Cerita ini cuma iseng saja, jangan dimasukin ke hati.. kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..
Aiko masih tidak habis pikir dengan
perkataan Minho kemarin malam tentang perpisahan. Pikirannya antara berat
karena harus terbagi dengan kuliah, tapi juga sedih dengan apa yang telah Minho
katakan: berpisah.
Walau mereka tetap kuliah di semester
yang baru itu, rasanya hampa. Minho
tetap ceria pagi-pagi sekali dengan semester barunya. Dia makan pagi dengan
lahap lalu kemudian mereka tetap pergi bersama. Tetapi hal itu jadi pikiran
Aiko:”benarkah itu semua karena dirinya tidak dewasa.. sehingga Minho
memutuskan akan tidak bersamanya dalam sementara waktu??”
Dia curhat lagi dengan Myo, teman satu jurusannya.
Myo kaget mendengar hal itu
“Apa Minho kun itu sudah gila.. dia bicara
soal perpisahan?? Yang ku khawatirkan kan.. pasti anak kalian.. iya kan??,”
tanya Myo
Aiko menghela nafasnya,”iya.. begitulah..
aku juga bingung, Myo chan”
Myo malah ikutan gusar juga,”aduh.. yang
seperti ini enggak bisa dibiarkan loh.. bagaimana kalau nanti dia memang ingin
pisah sama kamu??”
Dua-duanya sama-sama galau. Yang satu
galau takut Minho pergi, yang satu galau takut temannya mendapatkan nasib yang
buruk berpisah dengan pasangannya
“Apa kamu sudah bicara dengan
orangtuamu??,” tanya Myo
“Belum,” geleng Aiko,”dan pasti mereka
akan kecewa kalau aku ceritakan apa yang akan terjadi,”
“aduh.. aku gak sangka.. Minho-kun itu
bisa sampai merencanakan seperti ini,” kata Myo.
“Aku tidak tahu harus bicara apa,”
Myo mengelus punggung temannya itu dengan
lembut,” aku yakin.. pasti bisa diselesaikan.. mungkin kalian memang butuh
waktu untuk perenungan,”
Aiko berusaha kuliah seperti biasa. Dia
juga tidak ingin nilai-nilainya turun. Pulang ke rumah susun mereka hari itu,
Minho juga diam saja. Tampaknya mereka berdua sama-sama berfikir.
“Anata..
aku ingin bicara,” kata Aiko pada Minho di kamar kerjanya.
“tapi aku lagi sibuk, Aiko-chan,” jawab
Minho cepat, dia sedang mengerjakan tugas kuliahnya sambil mengerjakan edit
komik Tachibana.
Aiko hanya termenung saja di tempat tidur,
sebelah tempat Minho mengerjakan tugasnya. Minho cuek saja, akhirnya dia pun
berlalu dan mengerjakan tugasnya sendiri di ruang depan.
“kenapa aku makin sedih saja sih?? Rasanya
aku tidak kuat dan mau pulang saja ke rumah,” keluh Aiko sambil mengerjakan
tugasnya.
“Minho.. nampyeon..sudah mau makan lagi??,” dia mencari alasan supaya bisa
ngobrol dengan Minho, dengan menawarkan makan malam.
“Nanti saja!,” teriak Minho dari dalam
ruangan tugasnya
Aiko cemberut, dia benar-benar kesal
dengan tingkah Minho yang nyuekin dia, tapi dia juga tetap kerjakan tugasnya.
Sampai larut malam, Minho baru keluar
kamar, dia lalu duduk di ruang depan dan memanjangkan kakinya. Tapi dia temukan
malah Aiko ketiduran, wajahnya diatas meja rendah.
“Aku lapar mau makan.. kamu malah
ketiduran,” kata Minho datar. Dia tidak ingin membangunkan Aiko, lantas pergi
saja ke dapur kecil, mengambil makanan.
Suara gelas yang ditaruh Minho diatas meja
rendah ternyata terdengar Aiko, lalu dia bangun pelan-pelan.
“aaah.. mau makan ya? Tunggu sebentar,”
dia memaksa dirinya cepat berdiri, padahal perutnya sudah semakin besar.
“eh, Jangan..,” cegah Minho menarik
tangannya,”aku sudah hampir selesai makan.. kamu ketiduran sih,” katanya cuek
tapi pasang wajah cemberut.
“gomen,”
balas Aiko singkat
“gak apa.. duduk saja disitu..atau tidur
saja dikamar,” balas Minho
“aku ingin bicara sesuatu,” kata Aiko
Minho seperti mengelak, dia hanya
menjawab,”nanti saja setelah aku selesai makan”
Aiko rasanya malas mendengar kata “nanti”
dan “nanti saja”, dia pun masuk ke kamar dan cuek tidur duluan.
Paginya, mereka berangkat seperti biasa..
dan siangnya berkumpul di markas mereka..
“sakitnya Ichi kun semakin parah,” kata
Makoto
“sore ini kita pergi ke rumah sakit,
jenguk dia,” balas Minho.
“kemana pacar-pacar kalian??,” tanya Minho
lagi pada Makoto dan Ken.
Mereka menjawab kalau pacar mereka masih
sibuk kuliah di semester baru ini
“loh.. isterimu sendiri kemana.. gak
diajak??,” Ken tanya balik.
“Lagi bosan,” balas Minho
Mata Ken dan Makoto melotot,”what?? Bosan?? Apaan tuh??”
“ya bosan aja.. lama-lama melelahkan
banget yang seperti ini deh,” Minho menopang dagunya.
Makoto bergumam,” ummm.. gimana caranya
tuh bisa bosan?? Lama-lama bisa bubar tuh rumahtangga”
“habisnya.. Aiko chan manja.. sedang aku
harus kerja dan kuliah,” keluh Minho masih menopang dagunya
“salah siapa sih awalnya?? Coba kalau
kalian gak gampang memutuskan sesuatu.. sekarang begini deh,” kata Ken
Makoto mengangguk, lalu,”Kita pikirin dulu
aja sakitnya Ichi kun.. nanti sore kita harus jenguk dia”
“Apa.. racun karena narkoba nya masih
tinggi??,” tanya Minho
Makoto mengangguk,”tapi sepertinya lebih
dari itu”
“sudah satu bulan Ichi kun enggak kuliah,”
kata Minho,”biasanya dia ceria sekali dan banyak temen cewek dekati dia”
“bisa-bisa dia diberhentikan kalau
begini,” lanjutnya lagi
“Tunda dulu pikiranmu pada Aiko chan..
kita harus kasih semangat untuk Ichi kun,” kata Ken.
Minho, Ken, Makoto, Rin, Sakura lalu
menjemput Aiko dikampusnya. Myo jadi terlihat agak kaku ketika dia bertemu
Minho. Sementara justru Ken dan Makoto yang melihat Minho kaku dengan Aiko.
Ken menyikut pinggang Makoto,” lihat deh
tingkah Minho-kun sama pasangannya sendiri.. kayak orang bete”, bisiknya pelan
Makoto mengangguk saja. Dia tidak mau
urusan soal begini di depan banyak orang, biasanya Makoto memang lebih suka
membahas apapun diruang tertutup, walau dalam pertemanan sekalipun.
“kita harus ke rumahsakit, jenguk Ichi
kun.. supaya bisa menghibur dia,” kata Minho pada Aiko
Myo memandang Minho, dia sebenarnya ingin
sekali bicara pada cowok itu soal hati teman karibnya.
“Aiko chan jangan terlalu capek pikiran
ya,” Myo menasehati Aiko dengan nada sebenarnya menyindir Minho.
Minho tersindir dengan perkataan Myo, dia
tidak bicara, tapi wajahnya kelihatan sedikit berubah: agak cemberut pada cewek
itu. Myo cuek saja, dia pikir, tidak ada salahnya membela sahabat karibnya itu,
karena memang baginya, tidak pantas kalau sudah menikah, sama sekali tidak
memanjakan pasangan. Terlebih lagi, sahabat karibnya itu sedang mengandung.
“Aiko-chan..nanti kalau capek..bilang saja
sama Minho-kun.. jangan dipendam-pendam,” sindir Myo lagi, suaranya
dilembutkan, tapi aslinya menyindir. Sebab tadi Aiko bercerita kalau Minho sama
sekali tidak perduli padanya soal pembicaraan perpisahan sementara, hal yang
dia tidak ingin.
Minho merasa tersindir tapi tidak mau
ribut, dia hanya menarik tangan Aiko,” ayo jalan.. jangan sampai Ichi-kun
menunggu kita,”
Myo senyum saja lihat tingkah Minho.
Sifatnya memang suka menyindir dan lebih berani kalau ada yang tidak beres. Myo
hanya melambaikan tangannya pada mereka semua dengan manis ketika mereka pergi.
“bye bye, Aiko-chan... titip salamku pada
Ichi-kun,” kata Myo. Sementara Minho diam saja, tidak menoleh pada Myo, masih
menarik tangan pasangannya itu.
Di rumah sakit...
Ruangan rumah sakit itu berwarna cream,
ukuran 5x5 m2 , dengan tatanan yang rapi dan hanya Ichirou sendirian
disana. Di pojok ruangan ada meja kecil dengan kanan kiri kursi, dapat
memandang langsung keluar yang penuh dengan beberapa gedung tinggi dan juga
pepohonan tua. Ichirou sudah sekitar 3 minggu berada di rumah sakit, karena
kanker getah beningnya. Dia harus menjalani kemoterapi dan menginap disana
untuk perkembangan pengurangan sakitnya. Setiap hari, walau terkadang setiap
pagi dia diajak keluar oleh suster untuk sekedar mengambil udara segar, tetap
dirinya merasa kesepian karena tidak sering bertemu dengan para sahabat
karibnya, Minho dan kawan-kawan.
Tapi hari itu, tanpa dia ketahui, Minho
dan kawan-kawannya pelan-pelan menyelinap masuk ke ruangannya yang dibatasi
tirai antara pintu dengan kamar tidurnya. Mereka ingin memberikan kejutan
kepada temannya itu.
“TARAAA!!! ICHI-KUN.. KAMI DATANG!!,” teriak
Minho dari balik pintu dan langsung berlari ke tirai dan membukanya. Dia
berwajah ceria sekali bertemu sahabat karibnya itu.
Ichirou kaget, tapi senang melihat
kedatangan mereka.
“Yo!,” ujar Ken dan Makoto secara
bersamaan dengan senyum manis mereka.
“Hallo ichi kun.. maaf ya.. kami terlambat
jenguk kamu,” ujar Aiko. Disana juga ada Rin dan Sakura. Mereka semua senyum
dengan cowok yang sedang sakit itu.
Mata Ichirou mendadak jadi agak segar dan
cerah ketika kedatangan teman-temannya.
“Kalian kemana saja? Aku sakit tidak ada
yang jenguk... jahatnya,” keluh Ichirou.
Minho yang memang pemimpin geng mereka
hanya bisa cengengesan,” Gomen..gomen..
kami sibuk kemarin itu.. eh..ini ada oleh-oleh dari aku... ingat kan? Aku
sempat bilang ingin pulang ke Seoul.. ini,”
Minho lalu meminta Aiko memberikan
bungkusan pada Ichirou.
“Ayo buka,” kata Minho lagi
“whoah.. arigatou.. ,” jawab Ichirou dengan mata berbinar. Dia menerima
bungkusan itu.
“Kamu enggak cerita pada kita.. kenapa
sakitmu, Ichi-kun... dasar,” kata Minho. lalu dia minta maaf karena waktu itu
memang sedang liburan pulang ke rumah orangtuanya dan kuliah memang sudah mulai
lagi.
“Tapi.. kamu sekarang sudah lebih baik
kan??,” tanya Ken.
Ichirou mengangguk, padahal aslinya, dia
berbohong pada mereka. Kankernya sudah memasuki tahap IV, yang sebenarnya
tahapan akhir. Tapi, dia tetap berwajah ceria, seperti Ichirou yang biasanya
ketika bersama.
Mereka tertawa-tawa bersama. Minho
bercerita apa yang dia kunjungi bersama Aiko di Korea.
“Kalau sudah sembuh.. kamu harus ke
rumahku, Ichi-kun! Aku sering cerita pada kedua orangtuaku tentang kamu,” kata
Minho, menepuk pundak Ichirou
Ichirou menjawab dengan nada cerianya,”Mochiron (tentu saja), Minho-kun..
lagipula.. pasti kan ada jaminan.. jadi enggak perlu repot-repot.. iya kan,
Aiko-chan??”
Aiko mengangguk,” senangnya.. kamu
benar-benar sepertinya sudah kembali sehat, Ichi-kun.. jangan disini terus...
kita kuliah lagi sama-sama.. ruangan sekarang kosong tidak ada kamu”
“jadi.. kalian beneran cinta aku ya??,”
tanya Ichirou tiba-tiba
Semuanya mengenyitkan dahi, bingung dengan
apa yang ditanya Ichirou baru saja. Tapi Ken malah bercanda,”Ah.. tapi aku
tidak mungkin cinta kamu, Ichi-kun.. aku bukan homo, hahaha!”
Minho dan Makoto tertawa keras.
“Ingat enggak sih.. kalau kita pernah
ngerjain Minho-kun dihari ulangtahunnya? Hahaha!,” canda Makoto
Memang, selama 1 minggu Minho dikerjain
mereka habis-habisan, sampai Minho berfikir, kalau Ichirou itu dan Tachibana
sang komikus sama-sama homo dan Minho stress saat itu karena dia merasa akan
dimangsa mereka. Mereka tertawa-tawa lagi mengingat itu, sampai Minho cemberut.
“aku enggak nyangka kalau Minho kun takut
sekali hahahaha!,” tawa keras Ken menggema sampai ruangan itu terkesan penuh.
Minho langsung cemberut, dia memang tidak
suka kalau ada orang lain bercanda mempermalukannya di depan yang lain. Tapi
karena mereka adalah sahabat karibnya, dia hanya bisa cemberut saja tanpa
membela diri. Mereka terus ngobrol-ngobrol, tertawa lepas. Aiko memandang
Ichirou, teman karibnya saat mulai SMP itu dengan wajah anehnya. Dia merasa,
Ichirou akan meninggalkan mereka tidak lama lagi. Dari tawa Ichirou yang walau
menurut mereka ceria, seperti ada tawa perpisahan di dalamnya. Mata Ichirou
tetaplah sayu dan lelah. Mereka terus saja bercanda dan tertawa terus sampai
jam besuk hampir selesai.
Aiko berbisik pada Minho sebentar, kalau
dia minta ijin untuk agak lama di kamar besuk itu, ingin bicara sedikit lebih
lama dengan Ichirou soal kesehatan teman mereka itu. Minho tidak melarangnya,
dia dan yang lain akan tunggu diluar.
“Kami pulang dulu, Ichi-kun.. tapi
Aiko-chan masih ingin bicara denganmu,” kata Minho.
“Kalian harus kangen aku ya,” canda
Ichirou
“Homo lagi,” canda Ken dengan tertawanya.
Ichirou jadi tertawa keras juga, disusul yang lain.
“Tachibana-san juga sudah kesini sebelum
kalian,” ujar Ichirou, dia lalu menunjukkan komik yang sebenarnya di edit
Minho.
Minho bilang kalau dia akhirnya bekerja
lagi dengan Tachibana, karena kontrak kerjanya sebagai model dengan sebuah
perusahaan sudah ingin selesai. Mereka lalu pamit keluar kamar itu dan Aiko
tetap tinggal.
Aiko duduk disamping Ichirou, dia senyum
pada temannya itu.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Ichi-kun??
Aku berfikir cemas tentang kabarmu,”
Ichirou diam sejenak, matanya berubah jadi
sedih dan menerawang. Tanpa diduga dirinya, Aiko menggenggam tangannya.
“Ceritakan saja, Ichi-kun.. aku minta maaf
kalau terlalu tidak memperdulikan dirimu sebagai teman.. kamu teman baikku..
tapi..rasanya aku belum jadi teman yang baik untukmu,”
Ichirou tetap diam.. tapi ternyata..dia
menangis!
Aiko pun akhirnya memeluknya.. tanpa
disangka mereka, Minho mengintip dari kaca kecil pintu. Dirinya yang tinggi
tidak susah melakukan itu. Dia memperhatikan saja kejadian itu. Makoto akhirnya
penasaran, berjingkat, kemudian diikuti Ken. Minho memberikan isyarat, menyuruh
mereka tidak bicara.
Aiko mengelus pundak Ichirou yang
menangis.. dia pun jadi ikut sedih..sebab, dia tahu sebenarnya apa yang
terjadi.. dengan sisa umur Ichirou temannya itu yang tidak lama lagi.
“Kalian.. masih tetap jadi temanku,
kan??,”
Aiko senyum setelah Ichirou berkata itu,
mengangguk pasti,” mochiron.. atashi
tachi wa anta no besuto furendo, Ichi kun (tentu saja..kami best friend mu),”
Minho, Makoto dan Ken berusaha menangkap
alur pembicaraan mereka berdua. Minho mencoba untuk tidak marah ketika Ichirou
malah memeluk Aiko.
“Ada apa dengan Ichi-kun?,” bisik Ken.
Minho hanya menyuruhnya untuk tidak bicara
dulu, dengan menggerakkan jari telunjuknya.
“Sudah lama aku cinta kamu, Aiko-chan...
kenapa Minho-kun yang mendapatkanmu??,”
Aiko diam...dalam hatinya, dia tidak ingin
membuat Ichirou sedih..apapun yang membuat dirinya sedih, akan semakin menambah
sakitnya.
“kotaete
kure, Aiko-chan (tolong jawab),”
Aiko masih terdiam, dia bingung ingin
menjawab apa..lagipula, baginya..sama sekali dia hanya menganggap Ichirou teman
yang baik, sama-sama saling mendukung dan saling berbagi.
“Jika ada cinta.. hanya sebatas teman,
Ichi-kun.. dan.. itu semua hanya pertemanan.. aku berterima kasih Ichi-kun baik
sekali padaku,” jawab Aiko dengan lembut
Mereka berdua diam.. Minho, Ken dan Makoto
masih mengintip.
“apa.. Ichi-kun menyampaikan perasaan
cintanya pada Aiko-chan??,” tanya hatinya Minho
“Kalau aku mati.. aku ingin selalu tetap
menyimpan kenangan dengan kalian,” kata Ichirou lagi
Aiko melepas pelukan Ichirou darinya,”sonna no iwanai de kudasai (jangan
bicara begitu), Ichi-kun.. kamu akan kembali sehat,” balas Aiko dengan wajah
khawatir.
Ichirou malah senyum,”serasa waktuku tidak
akan lama lagi, Aiko-chan..”
“Ichi-kun.. tolong jangan bicara begitu,”
mata Aiko jadi berlinang, dia sedih kalau itu akan benar terjadi.. memang dia
mempelajari tentang kanker, tetapi dia tidak ingin itu terjadi pada sahabat
terbaiknya selama ini.
“kamu akan tetap ingat aku, kan??,” pinta
Ichirou
Aiko mengangguk..
“Tapi..jangan bicara begitu, Ichi-kun..
kamu harus tetap semangat,”
Ichirou lalu berbaring,”pergilah, Aiko-chan..
jaga Minho-kun baik-baik..”, dia memalingkan badannya dari Aiko.
Aiko diam, air matanya menetes, dalam
hatinya dia berdoa, semoga Ichirou dapat melalui ini semua dengan kuat dan
kembali sehat.
“pergilah, Aiko-chan..waktu besuk sudah
habis,” kata Ichirou, masih memalingkan badannya.
“aku minta maaf padamu, Ichi-kun...,” kata
Aiko dengan terbata-bata
“aku maafkan.. aku ingin tidur.. sebentar
lagi suster akan datang,” jawab Ichirou
Aiko menunduk hormat pada temannya
itu..lalu dia keluar dari ruangan inap Ichirou..
Minho, Ken, Makoto, Rin dan Sakura sudah
terlebih dahulu duduk kursi di ruang tunggu, supaya Aiko tidak curiga dengan
mereka. Minho sangat sensitif dengan hal ini.. apa yang sebenarnya disampaikan
Ichirou pada isterinya itu.. dan apa yang dibicarakan mereka?? Mereka lalu
pulang, Aiko hanya diam saja dan yang lain tidak ingin bertanya.
Di rumah susun mereka...
Minho dan Aiko pulang dengan masing-masing
lagi-lagi saling diam. Aiko membuka pembicaraan dengan mengajak Minho makan. Minho
hanya mengiyakan saja. Tampaknya perang dingin bisa mulai lagi.
Di depan meja rendah itu, sudah tersedia 3
jenis makanan dan lauk dengan nasi dan juga minuman. Minho makan dengan santai,
menyuap makanannya dengan ekspresi biasa saja, bahkan datar.
“Apa sayur asparagusnya enak?? Aku beli
kemarin di swalayan baru.. makanya lebih murah,” basa basi Aiko pada Minho
Minho mengangguk saja mengiyakan. Lalu dia
tetap konsentrasi makan. Ketika selesai, akhirnya dia membuka suaranya juga.
“Apa yang kamu bicarakan dengan
Ichi-kun??,” tanya Minho serius
“aku kasihan dengan Ichi-kun.. ,” jawab
Aiko, pelan
Tapi Minho rasanya terlalu cemburu, dia malah
bilang,” kenapa dia peluk kamu??”
Aiko kaget, kenapa mendadak Minho berkata
begitu, padahal mereka sudah keluar ruangan.
“kenapa kamu tahu, Minho nampyeon??,”
Minho diam.
“apa kamu mengintip?,”
Minho masih diam lagi.
“apa begitu?,” Aiko benar-benar ingin tahu
jawabannya.
Minho lalu berdiri dan marah,” apa kamu
pantas.. pelukan dengan dia? Mau aku mengintip atau tidak.. sama sekali kamu
tidak punya perasaan! Ichi-kun memang temanku dan aku ingin kamu dekat
dengannya... tapi tidak dengan pelukan! Dan.. Ichi-kun bilang kalau dia cinta
kamu kan??”
Aiko ikutan berdiri dengan agak susah
payah,”Aku.. ,” katanya ingin menjelaskan, tetapi Minho sudah terlanjur
memotong perkataannya.
“Aku apa?? Katakan saja kalau kamu memang
menyesal menikah denganku.. makanya kamu mau saja dipeluk dia dan membiarkan
dia bilang cinta kamu!”
“Aku tidak ingin menyakitinya, Minho
nampyeon.. hidupnya tidak lama lagi.. dia.. penyakitnya sudah parah.. “
Minho masih berawajah murung, diam dan
marah.
“percaya padaku, Nampyeon... Ichi-kun itu.. kankernya sudah tahapan empat.. akhir.. apa
kita enggak lihat matanya waktu tadi kita ngobrol dengan dia? Matanya sudah
sangat lelah.. mata itu benar-benar penuh kesakitan..,” Aiko mencoba meyakinkan
Minho dengan menatap mata pasangannya itu, walau harus menegadahkan kepalanya karena
tingginya cowok itu.
Minho kesal, dia tidak bisa mengomel, tapi
juga tidak ingin membanting barang. Baginya, dia sudah janji untuk belajar
mengontrol dirinya, tapi cemburunya sangat besar. Dia memang sudah merasa dari
awal kalau Ichirou cinta dengan pasangannya itu. tetapi.. kenapa dia harus
melihat cowok itu menyatakan cinta pada orang yang dia nikahi??
“aku mohon, Nampyeon..aku hanya menghiburnya dan aku katakan..aku hanya
temannya saja, tidak lebih.. “
Minho diam.. perasaannya, emosinya campur
aduk. Kepalanya pusing...
Aiko masih meneruskan perkataannya,” Jika
memang Ichi-kun tidak bisa lama lagi di dunia ini.. aku hanya ingin jadi teman
baiknya”
“Kamu suka padanya kan?,” tanya Minho.
Aseli, dia masih sangat kecil, pencemburu, emosi. Aiko menggeleng berkali-kali
padanya, mengatakan kalau dia sama sekali tidak cinta. Ichirou yang dia kenal
sedari SMP memang orang yang selalu mendukungnya dan sampai terakhir pun.. dia
akan tetap hanya mendukung dirinya.
“Aku hanya ingin menjadi teman baiknya
sampai akhir hidupnya... yang tidak akan lama lagi.. aku memikirkan hal itu,
Nampyeon,” kata Aiko menurunkan intonasi suaranya, agar tidak terkesan
menggurui atau bahkan melawan Minho.
“kita hanya bisa menunggu,
Nampyeon..sampai berapa lama Ichi-kun bertahan.. ,”
“kamu harus percaya padaku, Nampyeon...aku
sama sekali tidak cinta dengannya... aku tidak ingin ada pengkhianatan disisi
siapapun”
Aiko duduk lagi, kepalanya pusing Minho
seperti tidak mempercayainya. Minho lalu hanya masuk kamar, diam saja, tanpa
bicara sepatah katapun.
Aiko menunduk, dia menangis. Rasanya dia
sudah tidak kuat dan tidak dapat bertahan dengan sikap keegoisan dan
kekanak-kanakannya Minho. Dia lalu mengambil handphone nya dari lemari buku.
Dia meng-sms Kumiko, kakaknya.
“aku sebaiknya pulang saja malam ini, sama
sekali sudah tidak tahu..aku harus bagaimana lagi, Kumiko-ane”
Kumiko bersikeras adiknya itu tetap
dirumah sampai besok. Tapi Aiko tetap nekad.. akhirnya dia benar-benar pergi ke
rumahnya.. yang jaraknya sekitar 160km dari situ.. dengan sebuah taxi..
Minho tetap diam saja di dalam kamar, sama
sekali dia tidak tahu kalau Aiko pergi. Dia pusing juga dengan pikirannya
sendiri.
“kenapa sih?? Kenapa harus ribut terus??
Aku ini malas ribut, Aiko-chan.. aku tidak ingin sakit hati padamu.. aku sudah
cukup berusaha kendalikan emosi dan ego ku.. apa kurang cukup??”
Bersambung ke part 31...