Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura
sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won
Cerita ini hanya imajinasi saja... jangan terlalu
serius...
Sepulang dari tugasnya sebagai dokter
gigi, begitu keluar lorong rumah sakit, Minho langsung menelepon Song Yu,
temannya senior model, karena perempuan itu yang mengirimkan pesan bergambar di
smartphone nya.
“dia benar benar di busan.. apa kamu mau
menghampirinya?? Aku sudah kirimkan foto toko bunga itu bukan??,” kata Song Yu.
Minho mengangguk senang. Dia memang
bertekad ingin pergi ke sana tanpa ragu. Dia harus bertemu perempuan yang
dicintainya.
Tetapi yang menurut Song Yu heran, kenapa
sama sekali keluarga Min tidak ada yang mengetahui dimana sebenarnya Shin
Young.. dan kenapa sama sekali baik Tuan dan Nyonya Min merespon atas
kehilangan anak angkat yang sudah mereka asuh selama bertahun-tahun itu?
“aku tidak tahu,” jawab Minho, singkat.
Ya, memang tidak ada yang tahu, kenapa
sepertinya keluarga Min terkesan cuek dengan hal ini. Song Yu malah
menyimpulkan, mungkin saja sebenarnya mereka tahu, hanya, ketika Minho berusaha
mencari, mereka sembunyikan itu agar cowok itu tidak bisa mencarinya.
“Jadi.. Noona curiga.. sebenarnya mereka
sendiri yang menyuruh Shin Young pergi??,” tanya Minho.
Song Yu mengiyakan. Akhirnya, Minho pun
berfikir, mungkin Hye Rim tahu ini semua.
...............................................
“Kamu beneran serius mau mencari dia
sampai ke Busan?? Kerjaanmu bagaimana??,” tanya Hyeon Jun, keheranan pada
Minho.
Mereka bicara di kantin rumah sakit sore
itu. Minho meminta pertimbangan pada Hyeon, apakah hal ini bisa dilakukan
dengan cepat sebelum dia menikah dengan Hye Rim.
“eh, gila sekali,” ujar Hyeon, dengan nada
serius dan tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Minho bisa membatalkan
pernikahannya... sebab keluarganya sudah meminta seorang perancang busana untuk
mendesain baju bagi dia dan juga Hye Rim. Otomatis, waktu semakin dekat.
“karena semakin dekat itu... aku makin
galau, Hyeongje Hyeon Jun!,” gerutu Minho dengan jelas. Dia semakin ketakutan masa
depannya makin hilang tak tentu arah.
“aelasseo
(aku mengerti).. namun tidak semudah itu membayangkan kamu bisa bersamanya,
Minho.. orangtua mu dan orangtua Hye Rim bisa sangat benci padamu,” balas Hyeon
Jun.
Dia berfikir keras, ingin membantu
temannya itu. Hyeon mencoba mengerti, bagaimana rasanya lelaki kalau hidup
dengan perempuan yang tidak dicintainya sepenuh hati. Dia membayangkan saja
kehidupan rumahtangganya yang gagal di masa lalu. Dia tahu, Minho membutuhkan
perempuan yang mengerti dirinya dan dia juga merasakan itu.... merasakan kalau
Park Shin Young lah yang pantas untuk Minho.
“Kalau kamu mau mengambil cuti.. alasanmu
harus kuat dengan Direktur Roh. Dia orang yang tegas dan tidak ada kompromi..
jangan sampai kamu gagal lagi kali ini.. ,” ujar Hyeon.
“mau gak.. membantuku, Hyeongje?? Aku butuh
sekali pendekatan dengan Direktur Roh supaya bisa mendapatkan cuti selekasnya. Noona Song Yu sudah membantuku mencarikan dimana Shin Young,” jawab Minho.
Hyeon kaget, kenapa bisa pasien nya itu
tahu juga dimana Shin Young berada? Ternyata pergaulan Song Yu luas juga.
Tetapi Minho tidak memberitahu temannya itu kalau teman modelnya kenal dengan
orang sekelas mafia. Dia tahu, kalau Song Yu suka bercerita tentang masa
depresinya pada Hyeon Jun. Itu bukanlah hak Minho untuk memberitahukan padanya.
“aku akan bantu,” balas Hyeon Jun.
Wajah Minho senang sekali. Namun Hyeon Jun
mengingatkan lagi, kalau apapun bisa saja terjadi dan cobalah untuk menerima
kenyataan jika memang suatu saat mungkin saja, Minho tidak bisa mendapatkan
perempuan itu. Tampaknya, Minho masih tetap bertekad, walaupun apa yang akan
terjadi.
“aku malah takut.. jika kamu benar-benar
masih tertarik pada perempuan itu... Hye Rim akan bunuh diri,” kata Hyeon.
Minho hanya tertawa. Baginya, mana mungkin
perempuan macam Hye Rim akan bunuh diri, justru dia takut yang seperti itu
terjadi pada Shin Young.
“well, Minho.. secara terlihat mata, memang
sepertinya Shin Young tipe yang rapuh... tetapi jika kamu perhatikan lagi
agresivitas Hye Rim.. dia yang mungkin bisa lebih cepat bunuh diri,” ujar Hyeon
serius.
“Jangan berpikir seperti itu, Hyeongje... aku
tidak mau semua terjadi,” balas Minho dengan nada enteng, namun dalam hatinya
tetap kepikiran. Dia tidak mungkin juga hidup dengan orang yang tidak
dicintainya, dia ingin melepaskan Hye Rim sesuai dengan keinginan hidup
perempuan itu.
“aku katakan saja.. jika memang kamu ingin
hidupmu berjalan sesuai rencana... ya tidak menunda-nunda,” balas Hyeon lagi.
Minho akan menelusuri lagi apa yang
dikatakan Song Yu lalu segera mencari Shin Young, mengatakan pada beberapa
temannya di Busan untuk mengetahui kepastian sosok perempuan yang dicintainya
itu. Dia lalu bertanya tentang hubungan Hyeon, dia lebih setuju jika Hyeon menikah saja dengan
Song Yu. Tetapi Hyeon belum banyak bicara soal pernikahan kepada ibunya.
Apalagi, justru dia mencari jalan untuk menikahi Ae Cha untuk menutupi malunya
keluarga perempuan itu atas kehamilannya.
“berkorban sekali kamu, Hyeongje.. hari gini
aku baru menemukan lelaki yang sebenarnya .... sangat beruntung kalau Ae Cha
bisa memiliki mu”, ujar Minho, sambil dia menuangkan sendiri satu sendok teh
gula ke dalam cangkir teh nya.
“Seung Won terlalu banyak membuat dia
menderita... kalau bukan teman.. sudah ku hajar,” balas Hyeon, santai.
Minho tertawa kecil saja dengan apa yang
baru saja dikatakan Hyeon.
Di beberapa keluarga Korea modern pun,
jika ada anak perempuan yang hamil dulu tanpa menikah, dianggap juga sebagai
aib keluarga. Dan Ae Cha mengakui, keluarganya seperti itu.
“Tuntut saja kalau begitu Oppa Seung ke
pengadilan,” kata Minho.
“Masalahnya.. si perempuan begitu cintanya
pada lelaki ini dan tidak akan pernah mau memasukkannya dalam penjara,” timpal
Hyeon dengan cepat.
“Kisah cinta yang memusingkan,” balas
Minho.
Hyeon bercanda padanya, kalau kisah cinta
Minho juga apa tidak memusingkan?? Dia tetap akan berkeras hati, jika memang
Seung sama sekali jadi pria tidak bertanggung jawab, maka dia yang akan
bertanggung jawab. Minho hanya bisa geleng kepala dengan pikiran seniornya itu.
.........................................
Busan....
Pulang ke rumah Min Suh, Shin Young
berjalan sangat cepat. Dia masih ketakutan dengan peristiwa tadi pagi soal
dirinya yang dikejar-kejar seseorang dan hampir saja nyawanya melayang. Min Suh
kaget melihatnya berwajah pucat pasi, namun juga membawa banyak belanja makanan
yang mereka beli. Lalu Shin Young bercerita panjang lebar peristiwa tadi kepada
temannya itu.
“aku pikir.. aku akan meninggal, Min Suh..
aku benar-benar panik dan tidak tahu harus berbuat apa,” katanya dengan nada
suara bergetar.
“siapa mereka??,” tanya Min Suh.
Shin Young hanya menggeleng, sama sekali
tidak tahu, siapa yang mau mencelakakan dan siapa yang menyelamatkannya.
Min Suh berusaha menenangkannya. Dia juga
bingung, darimana orang suruhan itu? dan kenapa malah mau membunuh Shin Young.
Min Suh bertanya apakah dia mempunyai musuh selama di Seoul.
“aku rasa tidak... kamu kan tahu, Min
Suh.. aku hanya berteman dengan para kakek dan nenek jompo serta para
donatur... selebihnya, teman sekolah ku,” jawab Shin Young. Dia meminum seteguk
demi seteguk air untuk menurunkan kekalutan hati dan pikirannya.
Min Suh jadi ikut takut dan kalut. Takut
kalau temannya itu akan jadi sasaran orang yang benci padanya.
“ada yang aku ingin tanyakan padamu, Shin
Young... apa.. hanya kakak mu saja yang tahu kamu kabur kesini?? Orangtua mu...
bagaimana??”
“hanya kakakku yang tahu.. dan.. dia tidak
ingin aku kembali,” jawab Shin Young.
Min Suh tahu, temannya itu sedih, itu
sebabnya dia menampungnya. Ini semua terjadi hanya karena masalah hati. Min Suh
ingin sekali sebenarnya Shin Young kembali ke rumahnya, kembali mengurus para
orangtua jompo, tidak berkelana seperti ini yang membuatnya terkesan begitu
menderita, jauh dari apa yang pastinya diharapkan oleh Shin Young sendiri.
“apa.. kamu ingin selamanya bekerja
seperti ini.. dan disini??,” tanya Min Suh lagi.
Shin Young akhirnya tersenyum juga. Dia
akan pergi lagi entah kemana atau selamanya akan disini sampai kakaknya itu
menikah dengan Minho.
Min Suh menyandarkan tubuhnya di kursi.
“Aku tidak menyangka kalau cerita hidupmu
seperti ini... semestinya ada yang berubah dan bisa diubah,”
Shin Young tidak berharap Minho
mencintainya. Dia ingin lelaki itu menghormati dia dan keluarganya dengan hanya
mencintai kakak angkatnya. Kenyataannya, Min Suh tetap pada pendapatnya kalau
cinta memang tidak bisa dipaksakan dan kenapa tidak nekat saja hidup bersama
Minho??
Shin Young kaget dengan apa yang
dipikirkan Min Suh. Dia memang tahu, sedari awal, Min Suh tidak setuju ketika
dia menyatakan kabur dari rumah karena cinta, namun untuk sebuah kenekatan...
itu yang tidak bisa dia lakukan.
“apa jadinya kalau sekiranya... Minho mu
itu nekat... lalu dia menarikmu kesini dan memaksamu.. apa kamu akan mengikuti
langkahnya??,”
Pertanyaan Min Suh sulit dijawabnya. Tidak
mungkin dia akan merebut Minho dari tangan kakak angkatnya, Hye Rim. Dia tahu,
kakaknya itu tidak bisa dilarang soal keinginannya. Sedari kecilpun, Shin Young
lebih banyak mengalah jika Hye Rim ingin memiliki sesuatu yang dimiliki
olehnya. Tidak berani sama sekali dia meminta lagi kepada kakaknya itu,
termasuk dalam urusan cinta.
“jawab dong dengan hati mu yang paling
dalam, Shin Young...,” kata Min Suh lagi.
Suasana senyap sejenak.
“aku beneran ingin tahu.. apa yang kamu
rasakan.. sebenar-benarnya hatimu bicara,” masih kata Min Suh.
Min Suh benar-benar menunggu jawaban Shin
Young, sekaligus mereka duduk menunggu orang membeli bunga. Min Suh ingin
sekali temannya itu tidak lari dari kenyataan jika memang Minho sungguh cinta
padanya dan serius. Jika begitu, memang takdir berpihak padanya dan tidak perlu
takut atas kekhawatirannya kalau keluarga angkatnya akan memusuhinya.
“katakan saja, Shin Young.. kita sudah
lama berteman, kan???,”
Shin Young mencoba mengatakan, dengan
berat hati..
“aku.. memang cinta Minho,” katanya dengan
terbata-bata.
Min Suh tersenyum pada temannya itu.
“aku tahu kok.. kamu hanya terperangkap
dengan pikiranmu.. bahwa Minho tidak pantas untukmu... pembatasmu... Eonni Hye
Rim...”
“lalu... apakah berarti dia berhak memaksa
mu?? Kan tidak..”
.............................
Hye Rim menelepon Minho tentang kesiapan
mereka menyusun undangan. Jelas, Minho terlihat malas sekali, karena dia juga
baru saja pulang kerja, tetapi sudah disuruh melakukan sesuatu yang tidak
disukainya.
“Aku baru saja pulang, karena harus
gantikan Seol Ji Hwan.. nanti saja.. besok juga bisa kan? Lagipula.. ini sudah
sore sekali,” ujar Minho pada Hye Rim ditelepon.
Kontan saja, Hye Rim jadi tersinggung,
karena dia sudah janji pada desainer undangan.
“sama sekali apapun yang berhubungan
dengan kita.. kamu jelas sekali menolaknya!”
Minho tidak ingin ribut, dia berusaha
tenang menyikapi sikap tunangannya itu yang memang gampang emosi. Hal sedikit
saja berbeda ditelan mentah-mentah jadi emosi.
“aku bukan menolak.. aku memang habis
praktek menggantikan Ji Hwan,” balas Minho, kalem.
Hye Rim menutup teleponnya tanpa berkata
apapun.
Minho santai saja, sama sekali tidak balik
menghubunginya, dia malah beristirahat.
Di rumahnya, Hye Rim langsung duduk diatas
tempat tidur. Dia marah, tapi juga menangis.
“Ini semua karena Shin Young sialan itu!!
aku sama sekali susah mendapatkan Minho!!”
Tidak habis kata dia memaki saudari angkatnya
yang sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Minho. Shin Young menurut apa
yang dia katakan, seharusnya Hye Rim mencoba memahami pekerjaan Minho, bukan
menuruti emosinya sendiri, simpel saja.
Dia melempar barang-barang yang ada di
sekitarnya. Hye Rim marah berat. Sore itu dia memang sudah katakan pada
desainer bahwa mereka akan datang.
“KU MARAH PADAMU, MINHO.. AKU MARAH..
KENAPA SAMA SEKALI KAMU TIDAK CINTA AKU???!!,” teriaknya berkali-kali sambil
membanting apa saja yang ada di sekelilingnya.
Kondisi emosinya benar-benar labil. Tak
berapa lama, dia menangis, lalu mengambil minum diatas meja dan menenggak
sebuah pil penenang.
Sama sekali siapapun yang mengenal Hye Rim
tidak tahu, kalau dia minum obat anti depresan, bahkan orangtuanya sekalipun.
Dia terlihat hanya mudah emosi saja atau bahkan terkesan ceria, cuek dan judes.
Seperti benar apa yang dikatakan Hyeon Jun pada Minho tentang perempuan itu,
walau dia bukan pasien Hyeon.
........................................
“kenapa Minho tidakpernah menerima ku??
Apa kamu diam-diam menghubunginya lagi??,” Hye Rim mendadak marah-marah di
telepon pada Shin Young.
Perempuan itu kaget menerima telepon dari
kakaknya, yang dia sama sekali tidak tahu apa urusannya. Dia mengelak kalau memang
sama sekali sudah tidak menghubungi Minho dalam bentuk apapun.
Min Suh yang sedang mengatur bunga hanya
mendengar saja apa yang mereka bicarakan. Shin Young lebih banyak diam saat Hye
Rim sibuk mengeluarkan kata-kata makian padanya. Lagi-lagi, dia hanya menerima
saja keadaannya yang memang harus menurut pada kakak angkatnya itu.
Berkali-kali dia katakan, kalau dia tidak lagi menghubunghi Minho.
“aku akan membunuhmu, Shin Young... kalau
kamu berani mendekati Minho lagi!,” bentak Hye Rim dengan suara keras.
Shin Young menitikkan air mata... bukan
masalah dia melepas Minho.. tapi kenapa kakak angkatnya itu begitu tega
mengatakan itu padanya?? Apakah sama sekali tidak ada jalan lain mengampuninya,
karena dia sama sekali tidak tahu bagaimana Minho sekarang... dan dalam
pikirannya.. Minho pun sudah tidak mau tahu dengannya??
Min Suh memperhatikan air mata Shin Young
yang jatuh.
Dia mendiamkan saja Shin Young mendengar
ocehan dan makian Hye Rim ditelepon.
“aku tidak ragu untuk membunuhmu... kamu
tidak pantas hidup merebut Minho dariku!,” teriak Hye Rim di telepon.
Shin Young diam saja, dia dengarkan saja,
tidak berani menutup telepon dan membantah perkataan kakak angkatnya itu.
Sampai kemudian, Hye Rim capek sendiri dan menutup teleponnya.
Min Suh belum berani bicara, sampai
kemudian dia melayani beberapa orang pembeli dan pekerjaannya selesai.. malam
setelah tutup toko, barulah dia mengajak Shin Young bicara.
“hidupmu seperti semakin berat saja...
lebih baik.. jika memang kamu ingin pergi jauh.. jangan lagi berhubungan dengan
kakak angkatmu,” kata Min Suh sewaktu mereka makan malam.
Shin Young menghentikan makannya, menaruh
sumpit dan mangkok di atas meja makan... lalu. Dia diam sejenak...
“kenapa?? Apa kamu masih tidak punya
kekuatan untuk menunjukkan jati dirimu, Shin Young?? Kamu terlalu baik sedari
kita kenal...,” kata Min Suh lagi.
Shin Young masih diam.
Lalu,”aku masih menaruh jasa dengan kedua
orangtua angkat dan Eonni Hye Rim”
Min Suh mengerti hal seperti itu, walau
dia berangkat lahir dari orangtua kandung. Menjadi anak yatim piatu di negara
yang serba mahal lalu mendapatkan fasilitas hidup yang sama dengan anak kandung
adalah sebuah keajaiban disini. Namun, apalabila Shin Young memendam rasa
bersalahnya itu terus dan terus.. lama kelamaan semangat hidupnya dapat saja
hilang, dan itulah yang Min Suh pikirkan.
“Minho tidak tahu kamu disini... dan..
akan lebih baik juga jika kamu menenangkan diri dengan tidak menghubungi
siapapun, termasuk kakakmu,” ujar Min Suh lagi.
Shin Young hanya menjawab, dia akan berusaha
tidak menganggu kehidupan kakak angkatnya itu lagi.
Sementara Minho mendapatkan mesenjer text
dari Song Yu. Dia kaget sekali, sebab tulisan di Hp nya itu adalah alamat Min
Flowery yang lengkap!
“jadi.. kapan kamu mau tetap memburunya,
Minho??,” canda Song Yu di chat mesenjer.
Wajah Minho jadi berbinar. Dia berharap
memang akan bertemu dengan Shin Young secepatnya. Dia katakan pada Song Yu
kalau sedang menyusun jadwal cuti dan ternyata sangat kebetulan sekali dengan
apa yang dia rencanakan.
“Nah, Minho.. aku berharap.. kamu dapat
mengejar cintamu yang sebenarnya.. takkan lari dia terhadapmu... aku sepertinya
yakin itu,” senyum Song Yu.
Minho berterima kasih pada kakak modelnya
itu, yang sudah membantunya mengejar impiannya terhadap Shin Young.
................................
Seng Won melempar asbak yang ada di
depannya, dia marah.
“aku katakan kepadamu.. aku sedang
mengejar karir.. dan sekarang kamu memaksaku untuk menikah!!”
Dia bicara di depan Ae Cha dengan penuh
kemarahan. Sedari awal dulu berhubungan dan satu atap, dia memang tidak ingin
ada anak dan dia rasakan karirnya masih kurang bersinar.
“aku tidak tahu lagi bagaimana aku bisa
bersabar denganmu.. Seung Won! Aku sudah malu dengan orangtuaku!,” gantian Ae
Cha balas berteriak.
Seung Won menendang pintu. Dia tidak ingin
melukai, tetapi juga tidak bisa mengontrol amarahnya yang meledak itu.
Dilemparkannya barang apa saja yang ada di dekatnya, namun tidak mengena pada
perempuan yang sedang hamil besar itu.
“Tolong.. pahami aku.. ,” ujar Seung.
Ae Cha diam. Rasanya dia sudah lelah Seung
meminta hal itu berulang-ulang, hidupnya terasa salah langkah bersama lelaki
itu. Dia sering bercerita pada Hyeon kalau dia sudah mulai minum obat anti
depresi dan Hyeon panik dengan hal itu.
Hyeon sendiri sudah banyak bicara dengan
Seung, namun Seung tetap bersikeras kalau dia akan hidup saja tanpa menikah
dengan Ae Cha, walau sudah ada anak.
“sampai kapan aku bisa memahamimu... Roh
Seung Won?? Aku sudah terlanjur sakit.. aku pertahankan anak ini.. ku pikir..
kamu akan memikirkan hal yang sama... sebuah pernikahan.. kenyataannya.. sama
sekali tidak”
Seun Won diam, dia lalu duduk,
mengacak-acak rambutnya sendiri. Bingung, stress dan belum siap dengan
kenyataan yang ada di depan mata. Sedari dulu memang dia minta kandungan itu
digugurkan..atau tetap hidup tanpa pernikahan. Ternyata kehidupan seperti itu
tidak berlaku bagi keluarga Ae Cha.
“aku tidak bisa begini terus, Seung Won...
sikap dan tingkahmu membuat aku sakit,” kata Ae Cha lagi.
Seung Won menundukkan kepalanya, pusing.
Ae Cha lalu meninggalkannya tanpa berkata
apapun.. dia menangis, menitikkan air mata.. terasa hidupnya tidak berguna
lagi. Dia menyesali apa yang sudah dia lakukan bersama dengan lelaki dokter
itu.
Sementara, Hyeon Jun sedari tadi berusaha
menelepon perempuan itu, sama sekali tidak diangkatnya. Terakhir, Ae Cha
bercerita kalau keluarganya memberikan tenggang waktu pada Seung Won untuk
memikirkan pernikahan.
Hyeon Jun menggubris apa yang dikatakan Ae
Cha. Dia katakan... cintanya seperti tumbuh kembali saat dulu mereka masih
kuliah.
Ae Cha tersenyum mengingat itu. Hyeon
tanpa ragu memeluk dan menciumnya. Hyeon ternyata masih cinta padanya, dan dia
melihat sosok Ae Cha yang bisa menjadi ibu yang baik bagi anak perempuannya.
Hyeon sibuk menelepon Ae Cha.. namun..
tidak juga diangkat panggilannya oleh perempuan itu. Dia jadi cemas. Sebab,
hari itu dia katakan... dia putuskan bicara dengan Seung Won dengan tegas...
setelahnya, jika gagal..dia tak tahu harus bagaimana dalam hidupnya. Hyeon
tidak menginginkan hal buruk apapun terjadi pada seseorang yang pernah mengisi
hidupnya itu..dan berharap akan mengisi hidupnya lagi....
Bersambung ke part 16...