This is me....

Kamis, Desember 25, 2014

Pernikahan ½ (Part 30: Aku Menyesal Menikah Denganmu...)

Cerita ini cuma iseng saja, jangan dimasukin ke hati.. kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..

Aiko masih tidak habis pikir dengan perkataan Minho kemarin malam tentang perpisahan. Pikirannya antara berat karena harus terbagi dengan kuliah, tapi juga sedih dengan apa yang telah Minho katakan: berpisah.
Walau mereka tetap kuliah di semester yang  baru itu, rasanya hampa. Minho tetap ceria pagi-pagi sekali dengan semester barunya. Dia makan pagi dengan lahap lalu kemudian mereka tetap pergi bersama. Tetapi hal itu jadi pikiran Aiko:”benarkah itu semua karena dirinya tidak dewasa.. sehingga Minho memutuskan akan tidak bersamanya dalam sementara waktu??”
Dia curhat lagi dengan Myo, teman satu jurusannya. Myo kaget mendengar hal itu
“Apa Minho kun itu sudah gila.. dia bicara soal perpisahan?? Yang ku khawatirkan kan.. pasti anak kalian.. iya kan??,” tanya Myo
Aiko menghela nafasnya,”iya.. begitulah.. aku juga bingung, Myo chan”
Myo malah ikutan gusar juga,”aduh.. yang seperti ini enggak bisa dibiarkan loh.. bagaimana kalau nanti dia memang ingin pisah sama kamu??”
Dua-duanya sama-sama galau. Yang satu galau takut Minho pergi, yang satu galau takut temannya mendapatkan nasib yang buruk berpisah dengan pasangannya
“Apa kamu sudah bicara dengan orangtuamu??,” tanya Myo
“Belum,” geleng Aiko,”dan pasti mereka akan kecewa kalau aku ceritakan apa yang akan terjadi,”
“aduh.. aku gak sangka.. Minho-kun itu bisa sampai merencanakan seperti ini,” kata Myo.
“Aku tidak tahu harus bicara apa,”
Myo mengelus punggung temannya itu dengan lembut,” aku yakin.. pasti bisa diselesaikan.. mungkin kalian memang butuh waktu untuk perenungan,”


Aiko berusaha kuliah seperti biasa. Dia juga tidak ingin nilai-nilainya turun. Pulang ke rumah susun mereka hari itu, Minho juga diam saja. Tampaknya mereka berdua sama-sama berfikir.
Anata.. aku ingin bicara,” kata Aiko pada Minho di kamar kerjanya.
“tapi aku lagi sibuk, Aiko-chan,” jawab Minho cepat, dia sedang mengerjakan tugas kuliahnya sambil mengerjakan edit komik Tachibana.
Aiko hanya termenung saja di tempat tidur, sebelah tempat Minho mengerjakan tugasnya. Minho cuek saja, akhirnya dia pun berlalu dan mengerjakan tugasnya sendiri di ruang depan.

“kenapa aku makin sedih saja sih?? Rasanya aku tidak kuat dan mau pulang saja ke rumah,” keluh Aiko sambil mengerjakan tugasnya.
“Minho.. nampyeon..sudah mau makan lagi??,” dia mencari alasan supaya bisa ngobrol dengan Minho, dengan menawarkan makan malam.
“Nanti saja!,” teriak Minho dari dalam ruangan tugasnya
Aiko cemberut, dia benar-benar kesal dengan tingkah Minho yang nyuekin dia, tapi dia juga tetap kerjakan tugasnya.
Sampai larut malam, Minho baru keluar kamar, dia lalu duduk di ruang depan dan memanjangkan kakinya. Tapi dia temukan malah Aiko ketiduran, wajahnya diatas meja rendah.
“Aku lapar mau makan.. kamu malah ketiduran,” kata Minho datar. Dia tidak ingin membangunkan Aiko, lantas pergi saja ke dapur kecil, mengambil makanan.
Suara gelas yang ditaruh Minho diatas meja rendah ternyata terdengar Aiko, lalu dia bangun pelan-pelan.
“aaah.. mau makan ya? Tunggu sebentar,” dia memaksa dirinya cepat berdiri, padahal perutnya sudah semakin besar.
“eh, Jangan..,” cegah Minho menarik tangannya,”aku sudah hampir selesai makan.. kamu ketiduran sih,” katanya cuek tapi pasang wajah cemberut.
gomen,” balas Aiko singkat
“gak apa.. duduk saja disitu..atau tidur saja dikamar,” balas Minho
“aku ingin bicara sesuatu,” kata Aiko
Minho seperti mengelak, dia hanya menjawab,”nanti saja setelah aku selesai makan”
Aiko rasanya malas mendengar kata “nanti” dan “nanti saja”, dia pun masuk ke kamar dan cuek tidur duluan.

Paginya, mereka berangkat seperti biasa.. dan siangnya berkumpul di markas mereka..
“sakitnya Ichi kun semakin parah,” kata Makoto
“sore ini kita pergi ke rumah sakit, jenguk dia,” balas Minho.
“kemana pacar-pacar kalian??,” tanya Minho lagi pada Makoto dan Ken.
Mereka menjawab kalau pacar mereka masih sibuk kuliah di semester baru ini
“loh.. isterimu sendiri kemana.. gak diajak??,” Ken tanya balik.
“Lagi bosan,” balas Minho
Mata Ken dan Makoto melotot,”what?? Bosan?? Apaan tuh??”
“ya bosan aja.. lama-lama melelahkan banget yang seperti ini deh,” Minho menopang dagunya.
Makoto bergumam,” ummm.. gimana caranya tuh bisa bosan?? Lama-lama bisa bubar tuh rumahtangga”
“habisnya.. Aiko chan manja.. sedang aku harus kerja dan kuliah,” keluh Minho masih menopang dagunya
“salah siapa sih awalnya?? Coba kalau kalian gak gampang memutuskan sesuatu.. sekarang begini deh,” kata Ken
Makoto mengangguk, lalu,”Kita pikirin dulu aja sakitnya Ichi kun.. nanti sore kita harus jenguk dia”
“Apa.. racun karena narkoba nya masih tinggi??,” tanya Minho
Makoto mengangguk,”tapi sepertinya lebih dari itu”
“sudah satu bulan Ichi kun enggak kuliah,” kata Minho,”biasanya dia ceria sekali dan banyak temen cewek dekati dia”
“bisa-bisa dia diberhentikan kalau begini,” lanjutnya lagi
“Tunda dulu pikiranmu pada Aiko chan.. kita harus kasih semangat untuk Ichi kun,” kata Ken.

Minho, Ken, Makoto, Rin, Sakura lalu menjemput Aiko dikampusnya. Myo jadi terlihat agak kaku ketika dia bertemu Minho. Sementara justru Ken dan Makoto yang melihat Minho kaku dengan Aiko.
Ken menyikut pinggang Makoto,” lihat deh tingkah Minho-kun sama pasangannya sendiri.. kayak orang bete”, bisiknya pelan
Makoto mengangguk saja. Dia tidak mau urusan soal begini di depan banyak orang, biasanya Makoto memang lebih suka membahas apapun diruang tertutup, walau dalam pertemanan sekalipun.
“kita harus ke rumahsakit, jenguk Ichi kun.. supaya bisa menghibur dia,” kata Minho pada Aiko
Myo memandang Minho, dia sebenarnya ingin sekali bicara pada cowok itu soal hati teman karibnya.
“Aiko chan jangan terlalu capek pikiran ya,” Myo menasehati Aiko dengan nada sebenarnya menyindir Minho.
Minho tersindir dengan perkataan Myo, dia tidak bicara, tapi wajahnya kelihatan sedikit berubah: agak cemberut pada cewek itu. Myo cuek saja, dia pikir, tidak ada salahnya membela sahabat karibnya itu, karena memang baginya, tidak pantas kalau sudah menikah, sama sekali tidak memanjakan pasangan. Terlebih lagi, sahabat karibnya itu sedang mengandung.
“Aiko-chan..nanti kalau capek..bilang saja sama Minho-kun.. jangan dipendam-pendam,” sindir Myo lagi, suaranya dilembutkan, tapi aslinya menyindir. Sebab tadi Aiko bercerita kalau Minho sama sekali tidak perduli padanya soal pembicaraan perpisahan sementara, hal yang dia tidak ingin.
Minho merasa tersindir tapi tidak mau ribut, dia hanya menarik tangan Aiko,” ayo jalan.. jangan sampai Ichi-kun menunggu kita,”
Myo senyum saja lihat tingkah Minho. Sifatnya memang suka menyindir dan lebih berani kalau ada yang tidak beres. Myo hanya melambaikan tangannya pada mereka semua dengan manis ketika mereka pergi.
“bye bye, Aiko-chan... titip salamku pada Ichi-kun,” kata Myo. Sementara Minho diam saja, tidak menoleh pada Myo, masih menarik tangan pasangannya itu.

Di rumah sakit...
Ruangan rumah sakit itu berwarna cream, ukuran 5x5 m2 , dengan tatanan yang rapi dan hanya Ichirou sendirian disana. Di pojok ruangan ada meja kecil dengan kanan kiri kursi, dapat memandang langsung keluar yang penuh dengan beberapa gedung tinggi dan juga pepohonan tua. Ichirou sudah sekitar 3 minggu berada di rumah sakit, karena kanker getah beningnya. Dia harus menjalani kemoterapi dan menginap disana untuk perkembangan pengurangan sakitnya. Setiap hari, walau terkadang setiap pagi dia diajak keluar oleh suster untuk sekedar mengambil udara segar, tetap dirinya merasa kesepian karena tidak sering bertemu dengan para sahabat karibnya, Minho dan kawan-kawan.
Tapi hari itu, tanpa dia ketahui, Minho dan kawan-kawannya pelan-pelan menyelinap masuk ke ruangannya yang dibatasi tirai antara pintu dengan kamar tidurnya. Mereka ingin memberikan kejutan kepada temannya itu.
“TARAAA!!! ICHI-KUN.. KAMI DATANG!!,” teriak Minho dari balik pintu dan langsung berlari ke tirai dan membukanya. Dia berwajah ceria sekali bertemu sahabat karibnya itu.
Ichirou kaget, tapi senang melihat kedatangan mereka.
“Yo!,” ujar Ken dan Makoto secara bersamaan dengan senyum manis mereka.
“Hallo ichi kun.. maaf ya.. kami terlambat jenguk kamu,” ujar Aiko. Disana juga ada Rin dan Sakura. Mereka semua senyum dengan cowok yang sedang sakit itu.

Mata Ichirou mendadak jadi agak segar dan cerah ketika kedatangan teman-temannya.
“Kalian kemana saja? Aku sakit tidak ada yang jenguk... jahatnya,” keluh Ichirou.
Minho yang memang pemimpin geng mereka hanya bisa cengengesan,” Gomen..gomen.. kami sibuk kemarin itu.. eh..ini ada oleh-oleh dari aku... ingat kan? Aku sempat bilang ingin pulang ke Seoul.. ini,”
Minho lalu meminta Aiko memberikan bungkusan pada Ichirou.
“Ayo buka,” kata Minho lagi
“whoah.. arigatou.. ,” jawab Ichirou dengan mata berbinar. Dia menerima bungkusan itu.
“Kamu enggak cerita pada kita.. kenapa sakitmu, Ichi-kun... dasar,” kata Minho. lalu dia minta maaf karena waktu itu memang sedang liburan pulang ke rumah orangtuanya dan kuliah memang sudah mulai lagi.
“Tapi.. kamu sekarang sudah lebih baik kan??,” tanya Ken.
Ichirou mengangguk, padahal aslinya, dia berbohong pada mereka. Kankernya sudah memasuki tahap IV, yang sebenarnya tahapan akhir. Tapi, dia tetap berwajah ceria, seperti Ichirou yang biasanya ketika bersama.
Mereka tertawa-tawa bersama. Minho bercerita apa yang dia kunjungi bersama Aiko di Korea.

“Kalau sudah sembuh.. kamu harus ke rumahku, Ichi-kun! Aku sering cerita pada kedua orangtuaku tentang kamu,” kata Minho, menepuk pundak Ichirou
Ichirou menjawab dengan nada cerianya,”Mochiron (tentu saja), Minho-kun.. lagipula.. pasti kan ada jaminan.. jadi enggak perlu repot-repot.. iya kan, Aiko-chan??”
Aiko mengangguk,” senangnya.. kamu benar-benar sepertinya sudah kembali sehat, Ichi-kun.. jangan disini terus... kita kuliah lagi sama-sama.. ruangan sekarang kosong tidak ada kamu”
“jadi.. kalian beneran cinta aku ya??,” tanya Ichirou tiba-tiba
Semuanya mengenyitkan dahi, bingung dengan apa yang ditanya Ichirou baru saja. Tapi Ken malah bercanda,”Ah.. tapi aku tidak mungkin cinta kamu, Ichi-kun.. aku bukan homo, hahaha!”
Minho dan Makoto tertawa keras.
“Ingat enggak sih.. kalau kita pernah ngerjain Minho-kun dihari ulangtahunnya? Hahaha!,” canda Makoto
Memang, selama 1 minggu Minho dikerjain mereka habis-habisan, sampai Minho berfikir, kalau Ichirou itu dan Tachibana sang komikus sama-sama homo dan Minho stress saat itu karena dia merasa akan dimangsa mereka. Mereka tertawa-tawa lagi mengingat itu, sampai Minho cemberut.
“aku enggak nyangka kalau Minho kun takut sekali hahahaha!,” tawa keras Ken menggema sampai ruangan itu terkesan penuh.

Minho langsung cemberut, dia memang tidak suka kalau ada orang lain bercanda mempermalukannya di depan yang lain. Tapi karena mereka adalah sahabat karibnya, dia hanya bisa cemberut saja tanpa membela diri. Mereka terus ngobrol-ngobrol, tertawa lepas. Aiko memandang Ichirou, teman karibnya saat mulai SMP itu dengan wajah anehnya. Dia merasa, Ichirou akan meninggalkan mereka tidak lama lagi. Dari tawa Ichirou yang walau menurut mereka ceria, seperti ada tawa perpisahan di dalamnya. Mata Ichirou tetaplah sayu dan lelah. Mereka terus saja bercanda dan tertawa terus sampai jam besuk hampir selesai.
Aiko berbisik pada Minho sebentar, kalau dia minta ijin untuk agak lama di kamar besuk itu, ingin bicara sedikit lebih lama dengan Ichirou soal kesehatan teman mereka itu. Minho tidak melarangnya, dia dan yang lain akan tunggu diluar.
“Kami pulang dulu, Ichi-kun.. tapi Aiko-chan masih ingin bicara denganmu,” kata Minho.
“Kalian harus kangen aku ya,” canda Ichirou
“Homo lagi,” canda Ken dengan tertawanya. Ichirou jadi tertawa keras juga, disusul yang lain.
“Tachibana-san juga sudah kesini sebelum kalian,” ujar Ichirou, dia lalu menunjukkan komik yang sebenarnya di edit Minho.
Minho bilang kalau dia akhirnya bekerja lagi dengan Tachibana, karena kontrak kerjanya sebagai model dengan sebuah perusahaan sudah ingin selesai. Mereka lalu pamit keluar kamar itu dan Aiko tetap tinggal.

Aiko duduk disamping Ichirou, dia senyum pada temannya itu.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Ichi-kun?? Aku berfikir cemas tentang kabarmu,”
Ichirou diam sejenak, matanya berubah jadi sedih dan menerawang. Tanpa diduga dirinya, Aiko menggenggam tangannya.
“Ceritakan saja, Ichi-kun.. aku minta maaf kalau terlalu tidak memperdulikan dirimu sebagai teman.. kamu teman baikku.. tapi..rasanya aku belum jadi teman yang baik untukmu,”
Ichirou tetap diam.. tapi ternyata..dia menangis!
Aiko pun akhirnya memeluknya.. tanpa disangka mereka, Minho mengintip dari kaca kecil pintu. Dirinya yang tinggi tidak susah melakukan itu. Dia memperhatikan saja kejadian itu. Makoto akhirnya penasaran, berjingkat, kemudian diikuti Ken. Minho memberikan isyarat, menyuruh mereka tidak bicara.
Aiko mengelus pundak Ichirou yang menangis.. dia pun jadi ikut sedih..sebab, dia tahu sebenarnya apa yang terjadi.. dengan sisa umur Ichirou temannya itu yang tidak lama lagi.
“Kalian.. masih tetap jadi temanku, kan??,”
Aiko senyum setelah Ichirou berkata itu, mengangguk pasti,” mochiron.. atashi tachi wa anta no besuto furendo, Ichi kun (tentu saja..kami best friend mu),”
Minho, Makoto dan Ken berusaha menangkap alur pembicaraan mereka berdua. Minho mencoba untuk tidak marah ketika Ichirou malah memeluk Aiko.

“Ada apa dengan Ichi-kun?,” bisik Ken.
Minho hanya menyuruhnya untuk tidak bicara dulu, dengan menggerakkan jari telunjuknya.
“Sudah lama aku cinta kamu, Aiko-chan... kenapa Minho-kun yang mendapatkanmu??,”
Aiko diam...dalam hatinya, dia tidak ingin membuat Ichirou sedih..apapun yang membuat dirinya sedih, akan semakin menambah sakitnya.
kotaete kure, Aiko-chan (tolong jawab),”
Aiko masih terdiam, dia bingung ingin menjawab apa..lagipula, baginya..sama sekali dia hanya menganggap Ichirou teman yang baik, sama-sama saling mendukung dan saling berbagi.
“Jika ada cinta.. hanya sebatas teman, Ichi-kun.. dan.. itu semua hanya pertemanan.. aku berterima kasih Ichi-kun baik sekali padaku,” jawab Aiko dengan lembut
Mereka berdua diam.. Minho, Ken dan Makoto masih mengintip.
“apa.. Ichi-kun menyampaikan perasaan cintanya pada Aiko-chan??,” tanya hatinya Minho
“Kalau aku mati.. aku ingin selalu tetap menyimpan kenangan dengan kalian,” kata Ichirou lagi
Aiko melepas pelukan Ichirou darinya,”sonna no iwanai de kudasai (jangan bicara begitu), Ichi-kun.. kamu akan kembali sehat,” balas Aiko dengan wajah khawatir.
Ichirou malah senyum,”serasa waktuku tidak akan lama lagi, Aiko-chan..”
“Ichi-kun.. tolong jangan bicara begitu,” mata Aiko jadi berlinang, dia sedih kalau itu akan benar terjadi.. memang dia mempelajari tentang kanker, tetapi dia tidak ingin itu terjadi pada sahabat terbaiknya selama ini.
“kamu akan tetap ingat aku, kan??,” pinta Ichirou
Aiko mengangguk..
“Tapi..jangan bicara begitu, Ichi-kun.. kamu harus tetap semangat,”
Ichirou lalu berbaring,”pergilah, Aiko-chan.. jaga Minho-kun baik-baik..”, dia memalingkan badannya dari Aiko.
Aiko diam, air matanya menetes, dalam hatinya dia berdoa, semoga Ichirou dapat melalui ini semua dengan kuat dan kembali sehat.
“pergilah, Aiko-chan..waktu besuk sudah habis,” kata Ichirou, masih memalingkan badannya.
“aku minta maaf padamu, Ichi-kun...,” kata Aiko dengan terbata-bata
“aku maafkan.. aku ingin tidur.. sebentar lagi suster akan datang,” jawab Ichirou
Aiko menunduk hormat pada temannya itu..lalu dia keluar dari ruangan inap Ichirou..
Minho, Ken, Makoto, Rin dan Sakura sudah terlebih dahulu duduk kursi di ruang tunggu, supaya Aiko tidak curiga dengan mereka. Minho sangat sensitif dengan hal ini.. apa yang sebenarnya disampaikan Ichirou pada isterinya itu.. dan apa yang dibicarakan mereka?? Mereka lalu pulang, Aiko hanya diam saja dan yang lain tidak ingin bertanya.

Di rumah susun mereka...
Minho dan Aiko pulang dengan masing-masing lagi-lagi saling diam. Aiko membuka pembicaraan dengan mengajak Minho makan. Minho hanya mengiyakan saja. Tampaknya perang dingin bisa mulai lagi.
Di depan meja rendah itu, sudah tersedia 3 jenis makanan dan lauk dengan nasi dan juga minuman. Minho makan dengan santai, menyuap makanannya dengan ekspresi biasa saja, bahkan datar.
“Apa sayur asparagusnya enak?? Aku beli kemarin di swalayan baru.. makanya lebih murah,” basa basi Aiko pada Minho
Minho mengangguk saja mengiyakan. Lalu dia tetap konsentrasi makan. Ketika selesai, akhirnya dia membuka suaranya juga.
“Apa yang kamu bicarakan dengan Ichi-kun??,” tanya Minho serius
“aku kasihan dengan Ichi-kun.. ,” jawab Aiko, pelan
Tapi Minho rasanya terlalu cemburu, dia malah bilang,” kenapa dia peluk kamu??”
Aiko kaget, kenapa mendadak Minho berkata begitu, padahal mereka sudah keluar ruangan.
“kenapa kamu tahu, Minho nampyeon??,”
Minho diam.
“apa kamu mengintip?,”
Minho masih diam lagi.
“apa begitu?,” Aiko benar-benar ingin tahu jawabannya.
Minho lalu berdiri dan marah,” apa kamu pantas.. pelukan dengan dia? Mau aku mengintip atau tidak.. sama sekali kamu tidak punya perasaan! Ichi-kun memang temanku dan aku ingin kamu dekat dengannya... tapi tidak dengan pelukan! Dan.. Ichi-kun bilang kalau dia cinta kamu kan??”

Aiko ikutan berdiri dengan agak susah payah,”Aku.. ,” katanya ingin menjelaskan, tetapi Minho sudah terlanjur memotong perkataannya.
“Aku apa?? Katakan saja kalau kamu memang menyesal menikah denganku.. makanya kamu mau saja dipeluk dia dan membiarkan dia bilang cinta kamu!”
“Aku tidak ingin menyakitinya, Minho nampyeon.. hidupnya tidak lama lagi.. dia.. penyakitnya sudah parah.. “
Minho masih berawajah murung, diam dan marah.
“percaya padaku, Nampyeon... Ichi-kun itu.. kankernya sudah tahapan empat.. akhir.. apa kita enggak lihat matanya waktu tadi kita ngobrol dengan dia? Matanya sudah sangat lelah.. mata itu benar-benar penuh kesakitan..,” Aiko mencoba meyakinkan Minho dengan menatap mata pasangannya itu, walau harus menegadahkan kepalanya karena tingginya cowok itu.
Minho kesal, dia tidak bisa mengomel, tapi juga tidak ingin membanting barang. Baginya, dia sudah janji untuk belajar mengontrol dirinya, tapi cemburunya sangat besar. Dia memang sudah merasa dari awal kalau Ichirou cinta dengan pasangannya itu. tetapi.. kenapa dia harus melihat cowok itu menyatakan cinta pada orang yang dia nikahi??
“aku mohon, Nampyeon..aku hanya menghiburnya dan aku katakan..aku hanya temannya saja, tidak lebih.. “
Minho diam.. perasaannya, emosinya campur aduk. Kepalanya pusing...
Aiko masih meneruskan perkataannya,” Jika memang Ichi-kun tidak bisa lama lagi di dunia ini.. aku hanya ingin jadi teman baiknya”

“Kamu suka padanya kan?,” tanya Minho. Aseli, dia masih sangat kecil, pencemburu, emosi. Aiko menggeleng berkali-kali padanya, mengatakan kalau dia sama sekali tidak cinta. Ichirou yang dia kenal sedari SMP memang orang yang selalu mendukungnya dan sampai terakhir pun.. dia akan tetap hanya mendukung dirinya.
“Aku hanya ingin menjadi teman baiknya sampai akhir hidupnya... yang tidak akan lama lagi.. aku memikirkan hal itu, Nampyeon,” kata Aiko menurunkan intonasi suaranya, agar tidak terkesan menggurui atau bahkan melawan Minho.
“kita hanya bisa menunggu, Nampyeon..sampai berapa lama Ichi-kun bertahan.. ,”
“kamu harus percaya padaku, Nampyeon...aku sama sekali tidak cinta dengannya... aku tidak ingin ada pengkhianatan disisi siapapun”
Aiko duduk lagi, kepalanya pusing Minho seperti tidak mempercayainya. Minho lalu hanya masuk kamar, diam saja, tanpa bicara sepatah katapun.

Aiko menunduk, dia menangis. Rasanya dia sudah tidak kuat dan tidak dapat bertahan dengan sikap keegoisan dan kekanak-kanakannya Minho. Dia lalu mengambil handphone nya dari lemari buku. Dia meng-sms Kumiko, kakaknya.
“aku sebaiknya pulang saja malam ini, sama sekali sudah tidak tahu..aku harus bagaimana lagi, Kumiko-ane”
Kumiko bersikeras adiknya itu tetap dirumah sampai besok. Tapi Aiko tetap nekad.. akhirnya dia benar-benar pergi ke rumahnya.. yang jaraknya sekitar 160km dari situ.. dengan sebuah taxi..
Minho tetap diam saja di dalam kamar, sama sekali dia tidak tahu kalau Aiko pergi. Dia pusing juga dengan pikirannya sendiri.
“kenapa sih?? Kenapa harus ribut terus?? Aku ini malas ribut, Aiko-chan.. aku tidak ingin sakit hati padamu.. aku sudah cukup berusaha kendalikan emosi dan ego ku.. apa kurang cukup??”

Bersambung ke part 31...