.
Makoto lalu bilang kalau Minho besok ada
pekerjaan jadi model, kebetulan bersamanya dalam iklan jam tangan.
”Kalau begitu.. nanti aku bicarakan dengan
Minho-kun besok,” ujar Makoto.
Ken mengangkat satu tangannya,” enggak
usah.. malam ini.. kita ke
rumah susunnya saja”
”Ke rumah susun atau ke rumah sakit??,”
tanya Makoto. Mereka tahu, sakitnya Ichirou sudah semakin parah.
Makoto usul kalau mereka sebaiknya ke
rumah sakit saja dulu. Lalu, mereka pun sepakat pergi. Sejenak melupakan Minho.
...........................................
Di Rumah Sakit...
Ichirou terbaring masih lengkap dengan
selang infusnya. Dia mencoba tersenyum ketika teman-teman akrabnya itu datang
untuk menjenguknya.
”terima kasih, kalian mau datang lagi,”
katanya dengan suara lemah.
Aiko sedih dengan kondisi teman akrabnya
sejak SMP itu. Dia menyadari, sebenarnya Ichirou sudah tidak bisa hidup lebih
lama lagi. Dia menyesalkan Minho tidak mempercayai perkataannya, padahal,
sekarang, mereka melihat, kondisi Ichirou sudah sangat lemah.
”Ichi-kun.. kamu harus tetap semangat.. kami
yakin.. kamu akan sembuh,” ujar Aiko, senyum menghibur temannya itu.
Yang lain ikutan menyemangati.
”Ya.. kami sudah nunggu kamu kuliah
bareng.. eh.. markas tuh.. sepi banget jadinya..,” kata Makoto.
Ichirou senyum saja. Lalu, Ibunya minta
berbicara dengan Aiko.
Merekapun berbicara diluar.
...........................
”Apa.. Kohashi-kun sudah tahu.. bagaimana
nasib penyakit Ichi kun??,” tanya Ibunya Ichirou pada Aiko, dengan suara sedih.
Dia menangis, menyeka air matanya dengan ujung saputangan.
Aiko sudah tahu. Akibat kecanduan
narkoba.. Ichirou menderita TBC (tubercholusis) yang akhirnya bakterinya justru
mengembangkan sel kanker paru, bukan hanya sekedar tahan dengan obat
antibiotik. Dia sedih karena ternyata Ichirou tinggal menunggu waktu saja.
”Ishimura san.. ijinkan aku menjaga Ichi
kun...,” Aiko malah menunduk hormat dalam-dalam pada Ibunya Ichirou.
”Anakku tidak akan lama lagi hidupnya,
Kohashi-kun,” Ishimura sangat sedih, dia masih menangis. Hitungan mungkin tidak
akan sampai satu bulan lagi, itu kata perkiraan dokter. Untuk tetap membesarkan
hati Ichirou, kedua orangtuanya tetap tidak membawa dia pulang, tetap bertahan
saja di rumah sakit, supaya anaknya tidak curiga.
”Aku ingin menjadi teman Ichi kun yang
paling baik baginya.. sejak
dulu.. dia selalu menghargai ku, Ishimura-san.. ,” Aiko masih menunduk hormat
di hadapan Ishimura.
”Jikalau memang... kita hanya menunggu
waktu nya... aku tetap akan menjadi teman yang ingin selalu dikenangnya,”
tambahnya lagi.
Ishimura terduduk, dia semakin sedih. Dia
tahu anaknya sangat kesepian. Hanya Aiko, Ken, Makoto dan Minho lah yang selalu
diceritakan sebagai teman-teman baiknya.
”Aku sungguh tidak siap jika Ichi kun
tiada,” Ishimura masih menangis. Aiko pun duduk disampingnya.
”Maafkan aku, Ishimura-san.. aku hanya
ingin menjadi teman Ichi kun yang baik...jadi..aku mohon,” pinta Aiko lagi.
Ishimura mengangguk, walau masih terisak.
..................................
Aiko kembali masuk ke ruangan Ichirou.
Dilihatnya, mereka sedang saling berbincang, suara Ichirou semakin lemah, dia
sedikit bicara.
”Ichi kun.. aku putuskan akan menjaga kamu
disini,” senyum Aiko dengan penuh semangat.
Yang lain langsung pada menoleh. Hal itu
dianggap sebagai keputusan aneh. Bagaimana tidak.. Aiko adalah mahasiswi
kedokteran, sudah pasti tidak ada waktu libur baginya, dan jadwal kuliahnya
otomatis lebih padat dari jurusan yang lain.
Aiko malah terkekeh dengan cara
teman-temannya itu memandangnya.
”Kalian kenapa?? Heran? Hehe,”
Myo langsung ambil suara,” kuliahmu??”
Aiko menjawabnya dengan enteng saja,”
bukannya IPK ku selalu bagus ya, Myo chan?? Aku tidak perlu khawatir..”
”Iya kan?,”
Myo heran, lalu.. dia spontan berfikir,
mungkin ini hanya ide sementara Aiko saja, untuk menghibur Ichirou.
”Ya.. baiklah.. nanti aku pinjamkan segala
catatanku”
Aiko semangat tertawa kecil pada
teman-temannya.
”Nah.. Ichi-kun.. mulai besok.. sore, aku akan datang kesini.. menjaga mu
terus”
Tanpa ragu, dia mengenggam tangan Ichirou.
Ichirou yang sudah lemah hanya bisa
mengucapkan terima kasih dengan suaranya yang sangat pelan.
”Kohashi kun.. terima kasih,” kata
Ishimura, ibunya Ichirou, menunduk hormat.
Tapi Aiko hanya bercanda pada mereka
semua.
”Aku ini calon dokter.. jadi.. aku punya
kewajiban untuk membantu dan menjaga Ichi kun.. iya kan??”
Ichirou senyum. Mereka bicara, ngobrol
hal-hal yang senang-senang saja di depan Ichirou, sama sekali tidak menyinggung
keretakan hubungan rumahtangga Minho dan Aiko di hadapannya.
Setelah jam besuk selesai, lalu mereka
keluar ruangan.
............................
Mereka berjalan di depan rumah sakit, ingin
pulang. Makoto, Ken masih tidak habis pikir dengan apa yang akan dilakukan
Aiko.
”Bagaimana kalau nanti Minho-kun tahu dan
dia akan marah besar padamu, Aiko-chan?? Ini cari penyakit,” kata Makoto.
Aiko menoleh pada Makoto, mereka semua
berhenti berjalan.
”Makoto-kun.. tidak tahu kan.. kalau aku dan Ichi kun sudah berteman lama
dan akrab sejak SMP?? Lagipula.. Minho-kun pernah mengecewakanku,”
Makoto diam sejenak.
”dalam hal apa? Kasus mantan pacarnya yang
sudah meninggal itu?”
Aiko mengangguk.
”Aku belajar untuk tidak sakit hati dan
membalas dendam.. tetapi,
Makoto-kun.. aku kecewa sekali..,”
Dia berusaha untuk senyum di depan
teman-temannya yang lain.
Udara dingin depan Rumah sakit sudah mulai
menusuk. Udara dingin itupula yang menyaksikan, bahwa sebenarnya ada banyak
kekecewaan Aiko bersama Minho selama ini. Hanya saja, hal itu ditutupinya
kepada teman-temannya itu, kecuali kepada Myo, yang sesama perempuan.
”Kami mengerti.. itu sebab, terkadang aku
berfikir untuk memarahi Minho-kun itu,” Ken menggaruk kepalanya, berfikir.
”ah.. kalian pasti tahu kan.. kalau.. umur
Ichi kun tidak akan lama lagi?? Aku.. dan Ibunya berbicara dengan dokter.. sewaktu kalian bersamanya,” ujar
Aiko lagi.
”serius??,” tanya Makoto.
Aiko mengangguk, wajahnya sedih.
”Kemungkinan.. tidak akan sampai satu
bulan ini.. tetapi.. Ichi kun cowok yang kuat..dia bisa menahan rasa sakit.. ak
merasa, dia kesepian.. aku ingin menemani Ichi-kun jika memang kita tidak punya
waktu lagi untuknya,”
Semua jadi sedih. Tidak menyangka
pembicaraan Aiko, dokter dan Ishimura tentang daya juang hidup teman akrab
mereka. Ken bahkan mengangkat kepalanya, menahan tangis.
”jadi bagaimana?? Aku tidak ingin kalian
memberitahukan Minho-kun.. kalau aku ingin sekali menjaga Ichi-kun,” ujar Aiko.
Dia malah menunduk hormat kepada semua
temannya itu, di hadapan mereka.
”Aku mohon.....,” ujar Aiko lagi, masih
menunduk hormat.
Suasana hening.
”Baik.. aku enggak akan bilang pada
Minho-kun.. walau besok aku kerja dengannya,” jawab Makoto.
”Terima kasih, Makoto-kun..,” Aiko
mengangkat kepalanya lagi dan senyum padanya.
Makoto membalas dengan senyuman lagi.
”Aku juga.. aku tidak akan katakan pada
Minho-kun tentang ini.. biar dia mencaritahu sendiri,” ujar Ken.
”Kalau begitu.. kita biarkan saja Minho-kun berfikir,” ujar Myo.
Semuanya mengangguk.
........................................
Dua hari kemudian...
”besok.. aku akan menginap di rumahsakit,”
kata Aiko, memulai pembicaraan pada Myo. Dia sudah mengepak buku dan juga
beberapa baju.
”bayi mu.. baik-baik saja kan??,” tanya Myo.
Aiko mengangguk mantap.
”aku sehat... kamu tahu?? Ibunya Ichi kun
bilang.. kondisi dia semakin parah..”
Myo jadi sedih. Walau dia tidak terlalu dengan dengan Ichirou,
setidaknya dia tahu.
”apa.. kamu pikir.. dia bisa bertahan??,”
Aiko menggeleng,” aku tidak pasti,
Myo-chan.. mana ada dokter satupun yang mengatakan, kalau sudah stadium akhir..
maka keberlangsungan hidupnya tinggi??”
Myo menarik nafas.
”Yeah... ,” katanya singkat.
”Lalu.. bagaimana dengan Minho-kun?? Apa
dia meneleponmu??,”
Aiko menggeleng,”Iya (tidak).. sama sekali tidak”
”aku tidak bisa membayangkan jika kalian
bubar..,” kata Myo.
Aiko menegakkan kepalanya kepada Myo. Dia hentikan membereskan bajunya.
”aku mencoba bersabar, Myo-chan.. aku
tidak ingin stress,”
Myo senyum padanya. Lalu, dia melirik Hp
nya, ternyata, telepon dari Makoto.
”aku ingin bicara dengan Aiko-chan.. Hp
nya mati.. ada apa??,” tanya
Makoto pada Myo.
Tanpa ragu, Myo langsung memberikannya
pada Aiko.
”Aiko-chan... kemarin aku bertemu dengan
Minho-kun,” kata Makoto
Aiko diam saja, dia sedang tidak ingin
sebenarnya membicarakan Minho.
”jawab saja.. kamu jangan begitu juga,”
kata Myo dengan berbisik pada Aiko.
”Ya.. lalu??,” tanya Aiko pada Makoto.
”aku tidak mengatakan kalau kamu ingin
pergi ke rumahsakit. Kemarin dia minta maaf tidak bisa datang menjenguk
Ichi-kun.. mungkin hari ini dia akan kesan”, kata Makoto.
Aiko kaget. Dia tidak ingin dulu bertemu Minho.
”Apa.. Minho kun tahu..aku akan menginap
di RS menjaga Ichi kun??”
”Tidak.. aku tidak bilang apapun padanya,”
jawab Makoto.
Aiko mengusap dadanya, dia takut ketahuan.
Dia yakin, pasti Minho akan semakin marah dan tidak suka jika dia tahu.
”Lalu.. kalian bicara apa saja??,”
”Tidak bicara apapun, Aiko-chan.. Minho
kun diam saja selama berkerja.. jadi.. ya.. aku sama sekali juga enggak ngobrol dengannya,” balas Makoto.
Aiko antara berharap dan tidak ingin
bertemu Minho. Rasa kangennya tetap ada. Tapi muncul lagi rasa kecewanya.
Makoto pun menyelesaikan pembicaraannya
dengan kekhawatiran, lebih baik Aiko membatalkan niatnya untuk menjaga Ichirou.
Tetapi, cewek itu tetap bersikeras, sebagai balas budi pada temannya itu.
............................................
Di Rumah Sakit, sore hari....
Cuaca memasuki musim semi. Walau begitu,
di luar masih saja angin dingin menusuk datang. Kesehatan Ichirou sudah tidak
tentu, cenderung memburuk. Dia
sudah tidak bisa lagi makan dengan mulut, jadi melewati selang. Walau begitu,
ketika Aiko datang dan masuk ruangannya, dia bisa tersenyum dan menyapa dengan
tanpa suara.
”hi..,” senyum Ichirou tanpa suara. Dia
bisa saja mengeluarkan suaranya, tetapi sangat lemah sekali.
Ishimura, ibunya mempersilahkan Aiko masuk
ruangan rawat itu.
”Aiko-chan.. datang untukmu, Ichi kun,”
senyum ibunya.
Ichirou sekali lagi tersenyum.
”Arigatou
(terima kasih),” katanya dengan tanpa suara.
Seorang suster masuk, dia bicara dengan
Aiko. Hanya satu orang yang diijinkan untuk menjaga dan mengobrol bersama
pasien, dan itu adalah dia.
”Apa.. Ishimura-san ingin kembali ke
rumah??,” tanya Aiko ketika mereka berada di luar ruang administrasi setelah
berbicara dengan suster kepala.
Ishimura menunduk hormat pada Aiko.
”ya.. aku mohon.. tolong jaga Ichi kun
untukku, Kohashi san,”
Aiko jadi tidak enak hati dengan apa yang
dilakukan ibu teman baiknya itu. Dia membantu Ishimura menegakkan punggungnya
kembali, bersikap seperti biasa pada dirinya.
”tidak perlu begini, Ishimura-san.. aku
memang sudah berjanji.. apapun yang terjadi pada Ichi kun..aku akan
membantunya,” senyum Aiko padanya.
”aku berterima kasih.. ichi kun anak lelaki yang kesepian,” kata
ibunya, dengan suara memelas.
Ya, Aiko tahu itu. Tetapi, dia tidak tahu,
kalau Ichirou patah hati juga karena pernikahannya dengan Minho.
”dia bercerita padaku sambil menangis
ketika tahu.. kamu menikah dengan Minho kun itu,” senyum pahit Ishimura keluar.
Aiko langsung menunduk hormat pada
Ishimura.
”aku minta maaf.. Ichi kun sama sekali
tidak bercerita.. dan.. jika
memang dia sedih sekali.. anggap saja dengan aku menjaga nya.. ini adalah
penebus dosaku padanya,”
Ishimura menangis, tetapi dia menahan
tangisnya.
”aku ...sepertinya tidak bisa hidup.. jika anakku meninggal,”
Aiko menegakkan lagi punggungnya sendiri.
”Ishimaru-san.. yakin saja.. kalau Ichi
kun bisa bertahan hidup dengan semangatnya”.
Padahal.. hal itu mustahil... lelaki muda
itu hanya tinggal menunggu waktu.. tidak lama lagi.
”apa anakku bisa bertahan?? Badannya sudah
semakin lemah,” kata Ishimura lagi.
Aiko senyum, dia tidak dapat menjawab
langsung pertanyaan perempuan paruh baya itu.
Lalu...
”Aku masih tetap percaya... kalau Ichi kun
bisa bertahan..”
Ishimura memeluk teman anaknya itu. Dia
menangis dan barulah terdengar suara tangisannya. Dia seorang perempan yang
suaminya menikah lagi, sehingga dia mengandalkan Ichirou, anaknya, untuk
berbagi cerita. Jika memang Ichirou akan pergi... dengan siapa dia bisa
berbagi?
Aiko hanya dapat membantu membesarkan hati
perempuan paruh baya itu, agar tidak semakin sedih.
Mereka lalu berpisah.. Aiko lah yang akan
menjaga Ichirou.
.......................................
”bip... bip...,” suara telepon berbunyi.
Myo sedang mengerjakan tugas nya untuk besok. Dia melirik teleponnya sendiri.
”Minho-kun??,” dia kaget, kenapa Minho
malam begini meneleponnya.
Didiamkannya sebentar telepon itu sampai
3x, lalu, dijawabnya juga.
”Moshi-moshi..
Myo kun.. Minho,” kata Minho sendiri, membuka pembicaraan.
”Apa ada Aiko chan disana??,”
Myo diam sejenak, lalu,”Tidak ada.. dia
sedang pergi”
”Kemana??,” tanya Minho.
Myo diam lagi.
”Hello, Myo kun.. dimana Aiko chan??,”
tanya Minho. Dia takut kalau isterinya itu celaka atau ada sesuatu hal yang
buruk.
”Rumah sakit...,” jawab Myo, singkat.
Minho kaget. Dia memang tidak bertemu Aiko
1 minggu lebih dikit. Sama sekali juga dia tidak menelepon pasangannya itu.
”ada apa?? Apa dia sakit?? Katakan, Myo
kun!,” Minho langsung panik.
Myo ragu untuk menjawabnya, sebenarnya
takut Minho cemburu jika mengetahui, apa yang sebenarnya Aiko lakukan di RS.
”Oi, Myo kun.. jawab pertanyaanku!,”
teriak Minho dari sudut telepon sana. Dia jadi tidak sabar karena Myo diam saja.
”anoo..,”
jawab Myo. Dia masih ragu.
”Dou shite?? Aiko chan ga byouki??,” Minho panic, menyangka pasangannya itu sakit dan masuk
RS.
“Iie
(tidak)… tapi…,” balas Myo.
”Tapi apa??,” tanya Minho, masih panik.
”Dia...,” balas Myo lagi. Lalu diam...
”Dia... menjaga.. Ichirou kun dirumah sakit,” lanjutnya lagi.
Akhirnya... Myo melanggar perjanjiannya
sendiri terhadap Aiko dan yang lainnya.. memberitahu Minho, dimana Aiko berada.
”Kenapa harus dia yang menjaga??,” Minho
jadi kesal. Dia cemburu.
”Jangan cemburu, Minho-kun.. aku tahu.. kamu pasti cemburu disana,” balas Myo
dengan cepat.
”Jelas saja aku cemburu! Dia masih
isteriku.. dan dia lebih mengorbankan dirinya cowok itu dari pada aku!,” suara
Minho langsung tinggi lagi di telepon.
”Tenang, Minho kun! Aiko chan tidak
salah.. dia hanya ingin..
Ichi kun pergi dengan damai..,” balas Myo lagi.
”Alasan!,” gerutu Minho. Dia langsung
menutup teleponnya, menuju RS, dirinya dibakar api cemburu.
...................................................
”nafasku sudah sesak sekali, Aiko chan...,”
keluh Ichirou, tanpa suara. Tapi Aiko bisa menangkap apa maksud pembicaraannya.
Aiko senyum, dia memegang tangan Ichirou
dengan lembut.
”kamu pasti akan sembuh, Ichi kun.. kami
selalu mendoakanmu... ,”
”apa itu benar?,” tanya Ichirou.
Aiko mengangguk yakin, mencoba
menghiburnya.
Tangan Ichirou sudah mulai dingin. Aiko
merasakan sebuah firasat yang tidak enak.
”aku.. menuliskan sepucuk surat untukmu,
Aiko chan,” kata Ichirou. Tangannya walau lemah, berusaha menunjuk pada laci
meja.
Aiko membuka laci meja. Memang benar, ada sepucuk surat. Dia lalu
mengambilnya.
Ichirou memberikan syarat agar dia membuka
surat itu.
Aiko pun membukanya. Dengan suara yang
sudah tidak ada lagi, Ichirou minta Aiko membacakan untuknya.
Nafas cowok itu sudah mulai satu persatu
terdengar, tidak lagi lancar seperti sore tadi. Aiko sebenarnya sudah merasa,
mungkin ini akan menjadi akhir kehidupan teman karibnya itu di dunia ini.
Tetapi, dia tidak ingin bersedih di depan Ichirou.. dia harus tetap senyum
sehingga temannya itu tidak makin terpuruk kesehatannya.
Aiko lalu membacanya.
”surat ini aku tulis sudah lama untuk
Aiko-chan.. sejak aku SMP, sebenarnya aku sudah suka padamu. Kamu cewek yang manis, pintar, tidak
banyak bicara pada sembarang cowok dan kamu apa adanya. Itu yang aku suka. Aku
berharap, aku bisa punya Aiko chan di dunia ini. Aku pikir, aku bisa mendapatkanmu.. ternyata,
Tuhan berkata lain untuk keinginanku. Aku pikir, Minho kun tidak merebut nya dariku. Aku tidak pernah menyangka
itu. Tiap waktu, aku bermimpi, Aiko chan menjadi bagian dalam hidupku. Aku iri
dengan Minho-kun. Dia tidak sanggup membahagiakan teman yang aku cinta.. kenapa
dia yang mendapatkannya?? Aku sedih ketika tahu, cintaku sama sekali tidak
terbalas. Melihat Aiko-chan dan Minho-kun berpacaran dipantai, di musim panas,
rasanya aku mau bunuh diri.. atau selamanya tidak ada lagi di hadapan kalian..
apakah aku salah??”
Aiko diam sejenak. Dia ingin menangis, tapi tetap dia coba tahan air
matanya.
Ichirou pun berkata pelan, tanpa suara
lagi, meminta Aiko meneruskan surat yang panjang itu.
”Rasanya aku sudah lelah. Aku masih
bermimpi Aiko-chan akan berpisah dengan Minho kun.. apa aku salah?? Aku lah
yang sebenarnya lebih pantas untuk cinta dia, bukan Minho-kun itu yang masih
seperti anak kecil, dan sibuk saja dengan perasaannya. Aku kasihan dengan
Aiko-chan.. aku terus bermimpi mendapatkannya.. atau.. aku yang perlu
dikasihani??”
Ichirou senyum ketika Aiko membaca sampai
pada kalimat tersebut. Air mata Aiko akhirnya jatuh juga.
”aku.. menganggap Ichi kun sebagai teman
baikku... aku minta maaf,” kata Aiko.
Ichirou masih senyum, meminta meneruskan
kembali.
”Akhirnya.. aku sakit juga.. sudah lama
aku memimpikan ini. Aku tidak punya orang-orang yang aku sayangi. Dalam hidup, aku hanya sayang dengan dua
orang.. ibu dan Aiko-chan.. kedua itu permata hidupku,”
Apa yang dibaca Aiko pun terganggu,
karena, ternyata pintu dibuka oleh ibunya Ichirou. Ishimura menuju tempat tidur
anaknya berbaring. Kaki, tangan Ichirou sudah mulai dingin.
Cowok itu hanya bisa menyebut satu
kata,”Ibu.. ”
Ishimura menahan tangisnya.. dia
menyadari.. waktu hidup anaknya semakin singkat, kematian semakin mendekatinya.
Ishimura menggenggam tangan anaknya yang
sudah dingin.
”teruskan...,” lanjut Ichirou, tanpa
suara...
Aiko pun meneruskan membacanya. Dia
sudah mulai berlinang air mata.
”aku masih terus memimpikan Aiko-chan
menjadi milikku, walau dalam sakitku. Rasanya aku lega.. mungkin ini juga menjadi bagian dalam takdirku.. agar
aku tidak terlalu lama melihat orang yang aku cinta bersama orang lain”
Tangis Aiko pun mulai terdengar. Ishimura juga berlinang air mata.
”Aku tidak salah kan.. Aiko-chan.. kalau
aku mencintaimu??”
Aiko memberhentikan membaca surat itu.. dia
senyum walau sambil terisak. Dia menjawab surat itu.
”Iie
(tidak)... kamu sama sekali tidak salah, Ichi kun.. kamu terlalu banyak berkorban untukku.. aku
berterima kasih dalam hidupku.. padamu”
Ichirou sudah tidak bisa membuka mulutnya
lagi, tak satupun keluar suaranya. Air matanya berlinang, dia menangis.
Aiko tidak sanggup melanjutkan lagi
membaca sisa surat itu.. baginya, sangat menyedihkan.
”I.... bu...,” Ichirou masih bisa
menggerakkan mulutnya tanpa suara.
Ishimura berlinang air mata,” bertahanlah
Ichi-kun... ibu tidak tahu harus bercerita dan berbagi pada siapa lagi selain
denganmu... bertahanlah”
Alat detak jantung sudah semakin lemah,
sudah tidak beraturan.
Ichirou menggelengkan kepalanya. Dia
memang sudah tidak sanggup ada di dunia ini. Perjalanannya harus diselesaikan
hari ini juga.
”Jangan pergi, Ichi kun.. aku mohon,” Ishimura sangat sedih,
tangisnya meledak. Dia menghiba pada anaknya sendiri.
Ichirou memejamkan matanya, Aiko kaget,
dia jadi panik.
Tanpa mereka tahu.. Minho pelan-pelan
membuka pintu kamar inap itu. Dia melihat temannya sedang sekarat, sudah
memejamkan matanya. Dia juga melihat Aiko mengenggam tangan Ichirou, berusaha
membangunkannya.
Alat pendeteksi jantung semakin lemah.
”Tolong panggilkan suster.. !,” teriak
Ishimura.
Aiko langsung sigap memencet tombol. Dia sama sekali tidak tahu, Minho sudah
ada disana. Baginya, dia ingin Ichirou tetap hidup.
”Bangun, Ichi kun.. bangun!,” Aiko
menggenggam tangannya cowok itu erat-erat dan mengguncang badannya.
Ichirou masih tetap terpejam..
”Tetttttttttttttttttttt.............................,”
alat pendeteksi jantungpun berdetak sekali... langsung berhenti.
Surat yang tadi dipegang Aiko dan dia
taruh disamping tempat tidur pun bergeser, terjatuh.
”Ichi kun.. anakku.. jangan pergi!!!,”
teriak Ishimura, menangis meraung raung.. mengguncang tubuh anaknya yang sudah
pergi.
Suster dan dokter baru datang. Mereka mengatakan, kalau ichirou sama
sekali tidak bisa diselamatkan... cowok itu sudah meninggal.
Minho diam saja, terpaku.
Aiko ikut menangis, dia menggenggam tangan
Ichirou yang sudah menjadi mayat.
”aku minta maaf, Ichi kun... aku minta
maaf...”, katanya dengan suara yang serak.
Dia menyebut nama Ichirou berkali-kali,
meminta maaf.
Kain putih menutupi wajah Ichirou. Dokter
dan suster menunduk hormat, memberi penghormatan terakhir untuknya.
Minho membiarkan saja Aiko menangis
menggenggam tangan temannya yang sudah pergi itu. Dia tidak sanggup lagi
cemburu atau marah. Dia
kembali terkenang dengan mantan pacarnya. Kejadian seperti berulang, seperti
Deja voo..
Aiko menangis kencang, dia tidak ingin
kehilangan teman karibnya sejak SMP itu. Namun takdir berkata berbeda.
”aku minta maaf, Ichi kun.. aku minta
maaf”, terus dia mengulang kata-kata itu.
Ishimura tidak sanggup lagi melihat mayat
anaknya. Dia lalu ingin pergi
dari ruangan itu. Dia melihat Minho berdiri.
Minho menunduk hormat padanya dalam-dalam.
”Aku teman Ichirou kun.. aku turut berduka
,”
Ishimura diam saja, lalu pergi keluar
kamar inap. Aiko masih belum menyadari kalau Minho datang.
Aiko terus menangisi mayat Ichirou. Dia terus menggenggam tangannya.
Minho memegang lembut pundaknya.
”Sudahlah, Aiko-chan.. Ichi kun sudah
pergi meninggalkan kita”
Minho berdiri tegak, lalu menunduk hormat
dalam-dalam pada mayat Ichirou.
”aku minta maaf, Ichi kun.. aku datang terlambat..
selamat jalan.. pasti kita akan bertemu lagi”
Aiko masih menangis.
Minho menunduk hormat cukup lama. Dia
menegakkan lagi tubuhnya.
Dia lalu meminta Aiko berdiri, pelan-pelan
dia melepaskan genggaman tangan Aiko pada Ichirou.
Lalu dia memeluk Aiko dengan lembut.
”Sudahlah, Aiko-chan.. dia sudah pergi..
jangan menangis lagi.. kasihan nanti anak kita..dia capek”
Aiko tersedu-sedu, menangis di pelukan
Minho...
Minho tidak ingin pasangannya itu
bersedih... dia tidak ingin anak mereka tertekan. Dia terus menenangkan Aiko. Perasaannya gemuruh,
antara sedih karena kehilangan teman karibnya. Disatu sisi, dia cemburu..
ternyata Aiko juga memperhatikan sahabatnya itu diakhir kehidupannya. Lalu..
dia pun menyadari juga.. kalau perasaan ini.. sama dengan perasaannya ketika
harus kehilangan mantan pacarnya waktu lalu...
Dia berusaha menurunkan ego nya.. berusaha
meyakinkan dirinya.. kalau Aiko hanya ingin membantu Ichirou, tidak
mencintainya..
Bersambung ke part 34...