This is me....

Senin, April 27, 2015

Cinta Dokter Cute (Part 15: Takkan Lari Lagi Cintaku...)


Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won

Cerita ini hanya imajinasi saja... jangan terlalu serius...

Sepulang dari tugasnya sebagai dokter gigi, begitu keluar lorong rumah sakit, Minho langsung menelepon Song Yu, temannya senior model, karena perempuan itu yang mengirimkan pesan bergambar di smartphone nya.

“dia benar benar di busan.. apa kamu mau menghampirinya?? Aku sudah kirimkan foto toko bunga itu bukan??,” kata Song Yu.
Minho mengangguk senang. Dia memang bertekad ingin pergi ke sana tanpa ragu. Dia harus bertemu perempuan yang dicintainya.
Tetapi yang menurut Song Yu heran, kenapa sama sekali keluarga Min tidak ada yang mengetahui dimana sebenarnya Shin Young.. dan kenapa sama sekali baik Tuan dan Nyonya Min merespon atas kehilangan anak angkat yang sudah mereka asuh selama bertahun-tahun itu?

“aku tidak tahu,” jawab Minho, singkat.
Ya, memang tidak ada yang tahu, kenapa sepertinya keluarga Min terkesan cuek dengan hal ini. Song Yu malah menyimpulkan, mungkin saja sebenarnya mereka tahu, hanya, ketika Minho berusaha mencari, mereka sembunyikan itu agar cowok itu tidak bisa mencarinya.
“Jadi.. Noona curiga.. sebenarnya mereka sendiri yang menyuruh Shin Young pergi??,” tanya Minho.
Song Yu mengiyakan. Akhirnya, Minho pun berfikir, mungkin Hye Rim tahu ini semua.
                                                ...............................................
“Kamu beneran serius mau mencari dia sampai ke Busan?? Kerjaanmu bagaimana??,” tanya Hyeon Jun, keheranan pada Minho.
Mereka bicara di kantin rumah sakit sore itu. Minho meminta pertimbangan pada Hyeon, apakah hal ini bisa dilakukan dengan cepat sebelum dia menikah dengan Hye Rim.
“eh, gila sekali,” ujar Hyeon, dengan nada serius dan tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Minho bisa membatalkan pernikahannya... sebab keluarganya sudah meminta seorang perancang busana untuk mendesain baju bagi dia dan juga Hye Rim. Otomatis, waktu semakin dekat.

“karena semakin dekat itu... aku makin galau, Hyeongje Hyeon Jun!,” gerutu Minho dengan jelas. Dia semakin ketakutan masa depannya makin hilang tak tentu arah.
aelasseo (aku mengerti).. namun tidak semudah itu membayangkan kamu bisa bersamanya, Minho.. orangtua mu dan orangtua Hye Rim bisa sangat benci padamu,” balas Hyeon Jun.
Dia berfikir keras, ingin membantu temannya itu. Hyeon mencoba mengerti, bagaimana rasanya lelaki kalau hidup dengan perempuan yang tidak dicintainya sepenuh hati. Dia membayangkan saja kehidupan rumahtangganya yang gagal di masa lalu. Dia tahu, Minho membutuhkan perempuan yang mengerti dirinya dan dia juga merasakan itu.... merasakan kalau Park Shin Young lah yang pantas untuk Minho.

“Kalau kamu mau mengambil cuti.. alasanmu harus kuat dengan Direktur Roh. Dia orang yang tegas dan tidak ada kompromi.. jangan sampai kamu gagal lagi kali ini.. ,” ujar Hyeon.
“mau gak.. membantuku, Hyeongje?? Aku butuh sekali pendekatan dengan Direktur Roh supaya bisa mendapatkan cuti selekasnya. Noona Song Yu sudah membantuku mencarikan dimana Shin Young,” jawab Minho.
Hyeon kaget, kenapa bisa pasien nya itu tahu juga dimana Shin Young berada? Ternyata pergaulan Song Yu luas juga. Tetapi Minho tidak memberitahu temannya itu kalau teman modelnya kenal dengan orang sekelas mafia. Dia tahu, kalau Song Yu suka bercerita tentang masa depresinya pada Hyeon Jun. Itu bukanlah hak Minho untuk memberitahukan padanya.

“aku akan bantu,” balas Hyeon Jun.
Wajah Minho senang sekali. Namun Hyeon Jun mengingatkan lagi, kalau apapun bisa saja terjadi dan cobalah untuk menerima kenyataan jika memang suatu saat mungkin saja, Minho tidak bisa mendapatkan perempuan itu. Tampaknya, Minho masih tetap bertekad, walaupun apa yang akan terjadi.
“aku malah takut.. jika kamu benar-benar masih tertarik pada perempuan itu... Hye Rim akan bunuh diri,” kata Hyeon.
Minho hanya tertawa. Baginya, mana mungkin perempuan macam Hye Rim akan bunuh diri, justru dia takut yang seperti itu terjadi pada Shin Young.

“well, Minho.. secara terlihat mata, memang sepertinya Shin Young tipe yang rapuh... tetapi jika kamu perhatikan lagi agresivitas Hye Rim.. dia yang mungkin bisa lebih cepat bunuh diri,” ujar Hyeon serius.
“Jangan berpikir seperti itu, Hyeongje... aku tidak mau semua terjadi,” balas Minho dengan nada enteng, namun dalam hatinya tetap kepikiran. Dia tidak mungkin juga hidup dengan orang yang tidak dicintainya, dia ingin melepaskan Hye Rim sesuai dengan keinginan hidup perempuan itu.
“aku katakan saja.. jika memang kamu ingin hidupmu berjalan sesuai rencana... ya tidak menunda-nunda,” balas Hyeon lagi.

Minho akan menelusuri lagi apa yang dikatakan Song Yu lalu segera mencari Shin Young, mengatakan pada beberapa temannya di Busan untuk mengetahui kepastian sosok perempuan yang dicintainya itu. Dia lalu bertanya tentang hubungan Hyeon, dia  lebih setuju jika Hyeon menikah saja dengan Song Yu. Tetapi Hyeon belum banyak bicara soal pernikahan kepada ibunya. Apalagi, justru dia mencari jalan untuk menikahi Ae Cha untuk menutupi malunya keluarga perempuan itu atas kehamilannya.

“berkorban sekali kamu, Hyeongje.. hari gini aku baru menemukan lelaki yang sebenarnya .... sangat beruntung kalau Ae Cha bisa memiliki mu”, ujar Minho, sambil dia menuangkan sendiri satu sendok teh gula ke dalam cangkir teh nya.
“Seung Won terlalu banyak membuat dia menderita... kalau bukan teman.. sudah ku hajar,” balas Hyeon, santai.
Minho tertawa kecil saja dengan apa yang baru saja dikatakan Hyeon.
Di beberapa keluarga Korea modern pun, jika ada anak perempuan yang hamil dulu tanpa menikah, dianggap juga sebagai aib keluarga. Dan Ae Cha mengakui, keluarganya seperti itu.
“Tuntut saja kalau begitu Oppa Seung ke pengadilan,” kata Minho.
“Masalahnya.. si perempuan begitu cintanya pada lelaki ini dan tidak akan pernah mau memasukkannya dalam penjara,” timpal Hyeon dengan cepat.
“Kisah cinta yang memusingkan,” balas Minho.
Hyeon bercanda padanya, kalau kisah cinta Minho juga apa tidak memusingkan?? Dia tetap akan berkeras hati, jika memang Seung sama sekali jadi pria tidak bertanggung jawab, maka dia yang akan bertanggung jawab. Minho hanya bisa geleng kepala dengan pikiran seniornya itu.
                                                .........................................
Busan....

Pulang ke rumah Min Suh, Shin Young berjalan sangat cepat. Dia masih ketakutan dengan peristiwa tadi pagi soal dirinya yang dikejar-kejar seseorang dan hampir saja nyawanya melayang. Min Suh kaget melihatnya berwajah pucat pasi, namun juga membawa banyak belanja makanan yang mereka beli. Lalu Shin Young bercerita panjang lebar peristiwa tadi kepada temannya itu.
“aku pikir.. aku akan meninggal, Min Suh.. aku benar-benar panik dan tidak tahu harus berbuat apa,” katanya dengan nada suara bergetar.
“siapa mereka??,” tanya Min Suh.
Shin Young hanya menggeleng, sama sekali tidak tahu, siapa yang mau mencelakakan dan siapa yang menyelamatkannya.
Min Suh berusaha menenangkannya. Dia juga bingung, darimana orang suruhan itu? dan kenapa malah mau membunuh Shin Young. Min Suh bertanya apakah dia mempunyai musuh selama di Seoul.

“aku rasa tidak... kamu kan tahu, Min Suh.. aku hanya berteman dengan para kakek dan nenek jompo serta para donatur... selebihnya, teman sekolah ku,” jawab Shin Young. Dia meminum seteguk demi seteguk air untuk menurunkan kekalutan hati dan pikirannya.
Min Suh jadi ikut takut dan kalut. Takut kalau temannya itu akan jadi sasaran orang yang benci padanya.
“ada yang aku ingin tanyakan padamu, Shin Young... apa.. hanya kakak mu saja yang tahu kamu kabur kesini?? Orangtua mu... bagaimana??”
“hanya kakakku yang tahu.. dan.. dia tidak ingin aku kembali,” jawab Shin Young.

Min Suh tahu, temannya itu sedih, itu sebabnya dia menampungnya. Ini semua terjadi hanya karena masalah hati. Min Suh ingin sekali sebenarnya Shin Young kembali ke rumahnya, kembali mengurus para orangtua jompo, tidak berkelana seperti ini yang membuatnya terkesan begitu menderita, jauh dari apa yang pastinya diharapkan oleh Shin Young sendiri.
“apa.. kamu ingin selamanya bekerja seperti ini.. dan disini??,” tanya Min Suh lagi.
Shin Young akhirnya tersenyum juga. Dia akan pergi lagi entah kemana atau selamanya akan disini sampai kakaknya itu menikah dengan Minho.

Min Suh menyandarkan tubuhnya di kursi.
“Aku tidak menyangka kalau cerita hidupmu seperti ini... semestinya ada yang berubah dan bisa diubah,”
Shin Young tidak berharap Minho mencintainya. Dia ingin lelaki itu menghormati dia dan keluarganya dengan hanya mencintai kakak angkatnya. Kenyataannya, Min Suh tetap pada pendapatnya kalau cinta memang tidak bisa dipaksakan dan kenapa tidak nekat saja hidup bersama Minho??
Shin Young kaget dengan apa yang dipikirkan Min Suh. Dia memang tahu, sedari awal, Min Suh tidak setuju ketika dia menyatakan kabur dari rumah karena cinta, namun untuk sebuah kenekatan... itu yang tidak bisa dia lakukan.

“apa jadinya kalau sekiranya... Minho mu itu nekat... lalu dia menarikmu kesini dan memaksamu.. apa kamu akan mengikuti langkahnya??,”
Pertanyaan Min Suh sulit dijawabnya. Tidak mungkin dia akan merebut Minho dari tangan kakak angkatnya, Hye Rim. Dia tahu, kakaknya itu tidak bisa dilarang soal keinginannya. Sedari kecilpun, Shin Young lebih banyak mengalah jika Hye Rim ingin memiliki sesuatu yang dimiliki olehnya. Tidak berani sama sekali dia meminta lagi kepada kakaknya itu, termasuk dalam urusan cinta.
“jawab dong dengan hati mu yang paling dalam, Shin Young...,” kata Min Suh lagi.
Suasana senyap sejenak.
“aku beneran ingin tahu.. apa yang kamu rasakan.. sebenar-benarnya hatimu bicara,” masih kata Min Suh.

Min Suh benar-benar menunggu jawaban Shin Young, sekaligus mereka duduk menunggu orang membeli bunga. Min Suh ingin sekali temannya itu tidak lari dari kenyataan jika memang Minho sungguh cinta padanya dan serius. Jika begitu, memang takdir berpihak padanya dan tidak perlu takut atas kekhawatirannya kalau keluarga angkatnya akan memusuhinya.
“katakan saja, Shin Young.. kita sudah lama berteman, kan???,”
Shin Young mencoba mengatakan, dengan berat hati..
“aku.. memang cinta Minho,” katanya dengan terbata-bata.
Min Suh tersenyum pada temannya itu.
“aku tahu kok.. kamu hanya terperangkap dengan pikiranmu.. bahwa Minho tidak pantas untukmu... pembatasmu... Eonni Hye Rim...”
“lalu... apakah berarti dia berhak memaksa mu?? Kan tidak..”
                                                .............................
Hye Rim menelepon Minho tentang kesiapan mereka menyusun undangan. Jelas, Minho terlihat malas sekali, karena dia juga baru saja pulang kerja, tetapi sudah disuruh melakukan sesuatu yang tidak disukainya.
“Aku baru saja pulang, karena harus gantikan Seol Ji Hwan.. nanti saja.. besok juga bisa kan? Lagipula.. ini sudah sore sekali,” ujar Minho pada Hye Rim ditelepon.
Kontan saja, Hye Rim jadi tersinggung, karena dia sudah janji pada desainer undangan.
“sama sekali apapun yang berhubungan dengan kita.. kamu jelas sekali menolaknya!”
Minho tidak ingin ribut, dia berusaha tenang menyikapi sikap tunangannya itu yang memang gampang emosi. Hal sedikit saja berbeda ditelan mentah-mentah jadi emosi.
“aku bukan menolak.. aku memang habis praktek menggantikan Ji Hwan,” balas Minho, kalem.
Hye Rim menutup teleponnya tanpa berkata apapun.
Minho santai saja, sama sekali tidak balik menghubunginya, dia malah beristirahat.

Di rumahnya, Hye Rim langsung duduk diatas tempat tidur. Dia marah, tapi juga menangis.
“Ini semua karena Shin Young sialan itu!! aku sama sekali susah mendapatkan Minho!!”
Tidak habis kata dia memaki saudari angkatnya yang sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Minho. Shin Young menurut apa yang dia katakan, seharusnya Hye Rim mencoba memahami pekerjaan Minho, bukan menuruti emosinya sendiri, simpel saja.
Dia melempar barang-barang yang ada di sekitarnya. Hye Rim marah berat. Sore itu dia memang sudah katakan pada desainer bahwa mereka akan datang.
“KU MARAH PADAMU, MINHO.. AKU MARAH.. KENAPA SAMA SEKALI KAMU TIDAK CINTA AKU???!!,” teriaknya berkali-kali sambil membanting apa saja yang ada di sekelilingnya.
Kondisi emosinya benar-benar labil. Tak berapa lama, dia menangis, lalu mengambil minum diatas meja dan menenggak sebuah pil penenang.
Sama sekali siapapun yang mengenal Hye Rim tidak tahu, kalau dia minum obat anti depresan, bahkan orangtuanya sekalipun. Dia terlihat hanya mudah emosi saja atau bahkan terkesan ceria, cuek dan judes. Seperti benar apa yang dikatakan Hyeon Jun pada Minho tentang perempuan itu, walau dia bukan pasien Hyeon.
                                                ........................................
“kenapa Minho tidakpernah menerima ku?? Apa kamu diam-diam menghubunginya lagi??,” Hye Rim mendadak marah-marah di telepon pada Shin Young.
Perempuan itu kaget menerima telepon dari kakaknya, yang dia sama sekali tidak tahu apa urusannya. Dia mengelak kalau memang sama sekali sudah tidak menghubungi Minho dalam bentuk apapun.
Min Suh yang sedang mengatur bunga hanya mendengar saja apa yang mereka bicarakan. Shin Young lebih banyak diam saat Hye Rim sibuk mengeluarkan kata-kata makian padanya. Lagi-lagi, dia hanya menerima saja keadaannya yang memang harus menurut pada kakak angkatnya itu. Berkali-kali dia katakan, kalau dia tidak lagi menghubunghi Minho.
“aku akan membunuhmu, Shin Young... kalau kamu berani mendekati Minho lagi!,” bentak Hye Rim dengan suara keras.
Shin Young menitikkan air mata... bukan masalah dia melepas Minho.. tapi kenapa kakak angkatnya itu begitu tega mengatakan itu padanya?? Apakah sama sekali tidak ada jalan lain mengampuninya, karena dia sama sekali tidak tahu bagaimana Minho sekarang... dan dalam pikirannya.. Minho pun sudah tidak mau tahu dengannya??

Min Suh memperhatikan air mata Shin Young yang jatuh.
Dia mendiamkan saja Shin Young mendengar ocehan dan makian Hye Rim ditelepon.
“aku tidak ragu untuk membunuhmu... kamu tidak pantas hidup merebut Minho dariku!,” teriak Hye Rim di telepon.
Shin Young diam saja, dia dengarkan saja, tidak berani menutup telepon dan membantah perkataan kakak angkatnya itu. Sampai kemudian, Hye Rim capek sendiri dan menutup teleponnya.
Min Suh belum berani bicara, sampai kemudian dia melayani beberapa orang pembeli dan pekerjaannya selesai.. malam setelah tutup toko, barulah dia mengajak Shin Young bicara.

“hidupmu seperti semakin berat saja... lebih baik.. jika memang kamu ingin pergi jauh.. jangan lagi berhubungan dengan kakak angkatmu,” kata Min Suh sewaktu mereka makan malam.
Shin Young menghentikan makannya, menaruh sumpit dan mangkok di atas meja makan... lalu. Dia diam sejenak...
“kenapa?? Apa kamu masih tidak punya kekuatan untuk menunjukkan jati dirimu, Shin Young?? Kamu terlalu baik sedari kita kenal...,” kata Min Suh lagi.
Shin Young masih diam.
Lalu,”aku masih menaruh jasa dengan kedua orangtua angkat dan Eonni Hye Rim”
Min Suh mengerti hal seperti itu, walau dia berangkat lahir dari orangtua kandung. Menjadi anak yatim piatu di negara yang serba mahal lalu mendapatkan fasilitas hidup yang sama dengan anak kandung adalah sebuah keajaiban disini. Namun, apalabila Shin Young memendam rasa bersalahnya itu terus dan terus.. lama kelamaan semangat hidupnya dapat saja hilang, dan itulah yang Min Suh pikirkan.
“Minho tidak tahu kamu disini... dan.. akan lebih baik juga jika kamu menenangkan diri dengan tidak menghubungi siapapun, termasuk kakakmu,” ujar Min Suh lagi.
Shin Young hanya menjawab, dia akan berusaha tidak menganggu kehidupan kakak angkatnya itu lagi.

Sementara Minho mendapatkan mesenjer text dari Song Yu. Dia kaget sekali, sebab tulisan di Hp nya itu adalah alamat Min Flowery yang lengkap!
“jadi.. kapan kamu mau tetap memburunya, Minho??,” canda Song Yu di chat mesenjer.
Wajah Minho jadi berbinar. Dia berharap memang akan bertemu dengan Shin Young secepatnya. Dia katakan pada Song Yu kalau sedang menyusun jadwal cuti dan ternyata sangat kebetulan sekali dengan apa yang dia rencanakan.
“Nah, Minho.. aku berharap.. kamu dapat mengejar cintamu yang sebenarnya.. takkan lari dia terhadapmu... aku sepertinya yakin itu,” senyum Song Yu.
Minho berterima kasih pada kakak modelnya itu, yang sudah membantunya mengejar impiannya terhadap Shin Young.
                                                ................................
Seng Won melempar asbak yang ada di depannya, dia marah.
“aku katakan kepadamu.. aku sedang mengejar karir.. dan sekarang kamu memaksaku untuk menikah!!”
Dia bicara di depan Ae Cha dengan penuh kemarahan. Sedari awal dulu berhubungan dan satu atap, dia memang tidak ingin ada anak dan dia rasakan karirnya masih kurang bersinar.
“aku tidak tahu lagi bagaimana aku bisa bersabar denganmu.. Seung Won! Aku sudah malu dengan orangtuaku!,” gantian Ae Cha balas berteriak.
Seung Won menendang pintu. Dia tidak ingin melukai, tetapi juga tidak bisa mengontrol amarahnya yang meledak itu. Dilemparkannya barang apa saja yang ada di dekatnya, namun tidak mengena pada perempuan yang sedang hamil besar itu.

“Tolong.. pahami aku.. ,” ujar Seung.
Ae Cha diam. Rasanya dia sudah lelah Seung meminta hal itu berulang-ulang, hidupnya terasa salah langkah bersama lelaki itu. Dia sering bercerita pada Hyeon kalau dia sudah mulai minum obat anti depresi dan Hyeon panik dengan hal itu.
Hyeon sendiri sudah banyak bicara dengan Seung, namun Seung tetap bersikeras kalau dia akan hidup saja tanpa menikah dengan Ae Cha, walau sudah ada anak.
“sampai kapan aku bisa memahamimu... Roh Seung Won?? Aku sudah terlanjur sakit.. aku pertahankan anak ini.. ku pikir.. kamu akan memikirkan hal yang sama... sebuah pernikahan.. kenyataannya.. sama sekali tidak”

Seun Won diam, dia lalu duduk, mengacak-acak rambutnya sendiri. Bingung, stress dan belum siap dengan kenyataan yang ada di depan mata. Sedari dulu memang dia minta kandungan itu digugurkan..atau tetap hidup tanpa pernikahan. Ternyata kehidupan seperti itu tidak berlaku bagi keluarga Ae Cha.
“aku tidak bisa begini terus, Seung Won... sikap dan tingkahmu membuat aku sakit,” kata Ae Cha lagi.
Seung Won menundukkan kepalanya, pusing.
Ae Cha lalu meninggalkannya tanpa berkata apapun.. dia menangis, menitikkan air mata.. terasa hidupnya tidak berguna lagi. Dia menyesali apa yang sudah dia lakukan bersama dengan lelaki dokter itu.

Sementara, Hyeon Jun sedari tadi berusaha menelepon perempuan itu, sama sekali tidak diangkatnya. Terakhir, Ae Cha bercerita kalau keluarganya memberikan tenggang waktu pada Seung Won untuk memikirkan pernikahan.
Hyeon Jun menggubris apa yang dikatakan Ae Cha. Dia katakan... cintanya seperti tumbuh kembali saat dulu mereka masih kuliah.
Ae Cha tersenyum mengingat itu. Hyeon tanpa ragu memeluk dan menciumnya. Hyeon ternyata masih cinta padanya, dan dia melihat sosok Ae Cha yang bisa menjadi ibu yang baik bagi anak perempuannya.
Hyeon sibuk menelepon Ae Cha.. namun.. tidak juga diangkat panggilannya oleh perempuan itu. Dia jadi cemas. Sebab, hari itu dia katakan... dia putuskan bicara dengan Seung Won dengan tegas... setelahnya, jika gagal..dia tak tahu harus bagaimana dalam hidupnya. Hyeon tidak menginginkan hal buruk apapun terjadi pada seseorang yang pernah mengisi hidupnya itu..dan berharap akan mengisi hidupnya lagi....

Bersambung ke part 16...