“Chie chan.. ayo bangun.. okiyo,” Minho berusaha membangunkan Chie
Nakamura, yang sudah menjadi isterinya, pagi itu. Matahari diluar bersinar
cerah sekali, musim semi baru saja tiba. Dua minggu sudah pernikahan mereka
berjalan.
Chie masih saja menarik selimutnya, dia
malas dibangunkan Minho. Setiap pagi kerjanya muntah saja, dia mengalami morning sickness yang dapat dialami oleh
seorang ibu hamil di tiga bulan pertama/trimester.
“tsukarete
naa.. Minho kun,” Chie mengeluh selalu capek. Minho hanya duduk disamping
tempat tidur, sabar menunggu dia membuka matanya.
“tsukarete
naa...,” Chie mengulang terus kata-kata kalau dia merasa selalu capek.
“gawat nih.. masak sih tidur terus?? Nanti
anakku bisa malas,” keluh hatinya Minho. Dia lalu membuka jendela rumah
berlantai dua itu, berharap Chie tertimpa cahaya matahari dan bangun.
Sinar matahari masuk kamar mereka, Minho
sengaja membuka jendela.. tepat mengenai wajah Chie.
“nah..sudah siang loh..sudah jam 6,” kata
Minho dengan sabarnya menunggu Chie benar-benar membuka matanya.
Chie masih saja mengeluh dia kecapekan.
Minho berjongkok dihadapannya.
“nani
ka tsukareta?? Nanti anak kita malas loh.. gak bisa bantu Chie chan
kerjakan pekerjaan rumah kalau dia besar,” senyum Minho di depannya. Chie
benar-benar teler kepusingan.
“kenapa sih..aku pusing,mual dan muntah,
Minho kun?? Ini menyiksa sekali,” akhirnya dia membuka matanya dan Minho hanya
senyum padanya. Drama queen nya bisa
saja mulai lagi. Kalau dia tidak kuat, dia akan menangis tersedu-sedu pada
Minho atau ibu asuhnya yang ternyata masih tinggal satu rumah dengan mereka.
“memang suka ada yang begitu, Chie chan..
tandanya, anak kita sayang pada Chie chan sebagai ibunya... itu perkenalan
loh,” senyum Minho padanya, dia menarik selimut Chie supaya bangun. Minho lalu
menarik tangannya supaya dia duduk.
Chie malah memeluknya,”sebentar lagi aku
bisa menangis..perutku mual,”
Minho hanya mengusap-usap punggungnya. Dia
memang harus sabar menangani isterinya yang sedang mabuk-mabuknya itu. Itu
sebab dia masih membutuhkan Matsuda untuk mengawasi Chie.
“tidak akan mual kalau berjalan pagi
loh..percaya deh denganku,” balas Minho dengan sabar.
“ini aku sudah mulai mual,” keluh Chie
lagi, dia mulai bersendawa. Minho mencari kotak alumunium khusus untuk muntah
yang ditaruh di kamar mandi mereka di dalam kamar.
Benar saja, Chie pun muntah muntah lagi.
“aku tidak kuat, Minho kun,” dia menangis
tersedu-sedu, mengulang kata-kata itu terus, menekuk kakinya, lalu memeluk
Minho. Tangisannya seperti anak-anak dan menyayat hati. Minho hanya
senyum-senyum saja. Dia mengelus-elus rambut panjangnya Chie dengan sabar.
“kenapa bisa parah banget ya?? Aku harus
cerita dengan dokter Endo,” keluh hatinya Minho,”setiap kali muntah pasti drama queen.. dilebih-lebihkan.. manja
sekali”
“sudah ya..kan cuma sekali kok mualnya,”
jawab Minho sabar. Dia lalu menelepon Matsuda yang sedang dibawah dan Matsuda
pun naik.
“Nyonya mual lagi??,” tanya Matsuda pada
Minho.
Minho mengangguk saja,”tolong bantu aku...
aku praktek mendadak jam 8 pagi ini menggantikan dokter Inoue, Ibu”, dia lalu
menyerahkan Chie pada Matsuda. Matsuda membantu Chie untuk berdiri.
“Nyonya harus bangun loh.. Tuan Lee mau
berangkat.. jadi nanti kita sarapan bersama,” senyum Matsuda pada Chie.
“aku lelah, Ibu asuh.. aku capek..dia buat
aku mual terus.. katanya dia anakku,” keluh Chie menangis dengan tersedu-sedu.
Berkali-kali lagi dia mengucap hal yang sama. Minho yang sedang berganti baju
hanya senyum-senyum saja, berbisik pada Matsuda,”drama queen..biasa”
Matsuda ramah senyum pada Chie, anak yang
dia asuh sejak kecil,”ini sebenarnya biasa, Nyonya.. Ibu asuh juga begitu waktu
punya anak Sayaka,”
“benar kah?? Lalu..apa ibu asuh juga
menangis seperti aku??,” tanya Chie. Dia lalu berdiri malah memeluk Minho yang
sedang ganti baju, manjanya kumat lagi.
“aku harus kerja, Chie chan,” kata Minho
yang dipeluk, tapi Chie malah menggelitik pinggang Minho. Minho jadi tertawa
kegelian.
“aigooo...
yamete kure yo (stop-red),” tawa Minho. Matsuda senyum saja lihat tingkah
anak asuhnya.
“Minho kun..aku ikut Minho kun ya??,” kata
Chie manja
“dame
da (gak boleh-red).. aku harus gantikan dokter Inoue.. mengawasi anak anak
terapi,” jawab Minho dengan menatap mata Chie.
“aku mau ikut, Minho kun...aku mau ikut,”
dia mulai lagi merengek.
Minho menatap matanya dengan tegas dan
tajam,”dame da.. kamu harus bantu ibu
asuh untuk membereskan rumah,”
Chie memang ngeper, takut kalau Minho
sudah menatapnya dengan tajam dan berkata tegas. Dia tidak akan berani melawan,
termasuk tidak lagi suka melempar barang atau memaki atau marah memukul apapun/siapapun.
Dia berbalik arah menuju ibu asuhnya dan malah menangis.
“Minho kun jahat ya, ibu asuh..huhuhuhu,”
tingkah anak kecilnya kumat lagi. Matsuda memang sabar, dia hanya mengelus elus
“Tuan Lee kan harus kerja, Nyonya.. nanti
bagaimana kalau tidak kerja??,” bujuk Matsuda. Dia lalu membujuk Chie turun ke
ruang makan. Minho sudah terlebih dahulu disana.
“Chie chan ingat apa kataku ya?? Harus
minum vitaminnya.. Chie chan gak bisa minum susu... jadi harus minum vitamin,”
kata Minho dengan tegas bicara dan menatap matanya
“iya, Minho kun..aku janji.. kalau aku
tidak ingat..aku akan minta tolong Ibu asuh ingatkan,” jawab Chie dengan
menunduk, tidak melihat tatapan Minho padanya.
Dia makan sedikit nasi dan natto pagi itu
serta sayur. Makannya pelan-pelan sekali.
“sehabis itu..aku minta tolong Ibu ajak
dia berjalan-jalan..supaya tidak mual,” kata Minho pada Matsuda. Chie memang
harus jalan-jalan pagi supaya sehat, supaya mualnya berkurang dan Matsuda masih
harus menemaninya, supaya tidak mendadak pusing karena tekanan darahnya bisa
mendadak turun dan terduduk dimana saja.
“susah juga sih... minum susu gak boleh..
tepung tepungan enggak boleh.. kalsium dan vitaminnya dari mana??,” keluh
hatinya Minho. Dia melihat Chie yang makan pelan-pelan.
“aku minta tolong Ibu belikan dia susu soy saja.. mohon dicari yang hipo allergenic,” pinta Minho pada
Matsuda.
Matsuda lalu menoleh pada Chie,”nanti kita
jalan ke supermarket ya, Nyonya”
Chie masih makan dengan menunduk, dia
takut pada Minho yang tegas berkata kalau dia harus makan pagi. Pokoknya kalau
Minho sudah menatap matanya dengan tegas dan berkata tegas, dia sudah pasti
takut pada Minho, menyangka suaminya itu akan memukulnya atau bahkan
menyiksanya. Minho kadang suka senyum geli sendiri dengan imajinasi Chie yang
berlebihan padanya walaupun dia bilang berkali-kali pada isterinya itu kalau
dia tidak akan memukulnya. Dan biasanya, Matsuda juga suka ikut-ikutan
senyum-senyum saja.
Minho meminta Chie minum vitamin pagi itu
di depan matanya. Chie menurutinya.
“aku pergi dulu ya?? Hati-hati.. jangan
loncat loncat ya??,” senyum Minho pada Chie, lalu dia mencium Chie.
Tapi Chie malah minta lebih dari dicium,
Minho kelabakan dengan tingkahnya yang mendadak menggesernya ke dinding dengan
tenaga kuat, membuka dasi dan kancing kemejanya.
“eehh..aku harus kerja.. dilihat Ibu asuh
juga!,” Minho menarik tangan Chie supaya tidak memaksa buka kancing kemejanya.
“gawat deh,” keluh hatinya Minho. Matsuda
mencoba melerai mereka.
“aku maunya tidur,” kata Chie
berkali-kali.
“gak bisa, Chie chan...aku harus kerja,”
suara Minho tegas padanya,”aku pergi dulu”
“itterasshai,
Minho kun... ki o tsukete (hati hati dijalan-red),” jawab Chie lemas.
Matsuda memang lebih sering senyum melihat
tingkah mereka berdua yang kadang berlawanan. Dia merasa sekali Minho banyak
berkorban untuk anak asuhnya itu, tetapi Minho hanya bilang “aku cinta Chie”,
tanpa banyak bicara lagi.
“Hati hati dijalan, Tuan Lee,” kata
Matsuda pada Minho. Minho lalu keluar rumah dan pergi ke RS Eisei.
“ampun deh.. pagi pagi sudah bikin nervous,” kata Minho pada Ken yang
ternyata juga sedang gantian jaga dengan dokter lain. Hari minggu biasanya bertukar
shift antar dokter dan ternyata Inoue tidak bisa datang sehingga Minho sendiri
yang harus turun tangan mengawasi para terapis.
“kenapa??,” tanya Ken dengan senyum
lebarnya.
“masak aku mau berangkat kerja dia maksa
minta em el,” kata Minho jawab dengan
sejujur-jujurnya
Ken terkekeh,”gila..hebat juga ya??
Padahal lagi hamil”
“gak dikasih vitamin salah.. dikasih
vitamin over acting,” ujar Minho
lagi. Dia sedang memeriksa kartu kartu perkembangan anak-anak yang
diterapi,”aku harus konsultasi dengan dokter Endo”
“eh ... ini juga anakku loh..,” kata Ken.
Dia melirik pada sebuah kartu pasien anak dengan nama Ryuichi Nobu.
“kasusnya kenapa??,” tanya Minho.
“keracunan casein... sepertinya
pembantunya salah kasih makan,” kata Ken.
“ooh... lambat perkembangannya.. ya...
tapi masih lumayan deh,” Minho membentangkan kartu mental and behavioral development punya Ryuichi Nobu.
“semakin banyak saja yang seperti ini,”
Minho mengecek dan men list kartu Nobu itu, apa-apa saja yang memang benar
sudah dilakukan terapis khusus anak itu.
“aku malah takut nanti Chie chan
melahirkan anak yang sama,” ujar Ken tanpa basa basi pada Minho.
Minho lalu memberhentikan pemeriksaan
kartunya, melihat Ken.
“gak akan kubiarkan,” katanya pada
Ken,”ibuku saja bisa punya 3 anak normal”
“dia masih terlalu muda untuk hamil, Minho
kun.. 20 tahun kamu sudah hamili dia,” kata Ken
“loh..saranmu juga bukan??,” Minho
bertanya balik. Ya, dulu Ken sempat iseng menyarankan lebih baik Minho cepat
menghamilinya supaya direstui keluarganya.
“iya sih,” Ken mengangguk, nyengir
kuda,”tapi kan cuma iseng”
“iseng kepalamu,” gerutu Minho,”dia tidak
terlalu emosi kok.. itu makanya aku masih meminta bantuan Matsuda san
merawatnya.. sekaligus masih mengajarnya mengerjakan tugas-tugas rumahtangga.
Kami tidak akan selamanya bergantung pada Matsuda san”
“hanya kalau sudah drama queen nya keluar, kadang memang membuatku bete.. bisa menangis seperti rasanya aku
pukul dia dengan kayu,”
Ken malah terkekeh-kekeh,”benar-benar
seperti anak-anak...dan kamu sabar sekali, Minho kun..setahu aku...dalam
hubunganmu dengan yang lain...kamu sangat moody
dan tidak sabar”
“mou
wakaranai (aku juga enggak ngerti-red) kenapa begitu,” balas Minho.
“apa kamu jadi tidak terkena sindrom cinta
karena kasihan??,” tanya Ken penasaran.
Minho menatap Ken dengan sedikit
aneh,”ah.. masak sih?? Biasa saja”
“ya..aneh saja sih.. kamu apa gak
mikir..sebenarnya rekan-rekan disini pada gosipin kamu ketika nekat memutuskan
menikah dengan Chie??,” tanya Ken dengan santainya. Posisi duduknya dia ubah
dengan menyilangkan kaki dan melepas jas dokternya. Jam kerja mereka sudah
mulai longgar.
“memang..siapa saja yang gosipin aku??,”
Minho tanya balik.
“nanti kamu marah,” Ken senyum lebar
“gak deh.. kalau kamu gak kasih tahu nama
mereka juga gak apa.. gwaenchanh a..
tapi aku mau tahu..apa yang mereka gosipin,” balas Minho. Dia singkirkan semua
kartu perkembangan anak-anak ke sisi mejanya.
“mereka pikir kamu bodoh.. berani hidup
dengan orang yang menurut kita kan..tidak normal,” balas Ken santai
“baka
(bodoh-red).. aku tidak pernah anggap Chie chan tidak normal,” balas Minho,
emosinya jadi sedikit naik
“kamu dianggap terlalu aneh... padahal
kamu ini pintar, ganteng... suster suster disini sebenarnya banyak yang suka
kamu..begitu juga dokter-dokter wanita”, kata Ken bersemangat
menggosip,”contohnya saja perawat Hisa..dia pernah bilang padaku..dia suka
kamu, dokter Lee Minho”
Minho berdiri, lalu tertawa, dia bersandar
di dinding, melipat tangannya diperut,”haha.. parah deh.. suka-suka aku suka
dengan siapa saja”
“oo.. ternyata Hisa juga pernah suka
padaku,”
Ken mengangguk,”ya.. juga Dokter Kawamura”
“Kawamura temanmu itu??,” Minho tanya
balik, dia senyum. Ken mengangguk.
“Kawamura..kamu tahu kan?? Kawamura Asa..
dia pintar banget.. dia juga suka kamu,”
Ken lalu menceritakan, siapa saja
wanita-wanita yang pernah mengadu padanya kalau mereka suka Minho dan
siapa-siapa saja rekan kerja mereka pria yang menggosip kalau Minho sepertinya
salah jalan dengan memilih menikah dengan Nakamura Chie.
Minho berlagak bodoh dengan berpura-pura
menggaruk kepalanya dan cengengesan.
“wah..aku terkenal di RS Eisei ini,”
katanya sambil tertawa.
“Kamu terlalu cuek dengan sekeliling,
Minho kun...asal tidak berhubungan dengan pekerjaan, rasanya kamu tidak mau
tahu dengan perasaan mereka,” kata Ken.
“bukan begitu...aku memang cenderung tidak
bisa dicurhati kecuali mereka datang padaku..daridulu sewaktu kuliah kan juga
begitu,” balas Minho,”hanya saja..ternyata aku buat mereka heboh dengan
menikahi Chie chan”
Ken tertawa terbahak-bahak. Minho memang
tipe koleris daridulu. Minho memang tidak suka terlalu banyak cerita dengan banyak
orang apa yang harus dia lakukan, sikap diamnya kadang membuat orang terkesan
menilai dirinya kurang ramah, walau dia ramah dalam melayani pasien. Tetapi
kalau orang sudah dekat dengannya, Minho bukan tipe yang judes, bahkan bisa
saling membantu.
Minho lalu meminta Ken menceritakan
apa-apa saja gosip yang sudah menimpa dirinya selama ini. Ken lalu iseng
membuat list siapa-siapa saja cewek rekan sejawat yang menurutnya sudah patah
hati dengan kejadian Minho menikah dengan Chie.
Minho hanya tertawa begitu Ken memberikan
list daftar nama-nama cewek,”banyak sekali sih..yang ternyata patah hati
denganku??,”
“bagaimana tidak? Mereka merasa memiliki
nilai lebih....sementara kamu memilih berhubungan dengan cewek dengan
autistik,” jawab Ken ringan.
Minho masih bersandar di dinding dan dia
tertawa,”ya...ya.. aku faham.. pasti mereka pikir aku punya kelainan jiwa”
Ken juga jadi ikutan tertawa,”sepertinya
begitu.. kamu cari yang jauh dari sempurna”
“aku tidak pernah merasa sesempurna itu...
aku koleris.. tapi sebenarnya aku juga ada sisi phlegmatis yang bisa menerima
orang lain apa adanya kok..kalian salah sangka padaku”, balas Minho dengan
senyum dinginnya
“itu karena kamu tidak pernah cerita
sih..kepada mereka..kamu hanya cerita pekerjaan saja.. mana bisa mereka
mengerti hatimu,” ujar Ken, dia berdiri
“aku mau keluar ruangan lagi... kalau ada
yang mau dibahas..seperti biasa..kantin atau depan NICU,” Ken menepuk pundak
Minho dan Minho mendorongnya keluar ruangannya.
Minho lalu duduk dan dia mengatupkan
mulutnya dengan kedua tangannya,”sindrom kasihan?? Apa lagi itu?? Dasar Ken
kun!”
Dia malah jadi mikir, baru satu bulan
nikah..tapi sudah dituntut macam-macam, terutama oleh ibunya. Sedang dari
keluarga Nakamura sendiri tidak ada tuntutan yang berarti.
“kamu ini anak lelaki satu satunya
dikeluarga kita, Minho.. Ibu tidak bisa bayangkan kalau nanti keturunanmu
menjadi autis atau yang lain,” kata Ibunya ketika Minho mempersiapkan pesta pernikahan
dan dia pulang ke Hiroshima.
“okaasan.. aku yakin Chie chan akan baik
baik saja nanti..aku berusaha yang terbaik untuk keluarga Lee dan Nakamura,”
kata Minho, menunduk hormat pada ibunya. Dia tahu ibunya menderita anxiety disorder yang tinggi, terlalu
takut dan khawatir kalau sesuatu buruk terjadi pada anak-anaknya. Itu sebabnya
kedua kakaknya, Yuki dan Marisa tidak pernah bisa jauh dari ibunya, kecuali
dia.
“ibumu itu terlalu khawatir kalau kamu
akan punya keturunan yang gak super...buktinya..keturunan ku sama dia super
semua..termasuk kamu,” sindir ayahnya pada ibunya.
Minho hanya senyum saja,”aku faham,
Otoosan.. bagaimana khawatirnya Okaasan tentang ini.. terutama ketika melihat
Chie chan sepertinya perempuan yang belum bisa ke dapur...aku memahami walaupun
okaasan juga pernah mengalami hal yang sama..tetapi okaasan lebih bisa mandiri
dari Chie chan”
Minho berusaha meyakinkan ibunya kalau
keputusannya mengambil Nakamura Chie sebagai isteri bukan sebuah hal yang
gampang. Dia berfikir keras dan berusaha untuk tetap cinta dan menghindari
sikapnya selama ini yang selalu mencari kesempurnaan.
“anakmu ini sudah sangat bisa mandiri..
dia tahu apa yang dia lakukan pada dunianya.. jadi walau anak bungsu.. jangan
di dikte,” kata ayahnya pada ibunya
Minho menunduk hormat pada mereka berdua,”
Aku berani bertanggung jawab dan berusaha keras menjadikan rumahtanggaku damai
dan tidak mudah berpisah.. walau Nakamura Chie bukan perempuan sempurna”
“Keluarga Nakamura juga mungkin menganggap
kamu aneh,” kata ayahnya Minho
Minho menggeleng,”tidak, otoosan..walau
ada juga yang tidak suka aku”
“bagaimana bisa Minho tidak menikahi nya..
sudah hamil..kita bisa apa?? Kamu sangat ceroboh sekali, Minho,” ujar ibunya
dengan nada ketus.
Dia ternyata memang mengikuti saran Ken sebelumnya
kalau memang mau menikahi cewek itu lebih baik dihamili dulu. Minho termasuk
gelap mata menerima saran ini. Awalnya dia sempat merasa menyesal tetapi
kemudian segala sesalnya itu dia singkirkan dan mencoba menerima pasangan apa
adanya.
“Jadi.. wah.. kamu benar-benar menerima
ide nya Ken kun si cowok iseng itu??,” Jerry dari Amerika terbelalak matanya di
telepon Minho ketika tahu sahabatnya itu kurang dari satu bulan lagi akan
menikah.
Minho hanya tertawa saja dan mengatakan
iya. Hal itu dia ambil untuk mempercepat langkahnya.
“wah.. pasti orangtuamu tidak setuju,
terutama ibu mu,” kata Jerry lagi,”kamu bisa juga jadi manusia nekat, Minho
kun”
“bukannya Mr koleris itu memang dikenal
sebagai manusia nekat ya??,” Minho hanya tertawa menanggapi apa yang Jerry
katakan,”kalau tidak nekat kan tidak asik, Jerry kun”
“rasanya kamu seperti sedang stress, Minho
kun.. apa kamu benar-benar waras mengambil keputusan ini?? Aku pikir kamu akan
menunda sampai Chie chan berumur 25 tahun bahkan lebih,” ujar Jerry
“Itu gila sekali.. terlalu lama..
bisa-bisa aku punya anak duluan dari dia, tapi tidak menikah juga,” gerutu
Minho, agak sedikit kesal. Lalu dia bercerita bagaimana ibunya ngotot minta
perjanjian anaknya harus menjadi anak yang normal.
“NANI??
Kureiji.. bagaimana kita tahu kalau nanti anak mu normal atau tidak sedang
dia masih dalam kandungan?? Kalian ini.. gila sekali,” Jerry tambah kaget
dengan apa yang Minho katakan.
Minho tertawa terbahak-bahak dengan hal
itu,”ya .. aku sudah menandatangani kontrak antara aku dan ibuku, soal
kesehatan anak kami”
“gila.. kalian gila.. apa isinya??,” Jerry
kaget tapi penasaran
“ah.. kalau anak ku dan Chie bermasalah
dengan kejiwaannya.. terpaksa diberikan pada yayasan,” jawab Minho dengan datar
Jerry kaget,” Kamu gila, Minho kun.. tidak
bisa begitu.. nanti kalau Chie chan tahu.. dia akan semakin marah, stress,
depresi dan mungkin akan kembali seperti dulu! Gila.. kalian memang gila!”,
malah jadi Jerry yang tidak setuju dan marah.
Minho menggaruk kepalanya,”sepertinya aku
sudah salah langkah.. tetapi ini permintaan ibu ku...dan tanpa sepengetahuan
keluarga Nakamura”
“Kamu dan ibumu gila, Minho kun.. akan
semakin banyak anak di negara ini yang kacau kejiwaannya nanti..,” balas
Jerry,”aku tidak setuju.. kalian boleh berbuat itu, tapi nanti akan aku
halangi”
Minho jadi tersinggung, kesannya Jerry
mencampuri urusan hidupnya, padahal dia hanya ingin cerita,” tidak perlu, Jerry
kun.. aku bisa mengatasi masalahku sendiri... dan aku juga tidak akan kalah
dengan ibu ku.. dia hanya orang yang khawatir anaknya tidak bisa hidup bahagia”
“Tapi tidak begitu caranya kan, Minho
kun?? Bagaimana nanti kalau anakmu benar-benar mengalami disorder? Apa kamu tetap akan memberikan anakmu itu kepada yayasan,
membuangnya??!!?? Kalian gila!,” Jerry menjawab dengan suaranya yang tegas dan
setengah teriak.
“aku enggak ngerti apa maksud kalian
dengan taruhan seperti itu.. rasanya jiwa ku sebagai dokter terlempar begitu
saja.. kamu sendiri juga dokter kan? Dimana kamu taruh rasa kemanusiaan mu,
Minho kun??,”
Minho kesal dengan ceramah Jerry,”URUSAI, JERRY KUN! I know what i am gonna do!”, dia malah gantian membentak Jerry,
sahabatnya itu.
“kamu boleh bertaruh apapun.. tapi tidak
sepantasnya bertaruh kondisi psikologis seseorang,” balas Jerry dengan nada
sengit.
Minho kesal dengan Jerry dan dia sempat
membiarkan sahabatnya itu dengan tidak berkomunikasi dengannya, sebelum
akhirnya hubungan persahabatan kembali membaik, dengan sedikit hambar.
Minho pulang setelah tugas tambahannya di
RS selesai.
“Tadaima..aku
pulang,” katanya masuk rumah, langsung disambut dengan Matsuda yang menunduk
hormat padanya dan Chie yang mendadak mencium menghampiri. Minho senyum saja
pada Chie,” ada berita apa??”
“Hari ini makanku banyak, Minho kun,” kata
Chie dengan ekspresi senang.
Minho jadi ikutan senang juga,”oh ya??
Nanti masih mau makan malam denganku kan??”, Minho lalu ke kamarnya di atas dan
Chie mengikutinya. Matsuda hanya menutup pintu, lalu melanjutkan tugasnya yang
lain.
Chie mengikuti Minho sampai kamar mereka.
“lalu... tugas mengerjakan pekerjaan rumah
hari ini apa??,” tanya Minho pada Chie lagi.
“aku hanya bisa mencuci piring,” jawab
Chie dengan suara manja.
Minho senyum,tidak memarahinya,”tidak ada
piring yang pecah, kan??”
Chie menggeleng,”un.. tidak,Minho kun.. aku juga sudah membantu Ibu asuh supaya aku
bisa masak”
“Hontou
desu ka? Mada hi ga kowakunai?? (tidak takut api lagi?-red)”, tanya Minho
keheranan.
Chie mengangguk mantap,”Iie.. aku berani sekarang dengan api!”,
katanya dengan wajah semangat
Minho memeluk pinggangnya,
menciumnya,”bangga deh..punya isteri Chie chan,” dia memuji Chie supaya Chie
bisa tahu kalau itu baik.
“Sekarang aku sudah berani dengan api,
Minho kun,” kata Chie.
Minho mengangguk,”iya.. sekarang Chie chan
berani”
“aku berani dengan api.. tidak takut lagi
dengan api,” lanjut Chie lagi.
Minho cengengesan isterinya mengulang
pembicaraan lagi,”aku mengerti... tidak usah diulang-ulang”
Chie lalu meminta Minho melepas pelukannya
dan dia menuju meja kecil dekat tempat tidur, membawa 1 set baju tidur, “aku
juga sudah diajarkan Ibu asuh.. ini baju Minho kun”. Ternyata dia sudah memilih
baju yang malah itu sebaiknya Minho pakai.
Minho yang baru membuka dasinya senyum
pada Chie,”arigatou gozaimashita..
sudah dipilihkan.. gomawo!,”
Chie bingung dengan kalimat terakhir,”Go.. ma..wo?? gomawo wa nani??”
Minho menerangkannya dengan senyum,”gomawo wa arigatou to onaji desu yo,kankoku
go desu yo,” dengan bahas standard kalau arti Gomawo dan Arigatou sama saja.
“Oh.. jadi bahasa korea ya?? Jadi.. Gomawo ya?? Gomawo.. gomawo..,” Chie
malah mengulang-ulang lagi bahasa itu. Minho malah jadi tertawa.
“sudah..sudah.. tidak penting.. aku mandi
dulu lalu kita makan.. Chie chan pergi ke bawah ya.. ke Ibu asuh”, pinta Minho.
Chie lalu menciumnya, bernyanyi-nyanyi di depan Minho. Minho tertawa, mendorongnya
ke luar pintu dan menyuruhnya lekas ke bawah, ke ruang makan.
“Chie chan.. tolong bantu Ibu asuh siapkan
makanan,” kata Minho pada Chie, mereka sudah di lantai 1 di ruang makan.
Chie menghampiri Matsuda dan wanita itu
meminta tolong pada Chie untuk membawa makanan yang ditaruh diatas meja. Chie
melakukannya dengan sangat hati-hati. Minho hanya memperhatikan saja.
“Nyonya sudah bagus melakukannya, Tuan,”
senyum Matsuda pada Minho ketika mereka melihat Chie sudah pandai menyusun
piring makan, lauk, sayur dan alat makan lainnya.
Minho meminta Chie duduk disebelahnya dan
Chie menuruti.
“Hari ini ciumannya agak lama.. hadiah
karena Chie chan pintar sekali,” senyum Minho. Lalu dia nekat cium isterinya di
depan Matsuda.
Chie tertawa-tawa genit setelah di cium
Minho, wajahnya memerah, dia memegang-pegang pipinya sendiri. Matsuda
senyum-senyum saja dengan tingkah anak asuhnya itu.
“sekarang.. Nyonya Chie harus melayani
Tuan Lee makan,” kata Matsuda memberikan pengarahan,”tolong diperhatikan”
Minho diam saja. Dia membiarkan Matsuda
mengarahkan Chie.
Matsuda memberikan pengarahan pada Chie
satu persatu, bagaimana dia menaruh nasi dalam mangkuk dan diberikan pada Minho
dan untuk dirinya sendiri, lalu bagaimana menuang sayur, memberikan lauk dan
tambahannya pada Minho ketika dia melihat lauk,sayur pada bagian Minho sudah
habis. Matsuda dengan sabar mengajarinya.
“kenapa Minho kun tidak bisa ambil
sendiri??,” katanya pada Matsuda. Minho cuek saja makan, tidak memperdulikan
pertanyaan Chie pada Matsuda.
“Ini namanya supaya Nyonya Chie jadi
isteri yang baik... Ibu asuh juga dulu lakukan pada suami ibu,” senyum Matsuda.
“apa begitu Minho kun??,” Chie lalu
bertanya pada Minho. Minho menghentikan makannya, senyum dan mengangguk.
“Lalu.. apa kalau begitu.. aku bisa jadi
isteri Minho kun yang baik??,” tanya dia lagi
“ya.. dan aku akan makin sayang dengan
Chie chan,” senyum Minho.
“apa kalau menjadi isteri Minho kun yang
baik.. harus memberikan nasi setiap malam??,” tanya dia lagi.
“heeeehhhh.. kumat deh,” keluh hatinya
Minho. Dia belum selesai makan.
Matsuda tahu bahwa pertanyaan akan
berputar-putar disitu saja, dia langsung memotong dan mengalihkan arah
pembicaraan,”Besok akan ibu asuh ajarkan yang lain.. dan Nyonya Chie sebaiknya
melakukan ini setiap malam kalau Tuan Lee mengatakan beliau lapar...ingin makan”
“Ya.. aku tahu.. Minho kun akan marah
padaku kalau aku mengatakan itu selalu,” kata Chie dengan spontan.
Minho menoleh padanya,”Ini apanya dari dia
yang muncul??kenapa dia sudah bisa menebak??,” katanya dalam hati keheranan.
Matsuda malah jadi tertawa kecil,”ah..
Nyonya Chie pintar kok.. Tuan Lee pasti sayang.. iya kan Tuan??”
“iya,” balas dan senyum Minho pada
Matsuda.
“sekarang Nyonya makan dulu.. supaya besok
tidak mual lagi,” lanjut Matsuda.
Chie berusaha melanjutkan makannya dengan
cepat. Dia sudah bisa menggunakan sumpit dan tidak lagi makannya berantakan
seperti dua tahun yang lalu ketika bertemu Minho.
Minho lalu bertanya pada Matsuda, apa
pesanannya susu soy sudah dibelikan atau belum dan Matsuda bilang kalau Chie
sudah minum 3 gelas hari ini. Minho berterima kasih pada Matsuda yang mau
membantunya.
“aku mau memberitahu Minho kun.. kalau aku
harus minum obat sehabis makan.. iya kan, ibu asuh??,” Chie menyudahi makannya
dan dia melihat kotak obat. Dia lalu mengambil plastik yang isinya vitamin dan
mineral, ternyata dia sanggup menghafal apa saja vitamin yang harus dia makan.
Tidak kesulitan baginya karena dia bisa membaca dan menulis dengan lancar.
Minho memujinya ketika Chie meminum vitamin di depannya.
“Hari ini.. berapa kali dia mual dan
muntah, Ibu??,” tanya Minho di ruang tengah pada Matsuda. Chie naik ke atas,
dia ingin melanjutkan pekerjaannya membuat lukisan, sebab dalam waktu dekat,
dia akan menjadi pemimpin untuk pameran lukisan hasil karya orang dengan
autistik, dengan menjadi ketua lokal pameran tersebut. Minho sebenarnya masih
beruntung memiliki Chie yang masih berada dalam kategori perempuan cerdas dan
ber IQ tinggi. Chie mendapatkan beasiswa ke Paris untuk bidang seni lukis dan
animasi, sesuatu yang Minho banggakan di depan kedua orangtuanya, terutama
ibunya.
“tiga kali, Lee san.. sehabis sarapan pagi dan setelah makan sore
tadi,” jawab Matsuda
“masih mengeluh capek??,” tanya Minho
lagi. Matsuda mengangguk.
Minho bertanya apa menurut Matsuda, Chie
sudah memiliki banyak perubahan atau belum?? Sebab selama waktu di Paris,
Matsuda tidak mengajarkannya mengerjakan pekerjaan rumah, karena harus sibuk
belajar dan bersosialisasi dan saat sekaranglah saatnya bisa belajar.
“menurut ku..sudah banyak kemajuan, Lee
san,” jawab Matsuda kalem.
“aku ditarget untuk menjadikan dia sebagai
ibu yang normal,” ujar Minho dengan nada datar. Matsuda tidak kaget dengan hal
itu. Bagaimanapun rasanya di negara itu seperti aib jika memiliki anak dengan
rentang disorder (gangguan) atau
keterbatasan mental.
“saya mengerti perasaan Lee san,” balas
Matsuda,”kita memang dikejar waktu”
“sebenarnya..aku tidak ingin membebani
Chie chan dengan kehamilannya.. aku juga tidak ingin memiliki anak dengan
autistik lagi atau kelainan apapun,” kata Minho.
“aku tahu.. aku tidak bisa membuatnya
tertekan, banyak pikiran atau bahkan depresi.. aku tidak ingin anak kami ada di
tangan yayasan atau panti asuhan,” lanjutnya lagi. Matsuda salah seorang yang
tahu perjanjian antara Ibunya Minho dengan tuannya itu.
“saya yakin.. Lee san pasti bisa
mengatasinya.. saya berusaha membantu sebaik mungkin,” jawab Matsuda dengan
menunduk hormat pada Minho.
Minho menarik nafasnya,” aku sebenarnya
bukan tipe lelaki sadis terlalu banyak menuntut.. tetapi aku jadi terkejar
target dengan ingin menjadikan Chie lebih dari yang ia bayangkan,”Minho malah
menunduk hormat pada Matsuda,”jadi.. tolong bantu aku, Ibu”
“Lee san tidak perlu sungkan seperti itu,”
Matsuda jadi tidak enak hati dengan melihat posisi Minho yang menunduk hormat
padanya. Dahulupun, Minho sangat berharap Matsuda ikut membantunya.
“Kenapa Lee san suka dengan anak asuh
saya??,” tanya Matsuda, pada suatu malam kepada Minho ketika mereka mengunjungi
ibu yang bijak itu di Nara.
Mereka bercakap-cakap dengan menikmati
udara musim semi yang cerah kala itu.
Minho menatap wajah Chie yang tertidur
dipangkuannya karena kelelahan perjalanan dari Tokyo ke Nara.
“cinta itu tidak bisa didefinisikan dengan
perkataan, Matsuda san... aku tidak mengerti kenapa,” balas Minho,”tetapi
perempuan ini banyak mengajarkanku arti hidup”
“Pastinya Lee san bukan orang yang
sembarangan bukan?? Dan.. akan ada banyak orang, terutama para wanita yang
menyukai Anda... mungkin kecewa ketika Lee san memutuskan mencintai perempuan
seperti Nakamura san”, kata Matsuda, maaf jika saya salah asumsi,” katanya lagi
lalu sedikit menunduk hormat pada Minho.
Minho sama sekali tidak tersinggung dengan
maksud pernyataan Matsuda baru saja, dia sadar dia seperti tidak masuk akal
menyukai orang dengan rentang psikologi yang menurut orang susah untuk
ditaklukkan, seperti tidak berharga dan hanya menyusahkan. Tapi Minho sadar,
ada sisi lain yang tidak bisa terbeli dan dinilai dengan apapun pada diri
Nakamura Chie, itu sebabnya dia berani mencintai perempuan itu.
“sebuah keputusan yang berani dan sama
sekali tidak populer, Lee san.. saya sangat menghargai itu,” ujar Matsuda
dengan menunduk hormat pada Minho.
Minho yang masih meletakkan kepala Chie
dalam pangkuannya hanya tersenyum pada Matsuda,”ini tidak semudah yang orang
lain bayangkan... kalau memang ada pepatah bahwa cinta itu buta.. mungkin aku
sedang mengalaminya, Matsuda san... bukan karena rasa kasihan, bukan karena aku
menginginkan harta dari Nakamura Kenji karena aku sendiri anak orang kaya dan
karirku sudah mulai naik di RS Eisei... tetapi aku tidak bisa menjelaskannya
kepada kalian.. kepada mu, kepada keluarga ku di Hiroshima.. entah...”, jawab
Minho pada Matsuda, dia selalu mengelus kepala Chie supaya tidak cepat bangun
dan tidak terganggu dengan pembicaraan antara dia dan Matsuda ditengah malam
itu.
“dulu...saya sempat berfikir.. apakah
Nakamura san bisa bertahan hidup dengan cinta atau tidak.. ayahnya dan
keluarganya tidak suka dia hidup, tetapi tidak suka juga mereka membunuhnya,”
kenang Matsuda
“aku mengerti,” senyum Minho,”ada jutaan
manusia diluar sana tidak bersabar dengan kekurangan yang terjadi pada dirinya
atau orang sekelilingnya..sehingga mereka merasa malu”
Matsuda senyum dengan perkataan Minho baru
saja,”saya tidak menyangka Lee san sehebat ini.. saya bingung ketika Nakamura
Kenji memutuskan memecat saya.. lalu apa berarti dia akan merawat juga Nakamura
san dengan tangannya sendiri?? Ternyata malah diberikan kepada Kaito san,”
“Banci itu tidak bisa apa-apa dalam merawat
dan mengerti perasaan seseorang yang dianggap dengan kelainan,” jawab Minho
dengan nada sedikit sombong. Sifatnya sebagai seorang koleris muncul lagi
ketika dia melihat sesuatu yang menurutnya tidak beres, suka protes.
Matsuda senyum lagi dengan perkataan Minho
baru saja.
“Maaf.. tapi itulah yang aku rasakan,”
lanjut Minho lagi,”bagaimana bisa perempuan dengan autistik ditinggal saja
sendirian.. walau dalam sebuah apartment mewah.. tentunya dia juga punya
perasaan walau mungkin sulit dia ungkapkan.. untungnya, Chie chan bukan orang
bodoh, dia berani berjalan sendiri ke Rumah Sakit, tahu dan sadar dirinya sakit
dan perlu bantuan.. aku tidak bisa bayangkan dia belajar naik kereta sendiri,
naik bus sendiri... apa nanti dia bisa aman? Sedangkan diluar sana banyak
terjadi pelecehan seksual.. keberaniannya berjalan sendiri dalam dunia
imajinasinya...dalam kesendiriannya membuat aku berfikir...dan..sebenarnya..
itu tidak lepas juga karena didikan Anda sebagai ibu asuhnya, Matsuda san.. aku
berterima kasih”
“Nakamura san memang bukan perempuan
biasa... sejak awal Nakamura Kenji memberikannya pada saya... saya sudah jatuh
cinta dari pertama kali”, senyum Matsuda
“Chie chan memang manis..mungkin itu pula
yang aku rasakan ketika aku melihatnya pertama kali di RS,” balas Minho dengan
senyum pula pada Matsuda.
“saya akan berusaha membantu Lee san
mengenal Nakamura san,” ujar Matsuda
Minho senyum dan berterima kasih atas
bantuan Matsuda, yang ternyata menurutnya lebih dari sekedar ibu asuh bagi
Chie... tetapi lebih seperti ibu bagi perempuan itu.
Minho naik ke atas, ke kamarnya dan ketika
dia membuka pintu, dilihatnya Chie sedang asik melukis. Palet dan beberapa
jenis kuas berantakan dilantai, tapi Minho tidak marah padanya. Chie sudah bisa
dan pandai membereskan alat-alat lukisnya jika dia sudah lelah.
Minho menghampirinya,”umm.. melukis
apa??”, dia memeluk isterinya itu dari belakang.
Chie tidak menoleh pada nya walau sedang
dipeluk,”bayi”, jawabnya singkat.
“itu pasti bayi kita ya??,” senyum Minho
padanya, masih memeluknya dan meletakkan dagu nya diatas bahu Chie.
Chie mengangguk saja. Dilihat Minho, dia
melukis seorang bayi yang telanjang memeluk ibunya, dengan ari ari yang
anehnya, tidak terhubung dengan perut, tetapi dengan jantung.
“ini apa, Chie chan?? Kok aneh lukisannya??,”
Minho mencoba mengetes kemampuan nalar isterinya itu. Chie masih asik saja
dengan goresan cat minyaknya, belum memperdulikan apa pertanyaan Minho padanya.
“aku bertanya padamu, Chie chan,” ujar
Minho, dia lalu mencium leher Chie.
“nanti dulu, Minho kun..aku belum
selesai,” jawab Chie spontan
Minho tertawa kecil padanya,”Mian habnida.. gomen nasai,” katanya
dengan bahasa baku standar resmi untuk meminta maaf.
Dia membiarkan Chie melukis, tapi masih
tetap memeluk perempuan itu dengan hangat.
Agak lama, sekitar 30 menit, barulah Chie
menoleh padanya,”ini jantungku”, katanya singkat pada Minho.
Minho melepas pelukannya, lalu setengah
berjongkok melihat lukisan itu.
“Memang jantung bisa merasakan apa??,”
tanya Minho padanya, senyum iseng. Minho memang suka iseng dan bertanya sedikit
filosofis kepada isterinya itu, menguji tingkat kecerdasan emosinya.
“jantung ku merasakan cinta ku untuk bayi
kita..sehingga dia memeluk jantungku,” jawab Chie santai dengan ekspresi biasa
saja.
“lalu.. jantungku bagaimana?? Aku kan juga
mau dipeluk bayi kita,” tanya Minho lagi, masih iseng dengan senyum agak
liciknya. Daridulu yang paling dia suka memang iseng ngerjain Chie sejak
perempuan itu masih jadi pacarnya.
“Jantung Minho kun dengan bayi kita memang
terpisah.. jantung bayi kita disini,” Chie menunjuk pada perutnya sendiri,”
lalu jantung Minho kun disini,” dia lalu menunjuk pada dada Minho, lalu,”tetapi
dia bisa merasakan juga jantungnya Minho kun sebagai ayahnya.. karena aku cinta
Minho kun... cinta sekali... jadi, cinta itu yang menghubungkan jantung Minho
kun dengan bayi kita,” jawab Chie lagi, lalu dia tidak melihat Minho lagi, masih
saja menggores beberapa garis dengan pinggiran kuas.
“umm.. begitu ya??,” tanya Minho.
Chie mengangguk tanpa melihat Minho.
Tak berapa lama,“sudah jadi!,” katanya
teriak kencang, lalu menoleh dan tertawa pada Minho. Tawanya terlalu over tapi Minho memeluk dan memujinya.
“Isteriku benar-benar pintar.. Chie chan o aishiteru,”
“benar kan.. Minho kun.. jantungnya
seperti itu.. bayi kita??,” tanya Chie dalam pelukan Minho.
Minho mengangguk,”Iya.. benar sekali.. dan
aku bangga dengan Chie chan.. Chie chan pasti bisa jadi ibu yang baik.. “, dia
mengelus-elus kepala Chie.
Chie diam saja dipeluk Minho, dia nyaman
sekali, lalu dia bercerita kalau besok dia harus pergi dan minta tolong Minho
mengantarkannya ke acara pameran itu. Minho janji akan mengantarkannya karena
dia libur setelah menggantikan Dokter Inoue rekannya yang bertukar cuti hari
ini.
Minho berjongkok di depannya,”apa sudah
lelah?? Ini sudah malam.. besok jangan sampai kesiangan”, lalu mengelus perut Chie,”nanti
bayi kita lelah loh..dia mengantuk”
Tapi Chie hanya menjawab berbeda,”rasanya
bayi kita ingin bicara dengan aku..dan dengan Minho kun..coba dengar”
Minho hanya senyum saja, dia tahu, bayi 2
bulan 2 minggu belum akan terdengar detak jantungnya, tapi dia mendekat pada
perut Chie dan membuat kepalan tangan seperti terompet untuk mendengar dan
ditempelkan pada perut Chie.
“aku belum dengar loh,” jawab Minho.
“Tapi aku sudah mendengar detak jantungnya,
Minho kun.. Minho kun percaya kan??,” tanya Chie, dia mengelus kepala Minho.
Minho mengangguk saja,”Hai.. shinjite...aku percaya Chie chan
bisa mendengar”
“mungkin dia akan bilang
sesuatu...ya..sesuatu,” kata Chie lagi
“Chie chan makan apa hari ini?? Ini sudah
malam..sebaiknya kita tidur,” kata Minho lalu berdiri, masih mengelus perut
isterinya itu.
Dia paling malas kalau Chie sudah maunya
tidur malam atau bahkan tidak tidur, dia harus tidur sebab Minho tidak bisa
kurang tidur.
“apa Minho kun tadi sudah dengar??,” tanya
Chie lagi. Minho mengangguk.
“aduh..pasti dia akan tanya berulang-ulang
lagi,” ujar hatinya Minho.
Minho lalu menggendongnya ke tempat
tidur,”Nemashou.. ayo kita tidur...
jangan ngobrol terus... aku ngantuk”
Minho berusaha memejamkan matanya sambil
memeluk Chie. Sementara Chie sibuk berbisik pada Minho,”kamu dengar kan, Minho
kun.. jantungnya??”
Minho hanya mengangguk beberapa kali
ketika Chie mengulang pertanyaannya..
“ummm.. ayo tidur, Chie chan... aku
pusing,” keluh Minho dalam mata terpejamnya.
“aku belum selesai, Minho kun,” jawab
Chie, matanya masih sama sekali tidak mengantuk. Sementara Minho sudah teler
akhirnya tertidur juga.
Chie malah iseng,”hihi... Minho kun
tidur...”, dia malah bangun, lalu membuka laci dan dilihatnya ada crayon.
Tak disangka Minho.. ternyata dia
menggambar diatas wajah Minho dengan crayon!
Baru kemudian dia mengantuk dan tertidur,
wajahnya menempel di pipi Minho yang sudah penuh dengan gambar warna warni dari
crayon...
Bersambung ke part 2...