This is me....

Jumat, Oktober 17, 2014

Heal Me, Doc II (Part 1: Berbagi Tugas Rumahtangga.. Chie Chan Akan Jadi Ibu Loh!)



“Chie chan.. ayo bangun.. okiyo,” Minho berusaha membangunkan Chie Nakamura, yang sudah menjadi isterinya, pagi itu. Matahari diluar bersinar cerah sekali, musim semi baru saja tiba. Dua minggu sudah pernikahan mereka berjalan.
Chie masih saja menarik selimutnya, dia malas dibangunkan Minho. Setiap pagi kerjanya muntah saja, dia mengalami morning sickness yang dapat dialami oleh seorang ibu hamil di tiga bulan pertama/trimester.
tsukarete naa.. Minho kun,” Chie mengeluh selalu capek. Minho hanya duduk disamping tempat tidur, sabar menunggu dia membuka matanya.
“kita jalan-jalan pagi,” senyum Minho.
tsukarete naa...,” Chie mengulang terus kata-kata kalau dia merasa selalu capek.
“gawat nih.. masak sih tidur terus?? Nanti anakku bisa malas,” keluh hatinya Minho. Dia lalu membuka jendela rumah berlantai dua itu, berharap Chie tertimpa cahaya matahari dan bangun.
Sinar matahari masuk kamar mereka, Minho sengaja membuka jendela.. tepat mengenai wajah Chie.
“nah..sudah siang loh..sudah jam 6,” kata Minho dengan sabarnya menunggu Chie benar-benar membuka matanya.
Chie masih saja mengeluh dia kecapekan. Minho berjongkok dihadapannya.
nani ka tsukareta?? Nanti anak kita malas loh.. gak bisa bantu Chie chan kerjakan pekerjaan rumah kalau dia besar,” senyum Minho di depannya. Chie benar-benar teler kepusingan.
“kenapa sih..aku pusing,mual dan muntah, Minho kun?? Ini menyiksa sekali,” akhirnya dia membuka matanya dan Minho hanya senyum padanya. Drama queen nya bisa saja mulai lagi. Kalau dia tidak kuat, dia akan menangis tersedu-sedu pada Minho atau ibu asuhnya yang ternyata masih tinggal satu rumah dengan mereka.
“memang suka ada yang begitu, Chie chan.. tandanya, anak kita sayang pada Chie chan sebagai ibunya... itu perkenalan loh,” senyum Minho padanya, dia menarik selimut Chie supaya bangun. Minho lalu menarik tangannya supaya dia duduk.


Chie malah memeluknya,”sebentar lagi aku bisa menangis..perutku mual,”
Minho hanya mengusap-usap punggungnya. Dia memang harus sabar menangani isterinya yang sedang mabuk-mabuknya itu. Itu sebab dia masih membutuhkan Matsuda untuk mengawasi Chie.
“tidak akan mual kalau berjalan pagi loh..percaya deh denganku,” balas Minho dengan sabar.
“ini aku sudah mulai mual,” keluh Chie lagi, dia mulai bersendawa. Minho mencari kotak alumunium khusus untuk muntah yang ditaruh di kamar mandi mereka di dalam kamar.
Benar saja, Chie pun muntah muntah lagi.
“aku tidak kuat, Minho kun,” dia menangis tersedu-sedu, mengulang kata-kata itu terus, menekuk kakinya, lalu memeluk Minho. Tangisannya seperti anak-anak dan menyayat hati. Minho hanya senyum-senyum saja. Dia mengelus-elus rambut panjangnya Chie dengan sabar.
“kenapa bisa parah banget ya?? Aku harus cerita dengan dokter Endo,” keluh hatinya Minho,”setiap kali muntah pasti drama queen.. dilebih-lebihkan.. manja sekali”
“sudah ya..kan cuma sekali kok mualnya,” jawab Minho sabar. Dia lalu menelepon Matsuda yang sedang dibawah dan Matsuda pun naik.

“Nyonya mual lagi??,” tanya Matsuda pada Minho.
Minho mengangguk saja,”tolong bantu aku... aku praktek mendadak jam 8 pagi ini menggantikan dokter Inoue, Ibu”, dia lalu menyerahkan Chie pada Matsuda. Matsuda membantu Chie untuk berdiri.
“Nyonya harus bangun loh.. Tuan Lee mau berangkat.. jadi nanti kita sarapan bersama,” senyum Matsuda pada Chie.
“aku lelah, Ibu asuh.. aku capek..dia buat aku mual terus.. katanya dia anakku,” keluh Chie menangis dengan tersedu-sedu. Berkali-kali lagi dia mengucap hal yang sama. Minho yang sedang berganti baju hanya senyum-senyum saja, berbisik pada Matsuda,”drama queen..biasa”
Matsuda ramah senyum pada Chie, anak yang dia asuh sejak kecil,”ini sebenarnya biasa, Nyonya.. Ibu asuh juga begitu waktu punya anak Sayaka,”
“benar kah?? Lalu..apa ibu asuh juga menangis seperti aku??,” tanya Chie. Dia lalu berdiri malah memeluk Minho yang sedang ganti baju, manjanya kumat lagi.

“aku harus kerja, Chie chan,” kata Minho yang dipeluk, tapi Chie malah menggelitik pinggang Minho. Minho jadi tertawa kegelian.
aigooo... yamete kure yo (stop-red),” tawa Minho. Matsuda senyum saja lihat tingkah anak asuhnya.
“Minho kun..aku ikut Minho kun ya??,” kata Chie manja
dame da (gak boleh-red).. aku harus gantikan dokter Inoue.. mengawasi anak anak terapi,” jawab Minho dengan menatap mata Chie.
“aku mau ikut, Minho kun...aku mau ikut,” dia mulai lagi merengek.
Minho menatap matanya dengan tegas dan tajam,”dame da.. kamu harus bantu ibu asuh untuk membereskan rumah,”
Chie memang ngeper, takut kalau Minho sudah menatapnya dengan tajam dan berkata tegas. Dia tidak akan berani melawan, termasuk tidak lagi suka melempar barang atau memaki atau marah memukul apapun/siapapun. Dia berbalik arah menuju ibu asuhnya dan malah menangis.
“Minho kun jahat ya, ibu asuh..huhuhuhu,” tingkah anak kecilnya kumat lagi. Matsuda memang sabar, dia hanya mengelus elus
“Tuan Lee kan harus kerja, Nyonya.. nanti bagaimana kalau tidak kerja??,” bujuk Matsuda. Dia lalu membujuk Chie turun ke ruang makan. Minho sudah terlebih dahulu disana.

“Chie chan ingat apa kataku ya?? Harus minum vitaminnya.. Chie chan gak bisa minum susu... jadi harus minum vitamin,” kata Minho dengan tegas bicara dan menatap matanya
“iya, Minho kun..aku janji.. kalau aku tidak ingat..aku akan minta tolong Ibu asuh ingatkan,” jawab Chie dengan menunduk, tidak melihat tatapan Minho padanya.
Dia makan sedikit nasi dan natto pagi itu serta sayur. Makannya pelan-pelan sekali.
“sehabis itu..aku minta tolong Ibu ajak dia berjalan-jalan..supaya tidak mual,” kata Minho pada Matsuda. Chie memang harus jalan-jalan pagi supaya sehat, supaya mualnya berkurang dan Matsuda masih harus menemaninya, supaya tidak mendadak pusing karena tekanan darahnya bisa mendadak turun dan terduduk dimana saja.
“susah juga sih... minum susu gak boleh.. tepung tepungan enggak boleh.. kalsium dan vitaminnya dari mana??,” keluh hatinya Minho. Dia melihat Chie yang makan pelan-pelan.
“aku minta tolong Ibu belikan dia susu soy saja.. mohon dicari yang hipo allergenic,” pinta Minho pada Matsuda.
Matsuda lalu menoleh pada Chie,”nanti kita jalan ke supermarket ya, Nyonya”
Chie masih makan dengan menunduk, dia takut pada Minho yang tegas berkata kalau dia harus makan pagi. Pokoknya kalau Minho sudah menatap matanya dengan tegas dan berkata tegas, dia sudah pasti takut pada Minho, menyangka suaminya itu akan memukulnya atau bahkan menyiksanya. Minho kadang suka senyum geli sendiri dengan imajinasi Chie yang berlebihan padanya walaupun dia bilang berkali-kali pada isterinya itu kalau dia tidak akan memukulnya. Dan biasanya, Matsuda juga suka ikut-ikutan senyum-senyum saja.

Minho meminta Chie minum vitamin pagi itu di depan matanya. Chie menurutinya.
“aku pergi dulu ya?? Hati-hati.. jangan loncat loncat ya??,” senyum Minho pada Chie, lalu dia mencium Chie.
Tapi Chie malah minta lebih dari dicium, Minho kelabakan dengan tingkahnya yang mendadak menggesernya ke dinding dengan tenaga kuat, membuka dasi dan kancing kemejanya.
“eehh..aku harus kerja.. dilihat Ibu asuh juga!,” Minho menarik tangan Chie supaya tidak memaksa buka kancing kemejanya.
“gawat deh,” keluh hatinya Minho. Matsuda mencoba melerai mereka.
“aku maunya tidur,” kata Chie berkali-kali.
“gak bisa, Chie chan...aku harus kerja,” suara Minho tegas padanya,”aku pergi dulu”
itterasshai, Minho kun... ki o tsukete (hati hati dijalan-red),” jawab Chie lemas.
Matsuda memang lebih sering senyum melihat tingkah mereka berdua yang kadang berlawanan. Dia merasa sekali Minho banyak berkorban untuk anak asuhnya itu, tetapi Minho hanya bilang “aku cinta Chie”, tanpa banyak bicara lagi.
“Hati hati dijalan, Tuan Lee,” kata Matsuda pada Minho. Minho lalu keluar rumah dan pergi ke RS Eisei.

“ampun deh.. pagi pagi sudah bikin nervous,” kata Minho pada Ken yang ternyata juga sedang gantian jaga dengan dokter lain. Hari minggu biasanya bertukar shift antar dokter dan ternyata Inoue tidak bisa datang sehingga Minho sendiri yang harus turun tangan mengawasi para terapis.
“kenapa??,” tanya Ken dengan senyum lebarnya.
“masak aku mau berangkat kerja dia maksa minta em el,” kata Minho jawab dengan sejujur-jujurnya
Ken terkekeh,”gila..hebat juga ya?? Padahal lagi hamil”
“gak dikasih vitamin salah.. dikasih vitamin over acting,” ujar Minho lagi. Dia sedang memeriksa kartu kartu perkembangan anak-anak yang diterapi,”aku harus konsultasi dengan dokter Endo”
“eh ... ini juga anakku loh..,” kata Ken. Dia melirik pada sebuah kartu pasien anak dengan nama Ryuichi Nobu.
“kasusnya kenapa??,” tanya Minho.
“keracunan casein... sepertinya pembantunya salah kasih makan,” kata Ken.
“ooh... lambat perkembangannya.. ya... tapi masih lumayan deh,” Minho membentangkan kartu mental and behavioral development punya Ryuichi Nobu.
“semakin banyak saja yang seperti ini,” Minho mengecek dan men list kartu Nobu itu, apa-apa saja yang memang benar sudah dilakukan terapis khusus anak itu.

“aku malah takut nanti Chie chan melahirkan anak yang sama,” ujar Ken tanpa basa basi pada Minho.
Minho lalu memberhentikan pemeriksaan kartunya, melihat Ken.
“gak akan kubiarkan,” katanya pada Ken,”ibuku saja bisa punya 3 anak normal”
“dia masih terlalu muda untuk hamil, Minho kun.. 20 tahun kamu sudah hamili dia,” kata Ken
“loh..saranmu juga bukan??,” Minho bertanya balik. Ya, dulu Ken sempat iseng menyarankan lebih baik Minho cepat menghamilinya supaya direstui keluarganya.
“iya sih,” Ken mengangguk, nyengir kuda,”tapi kan cuma iseng”
“iseng kepalamu,” gerutu Minho,”dia tidak terlalu emosi kok.. itu makanya aku masih meminta bantuan Matsuda san merawatnya.. sekaligus masih mengajarnya mengerjakan tugas-tugas rumahtangga. Kami tidak akan selamanya bergantung pada Matsuda san”
“hanya kalau sudah drama queen nya keluar, kadang memang membuatku bete.. bisa menangis seperti rasanya aku pukul dia dengan kayu,”
Ken malah terkekeh-kekeh,”benar-benar seperti anak-anak...dan kamu sabar sekali, Minho kun..setahu aku...dalam hubunganmu dengan yang lain...kamu sangat moody dan tidak sabar”
mou wakaranai (aku juga enggak ngerti-red) kenapa begitu,” balas Minho.

“apa kamu jadi tidak terkena sindrom cinta karena kasihan??,” tanya Ken penasaran.
Minho menatap Ken dengan sedikit aneh,”ah.. masak sih?? Biasa saja”
“ya..aneh saja sih.. kamu apa gak mikir..sebenarnya rekan-rekan disini pada gosipin kamu ketika nekat memutuskan menikah dengan Chie??,” tanya Ken dengan santainya. Posisi duduknya dia ubah dengan menyilangkan kaki dan melepas jas dokternya. Jam kerja mereka sudah mulai longgar.
“memang..siapa saja yang gosipin aku??,” Minho tanya balik.
“nanti kamu marah,” Ken senyum lebar
“gak deh.. kalau kamu gak kasih tahu nama mereka juga gak apa.. gwaenchanh a.. tapi aku mau tahu..apa yang mereka gosipin,” balas Minho. Dia singkirkan semua kartu perkembangan anak-anak ke sisi mejanya.
“mereka pikir kamu bodoh.. berani hidup dengan orang yang menurut kita kan..tidak normal,” balas Ken santai
baka (bodoh-red).. aku tidak pernah anggap Chie chan tidak normal,” balas Minho, emosinya jadi sedikit naik
“kamu dianggap terlalu aneh... padahal kamu ini pintar, ganteng... suster suster disini sebenarnya banyak yang suka kamu..begitu juga dokter-dokter wanita”, kata Ken bersemangat menggosip,”contohnya saja perawat Hisa..dia pernah bilang padaku..dia suka kamu, dokter Lee Minho”

Minho berdiri, lalu tertawa, dia bersandar di dinding, melipat tangannya diperut,”haha.. parah deh.. suka-suka aku suka dengan siapa saja”
“oo.. ternyata Hisa juga pernah suka padaku,”
Ken mengangguk,”ya.. juga Dokter Kawamura”
“Kawamura temanmu itu??,” Minho tanya balik, dia senyum. Ken mengangguk.
“Kawamura..kamu tahu kan?? Kawamura Asa.. dia pintar banget.. dia juga suka kamu,”
Ken lalu menceritakan, siapa saja wanita-wanita yang pernah mengadu padanya kalau mereka suka Minho dan siapa-siapa saja rekan kerja mereka pria yang menggosip kalau Minho sepertinya salah jalan dengan memilih menikah dengan Nakamura Chie.
Minho berlagak bodoh dengan berpura-pura menggaruk kepalanya dan cengengesan.
“wah..aku terkenal di RS Eisei ini,” katanya sambil tertawa.
“Kamu terlalu cuek dengan sekeliling, Minho kun...asal tidak berhubungan dengan pekerjaan, rasanya kamu tidak mau tahu dengan perasaan mereka,” kata Ken.
“bukan begitu...aku memang cenderung tidak bisa dicurhati kecuali mereka datang padaku..daridulu sewaktu kuliah kan juga begitu,” balas Minho,”hanya saja..ternyata aku buat mereka heboh dengan menikahi Chie chan”
Ken tertawa terbahak-bahak. Minho memang tipe koleris daridulu. Minho memang tidak suka terlalu banyak cerita dengan banyak orang apa yang harus dia lakukan, sikap diamnya kadang membuat orang terkesan menilai dirinya kurang ramah, walau dia ramah dalam melayani pasien. Tetapi kalau orang sudah dekat dengannya, Minho bukan tipe yang judes, bahkan bisa saling membantu.
Minho lalu meminta Ken menceritakan apa-apa saja gosip yang sudah menimpa dirinya selama ini. Ken lalu iseng membuat list siapa-siapa saja cewek rekan sejawat yang menurutnya sudah patah hati dengan kejadian Minho menikah dengan Chie.

Minho hanya tertawa begitu Ken memberikan list daftar nama-nama cewek,”banyak sekali sih..yang ternyata patah hati denganku??,”
“bagaimana tidak? Mereka merasa memiliki nilai lebih....sementara kamu memilih berhubungan dengan cewek dengan autistik,” jawab Ken ringan.
Minho masih bersandar di dinding dan dia tertawa,”ya...ya.. aku faham.. pasti mereka pikir aku punya kelainan jiwa”
Ken juga jadi ikutan tertawa,”sepertinya begitu.. kamu cari yang jauh dari sempurna”
“aku tidak pernah merasa sesempurna itu... aku koleris.. tapi sebenarnya aku juga ada sisi phlegmatis yang bisa menerima orang lain apa adanya kok..kalian salah sangka padaku”, balas Minho dengan senyum dinginnya
“itu karena kamu tidak pernah cerita sih..kepada mereka..kamu hanya cerita pekerjaan saja.. mana bisa mereka mengerti hatimu,” ujar Ken, dia berdiri
“aku mau keluar ruangan lagi... kalau ada yang mau dibahas..seperti biasa..kantin atau depan NICU,” Ken menepuk pundak Minho dan Minho mendorongnya keluar ruangannya.
Minho lalu duduk dan dia mengatupkan mulutnya dengan kedua tangannya,”sindrom kasihan?? Apa lagi itu?? Dasar Ken kun!”
Dia malah jadi mikir, baru satu bulan nikah..tapi sudah dituntut macam-macam, terutama oleh ibunya. Sedang dari keluarga Nakamura sendiri tidak ada tuntutan yang berarti.

“kamu ini anak lelaki satu satunya dikeluarga kita, Minho.. Ibu tidak bisa bayangkan kalau nanti keturunanmu menjadi autis atau yang lain,” kata Ibunya ketika Minho mempersiapkan pesta pernikahan dan dia pulang ke Hiroshima.
“okaasan.. aku yakin Chie chan akan baik baik saja nanti..aku berusaha yang terbaik untuk keluarga Lee dan Nakamura,” kata Minho, menunduk hormat pada ibunya. Dia tahu ibunya menderita anxiety disorder yang tinggi, terlalu takut dan khawatir kalau sesuatu buruk terjadi pada anak-anaknya. Itu sebabnya kedua kakaknya, Yuki dan Marisa tidak pernah bisa jauh dari ibunya, kecuali dia.
“ibumu itu terlalu khawatir kalau kamu akan punya keturunan yang gak super...buktinya..keturunan ku sama dia super semua..termasuk kamu,” sindir ayahnya pada ibunya.
Minho hanya senyum saja,”aku faham, Otoosan.. bagaimana khawatirnya Okaasan tentang ini.. terutama ketika melihat Chie chan sepertinya perempuan yang belum bisa ke dapur...aku memahami walaupun okaasan juga pernah mengalami hal yang sama..tetapi okaasan lebih bisa mandiri dari Chie chan”
Minho berusaha meyakinkan ibunya kalau keputusannya mengambil Nakamura Chie sebagai isteri bukan sebuah hal yang gampang. Dia berfikir keras dan berusaha untuk tetap cinta dan menghindari sikapnya selama ini yang selalu mencari kesempurnaan.
“anakmu ini sudah sangat bisa mandiri.. dia tahu apa yang dia lakukan pada dunianya.. jadi walau anak bungsu.. jangan di dikte,” kata ayahnya pada ibunya
Minho menunduk hormat pada mereka berdua,” Aku berani bertanggung jawab dan berusaha keras menjadikan rumahtanggaku damai dan tidak mudah berpisah.. walau Nakamura Chie bukan perempuan sempurna”
“Keluarga Nakamura juga mungkin menganggap kamu aneh,” kata ayahnya Minho
Minho menggeleng,”tidak, otoosan..walau ada juga yang tidak suka aku”
“bagaimana bisa Minho tidak menikahi nya.. sudah hamil..kita bisa apa?? Kamu sangat ceroboh sekali, Minho,” ujar ibunya dengan nada ketus.
Dia ternyata memang mengikuti saran Ken sebelumnya kalau memang mau menikahi cewek itu lebih baik dihamili dulu. Minho termasuk gelap mata menerima saran ini. Awalnya dia sempat merasa menyesal tetapi kemudian segala sesalnya itu dia singkirkan dan mencoba menerima pasangan apa adanya.

“Jadi.. wah.. kamu benar-benar menerima ide nya Ken kun si cowok iseng itu??,” Jerry dari Amerika terbelalak matanya di telepon Minho ketika tahu sahabatnya itu kurang dari satu bulan lagi akan menikah.
Minho hanya tertawa saja dan mengatakan iya. Hal itu dia ambil untuk mempercepat langkahnya.
“wah.. pasti orangtuamu tidak setuju, terutama ibu mu,” kata Jerry lagi,”kamu bisa juga jadi manusia nekat, Minho kun”
“bukannya Mr koleris itu memang dikenal sebagai manusia nekat ya??,” Minho hanya tertawa menanggapi apa yang Jerry katakan,”kalau tidak nekat kan tidak asik, Jerry kun”
“rasanya kamu seperti sedang stress, Minho kun.. apa kamu benar-benar waras mengambil keputusan ini?? Aku pikir kamu akan menunda sampai Chie chan berumur 25 tahun bahkan lebih,” ujar Jerry
“Itu gila sekali.. terlalu lama.. bisa-bisa aku punya anak duluan dari dia, tapi tidak menikah juga,” gerutu Minho, agak sedikit kesal. Lalu dia bercerita bagaimana ibunya ngotot minta perjanjian anaknya harus menjadi anak yang normal.
NANI?? Kureiji.. bagaimana kita tahu kalau nanti anak mu normal atau tidak sedang dia masih dalam kandungan?? Kalian ini.. gila sekali,” Jerry tambah kaget dengan apa yang Minho katakan.
Minho tertawa terbahak-bahak dengan hal itu,”ya .. aku sudah menandatangani kontrak antara aku dan ibuku, soal kesehatan anak kami”
“gila.. kalian gila.. apa isinya??,” Jerry kaget tapi penasaran

“ah.. kalau anak ku dan Chie bermasalah dengan kejiwaannya.. terpaksa diberikan pada yayasan,” jawab Minho dengan datar
Jerry kaget,” Kamu gila, Minho kun.. tidak bisa begitu.. nanti kalau Chie chan tahu.. dia akan semakin marah, stress, depresi dan mungkin akan kembali seperti dulu! Gila.. kalian memang gila!”, malah jadi Jerry yang tidak setuju dan marah.
Minho menggaruk kepalanya,”sepertinya aku sudah salah langkah.. tetapi ini permintaan ibu ku...dan tanpa sepengetahuan keluarga Nakamura”
“Kamu dan ibumu gila, Minho kun.. akan semakin banyak anak di negara ini yang kacau kejiwaannya nanti..,” balas Jerry,”aku tidak setuju.. kalian boleh berbuat itu, tapi nanti akan aku halangi”
Minho jadi tersinggung, kesannya Jerry mencampuri urusan hidupnya, padahal dia hanya ingin cerita,” tidak perlu, Jerry kun.. aku bisa mengatasi masalahku sendiri... dan aku juga tidak akan kalah dengan ibu ku.. dia hanya orang yang khawatir anaknya tidak bisa hidup bahagia”
“Tapi tidak begitu caranya kan, Minho kun?? Bagaimana nanti kalau anakmu benar-benar mengalami disorder? Apa kamu tetap akan memberikan anakmu itu kepada yayasan, membuangnya??!!?? Kalian gila!,” Jerry menjawab dengan suaranya yang tegas dan setengah teriak.
“aku enggak ngerti apa maksud kalian dengan taruhan seperti itu.. rasanya jiwa ku sebagai dokter terlempar begitu saja.. kamu sendiri juga dokter kan? Dimana kamu taruh rasa kemanusiaan mu, Minho kun??,”
Minho kesal dengan ceramah Jerry,”URUSAI, JERRY KUN! I know what i am gonna do!”, dia malah gantian membentak Jerry, sahabatnya itu.
“kamu boleh bertaruh apapun.. tapi tidak sepantasnya bertaruh kondisi psikologis seseorang,” balas Jerry dengan nada sengit.
Minho kesal dengan Jerry dan dia sempat membiarkan sahabatnya itu dengan tidak berkomunikasi dengannya, sebelum akhirnya hubungan persahabatan kembali membaik, dengan sedikit hambar.

Minho pulang setelah tugas tambahannya di RS selesai.
Tadaima..aku pulang,” katanya masuk rumah, langsung disambut dengan Matsuda yang menunduk hormat padanya dan Chie yang mendadak mencium menghampiri. Minho senyum saja pada Chie,” ada berita apa??”
“Hari ini makanku banyak, Minho kun,” kata Chie dengan ekspresi senang.
Minho jadi ikutan senang juga,”oh ya?? Nanti masih mau makan malam denganku kan??”, Minho lalu ke kamarnya di atas dan Chie mengikutinya. Matsuda hanya menutup pintu, lalu melanjutkan tugasnya yang lain.
Chie mengikuti Minho sampai kamar mereka.
“lalu... tugas mengerjakan pekerjaan rumah hari ini apa??,” tanya Minho pada Chie lagi.
“aku hanya bisa mencuci piring,” jawab Chie dengan suara manja.
Minho senyum,tidak memarahinya,”tidak ada piring yang pecah, kan??”
Chie menggeleng,”un.. tidak,Minho kun.. aku juga sudah membantu Ibu asuh supaya aku bisa masak”
Hontou desu ka? Mada hi ga kowakunai?? (tidak takut api lagi?-red)”, tanya Minho keheranan.
Chie mengangguk mantap,”Iie.. aku berani sekarang dengan api!”, katanya dengan wajah semangat
Minho memeluk pinggangnya, menciumnya,”bangga deh..punya isteri Chie chan,” dia memuji Chie supaya Chie bisa tahu kalau itu baik.
“Sekarang aku sudah berani dengan api, Minho kun,” kata Chie.
Minho mengangguk,”iya.. sekarang Chie chan berani”
“aku berani dengan api.. tidak takut lagi dengan api,” lanjut Chie lagi.
Minho cengengesan isterinya mengulang pembicaraan lagi,”aku mengerti... tidak usah diulang-ulang”
Chie lalu meminta Minho melepas pelukannya dan dia menuju meja kecil dekat tempat tidur, membawa 1 set baju tidur, “aku juga sudah diajarkan Ibu asuh.. ini baju Minho kun”. Ternyata dia sudah memilih baju yang malah itu sebaiknya Minho pakai.
Minho yang baru membuka dasinya senyum pada Chie,”arigatou gozaimashita.. sudah dipilihkan.. gomawo!,”
Chie bingung dengan kalimat terakhir,”Go.. ma..wo?? gomawo wa nani??”
Minho menerangkannya dengan senyum,”gomawo wa arigatou to onaji desu yo,kankoku go desu yo,” dengan bahas standard kalau arti Gomawo dan Arigatou sama saja.
“Oh.. jadi bahasa korea ya?? Jadi.. Gomawo ya?? Gomawo.. gomawo..,” Chie malah mengulang-ulang lagi bahasa itu. Minho malah jadi tertawa.
“sudah..sudah.. tidak penting.. aku mandi dulu lalu kita makan.. Chie chan pergi ke bawah ya.. ke Ibu asuh”, pinta Minho. Chie lalu menciumnya, bernyanyi-nyanyi di depan Minho. Minho tertawa, mendorongnya ke luar pintu dan menyuruhnya lekas ke bawah, ke ruang makan.

“Chie chan.. tolong bantu Ibu asuh siapkan makanan,” kata Minho pada Chie, mereka sudah di lantai 1 di ruang makan.
Chie menghampiri Matsuda dan wanita itu meminta tolong pada Chie untuk membawa makanan yang ditaruh diatas meja. Chie melakukannya dengan sangat hati-hati. Minho hanya memperhatikan saja.
“Nyonya sudah bagus melakukannya, Tuan,” senyum Matsuda pada Minho ketika mereka melihat Chie sudah pandai menyusun piring makan, lauk, sayur dan alat makan lainnya.
Minho meminta Chie duduk disebelahnya dan Chie menuruti.
“Hari ini ciumannya agak lama.. hadiah karena Chie chan pintar sekali,” senyum Minho. Lalu dia nekat cium isterinya di depan Matsuda.
Chie tertawa-tawa genit setelah di cium Minho, wajahnya memerah, dia memegang-pegang pipinya sendiri. Matsuda senyum-senyum saja dengan tingkah anak asuhnya itu.
“sekarang.. Nyonya Chie harus melayani Tuan Lee makan,” kata Matsuda memberikan pengarahan,”tolong diperhatikan”
Minho diam saja. Dia membiarkan Matsuda mengarahkan Chie.
Matsuda memberikan pengarahan pada Chie satu persatu, bagaimana dia menaruh nasi dalam mangkuk dan diberikan pada Minho dan untuk dirinya sendiri, lalu bagaimana menuang sayur, memberikan lauk dan tambahannya pada Minho ketika dia melihat lauk,sayur pada bagian Minho sudah habis. Matsuda dengan sabar mengajarinya.
“kenapa Minho kun tidak bisa ambil sendiri??,” katanya pada Matsuda. Minho cuek saja makan, tidak memperdulikan pertanyaan Chie pada Matsuda.

“Ini namanya supaya Nyonya Chie jadi isteri yang baik... Ibu asuh juga dulu lakukan pada suami ibu,” senyum Matsuda.
“apa begitu Minho kun??,” Chie lalu bertanya pada Minho. Minho menghentikan makannya, senyum dan mengangguk.
“Lalu.. apa kalau begitu.. aku bisa jadi isteri Minho kun yang baik??,” tanya dia lagi
“ya.. dan aku akan makin sayang dengan Chie chan,” senyum Minho.
“apa kalau menjadi isteri Minho kun yang baik.. harus memberikan nasi setiap malam??,” tanya dia lagi.
“heeeehhhh.. kumat deh,” keluh hatinya Minho. Dia belum selesai makan.
Matsuda tahu bahwa pertanyaan akan berputar-putar disitu saja, dia langsung memotong dan mengalihkan arah pembicaraan,”Besok akan ibu asuh ajarkan yang lain.. dan Nyonya Chie sebaiknya melakukan ini setiap malam kalau Tuan Lee mengatakan beliau lapar...ingin makan”
“Ya.. aku tahu.. Minho kun akan marah padaku kalau aku mengatakan itu selalu,” kata Chie dengan spontan.
Minho menoleh padanya,”Ini apanya dari dia yang muncul??kenapa dia sudah bisa menebak??,” katanya dalam hati keheranan.
Matsuda malah jadi tertawa kecil,”ah.. Nyonya Chie pintar kok.. Tuan Lee pasti sayang.. iya kan Tuan??”
“iya,” balas dan senyum Minho pada Matsuda.
“sekarang Nyonya makan dulu.. supaya besok tidak mual lagi,” lanjut Matsuda.
Chie berusaha melanjutkan makannya dengan cepat. Dia sudah bisa menggunakan sumpit dan tidak lagi makannya berantakan seperti dua tahun yang lalu ketika bertemu Minho.
Minho lalu bertanya pada Matsuda, apa pesanannya susu soy sudah dibelikan atau belum dan Matsuda bilang kalau Chie sudah minum 3 gelas hari ini. Minho berterima kasih pada Matsuda yang mau membantunya.
“aku mau memberitahu Minho kun.. kalau aku harus minum obat sehabis makan.. iya kan, ibu asuh??,” Chie menyudahi makannya dan dia melihat kotak obat. Dia lalu mengambil plastik yang isinya vitamin dan mineral, ternyata dia sanggup menghafal apa saja vitamin yang harus dia makan. Tidak kesulitan baginya karena dia bisa membaca dan menulis dengan lancar. Minho memujinya ketika Chie meminum vitamin di depannya.

“Hari ini.. berapa kali dia mual dan muntah, Ibu??,” tanya Minho di ruang tengah pada Matsuda. Chie naik ke atas, dia ingin melanjutkan pekerjaannya membuat lukisan, sebab dalam waktu dekat, dia akan menjadi pemimpin untuk pameran lukisan hasil karya orang dengan autistik, dengan menjadi ketua lokal pameran tersebut. Minho sebenarnya masih beruntung memiliki Chie yang masih berada dalam kategori perempuan cerdas dan ber IQ tinggi. Chie mendapatkan beasiswa ke Paris untuk bidang seni lukis dan animasi, sesuatu yang Minho banggakan di depan kedua orangtuanya, terutama ibunya.
“tiga kali, Lee san..  sehabis sarapan pagi dan setelah makan sore tadi,” jawab Matsuda
“masih mengeluh capek??,” tanya Minho lagi. Matsuda mengangguk.
Minho bertanya apa menurut Matsuda, Chie sudah memiliki banyak perubahan atau belum?? Sebab selama waktu di Paris, Matsuda tidak mengajarkannya mengerjakan pekerjaan rumah, karena harus sibuk belajar dan bersosialisasi dan saat sekaranglah saatnya bisa belajar.
“menurut ku..sudah banyak kemajuan, Lee san,” jawab Matsuda kalem.
“aku ditarget untuk menjadikan dia sebagai ibu yang normal,” ujar Minho dengan nada datar. Matsuda tidak kaget dengan hal itu. Bagaimanapun rasanya di negara itu seperti aib jika memiliki anak dengan rentang disorder (gangguan) atau keterbatasan mental.
“saya mengerti perasaan Lee san,” balas Matsuda,”kita memang dikejar waktu”
“sebenarnya..aku tidak ingin membebani Chie chan dengan kehamilannya.. aku juga tidak ingin memiliki anak dengan autistik lagi atau kelainan apapun,” kata Minho.
“aku tahu.. aku tidak bisa membuatnya tertekan, banyak pikiran atau bahkan depresi.. aku tidak ingin anak kami ada di tangan yayasan atau panti asuhan,” lanjutnya lagi. Matsuda salah seorang yang tahu perjanjian antara Ibunya Minho dengan tuannya itu.
“saya yakin.. Lee san pasti bisa mengatasinya.. saya berusaha membantu sebaik mungkin,” jawab Matsuda dengan menunduk hormat pada Minho.
Minho menarik nafasnya,” aku sebenarnya bukan tipe lelaki sadis terlalu banyak menuntut.. tetapi aku jadi terkejar target dengan ingin menjadikan Chie lebih dari yang ia bayangkan,”Minho malah menunduk hormat pada Matsuda,”jadi.. tolong bantu aku, Ibu”
“Lee san tidak perlu sungkan seperti itu,” Matsuda jadi tidak enak hati dengan melihat posisi Minho yang menunduk hormat padanya. Dahulupun, Minho sangat berharap Matsuda ikut membantunya.

“Kenapa Lee san suka dengan anak asuh saya??,” tanya Matsuda, pada suatu malam kepada Minho ketika mereka mengunjungi ibu yang bijak itu di Nara.
Mereka bercakap-cakap dengan menikmati udara musim semi yang cerah kala itu.
Minho menatap wajah Chie yang tertidur dipangkuannya karena kelelahan perjalanan dari Tokyo ke Nara.
“cinta itu tidak bisa didefinisikan dengan perkataan, Matsuda san... aku tidak mengerti kenapa,” balas Minho,”tetapi perempuan ini banyak mengajarkanku arti hidup”
“Pastinya Lee san bukan orang yang sembarangan bukan?? Dan.. akan ada banyak orang, terutama para wanita yang menyukai Anda... mungkin kecewa ketika Lee san memutuskan mencintai perempuan seperti Nakamura san”, kata Matsuda, maaf jika saya salah asumsi,” katanya lagi lalu sedikit menunduk hormat pada Minho.
Minho sama sekali tidak tersinggung dengan maksud pernyataan Matsuda baru saja, dia sadar dia seperti tidak masuk akal menyukai orang dengan rentang psikologi yang menurut orang susah untuk ditaklukkan, seperti tidak berharga dan hanya menyusahkan. Tapi Minho sadar, ada sisi lain yang tidak bisa terbeli dan dinilai dengan apapun pada diri Nakamura Chie, itu sebabnya dia berani mencintai perempuan itu.
“sebuah keputusan yang berani dan sama sekali tidak populer, Lee san.. saya sangat menghargai itu,” ujar Matsuda dengan menunduk hormat pada Minho.
Minho yang masih meletakkan kepala Chie dalam pangkuannya hanya tersenyum pada Matsuda,”ini tidak semudah yang orang lain bayangkan... kalau memang ada pepatah bahwa cinta itu buta.. mungkin aku sedang mengalaminya, Matsuda san... bukan karena rasa kasihan, bukan karena aku menginginkan harta dari Nakamura Kenji karena aku sendiri anak orang kaya dan karirku sudah mulai naik di RS Eisei... tetapi aku tidak bisa menjelaskannya kepada kalian.. kepada mu, kepada keluarga ku di Hiroshima.. entah...”, jawab Minho pada Matsuda, dia selalu mengelus kepala Chie supaya tidak cepat bangun dan tidak terganggu dengan pembicaraan antara dia dan Matsuda ditengah malam itu.

“dulu...saya sempat berfikir.. apakah Nakamura san bisa bertahan hidup dengan cinta atau tidak.. ayahnya dan keluarganya tidak suka dia hidup, tetapi tidak suka juga mereka membunuhnya,” kenang Matsuda
“aku mengerti,” senyum Minho,”ada jutaan manusia diluar sana tidak bersabar dengan kekurangan yang terjadi pada dirinya atau orang sekelilingnya..sehingga mereka merasa malu”
Matsuda senyum dengan perkataan Minho baru saja,”saya tidak menyangka Lee san sehebat ini.. saya bingung ketika Nakamura Kenji memutuskan memecat saya.. lalu apa berarti dia akan merawat juga Nakamura san dengan tangannya sendiri?? Ternyata malah diberikan kepada Kaito san,”
“Banci itu tidak bisa apa-apa dalam merawat dan mengerti perasaan seseorang yang dianggap dengan kelainan,” jawab Minho dengan nada sedikit sombong. Sifatnya sebagai seorang koleris muncul lagi ketika dia melihat sesuatu yang menurutnya tidak beres, suka protes.
Matsuda senyum lagi dengan perkataan Minho baru saja.
“Maaf.. tapi itulah yang aku rasakan,” lanjut Minho lagi,”bagaimana bisa perempuan dengan autistik ditinggal saja sendirian.. walau dalam sebuah apartment mewah.. tentunya dia juga punya perasaan walau mungkin sulit dia ungkapkan.. untungnya, Chie chan bukan orang bodoh, dia berani berjalan sendiri ke Rumah Sakit, tahu dan sadar dirinya sakit dan perlu bantuan.. aku tidak bisa bayangkan dia belajar naik kereta sendiri, naik bus sendiri... apa nanti dia bisa aman? Sedangkan diluar sana banyak terjadi pelecehan seksual.. keberaniannya berjalan sendiri dalam dunia imajinasinya...dalam kesendiriannya membuat aku berfikir...dan..sebenarnya.. itu tidak lepas juga karena didikan Anda sebagai ibu asuhnya, Matsuda san.. aku berterima kasih”
“Nakamura san memang bukan perempuan biasa... sejak awal Nakamura Kenji memberikannya pada saya... saya sudah jatuh cinta dari pertama kali”, senyum Matsuda
“Chie chan memang manis..mungkin itu pula yang aku rasakan ketika aku melihatnya pertama kali di RS,” balas Minho dengan senyum pula pada Matsuda.
“saya akan berusaha membantu Lee san mengenal Nakamura san,” ujar Matsuda
Minho senyum dan berterima kasih atas bantuan Matsuda, yang ternyata menurutnya lebih dari sekedar ibu asuh bagi Chie... tetapi lebih seperti ibu bagi perempuan itu.

Minho naik ke atas, ke kamarnya dan ketika dia membuka pintu, dilihatnya Chie sedang asik melukis. Palet dan beberapa jenis kuas berantakan dilantai, tapi Minho tidak marah padanya. Chie sudah bisa dan pandai membereskan alat-alat lukisnya jika dia sudah lelah.
Minho menghampirinya,”umm.. melukis apa??”, dia memeluk isterinya itu dari belakang.
Chie tidak menoleh pada nya walau sedang dipeluk,”bayi”, jawabnya singkat.
“itu pasti bayi kita ya??,” senyum Minho padanya, masih memeluknya dan meletakkan dagu nya diatas bahu Chie.
Chie mengangguk saja. Dilihat Minho, dia melukis seorang bayi yang telanjang memeluk ibunya, dengan ari ari yang anehnya, tidak terhubung dengan perut, tetapi dengan jantung.
“ini apa, Chie chan?? Kok aneh lukisannya??,” Minho mencoba mengetes kemampuan nalar isterinya itu. Chie masih asik saja dengan goresan cat minyaknya, belum memperdulikan apa pertanyaan Minho padanya.
“aku bertanya padamu, Chie chan,” ujar Minho, dia lalu mencium leher Chie.
“nanti dulu, Minho kun..aku belum selesai,” jawab Chie spontan
Minho tertawa kecil padanya,”Mian habnida.. gomen nasai,” katanya dengan bahasa baku standar resmi untuk meminta maaf.
Dia membiarkan Chie melukis, tapi masih tetap memeluk perempuan itu dengan hangat.
Agak lama, sekitar 30 menit, barulah Chie menoleh padanya,”ini jantungku”, katanya singkat pada Minho.
Minho melepas pelukannya, lalu setengah berjongkok melihat lukisan itu.
“Memang jantung bisa merasakan apa??,” tanya Minho padanya, senyum iseng. Minho memang suka iseng dan bertanya sedikit filosofis kepada isterinya itu, menguji tingkat kecerdasan emosinya.
“jantung ku merasakan cinta ku untuk bayi kita..sehingga dia memeluk jantungku,” jawab Chie santai dengan ekspresi biasa saja.
“lalu.. jantungku bagaimana?? Aku kan juga mau dipeluk bayi kita,” tanya Minho lagi, masih iseng dengan senyum agak liciknya. Daridulu yang paling dia suka memang iseng ngerjain Chie sejak perempuan itu masih jadi pacarnya.
“Jantung Minho kun dengan bayi kita memang terpisah.. jantung bayi kita disini,” Chie menunjuk pada perutnya sendiri,” lalu jantung Minho kun disini,” dia lalu menunjuk pada dada Minho, lalu,”tetapi dia bisa merasakan juga jantungnya Minho kun sebagai ayahnya.. karena aku cinta Minho kun... cinta sekali... jadi, cinta itu yang menghubungkan jantung Minho kun dengan bayi kita,” jawab Chie lagi, lalu dia tidak melihat Minho lagi, masih saja menggores beberapa garis dengan pinggiran kuas.
“umm.. begitu ya??,” tanya Minho.
Chie mengangguk tanpa melihat Minho.
Tak berapa lama,“sudah jadi!,” katanya teriak kencang, lalu menoleh dan tertawa pada Minho. Tawanya terlalu over tapi Minho memeluk dan memujinya.
“Isteriku benar-benar pintar.. Chie chan o aishiteru,”
“benar kan.. Minho kun.. jantungnya seperti itu.. bayi kita??,” tanya Chie dalam pelukan Minho.
Minho mengangguk,”Iya.. benar sekali.. dan aku bangga dengan Chie chan.. Chie chan pasti bisa jadi ibu yang baik.. “, dia mengelus-elus kepala Chie.
Chie diam saja dipeluk Minho, dia nyaman sekali, lalu dia bercerita kalau besok dia harus pergi dan minta tolong Minho mengantarkannya ke acara pameran itu. Minho janji akan mengantarkannya karena dia libur setelah menggantikan Dokter Inoue rekannya yang bertukar cuti hari ini.

Minho berjongkok di depannya,”apa sudah lelah?? Ini sudah malam.. besok jangan sampai kesiangan”, lalu mengelus perut Chie,”nanti bayi kita lelah loh..dia mengantuk”
Tapi Chie hanya menjawab berbeda,”rasanya bayi kita ingin bicara dengan aku..dan dengan Minho kun..coba dengar”
Minho hanya senyum saja, dia tahu, bayi 2 bulan 2 minggu belum akan terdengar detak jantungnya, tapi dia mendekat pada perut Chie dan membuat kepalan tangan seperti terompet untuk mendengar dan ditempelkan pada perut Chie.
“aku belum dengar loh,” jawab Minho.
“Tapi aku sudah mendengar detak jantungnya, Minho kun.. Minho kun percaya kan??,” tanya Chie, dia mengelus kepala Minho.
Minho mengangguk saja,”Hai.. shinjite...aku percaya Chie chan bisa mendengar”
“mungkin dia akan bilang sesuatu...ya..sesuatu,” kata Chie lagi
“Chie chan makan apa hari ini?? Ini sudah malam..sebaiknya kita tidur,” kata Minho lalu berdiri, masih mengelus perut isterinya itu.
Dia paling malas kalau Chie sudah maunya tidur malam atau bahkan tidak tidur, dia harus tidur sebab Minho tidak bisa kurang tidur.
“apa Minho kun tadi sudah dengar??,” tanya Chie lagi. Minho mengangguk.
“aduh..pasti dia akan tanya berulang-ulang lagi,” ujar hatinya Minho.
Minho lalu menggendongnya ke tempat tidur,”Nemashou.. ayo kita tidur... jangan ngobrol terus... aku ngantuk”
Minho berusaha memejamkan matanya sambil memeluk Chie. Sementara Chie sibuk berbisik pada Minho,”kamu dengar kan, Minho kun.. jantungnya??”
Minho hanya mengangguk beberapa kali ketika Chie mengulang pertanyaannya..
“ummm.. ayo tidur, Chie chan... aku pusing,” keluh Minho dalam mata terpejamnya.
“aku belum selesai, Minho kun,” jawab Chie, matanya masih sama sekali tidak mengantuk. Sementara Minho sudah teler akhirnya tertidur juga.
Chie malah iseng,”hihi... Minho kun tidur...”, dia malah bangun, lalu membuka laci dan dilihatnya ada crayon.
Tak disangka Minho.. ternyata dia menggambar diatas wajah Minho dengan crayon!
Baru kemudian dia mengantuk dan tertidur, wajahnya menempel di pipi Minho yang sudah penuh dengan gambar warna warni dari crayon...

Bersambung ke part 2...