This is me....

Sabtu, Maret 07, 2015

Aku Bukan Bang Thoyib (Part 37: Aku Mengijinkan Minho Pulang)

Cerita ini hanya imajinasi saja .. Kalau serius banget, tanggung sendiri...

Di kantor pusat, Rima ketika masuk ruangan kantor besar  itu mencoba menghubungi Minho lagi, apakah dia sudah sampai atau belum ke showroom mobil yang diceritakan sebelumnya dalam pembicaraan di telepon. Beberapa staff yang melihatnya masuk kantor, langsung menunduk hormat padanya, tapi dia hanya senyum saja dan cuek, memilih untuk menunggu Minho menjawab telepon darinya.
”Aneh.. sama sekali kagak diangkat.. ape udah meeting ye??,” katanya dalam hati. Jawaban dari panggilan itu hanya ”telepon yang Anda tuju, sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi”.

Dia masuk ke lift dan mencoba santai dalam kekhawatirannya, masih berpikir positif, mungkin memang Minho sedang rapat.
Di dalam lift, ternyata Il-Sung meneleponnya. Tapi karena Rima sudah sampai kantor dan mau naik ke lantai sepuluh, tempat para direktur, maka dia berfikir tidak perlu dijawab.

Setelah sampai di lantai sepuluh, Operator menyambutnya.
”Ibu Rima, Tuan Lee Il-Sung meminta Ibu lekas ke ruangannya. Katanya, tadi Tuan telepon tetapi tidak ibu angkat,”
Rima hanya mengatakan terima kasih, lantas dia buru-buru ke ruangan Il-Sung.

”Ada apa?,” tanya Rima, heran, melihat wajah Il-Sung yang sedih.
”Minho.. dia kecelakaan..Tapi... Safina dan Lee Joong.. meninggal di perjalanan,” jawab lelaki itu dengan mata sembab.
Rima langsung menutupi wajahnya dan menangis. Dia takut sasaran berikutnya memang Minho yang dibunuh oleh orang yang tidak tahu, siapa mereka. Seperti musuh dalam selimut. Padahal, baru pagi menjelang siang ini Minho mengungkit soal itu lagi dan tidak ada masalah dengan mobil yang mereka tumpangi sebelumnya.

”Kita harus lekas pergi ke Rumah Sakit.. itu sebabnya tadi aku meneleponmu,” kata Il-Sung.
Rima masih menangis, dia ketakukan akan ditinggal Minho selamanya, padahal dia sedang hamil.
Il-Sung hanya mengusap kepalanya, memintanya untuk tenang dan mereka harus segera pergi ke rumah sakit tempat Minho dirawat.
                                                .......................................
”ya Alloh, mantu gue kenape?,” beh Hamid kaget bukan main ketika Il-Sung meneleponnya di mobil, dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.
”Maaf, Pak.. kami juga bingung.. saat ini, kami sedang menuju rumah sakit,” jawab Il-Sung dengan suara yang agak serak.
Rima masih tidak tahan dengan ini semua, matanya masih sembab, dia memang menangis terus, kacau, takut Minho terluka parah.
Beh Hamid memutuskan kalau Il-Sung segera saja memulangkan Minho, sebab sepertinya ini rekayasa seseorang lagi. Dia turut berduka atas kematian dua staff nya Minho.

Semua lekas pergi ke RS. Di sana, mereka melihat Minho sudah sadar, tapi hanya melamun.
Rima langsung memeluknya,” kamu tidak apa-apa, kan??”, dia sembunyikan wajah sedihnya.
Dilihat tangan Minho dibalut perban, begitu juga kakinya.
it hurts (sakit sekali),” jawab Minho singkat.
”aku kaget sekali.. sebenarnya, ada apa ini?? Kenapa bisa?,” tanya Il-Sung keheranan. Sebab itu memang mobilnya dan setiap hari dia pakai, tidak ada masalah.

”aku juga tidak tahu,” balas Minho, agak meringis, dalam bahasa mereka.
Il-Sung jadi bergumam. Dia jadi negative thinking dengan semua ini.
”Young Sam belum datang, besok sepertinya dan kamu harus segera kembali.. tidak pakai lama,”
Minho mengangguk. Dia minta bangun. Dia menyesal ada dua staff nya yang meninggal dan keluarga mereka jadi duka.

”Bukan salahmu,” kata Il-Sung.
Lalu Minho bertanya, bagaimana nasib ketiga showroom yang seharusnya dia kunjungi sore itu. Mendengar Minho mengalami kecelakaan, mereka membatalkan pertemuan dan akan dijadwalkan ulang.
”jangan kamu pikirkan apa-apa dulu..aku saja yang pikirkan hal itu.. kamu istirahat saja dulu,” jawab Il-Sung. Aslinya, dia juga berpikir keras, kenapa perusahaan ini dilanda masalah bertubi-tubi dalam waktu dekat.
Lalu Il-Sung meminta Rima berbicara dengannya di luar, sementara meninggalkan Minho.
                                                .....................................
”Aku takut keponakanku stress.. dia sudah terlihat lelah sekali,” kata Il-Sung, membuka pembicaraan diluar, di lorong rumah sakit itu.
”Aku mengijinkan Minho pulang..,” balas Rima.
Il-Sung kaget, kenapa perempuan itu jadi pasrah.
”Apa..kamu tidak takut.. Minho akan meninggalkanmu??”

Rima menggeleng saja,”aku yakin tidak, paman.. aku percaya, dia bisa mengatasi ini semua.. aku khawatir sekali dengan keselamatannya”
Il-Sung bergumam sedikit,” ya.. dan kamu sampai menangis.. aku pun bingung.. kami sudah kehilangan Kwon Yun dalam kurang dari satu bulan dari kecelakaan ini.. ”
”dan sepertinya kepolisian juga belum bisa mengetahui, siapa pembunuh keponakanku itu.. dan.. satu kasus datang lagi.. membuatku berpikir keras”

”Ijinkan aku berfikir tentang perusahaan ini, paman..,” kata Rima, dia menunduk hormat sedikit pada Il-Sung, sudah mulai terdesak dengan perutnya yang hamil.
Il-Sung tersenyum. Baginya, dia sudah menganggap Rima sebagai keponakannya sendiri, sama dengan Minho baginya.
”Yang brengsek itu si Hyeon.. sama sekali dia belum punya pikiran positive tentangmu”
”aku mengijinkanmu membantu kami.. tapi dia masih selalu ragu. Aku katakan padanya, tidak perlu Young Sam datang kesini”

”aku akan terus berusaha desak Hyeon supaya dia mengakui mu sebagai bagian dari kami,” lanjut Il-Sung.
Baik Il-Sung atau Minho sebenarnya menjadi orang yang terbuka terhadap orang lain ketika perempuan ini masuk ke dalam kehidupan harian mereka. Tetapi memang latar budaya yang berbeda bisa saja memunculkan prasangka.

”dalam kondisi seperti ini, aku akan tetap membantu Minho.. apapun yang terjadi.. aku tidak akan putus asa dan selalu mendukung tindakan positifnya,” kata Rima
Il-Sung senyum dengan perkataan keponakan iparnya itu. Baginya, itu sudah sebuah perkataan jujur, rela berkorban seorang perempuan terhadap pasangannya.
”aku tidak pernah dan tidak perlu takut atas kesetiaanmu kepada keponakanku.. aku yakin itu.. hanya saja, kita harus mencari tahu, apa yang terjadi dengan kecelakaan ini.. kematian Joong memukul hati kami.. dia seorang pekerja yang ulet..., begitu juga dengan Safina”
”dan.. aku mengambil kesimpulan.. ada orang di dalam perusahaan kita ini yang memang ingin mencelalakan baik Minho, aku.. atau mungkin kamu,”

Memang, sepertinya tidak mungkin kalau tidak ada orang jahat di dalam perusahaan tersebut. Sebab sebelum mobil itu dikendarai oleh Safina, Il-Sung membawanya dengan baik-baik saja, dan begitu juga Minho menceritakan, kalau dalam perjalanan awalnya, mobil memang dalam kondisi baik.
”Tapi siapa??,” tanya Il-Sung.
Rima hanya menggeleng, tidak tahu. Tugasnya jika memang Minho dipaksa kembali lusa, dia harus cepat membantunya membuat laporan.
                                                ......................................
”Gue udah bilang ame si babehnye si Minho... tapi die romannye gak mau dengerin gue,” kata beh Hamid pada Il-Sung dimalam itu. Dia datang ke RS untuk melihat menantunya itu.
”Saya sudah berbicara dengan Hyeon, Pak Hamid.. saya berusaha meyakinkan, kalau ini sudah keadaan darurat, dan Minho harus segera kembali sementara waktu, sampai suasana menjadi aman,” jawab Il-Sung.
Mereka duduk saja diluar kamar rawat inap.
Beh Hamid menyeruput teh yang dia pesan di kantin rumah sakit.

Il-Sung memandang nya.
”Keluarga mereka jujur dan baik hati..lantas, kenapa Hyeon tidak suka??,” katanya dalam hati.
Il-Sung jadi berfikir.. apa mungkin kakaknya dipengaruhi oleh seseorang dalam perusahaan?
”Gue sih tetep ngebiarin aje kalu si Minho mau pulang kesono.. kagak masalah.. nyang penting die balik lagi.. kesian anak gue kalu ditinggal lame,” kata beh Hamid lagi.
Il-Sung senyum dan dia menjawab, kalau dia akan membantu mereka supaya Minho tidak lama di sana dan dapat kembali lagi.

”Pak Hamid.. apa benar Rima itu tidak pernah mengenal Tina??,” mendadak Il-Sung bertanya itu.
Beh Hamid dengan santai menjawab,” gue kagak teu.. lu emang gak tanya anak gue??.”
Rima ada juga disitu, tapi dia tidak banyak bicara. Mencoba tidak ikut campur pembicaraan mereka, tapi membantu Il-Sung menerjemahkan bahasa beh Hamid dengan yang baku.
”saya sempat curiga ketika Minho kemarin lagi-lagi mengungkit Tina..,” lanjut Il-Sung lagi.

”Tine sape??,” tanya beh Hamid spontan pada anaknya.
”Tidak tahu, beh... aye cuma tau, die sekretarisnye Minho,” jawab Rima, singkat.
Lagi-lagi malah dia memegang kepalanya sendiri, kepusingan. Beh Hamid dan Il-Sung jadi cemas.
”enggak ape-ape, Beh... tapi emang aneh... asal aye ngomongin ntu orang, kepale mendadak puyeng,” ujar Rima.

”emang kenape??,” tanya beh Hamid heran.
Rima hanya menggeleng, muncul lagi beberapa lintasan peristiwa.
”sepertinya ingatanmu tentang orang itu sudah mulai kembali,” kata Il-Sung. Dia meminta Rima menceritakannya.
”Dulu... dia pernah menjahatiku..meledekku..,” kata Rima, mencoba mengingat.

”Yang mana?? ,” tanya Il-Sung dengan penuh semangat
”Lu beneran pernah dijahatin ntu harim (cewek)?,” tanya beh Hamid juga, dia penasaran.
Rima mengangguk, masih mencoba mengingat,”Iya, Beh.. waktu itu... aye lagi disuruh Minho ngerjain laporan buat ke korea sana... nah, mendiang Kwon Yun nyuruh Tina gabung ame aye ngerjain laporan... die iri, beh”
Rima mencoba menceritakan lagi apa yang dia lihat, dengan lengkap waktu itu. Kejadian Tina kecewa pacarnya Raffi dipecat Minho dan dia menyangka Minho membela Rima, lalu Rima membela dirinya. Belum lagi kejadian di kantin yang bergossip adanya video kencan Rima dan Minho. Il-Sung dan beh Hamid memperhatikan serius.

”ah... apa mungkin.. dia yang membuat mobil saya seperti itu??,” tanya Il-Sung.
”Bise-bise aje.. mestinye elu nyang mati... bukan si Minho nyang celake,” kata beh Hamid.
”Mungkin sebenernye ye.. lu nyang awalnye diincer die”, tambah nya lagi.
Beh Hamid dan Il-Sung jadi bergumam bersamaan.
”saya harus menelusuri, darimana Tina berasal,” kata Il-Sung lagi.
                                    ....................................................
”bagaimanapun, Minho harus kembali.. aku sisakan persoalan ini padamu,” kata Hyeon dalam pembicaraannya pada Il-Sung.
Il-Sung bilang, body guard akan disewa lagi untuk mereka. Hyeon ingin lekas anaknya pulang, tidak peduli bagaimana kondisinya dan juga kondisi isterinya.
”keselamatan anakku tetap nomor satu,” kata Hyeon lagi dengan nada tegas pada Il-Sung.
Young Sam akan berada di Indonesia esok. Jadi Il-Sung akan menjalani semua operasional dengannya, plus dengan body guard kemanapun mereka pergi.
Il-Sung yang 180cm itu merasa risih dengan adanya body guard, tetapi kalau tidak begitu, dia ketakutan juga akan menjadi incaran berikutnya.

”Jangan katakan kamu tahu semuanya tentang kondisi kita dari Tina, Oppa,” kata Il-Sung. Dia memancing Hyeon, darimana kakaknya itu tahu segala kondisi terlebih dulu?
”Kami mencurigai dia yang mencelakakan anakmu itu,” lanjutnya lagi.
Hyeon ingin sekali mengelak, tapi Il-Sung mendesaknya. Dia menceritakan pembicaraan apa malam ini antara dia, beh Hamid dan Rima, serta kilas balik peristiwa yang dialami Rima.

”ada bodyguard pun jika perempuan itu masih mempengaruhi mu, malah bisa-bisa Minho yang mati duluan dibanding aku,” kata Il-Sung lagi.
”bagaimana bisa mobil yang setiap hari OK, bahkan paginya aku sendiri mengendarai.. Minho pun masih baik-baik saja di jalan sejenak sebelum kecelakaan, tiba-tiba semuanya berubah??,”
Hyeon jadi berfikir: apa selama ini dia sudah termakan hasutan Tina atas kebenciannya kepada Rima?

Il-Sung memang tidak suka juga kalau ada orang lain masuk ke dalam ”rumah” mereka. Setidaknya, dia berargumen pada Hyeon kalau Rima dan keluarganya itu tidak seperti yang kakaknya bayangkan. 
Hyeon disana masih tidak percaya, kalau Tina yang selama ini dia percaya untuk menceritakan situasi perusahaan, ternyata pengkhianat yang sebenarnya? Bagaimana bisa?
Polisi tetap mengusut sampai esok harinya mereka datang. Keluarga Safina sedih dengan kejadian itu. Begitu juga dengan keluarga Joong di korea. Pengurusan keduanya dilakukan dengan cepat. Minho benar-benar stress.
                                                ..................................
”Lu sementara relain dulu si Minho balik.. mau diapain lagi??,” kata beh Hamid, di malam kedua Minho menginap di Rumah Sakit.
Ruang tamu malam itu memang agak dingin. Angin malam terasa masuk ke dalam rumah beh Hamid yang pintunya masih belum dikunci. Dia bicara dengan Rima, sekaligus juga disitu ada Hasan dan Taufiq.

”kagak nyangke bisa jadi ribet gini yak,” kata Taufiq begitu dia tahu apa yang terjadi dengan adik dan adik iparnya itu.
”Lu kudu siap kalu Minho ninggalin elu... udah resiko eni mah,” kata Hasan.
Mereka duduk saling melingkar.
Rima akhirnya menunduk lalu menangis juga.
Hasan dan Taufiq mencoba menghibur adiknya itu.

”sabar.. lu serahin semuanye pada Allah,” kata Salma, ibu mereka.
Rima mengangguk, dia masih menunduk,” aye pikir.. rumahtangga aye bakalan aman, kagak dapet gangguan.. nyatanye..”
Hasan mengusap-usap pundak adiknya itu,” sabar.. namanye berumah tangge, mana ade kagak ketimpe cubaan.. lu kudu sabar.. lagian disini kite kagak bakalan tinggal diem ame nyang beginian,”

”eni mah aseli kudu maen jawara,” ucap beh Hamid serius.
Semuanya jadi menoleh pada beh Hamid.
”kenape.. lu pada takut?,” tanya beh Hamid pada keluarganya.
”ya.. kagak , Beh.. sape juga nyang takut?? Aye cuma mikir.. lusa pan si Minho bakalan balik ke sono.. ngapain disini urusanan ame jaware segale??,” tanya Hasan.

Beh Hamid bangun dari bangsal kesayangannya. Dia bilang, dia sudah greget, gak sabaran dengan ini semua. Kalau sudah begini dan akan bisa kehilangan nyawa lagi, memang sudah bukan main-main baginya.

Hasan bertanya, apa yang dilakukan polisi ketika bertanya pada Minho? Mereka semua tidak tahu. Hasan hanya mengeluh, yang begitu akan membuat masalah lama selesainya.
”pecat aje kalu gitu si Tine nya ntu.. cari gara-gara apaan aje gitu??,”
Hasan jadi asal ngomong.

”kagak bisa gitu, belum kebuktian,” timpal beh Hamid.
”apa gak ade yang bisa bikin dia dijebak gitu??,” tanya Taufiq.
Rima diam saja, tidak hanya menceritakan berulang-ulang apa yang pernah dia alami ketika berinteraksi dengan Tina dimasa lalunya.

”Kuncinya satu: ketika die kagak suka si Minho pecat rejal nye (lelaki/pacar/suami), bisa aja disitu dendamnye muncul,” kata Taufiq.
Semuanya jadi mikir: apa hanya itu saja yang menyebabkan Tina dendam pada Minho??
Rima angkat suara, kalau dulu itu bukan karena Tina tidak suka Minho memecat Raffi, tapi karena dirinya yang dianggap dia selalu bisa merebut hati Minho dalam soal pekerjaan.

”Masuk akal juge sih,” gumam Taufiq.
Hasan mengangguk,” Tapi segitunye juge.. masak iye benci sampe ke si Minho segale??”
”Udah pasti ade nyang dibalik ntu.. dendam lame,” timpal beh Hamid.
Semua melihat wajah beh Hamid dengan kompak.

Rima bercerita terakhir waktu dia pusing, mereka yang diruangan HRD bercerita kalau Tina ada hubungan saudara dengan Leo, salahsatu orang yang perusahaannya membuat kerjasama karoseri dengan perusahaan keluarga Minho.
Beh Hamid menjentikkan jarinya.
”Ngerti gue.. bisa jadi si Leo biang keladinye!”

Yang lain langsung melihat wajah beh Hamid dengan heran.
”kenape.. gue salah lagi gitu??,” tanya beh Hamid spontan pada mereka.
Kompak juga mereka menggelengkan kepala. Mereka hanya sedikit bingung kenapa beh Hamid bisa menyimpulkan kalau otak dibalik semua ini adalah Leo, yang justru adalah partner usaha perusahaan keluarga Minho.

Beh Hamid dengan entengnya hanya menjawab,”ye... semua itu bisa aje beneran kejadian... ape sih nyang enggak sekarang mah??”
Hasan mengangguk saja, sepertinya dia memang sudah mencium aroma tidak enak dalam pembicaraan dari awal.
”Masuk akal sih, Beh.. cuma kan kagak bisa nuduh orang sembarangan aje.. bise-bise kite nyang gantian dituduh balik”

Beh Hamid jadi bergumam-gumam, dia mencari cara bagaimana bisa memancing supaya biang keladinya, untuk sementara yang sekarang dituduhkan kepada Leo, bisa keluar dari sarangnya.

”Gue sih ye, mikirnye.. romannye pamannye si Minho nyang bakalan jadi sasaran berikutnye,” ujar beh Hamid.
”sape, Beh?? Il-Sung ntu??,” tanya Hasan.
Beh Hamid mengangguk,” kemungkinan begitu dah romannye”
Mereka kompak lagi bergumam... dan berfikir, bagaimana jika memang lelaki itu yang akhirnya bisa menjadi korban, setelah nanti memang Minho akan pulang??

”lu kan tau semuanye, secara, si Tine atu kantor ame si Il-Sung, die kan sekretarisnye Minho.. jadi ya.. apal-apal aje deh lakonnye si Il-Sung bakalan ape aje,” ujar beh Hamid lagi.
Hasan mengangguk, berfikir, memang ayahnya ini ada benarnya juga.
”Kalu beneran pamannye nyang baru nyang bakalan diincer romannye kagak mungkin.. bakalan cepet ketauan sape dalangnye,” lanjut beh Hamid lagi.

”kasian bener eni keluarge ye... ape emangnye keluarge kaye begini semuanye?? Di incer musuh??,” tanya Salma mendadak.
”tau dah ah,” beh Hamid malah jadi kepusingan.
Mereka semua diam dan berfikir lagi: siapa sebenarnya dalang dibalik itu semua?
                                                ...................................
Dua hari berikutnya, saatnyaYoung Sam datang. Minho masih duduk di kursi roda nya, sebab kakinya patah. Suasana pagi disiang hari itu di rumahnya beh Hamid lumayan sejuk. Angin dari persawahan dan kebun masih terasa menusuk tulang.
Minho termenung saja di depan teras beh Hamid. Dalam dua hari ini, dia jadi banyak diam memikirkan kepulangannya kembali. Dirinya tidak ingin pulang, ingin saja berada disini bersama dengan keluarga beh Hamid yang menurutnya mencintainya dengan cara yang berbeda.
Anak-anak kecil dilihatnya bermain di jalan yang masih ½ aspal. Syal yang dipakainya sesekali tertiup angin. Hujan rintik sudah mulai turun. Tak berapa lama, sebuah mobil hitam metalik berjalan menuju rumah beh Hamid.

”Tettt....,” suara klakson mobil terdengar. Minho diam saja, dia sudah tahu itu mobilnya yang dikendarai Suryanto, menjemput pamannya.
Rima yang mendengar suara itu lekas keluar dari rumah, menuju teras. Dia senyum pada Minho.
”Paman sudah datang??,”
Minho hanya menjawab dengan anggukan.

Rima lalu mendorong kursi roda Minho dan membantunya menuju mobil itu. Dilihat mereka, keluarlah Young Sam, paman Minho.
Lelaki itu berkulit putih, tinggi sekitar 175cm, berwajah agak bulat, beralis tebal dan berperawakan sedang.
Rima langsung berdiri di samping Minho dan menunduk hormat padanya.
welcome here,” katanya dengan senyum

Young Sam malah menggaruk kepalanya, seperti lelaki yang pemalu. Il-Sung langsung melihat tingkah adiknya ini.
”dia cantik ya??,” tanya Il-Sung dalam bahasa korea pada adiknya itu
Young Sam cengengesan saja, kumat lagi genitnya.
”Ya.. kenapa harus dengan Minho ya??”

Minho langsung memandang pamannya itu dengan tatapan tidak suka, dia mulai cemburu.
”awas menggoda isteriku,” kata Minho pada Young Sam dengan tatapan cemburu.

annyeong haseyo.. jeoneun Lee.. Young Sam ieyo,” dengan PeDe nya Young Sam memperkenalkan diri pada Rima.
”selamat datang,” balas Rima, ramah dengan senyumnya.
”kamu cantik ya? Hehe,” Young Sam dengan pede langsung membicarakan isi hatinya.

Il-Sung memukul kepala adiknya sendiri.
”di negara orang lain harus menghormati perempuannya juga, payah!”
Young Sam mengaduh.
Minho cemberut pamannya genit.
”Pulang saja kalau begitu kamu, Samchon.. kacau.. bisa-bisa isteriku habis digoda kamu,”

Rima tidak mengerti apa pembicaraan mereka, karena memakai bahasa negara mereka sendiri.
Young Sam hanya cengengesan, dia katakan bercanda, tidak akan mau merebut pasangan keponakannya itu.
Minho masih cemberut, takut Rima direbut pamannya yang memang terkenal genit itu.

Tak berapa lama, setelah Rima kembali masuk rumah, datanglah beh Hamid dan Salma-isterinya- ke depan.
”wah, wah.. ade orang jauh kemari,” kata beh Hamid, ramah menyambut dengan gaya bahasanya sendiri yang betawi itu.
Dia langsung menyalami tangan Young Sam.
”Si Minho udah bilang ke gue kalau ente mau nyambang ke mari,”

Jelas saja Young Sam bingung. Seumur-umur, dia belum pernah bertemu dengan orang betawi, walau dia bisa berbahasa Indonesia sedikit-sedikit.
”Beh... romannye enggak ngerti basa betawi dah,” kata Rima pelan.
”Elu, Bang.. emang-emang deh,” lanjut Salma.
Beh Hamid malah tertawa. Dia memang tipe lelaki yang apa adanya.

”Gue mah emang begini.. disini ya begini eni.. lu maklumin aje ye??,” kata Beh Hamid pada Young Sam.
Mereka sudah berkumpul di ruang tamu. Pintu sengaja dibuka lebar agar angin segar tetap masuk.
”saya berterima kasih bapak Hamid mau membantu Minho dan kakak saya disini,” balas Young Sam, ramah.
Beh Hamid malah tertawa keras.
”Hahaha.. dah kita mah begini, Pak.. kate orang betawi mah, nyang namanye keluarge ntu penting.. pan si Minho udah gue anggap anak gue kendiri, begitu...”

Young Sam cengengesan saja dengan apa yang dimaksud beh Hamid ketika sudah diterjemahkan oleh Rima.

Mereka lalu membicarakan lagi permasalahan kemarin sehingga Minho kecelakaan.
”Tapi Minho harus kembali pulang, Pak Hamid.. ini sudah keputusan ayahnya,” ujar Young Sam.
Dia katakan memang Hyeon, kakaknya, ingin sekali Minho pulang untuk menenangkan diri dan menyusun rencana baru, apa yang akan mereka lakukan setelah Minho pulih kembali.

Minho diam saja, padahal dalam hatinya, dia merasa sedih banyak mendapatkan cobaan akhir-akhir ini. Perasaannya kalut dan bawaannya depresi.
Rima yang duduk di samping kursi roda Minho, menggenggam terus tangan lelaki itu dengan lembut. Minho masih diam saja, dia hanya menyimak pembicaraan mereka.

“Gue aslinye enggak habis pikir ame abang lu itu, Young…,” kata beh Hamid.
“Gue kate nih ye… abang lu ntu kemakan omongan sekretarisnye Minho ntu… dua malem nyang lalu pan gue ngobrolin ini ame anak-anak gue… kesimpulannye sih… romannye ntu harim (perempuan- yang dimaksud adalah Tina) nyang jadi biang keladinye… “
“Mulut ntu harim nyang ojok-ojok abang lu ntu supaye die enggak suka ame anak aye… dan bise jadi juge.. ntu harim nyang nyelakain si Minho

Setelah diterjemahkan oleh Rima, Young Sam malah berfikir serius.
Dia menoleh pada Minho.
“sekretarismu.. sering menelepon ayah mu??,”
Minho menggeleng, dia memang tidak tahu, walau dia sempat mendapatkan laporan satu kali kalau Tina pernah mengabarkannya, kalau ayahnya menelepon dia.
”Mungkin ini kuncinya!,” kata Young Sam.. dia menjentikkan jarinya..
Semua memandangnya....


Bersambung ke part 38...