Starring: Lee Minho, Park Minseo, Lee Jin Ho, Lee
Young Joon, Lee Hana.
Enam bulan sudah Minho dan Minseo pacaran.
Minho sering bilang kalau dia makin cinta saja dengan cewek yang usianya 7
tahun lebih tua darinya itu. Tetapi hari itu dia galau dengan perkataan salahsatu tantenya yang padahal sudah lama
tidak bertemu dengan mereka, sepertinya pembicaraan itu berulang lagi diantara
para tante dan ibunya.
“mereka bilangnya kamu akan manfaatkan
aku.. menyebalkan,” gerutu Minho ketika di memeluk Minseo di kamarnya.
Minseo cuma senyum dengan kelakuan
pacarnya itu, yah.. baginya hal seperti ini pasti akan jadi pembicaraan juga,
tidak mungkin tidak.
Minho masih saja memeluknya.
“kamu.. gak mau kerjakan PR nya??,” bujuk
Minseo.
“malas,” jawab Minho masih memeluknya.
“wajahmu pasti cemberut deh, hehe,” canda
Minseo, dia mengelus punggung Minho dalam pelukannya.
Minho diam, tandanya dia lagi bete dan tidak mau diajak bicara. Minseo
membiarkan dia tetap memeluknya, sampai nanti memang biasanya bete pacarnya itu hilang sendiri.
Dan benar saja, Minho melepas pelukannya
lalu kembali ke meja belajarnya. Minseo ikut menghampirinya.
“sudah tenang??,” tanya Minseo padanya.
Minho balas dengan senyum,”PR nya susah,
hehe... aku malas belajar idiom”, dia lalu menjulurkan lidahnya, sifat
anak-anaknya keluar lagi.
Minseo jadi tertawa dengan kelakuan Minho,
dia malah akhirnya mencubit pipi Minho sampai merah dan cowok itu mengaduh.
Mereka malah jadi saling tertawa-tawa di
kamar Minho.
“ya.. ya.. aku bantu,” jawab Minseo dengan
senyum, dia masih berdiri saja.
Minho menarik kursi lagi supaya Minseo
bisa duduk disampingnya.
Minseo duduk dan Minho langsung
merangkulnya,”nan dangsingwa hammke
gippeuge saeng-gaghabnida.. I am happy to be with you.. Minseo”
“kerjain dulu dong.. PR nya.. ini sudah
mulai malam... aku kan harus pulang,” senyum Minseo.
“menginap disini saja deeeehh.. aku kangen
nih... banyak ulangan gak bisa ketemuan.. Appa dan Eomma larang kita ketemu
kalau aku ujian,” Minho cemberut lagi. Dia buka bukunya terus dibaca.
“aku faham kok.. supaya kamu bisa jadi
anak berprestasi,” jawab Minseo kalem.
“tapi kan memang aku sudah berprestasi..
jadi gak masalah dong kalau boleh pacaran??,” gerutunya lagi.
“memang.. tante mu bahas apa dengan
kamu??,” Minseo penasaran juga akhirnya.
Minho menoleh padanya,”penasaran ya??”
Minseo mengangguk,”tapi kalau kamu tidak
mau menceritakan padaku.. ya.. enggak apa sih..,” katanya santai, dia membaca
semuanya dari tatapan matanya pada Minho.
Minho garuk kupingnya yang tidak
gatal,”yah.. gimana ya?? Menyebalkan deh.. pokoknya aku gak suka mereka
nasehatin aku yang gak bener,”
“gak benar bagaimana??,” tanya
Minseo,”yang ini sudah kamu baca??”, dia menunjuk pada text book yang diatas meja belajar Minho.
Minho mengangguk,”jawabannya ini kan??”
Minseo mengangguk,”iya.. ini.. eh terus..
tadi.. yang gak benernya bagaimana?? Kalau aku boleh tahu?”
Minho menopang dagunya, tepat di depannya
ada kaca kecil dari mobil-mobilan replika,”uhmm.. masak kamu dibilang cewek
matre yang nanti kalau aku sama kamu misalnya terus kita tunangan.. kamu mau
rebut harta Appa ku”
Minseo bukan marah dengan tuduhan para
tante nya Minho walau sebenarnya dia sudah tahu daridulu dan pernah menangis sedih
dan ternyata apa yang dulu dia dengar tidak jauh berbeda dengan apa yang baru
saja diungkapkan Minho. Dia malah tertawa kecil pada Minho.
“lalu.. jawabmu??,” tanya Minseo,”apa..
Eomma juga ada disana??”
Minho mengangguk sambil masih topang
dagu,”Ye.. tapi Eomma tidak banyak
bicara sih.. Appa juga diam saja”
“lalu.. jawabmu apa??,” Minseo masih
penasaran
“ya.. aku membela kamu.. selama kita
pacaran juga.. kamu gak pernah minta aku traktir kan?? Malah aku yang suka suka
aja traktir kamu.. kamu juga kadang bayarin aku.. jadi.. kamu enggak matre
dong?? Iya kan??,” Minho lalu melepas topang dagunya dan menoleh pada pacarnya
itu.
“menurutmu.. aku bukan cewek matre kan??,”
tanya Minseo lagi,”aku minta kejujuran hatimu”
Minho senyum manis lalu menggeleng,”enggak
tuh.. aku cinta sama kamu dari dalaaam hatiku banget banget!,” katanya dengan
wajah ceria.
“ya.. kalau gitu.. kita kerjakan PR mu..
aku tidak masalah dengan para tantemu ngobrolin tentang aku.. kalau kamu lebih
percaya aku, Minho,” Minseo membalas senyumnya Minho.
Minho mengangguk dan Minseo membantunya
mengerjakan PR.
Sementara di luar kamar, ternyata Ayah dan
Ibunya Minho lagi ngerumpi tentang Minseo.
“kamu pikir nanti mereka berdua bisa terus
sampai ke hal yang serius, Nampyeon??,”
tanya ibunya Minho
Suaminya yang sedang memeriksa laporan
keuangan santai saja menjawab,”Gak apa.. biasa saja”
“kamu selalu begitu.. mereka itu sudah
dekat hampir 6 bulan... ya.. aku memang melihat mereka santai dan walau ada
pertengkarannya.. masih bisa diatasi”, ujar isterinya.
“nah.. terus apalagi? Kamu dengar omongan
apa lagi dari orang-orang??,” ayahnya Minho tahu kalau isterinya itu kadang
sensitif sekali dengan omongan orang lain, bahkan dari saudara mereka sendiri.
“jadi kamu pikirin banget??,” tanya
suaminya lagi
Isterinya mengangguk,”ini demi nama
keluarga kita, Nampyeon.. kamu kepikiran sampai arah sana kan??,”
Ayahnya Minho membenarkan letak
kacamatanya, menaikannya lalu melanjutkan mengetik,”ya.. biar saja.. aku
cenderung tidak peduli.. dia kan lelaki.. biar dia pikirin dulu sekolahnya,
tinggal satu tahun lagi, lalu dia harus masuk kuliah Universitas Negeri.. dia
harus pintar urus usaha lanjutanku... Ingat apa kata peramal Kang.. Minho harus
di didik keras untuk lanjutan usahaku.. jadi.. kalau memang pacaran gak mengganggu
dia... ya sudah”
“kamu gak terpikir, Nampyeon.. kalau
Minseo itu lebih tua dan mungkin dia punya motif sesuatu dekat dengan anak
kita??,” tanya isterinya dengan wajah serius.
“motif
apa??,” tanya suaminya
“harta mungkin??,” pikir isterinya dengan
wajah ditekuk sedikit.
Ayahnya Minho malah tertawa,”hahaha.. kamu
seperti drama di tivi!”, dia lalu menunda pekerjaannya itu, melihat wajah
isterinya.
“dapat darimana cerita itu??,” tanya dia
lagi.
“adikmu sendiri.. waktu acara perayaan
keluarga,” jawab isterinya dengan nada sedikit ketus
“si Huang Im??,” tanya suaminya lagi.
Isterinya mengangguk, suaminya tertawa
lagi.
“kacau si Huang Im.. besok aku tanya dia..
kenapa dia punya gosip seperti itu,”
“wah.. kenapa kamu tidak percaya adik
sendiri??,” tanya isterinya heran.
“Huang Im itu tukang gosip.. aku tidak
suka,” balas suaminya,”kalau dia nanti pengaruhi Minho.. bisa-bisa suaminya
sendiri aku pecat,” suaminya-ayah Minho-senyum lebar pada isterinya.
“kamu tidak punya rasa suka dengan Minseo
itu kan??,” isterinya malah cemburu
“aku bisa kamu bunuh kalau begitu kan??
Hehe,” canda suaminya dengan cengengesan.
Isterinya cemberut dengan jawaban suaminya
sendiri. Dia berfikir kenapa suaminya sangat tidak masalah sekali dengan
hubungan anaknya dengan Minseo yang lebih tua itu.
“apa kamu pernah temukan Minho minta uang
saku banyak sekali??,” tanya suaminya lagi.
Isterinya menggeleng,”Ani... uang tambahan dia hanya untuk buku”
“nah.. dia cerita padaku kalau Minseo itu
mandiri.. terkadang tidak mau dia traktir walau hanya sekedar beli es krim,”
jawab suaminya.
“Minho itu agak pelit.. kan aku tahu
sifatnya.. kalau mau keluarkan uang.. dia akan pikir-pikir,” lanjutnya lagi.
Isterinya mengeluh, tidak puas dengan
pembicaraan itu. Suaminya terkesan membela pacar anaknya itu.
Dan.. dikamar Minho, Minseo masih membantu
Minho mengerjakan PR bahasa inggrisnya.
“so..
white collar is the crime which seems as so pure good deed,” kata Minseo
menerangkan pada Minho. Lalu,”haaaahh.. PR nya sudah selesai.. aku mau
pulang!!,” Minseo berekspresi seperti orang menguap dan menggeliat seperti baru
bangun tidur.
“Haaahhh.. akhirnya!!,” Minho juga teriak
yang sama,”well done!!”
Tapi kursi yang diduduki Minseo malah terbalik
terjungkal ke belakang karena Minseo terlalu bersandar dan tidak hati-hati
ketika dia ekspresi menggeliat seperti bangun tidur.
Kursi dan dia jatuh, Minho buru-buru
menangkap badannya Minseo sebelum seluruh dirinya jatuh. Mereka bergulingan di
lantai berkarpert hijau.
“ah.. kepalaku.. baik-baik saja kan??,”
Minseo panik. Rasanya kejadian itu begitu cepat.
Minho tepat diatas badannya,”Gwaenchanh a.. ceroboh sekali.. untung
aku sigap,” katanya dengan senyum.
Minseo wajahnya langsung memerah, tahu
Minho ada di atasnya. Minho malah menggodanya,”wae.. takut??”
“enggak,” jawab Minseo gugup.
Minho memandangnya dengan manis lalu
menciumnya dengan lembut.
“uhh,” suara Minseo yang dicium olehnya..
Minho malah makin ingin terus menciumnya.
“Minho,” katanya
“ya??,” jawab Minho dengan masih mencium
lehernya.
“aku harus pulang,” kata Minseo lagi
“ya.. baik... mian...sorry,” balas Minho, lalu dia berdiri dan memberikan
tangannya pada Minseo agar dia bangun.
Minseo merapikan dress panjangnya, Minho
senyum padanya, lagi lagi dia menciumnya.
Minseo datar sekali menanggapinya,” nanti
orangtuamu tahu”
“gak deh,” balas Minho menciumnya lagi.
“aduh Minho.. aku gak mau begini.. rasanya
aku berfikir kita semakin dekat dengan perpisahan,” kata hatinya Minseo.
Minho sadar kalau pacarnya sepertinya
mulai tidak mood lagi, lalu dia melepaskan ciuman dan pelukannya.
“yuk pulang..aku antar sampai rumah.. ini
sudah malam.. untuk PR nya.. gomawo,”
senyumnya pada Minseo, lalu menggenggam tangannya dan mengantarkannya pulang.
Di rumah Minseo..
Minho melambaikan tangannya pada Park,
ayahnya Minseo ketika pintu depan dibuka olehnya.
“Samchon.. mian
habnida.. aku terlambat antar Minseo,” katanya agak cengengesan.
Park sama sekali tidak marah, malah
bercanda padanya,”kalian habis kencan dikamar ya?? Tidak modal”
Minho agak kaget dalam hatinya, darimana
Park tahu kalau mereka memang pacaran di kamarnya Minho?? Tapi dia sembunyikan
kagetnya itu dengan cengengesan lagi balik pada Park,”ah hehe.. aku besok harus
ulangan, Samchon.. jadi kalau mau
pacaran pun.. gak jauh jauh dari meja belajar”
“Appa ini,” ujar Minseo singkat.
“Ah.. gak apa.. namanya juga masih muda,”
ujar Park
“lalu.. kalian kapan mau pergi sama-sama
ke sebuah pulau begitu.. liburan??,” kata Park lagi, iseng lalu tertawa.
“Appa ah.. godain deh,” gerutu Minseo, dia
malu.
Minho tertawa,” nanti kalau aku lulus
kuliah, Samchon.. pasti aku bawa
Minseo jalan-jalan liburan sekalian ke luar negeri, haha”
“Minho... Appa ku cuma bercanda,” kilah
Minseo
“ah.. gak apa kok..,” jawab Minho
“tuh.. tidak apa kan??kapan kamu mau
serius dengan anakku?? Habis lulus sekolah dan masuk Universitas yang kamu
suka??,” tembak Park langsung, tapi sambil tertawa terbahak-bahak.
“eh.. kok tahu.. darimana ya??,” tanya
hatinya Minho
“oh.. Minseo cerita ya??,” tanya Minho
pada Park.
Minseo mencubit tangan ayahnya supaya
tidak mengeluarkan kemampuan membaca pikiran dan clairvoyage nya.
“ah.. iya iya.. dia cerita.. tapi sudah
lama.. iya kan, Minseo??,” Park jadi tengsin
dan tahu apa maksud cubitan anak perempuannya itu.
“eww,” Minseo hanya menggerutu pelan.
Minho tertawa, dia akhinya memang jujur
bilang kalau dia akan sangat serius kalau dia lulus dari sekolah SMA dan
meneruskan ke universitas. Park dan Minho mengobrol sebentar di ruang tamu
sedang Minseo hanya menemani mereka berdua.
Agak lama juga ngobrol sampai akhirnya
Minho pamit pulang.
Sampai dia dirumahnya, ternyata dia masih
iseng messenjer-an dengan Minseo.
“sudah tidur??,” katanya dengan fasilitas
voice messenjer dan icon cinta.
“sudah mulai mengantuk,” balas Minseo
dengan voice messenjer pula.
“ah.. ada yang ingin aku obrolin lagi..
sepertinya tadi ayahmu menyimpan sesuatu di depanku,” kata Minho, dia membaca
keanehan sikap Park tadi.
“ah.. tidak kok.. kamu kenapa jadi perasa
Minho?,” kilah Minseo.
“ewww.. ya sudah deh.. go to bed.. chu,” balas Minho dengan
voice nya, lalu menutup percakapan mereka.
“haaahhh..
aku harap kamu gak akan pernah tahu, Minho,” kesah Minseo, dia harus terus
menyembunyikan kebiasaan dan kemampuannya agar Minho tidak tahu dan hubungan
mereka berjalan terus.
Hari berlalu, Minseo dengan sengaja
seperti menghilang dan sama sekali tidak menghubungi Minho. Hal ini membuat
Minho jadi heran, bagaimanapu dia memang butuh Minseo untuk selalu mendukungnya
kalau dia sedang tidak mood atau misalnya ingin ulangan atau yang berhubungan
dengan sekolahnya.
“kemana sih Minseo?? Aku khawatir banget
takut dia sakit,” keluh Minho mencoba berkali-kali hubungi Minseo tapi tidak
bisa juga. Dia terus menghubunginya.
“ini sudah satu minggu lebih, galau banget
deh,” keluhnya lagi dalam hati.
“apa. Handphone nya di curi??,” duga Minho,
karena memang nomor seperti tidak berganti, tapi tidak juga diangkat.
Lama sekali Minho tidak bisa menghubungi
sampai akhirnya dia kesal, menggerutu dan melempar Handphone nya sendiri ke
dinding di dalam kamarnya. Lalu dia duduk sambil cemberut lama.
Ibunya masuk kamar, Minho masih diam saja.
“ini malam minggu, kenapa kamu tidak jalan
dengan Minseo?,” tanya ibunya dengan wajah ramah karena lihat anaknya sedang
cemberut, menekuk wajahnya jadi tujuh.
“tidak tahu dia kemana.. daritadi
dihubungi juga tidak bisa,” keluh Minho sambil masih cemberut.
Ibunya berusaha menenangkan anaknya itu,
dia mengambil Hp nya dan ditaruh diatas meja belajar,”sudah berapa kali Hp kamu
banting? Nanti Appa kamu marah kalau Hp rusak lagi,”
Minho masih diam saja, dia benar-benar
bete berat dengan Minseo yang dalam pikirannya sengaja tidak mau
menghubunginya.
“kamu berantem dengan Minseo?,” tanya
ibunya
Minho masih diam saja. Dia masih kesal,
mulutnya masih cemberut dan menggerutu tidak jelas.
“kalau tidak mau Eomma diceritakan.. ya
sudah,” ibunya lalu mencium kening anaknya dan berjalan keluar kamar.
Tapi Minho langsung mencegahnya,”tunggu
dulu, Eomma..”
Ibunya menoleh dan duduk lagi
disampingnya,”lalu..mau cerita apa??”
Minho menggenggam tangan ibunya,”Eomma..
suka lihat Minseo aneh tidak??”
Ibunya lalu berfikir dan sedikit
mengenyitkan dahinya,”rasanya belum.. ada apa??”
“ah..enggak sih.. tapi akhir akhir ini aku
merasa janggal dengan Minseo,” balas Minho.
“ada kejanggalan apa??,” ibunya penasaran.
Dari beberapa hari lalu antara pembicaraan dia dengan suaminya terhadap anak
mereka ini seputar pikiran mereka kalau Minseo bisa saja cinta Minho karena
harta mereka. Karena Minho masih kecil boleh jadi dia hanya pikir Minseo cinta
padanya.
“Minseo seperti cewek aneh,” kata Minho
dengan pandangan serius pada ibunya.
“Eomma percaya gak??,” lanjutnya lagi.
Lalu ibunya bertanya apa yang sebenarnya
telah terjadi sehingga Minho bisa bilang Minseo aneh. Minho lalu bercerita
kalau dua minggu lalu ketika mereka janjian di sebuah taman, dia melihat Minseo
bicara sendiri. Seperti bicara pada seseorang tapi tidak ada wujudnya. Minho
diam saja ketika melihat itu, membiarkan Minseo yang sedang menunggunya bicara
sendirian. Sampai kemudian Minho puas melihat dalam-dalam pada pacarnya yang
duduk membelakanginya, baru dia menyapa Minseo. Minseo tidak merasa aneh, tidak
merasa dia sebenarnya sudah diperhatikan Minho sedari tadi.
“tapi.. kamu bertanya gak.. pada nya,
kenapa dia bicara sendiri??,” tanya ibunya
Minho menggeleng,”Ani, Eomma.. aku lupa..
aku cuma kangen padanya, makanya lupa”
“terus.. apa lagi yang aneh dari dia??,”
ibunya masih penasaran.
“Eomma perhatian tidak sama Minseo?? Sudah
beberapa kali kan diajak diskusi dengan Appa masak dia bisa tebak ini itu usaha
Appa??,”
“kalau itu sepertinya tidak aneh..
bukannya kamu bilang kalau dia memang hebat tebak-tebakannya??,”
“ah.. iya juga sih,” Minho menggaruk
kepalanya, kebingungan.
Ibunya membelai poni anaknya,”pasti kamu
galau karena Minseo dihubungi tidak bisa juga ya??”, lalu senyum pada anaknya.
Minho mengangguk,”sudah dua hari, Eomma..
“
“ke rumahnya.. kenapa enggak??,” bujuk
Ibunya.
“kamu cinta banget ya dengan Minseo??,”
Minho mengangguk,”aku lagi menabung untuk
belikan dia cincin”
Ibunya kaget,”apa?? Kenapa pikiran kamu
begini?? Kalau Appa kamu tahu.. bagaimana?? Kan kamu harus sekolah, Minho..
kamu baru kelas 11”
“aku belum bilang Appa, tapi aku sudah
janji dengan Minseo,” jawab Minho polos.
“aduh..,” kata ibunya mendadak galau dalam
hatinya,”ini harus dicegah.. aku malah jadi percaya perkataan Huang Im..
mungkin saja Minseo ingin harta suamiku lewat Minho yang masih polos”
“kok Eomma melamun??,” tanya Minho. Ibunya
langsung sadar anaknya memperhatikan ekspresinya.
“ah enggak.. Eomma merasa aneh dengan
rencana mu berikan cincin untuk Minseo itu,” kilah ibunya.
Minho jadi pusing pasti ibu dan ayahnya
akan menolak keinginannya.
Ibunya Minho berfikir berat,”aku harus
diskusikan ini dengan Nampyeon
(suami)”, katanya dalam hati. Sementara Minho akhirnya pergi menuju rumah
Minseo.
Ketika dia pergi ke rumah Minseo, sama
sekali dia tidak menemukan pacarnya itu. Tuan Park bilang anaknya sedang berada
di rumah temannya tetapi tidak mengatakan dimana itu. Minho jadi tambah galau
ketika dia bercerita pada Park tetapi ayah Minseo sama sekali tidak tahu soal
itu. Dia pun pulang lagi, pikirannya kusut lagi.
“kenapa Minseo kok jadi tambah aneh??
Menghilang mendadak.. ada apa??,” pikirannya kalut, duduk sendirian disebuah
tempat wisata gratis di pinggir sungai gemerlap malam itu.
Sementara Minseo ternyata berada di rumah
salahseorang teman kerjanya yang baru. Dia sengaja menginap untuk cerita
masalahnya dengan teman barunya itu.
“jadi manager ingin pindahkan kamu ke lain
kota dan kamu takut pacarmu yang masih muda itu ngambek??,” kata teman barunya
itu.
Minseo mengangguk,”aku belum ceritakan
kalau aku harus pindah kerja. Aku sengaja mematikan Hp ku.. aku harus
berfikir...apa aku harus terima pindah itu atau tidak,” katanya pada In Hee,
temannya itu.
“pelik juga sih.. tapi.. kamu kan tau..
kepindahan ini untuk kenaikan karir mu.. jangan ditolak,” balas In Hee.
“ya.. aku memang ingin sekali karirku
menanjak dan kebetulan manager percaya dengan kerjaku,” balas Minseo,dia
bingung
“kamu beritahu saja dia pelan-pelan..
mungkin dia mau terima,”
Minseo bergumam,”dia anak anak sekali
walau memang kadang dewasa.. aku rasanya gak tega kalau menyakiti perasaannya
nanti.. dia janji aku harus tunggu pas dia lulus sekolah dan mau diberikan
cincin,”
In Hee kaget,”apa.. anak semuda itu??
Wah.. hahaha.. lucu ya?? Antara anak-anak dan dewasa”
Minseo jadi malu dia cerita hubungannya
dengan Minho pada temannya itu, tapi memang In Hee cuek sekali dan gak peduli
soal seperti itu.
“ah.. aku juga pernah kok..dengan yang 5
tahun lebih muda dariku.. tapi akhirnya kami kandas.. karena dia masih seperti
anak-anak banget dimataku,” In Hee mengenang kisah cintanya yang lalu.
“umm.. mungkin bisa jadi juga aku putus..
bernasib sama denganmu, hehe,” balas Minseo dengan tawanya.
In Hee lalu bertanya apa Minho tahu kalau
Minseo punya kemampuan supranatural dan Minseo menjawab belum.
“suatu saat.. mungkin dia akan tahu dan
kaget.. kenapa apa yang kamu ceritakan padanya benar semua,” ujar In Hee
“ya...dia tidak suka cewek yang aneh..
jadi mungkin ini bisa jadi alasan aku putus dengannya,”
In Hee bergumam,”umm.. kasian sekali dia
kalau diputusin dengan cara itu.. bilang saja kamu akan pindah kerja.. mungkin
kalian bisa hubungan jarak jauh”
Minseo berfikir kalau hal itu mustahil
bagi Minho dan menurutnya saran dari In Hee kurang tepat.
“kalau memang kalian putus.. yah.. lebih
baik kalau begitu..soal karir mu saja,” senyum In Hee
“besok aku akan katakan pada Minho..
lagipula.. seminggu lagi aku harus pindah,” Minseo jadi sedih juga dengan
keputusannya, tetapi apa mau dikata, kalau dia menolak kenaikan karir nya, maka
kondisi ekonominya akan berantakan.
Hingga akhirnya, esok siangnya, dia
menelepon Minho sehabis cowok itu pulang sekolah. Mereka sengaja janjian
ditempat yang tidak banyak orang namun Minseo tidak kehilangan kesempatan untuk
mengatakannya. Akhirnya mereka sepakat bertemu di sebuah taman yang cukup sepi.
Minseo menunggu Minho, sebab dia bilang
ada tambahan pelajaran untuk semua anak dikelas. Dia pun duduk di kursi taman
sore itu.
“jadi.. selama ini kamu berada disini
karena menunggu suamimu?? Kasian sekali.. sejak kapan??,” dia mendadak bicara
sendirian tanpa ada wujud di depannya, ternyata dia bicara dengan seorang hantu
wanita yang ditinggal suaminya ke medan perang dan tidak pernah kembali lagi.
“ya memang.. jaman goryo penuh dengan
peperangan.. yah.. mungkin saat ini korea selatan masa yang paling aman,”
senyumnya lagi pada hantu wanita itu.
“kalau kamu menderita.. aku bisa bantu
kamu pergi.. tapi tidak sekarang.. sebab aku harus bicara sesuatu dengan Minho,
namja ku,”
Minseo tidak tahu kalau Minho sudah ada
disamping belakangnya, berdiri memperhatikan tingkah Minseo yang asik bicara
tanpa wujud lawan bicara. Minho memperhatikan saja, sama sekali belum menyapa
atau menyentuh pundaknya.
“ya.. Minho itu Namjachigu ku.. tapi... sekarang aku rasanya galau, aku harus
pergi.. aku harus pindah ke kota lain supaya karir ku naik.. itu sebabnya aku
gak hubungi Minho dalam beberapa hari ini,” senyumnya lagi pada hantu itu.
“aku harus selesaikan dulu masalah
dengannya.. jangan sampai dia sedih.. aku gak bisa buat dia sedih,” katanya
lagi.
Minho diam-diam duduk dibelakangnya lalu
mendadak memeluk Minseo dari belakang,”kenapa?? Kenapa kamu ternyata aneh dan
mau pergi dariku??”
Minseo kaget, ternyata Minho sudah sedari
tadi dibelakangnya.
“mian
haeyo, Minho.. aku harus pergi,” katanya dengan wajah sedih, masih
membelakangi Minho.
“wae??aku
tidak mau ditinggal kamu,” kata Minho sedih. Minseo tahu dia sensitif sekali
dan mungkin setelah ini, Minho tidak akan pernah lagi mau menyapanya karena
tersakiti jika dia minta putus.
Minho masih lama memeluknya dari belakang,
dia malah menyandarkan kepalanya pada leher Minseo.
“kalau kamu pergi.. gak ada yang buat aku
semangat,” katanya lagi. Minseo diam, dia harus mencari kata-kata yang tepat
untuk cowok itu supaya tidak down.
“tiga hari ke depan.. aku harus pergi ke
lain kota,” jawab Minseo dengan nada datar.
“kenapa?? Kamu kerja saja dengan Appa ku
ya??,” kata Minho memelas, dia sudah mulai takut banget kehilangan Minseo.
“aku ditugaskan ke lain kota supaya aku
bisa naik karir dan memang mereka membutuhkan aku disana.. lagipula.. aku ini
aneh.. kamu sudah lihat kan.. tadi aku baru saja bicara dengan hantu??,” Minseo
meminta Minho melepaskan pelukannya dan mereka duduk berhadapan, lalu dia
senyum pada Minho. Minho diam saja.
“aku minta maaf.. tetapi kalau kamu masih
kangen dan mau ngobrol denganku.. kamu bisa telepon aku, Minho,” katanya lagi.
Minho masih diam. Dia sensitif sekali, dalam hatinya sedih, marah, kecewa
Minseo memutuskan sepihak.
“keputusanmu sepihak.. padahal aku sudah
mulai menabung supaya kamu bisa dapat cincin dariku,” jawab Minho datar.
“aku harus segera pindah, Minho..,” balas
Minseo dengan senyum.
“alasan kamu saja juga kan.. tadi kamu
bicara dengan hantu??,” tanya Minho lagi, intonasi suaranya naik dan
kekecewaannya mulai muncul.
Minseo senyum,”Ani, Minho.. ini sungguhan.. kamu pernah bilang padaku kalau kamu
tidak suka cewek aneh.. sebenarnya tadi yang kamu lihat barusan memang.. aku
ini aneh,”
“ya.. kamu aneh.. kamu aneh dengan
memutuskanku sepihak,” balas Minho jutek. Wajahnya sudah menunjukkan ekspresi
kekecewaan yang dalam.
Dia lalu berdiri,”lalu.. aku harus
bagaimana.. putusin kamu.. gitu??”
Minseo jadi ikutan berdiri
juga,”begitulah... cukup jadi teman saja.. dan.. kalau kamu butuh bantuanku.. aku
bisa membantumu.. ,”
Minho langsung cemberut, marah, dia jadi
mengungkapkan kekesalan dirinya pada Minseo panjang lebar seperti perempuan
yang cerewet.
“kamu benar-benar gak ngerti perasaanku.
Kalau memang kamu ingin sekali putus, aku gak mau lagi bicara denganmu.. kamu
curang, Minseo.. “,
“aku minta maaf kalau aku menutup diri
soal kemampuanku bicara dengan hantu, Minho.. aku takut kecewa ketika kamu tahu
ini..,” jawab Minseo
“ya.. kamu curang.. dari awal sebenarnya
aku sudah curiga kalau kamu banyak sembunyikan rahasia padaku.. tapi kamu
mengelak terus.. kamu sudah bohong padaku, Minseo,” ujar Minho ketus. Kakinya
menjejak dengan kuat ke tanah, menahan marahnya.
“ya.. kalau begitu.. kita putus saja.. aku
minta maaf sekali,” Minseo malah menunduk hormat pada Minho.
“kalau mau lupakan aku karena aku sudah
berbohong padamu.. lupakan saja.. aku rela,” tambahnya lagi.
Minho benar-benar kecewa. Wajahnya murung,
marah, tapi dia tidak bisa memukul Minseo atau benda apapun disekelilingnya.
“bye,” kata Minho singkat, lalu dia
meninggalkan Minseo, menuju motornya yang dia pakirkan dekat dengan taman itu.
Minseo hanya senyum dan diam saja ketika
Minho berjalan membelakangi dan meninggalkannya. Sebenarnya dia juga sedih
karena sudah sayang dengan cowok itu, tapi terpaksa harus pergi
meninggalkannya.
“tto
bwayo, Minho.. pada suatu waktu nanti.. kita akan bertemu kembali.. aku
yakin itu.. hanya saja.. aku menunggu usia mu sampai bisa menerima aku apa
adanya.. maaf kalau selama 6 bulan ini aku bohong padamu tentang diriku..,”
Minho terus berjalan kecewa dengan sikap
Minseo padanya, hari itu hari pahit baginya. Setelah 1 minggu tidak ada kabar
dari Minseo, dia malah minta putus. Dia lalu ngebut mengendarai motornya pergi
kembali ke rumahnya.
Sampai dirumah, dia langsung masuk kamar
dan menendang apapun yang ada di kamar, sehingga kamar berantakan. Koleksi
mainan nya dia keluarkan semua dari lemari, ditumpahkan keluar, berantakan
semua barang dikamarnya seperti kapal pecah.
Dia lalu duduk menangis melihat foto dia
dan Minseo yang saling berangkulan, di depan meja belajarnya.
“wae..
Minseo.. wae?? Dangsin salanghae..
kenapa sih kamu putuskan aku?? Huhuhu,” dia benar-benar menangis. Ditutupnya
wajahnya menahan tangis sore menjelang malam itu.
“kamu curang, kamu curang, Minseo..
huhuhu,” katanya lagi. Dia duduk di kursi belajarnya, memandang foto yang manis
itu.
Lalu dia lempar ke dinding,”POKOKNYA AKU
BENCI KAMU, MINSEO!”
“PYAR!,” bingkai foto pecah berantakan
dilantai.
Minho menaruh wajahnya di atas meja
belajar, pikirannya sungguh kusut diputusin Minseo. Jam-jam dia lalui hanya
menaruh wajahnya diatas meja itu, dia tidak peduli sampai akhirnya tertidur
sendiri di meja belajar.
Sementara Minseo pulang juga dengan sedih,
dia juga melihat foto dia dan Minho yang memakai kaus couple sedang tertawa dan
Minho mencium pipinya sambil tertawa ceria.
“mian
haeyo, Minho.. sungguh..aku minta maaf.. aku sungguh harus pergi,” katanya
mengelus foto itu, lalu air matanya keluar tetes demi tetes. Dia berdiri,
menuju koper dan memasukkan foto itu ke dalam koper yang akan dia bawa dalam
waktu dekat ke kota lain bersama dengan baju dan peralatan kerjanya.
Dipandangi lagi foto itu dengan senyum
sebelum dimasukkan ke kopernya,”Minho salanghae..
tetapi.. untuk sementara kita pisah dulu ya, sayang ku?? Suatu saat, ketika
kamu sudah dewasa lagi.. aku selalu yakin kamu cintaku.. kita akan bertemu
lagi”
Tiga hari ke depan berlalu, saat Minseo
pergi dari Seoul pun tiba. Dia pergi ke kota lain dengan pesawat pagi. Langit
biru cerah menemani kepergiannya pagi itu. Dia senyum kepada matahari saat dia
berjalan menuju hanggar pesawat.
“tto
bwayo.. see ya again, Minho.. i love
you.. aku berjanji akan kembali lagi ke Seoul dan kita akan bersama lagi..saat
kamu sudah dewasa dan aku semakin cinta padamu”
Dan.. di ruang kelasnya.. Minho duduk
sambil melamun saja walau guru sedang menerangkan pelajaran..
“Minseo curang.. Minseo jahat,” tangisnya
dalam hati, dia patah hati.
Bersambung ke part 10...