This is me....

Rabu, April 15, 2015

Pernikahan ½ (Part 35: Kamu Mau.. Dia Kurebut?)

Namanya juga cerita imajinasi... jangan pernah dimasukkan ke hati..

Minho pulang ke flat nya dengan langkah gontai. Sampai ruang depan, tepat di depan meja rendah, dia langsung terduduk, meletakkan wajahnya diatas meja, menjadikan tangan kanannya sebagai bantal. Hatinya sebenarnya pilu, dia mencoba tadi untuk membujuk Aiko agar kembali ke flat mereka, setelah mengingat kembali bagaimana jadinya jika perjanjian itu dilanggar, dia akan bersiap-siap menghadapi pengadilan. Wajahnya sayu, sama sekali dia tidak menyangka, emosinya begitu terkuras dan… dia masih sangat bersikap anak-anak sekali, kebingungan dengan keadaan rumahtangganya.


Kemarin malam, ayahnya hanya berkata,” kamu benar-benar cari mati dengan membuat keputusan perpisahan walau sementara, Minho.. apa kamu lupa dengan perjanjian yang sudah kita tandatangani??”
Dia terlalu polos, ya.. dia terlalu jujur dengan kata hatinya, yang kemudian dikatakan tidak tepat waktu, karena kondisi wanita yang sedang hamil sebaiknya tidak menerima tekanan emosi.

“Kesalahanku sudah berkali-kali.. Kohashi-san.. pasti akan sangat marah padaku.. mungkin tak mengampuni aku lagi,” keluh Minho dengan suara pelan, membicarakan mertuanya.
Dia malas mengangkat kepalanya, ditundukkan saja, berbantal satu tangannya yang terlipat.
”Aku begini karena bingung.. bingung.. bagaimana rasanya menjadi seorang yang harus bertanggung jawab untukmu, Aiko chan.. juga untuk anak kita... ”
Waktu bagai terhenti. Senyap, kelu, tanpa sepatah kata apapun keluar dari mulut Minho. Semangat hidupnya sudah mulai turun.
                                                .....................................
”Perlukah aku membatalkan perjanjian ini?? Sudah berapa kali Minho kun itu melanggarnya??,” tanya Kohashi pada anaknya, Aiko.
Semua keluarga Kohashi berkumpul di ruang tengah.
Aura di ruang tengah menjadi sedikit lebih panas, karena Kohashi, sebagai kepala keluarga dan juga mertua bagi keluarga Minho, menjadi sangat tidak puas terhadap kehidupan rumahtangga anaknya. Baginya, Minho sama sekali tidak belajar juga dari peristiwa masa lalu. Dia juga menganggap Minho tidak serius menikah dan bertanggung jawab atas kehidupan anaknya.

”aku tidak ingin hubunganku berakhir di pengadilan, Otoosan (ayah).. aku mohon... berikan Minho kun kesempatan sekali lagi,”
Aiko menjawab dengan suara yang bergetar. Dia masih mencintai Minho, tidak ingin semuanya kacau.
”kamu masih mau menerima suami yang tidak bertanggungjawab?? Bahkan aku bisa membiayai anak kalian,” balas Kohashi dengan nada dingin.

Aiko menggeleng, sama sekali dia tidak ingin Minho seperti itu. Namun, Kohashi menganggapnya Minho sudah seperti itu.
”sama sekali dia bukan suami yang berguna untuk mu... ketidakdewasaannya membuat aku turun tangan,” kata Kohashi lagi.
Aiko menunduk... air matanya jatuh pelan-pelan.
”aku... tidak ingin semuanya begini buruknya, otoosan.. ”

”sudah buruk bagiku,” balas Kohashi, singkat. Kohasi melanjutkan pembicaraannya, kalau baginya, tidak ada ampun lagi dan tidak lagi menginginkan Minho menjadi menantunya.
Aiko kaget dengan apa yang dia dengar baru saja. Bagai geledek di tengah hari cerah.
”aku tidak ingin bercerai, otoosan.. mohon maafkan Minho-kun!,”
Suaranya menjadi meninggi.

”apa lagi yang kamu harapkan dari lelaki tak tahu diri itu, hei, Aiko-chan? Sama sekali tidak membuatmu bahagia!,” bentak Akira, sampai kakak lelakinya itu berdiri, kesal sekali dengan adiknya yang masih saja mempertahankan Minho.
”DIAM!,” bentak Kohashi dengan suara keras.
Semua langsung diam, senyap.

Aiko melawan dengan kata-katanya diantara ingin menangis dan berteriak.
”Aku tahu Minho kun salah.. dia masih terlalu anak-anak.. mungkin...aku juga salah, kemarin mendiamkannya saja ketika pemakaman Ichirou kun.. ”
”aku membiarkan saja dia.. aku kelelahan.. aku ingin sekali kuliahku tidak berantakan... aku ingin menggantungkan saja ini semua, otoosan..okaasan (ibu)”

Ibunya Aiko sedih, berlinang airmata. Dia mengerti anaknya sudah mulai lelah.
Kohashi diam sejenak. Suasana hening kembali.
Lalu...
”Kamu harus tentukan sikapmu padanya, Aiko chan.. sesuai dengan perjanjian.. dia harus diseret ke pengadilan”

”Jangan, Otoosan! Aku mohon!,” Aiko malah menghormati ayahnya sampai setengah bersujud. Dia tidak ingin anaknya tidak memiliki ayah. Minho tetap harus menjadi ayahnya, bagaimana pun juga.
”Lalu.. sampai kapan kalian akan menderita?”, tanya Kohashi. Wajahnya mulai dingin lagi.
”setidaknya.. dia harus bertanggungjawab.. memberikan uang untuk anak mu”

”aku mengerti,” jawab Aiko, pelan. Dia meminta ayahnya tidak buru-buru menyeret Minho ke pengadilan, karena artinya.. adalah perceraian.
”sampai batas mana ayah bisa sabar dengan kehidupan kalian berdua?,” tanya Kohashi. Dia memang sudah tingkat jenuh berpikir tentang mereka, yang sama sekali jauh dari kedewasaan.
Aiko lalu menunduk hormat lagi pada ayahnya,” sekali ini saja... jika aku harus berpisah sampai selama apapun, otoosan... aku tetap ingin Minho kun menjadi ayah anak ini”

Kohashi bergumam. Tampaknya, anaknya memang sudah sangat terikat hati walau juga merasakan sakit hati.
”aku memikirkan anak ku dan dia, ayah,” ujar Aiko lagi.
Akira emosi sekali dengan pernyataan adiknya itu, sudah dikecewakan, masih saja menerima cowok itu di dalam hatinya. Sama sekali menurutnya tidak pantas dan buang saja.
Tetapi, Aiko tetap ngotot pada keluarganya.

”lihat saja, Otoosan.. bagaimana nanti kalau Minho mengkhianatinya lagi?? Apa harus dibantu lagi??!!,” Akira naik darah. Dia kesal sekali dengan adiknya itu. Dia pun membanting gelas yang ada di depannya.
”aku sudah tidak mau berurusan lagi,” jawab Kohashi, tegas.
Artinya, apapun yang terjadi pada anak perempuannya itu, dia sudah lepas tanggung jawab.
Isterinya kaget. Dia tidak ingin masa depan anaknya berantarakan.

”Jangan begitu, Anata (suamiku).. bagaimanapun.. Aiko chan anak kita juga,”
Isterinya Kohashi memohon, menunduk hormat pada suaminya sendiri.
”kamu lihat sendiri kan.. apa yang kemarin sudah aku bicarakan dengan mereka?? Sepertinya mereka mengentengkan kita... ,” balas Kohashi.
Kohashi berdiri.
”sudah cukup keputusanku terhadap mereka.. kita ke pengadilan”
Kalau sudah begitu, tidak ada satu anggota keluargapun yang bisa membantah keputusannya. Dia pun keluar dari ruang tengah itu, menuju belakang rumah.
                                                .....................................
Esoknya... Myo kaget, dia pikir Aiko tidak akan masuk kuliah karena kemarin dia pulang dan sama sekali tidak mengabarkan pada Myo kalau tidak jadi menginap di flatnya.
Begitu dia tahu Aiko masuk kuliah lagi bersamanya hari itu, siangnya, dia langsung menarik tangan Aiko ketika ingin ke ruangan lain untukkuliah berikutnya.

”Apa..Minho kun cerita lagi padamu??,” tanya Aiko.
Myo mengangguk. Mereka berbicara di lorong kampus.
Aiko bercerita kalau orangtuanya telah menelepon ortu Minho dan menginginkan perpisahan mereka.
Myo kaget, sebab artinya, jika mereka berpisah, Minho akan berhadapan dengan pengadilan.

”apa kamu sudah gila, Aiko-chan?? Ini bahaya sekali.. bisa-bisa semua aset beasiswa kemahasiswaan Minho kun dicabut... bukankah sewaktu kalian akan menikah saja.. Minho kun sudah kepayahan dengan kuliahnya??,” tanya Myo.
Apa yang Myo bayangkan akhirnya bisa terjadi juga. Sebagai teman, dia tidak ingin kejadian buruk akan menimpa mereka. Dia membayangkan bagaimana nanti kalau Aiko tidak bisa berjuang sendirian dalam hidupnya. Menjadi ibu muda tidaklah mudah dalam pikirannya.

”Jadi.. siapa sebenarnya yang salah dalam pernikahanku ini, Myo chan... aku? Atau Minho kun??,” tanya Aiko dengan mimik sedih.
Myo tersenyum, baginya, dalam pikirannya, keduanya memang masih seperti anak-anak. Semua diselesaikan dengan emosi. Sehingga kedua orangtua mereka juga akhirnya kewalahan juga dengan sikap mereka dan menginginkan perceraian.

”Apa... orangtua Minho kun menginginkan itu??,” tanya Myo dengan suara pelan.
Aiko menggeleng, dia katakan tidak tahu sama sekali. Kemarin dia bertemu Minho ditaman fakultas, hanya diam saja.
”Minho kun butuh waktu.. ,” ujar Myo, kalem. Dia berharap, Aiko juga akan memberikan waktu pada cowok itu untuk jadi dewasa.
”apa.. menurutmu.. aku tidak harus bercerai??,”
Myo mengangguk menjawab pertanyaan Aiko.

”aku pikir begitu,” senyum Myo.
”selama kamu dekat dengannya.. dibalik sikap kekanak-kanakannya itu.. kamu yakin tidak??,” Myo malah jadi bertanya balik. Dia menginginkan jawaban jujur dari hati temannya itu tentang pasangan hidupnya sendiri.
Aiko mengangguk pelan.
Myo tersenyum lagi.
”menurutku... pernikahan kalian bisa diselamatkan...”
”tetap semangat, Aiko-chan! Sebaiknya.. kamu memberanikan diri membicarakan ini pada Minho kun,”

Aiko mengangguk saja, dia ingin sekali menelepon Minho. Rasa kangennya muncul.
                                                ..................................
Di ruangan markas mereka, hanya ada Ken, Makoto dan Aiko. Minho sama sekali tidak muncul lagi.
Aiko bertanya pada Makoto, apa Minho baik-baik saja.
Makoto mengangguk, dia katakan Minho mendapatkan kontrak baru lagi untuk jadi model sebuah perusahaan elektronik.
Aiko hanya tersenyum mendengar itu. Pahit rasa baginya, jika Minho sama sekali tidak mengingatnya.

”Minho kun akan bergaji besar kalau sudah begini, Aiko-chan... perusahaan elektronik itu.. perusahaan besar,” kata Makoto.
”apa dia tidak menghubungi mu??,” tanya Makoto.
Aiko menggeleng saja.
Makoto berdecak.
”Mungkin dia sibuk, Aiko-chan.. aku pikir.. aku yang akan dapat kontraknya.. ternyata Minho kun... perusahaan itu tertarik dengannya banget,”

”Kalau sudah begitu.. bisa saja dia lupa denganmu,” ujar Ken, dengan nada sedikit sinis.
Mereka memang belum tahu, bagaimana perasaan Minho yang sebenarnya dengan mendapatkan kontrak baru.

”aku tidak tahu.. apa tadi dia kuliah atau tidak.. kalau Ichi kun masih ada, kita menghubunginya,” ujar Makoto.
”lama kelamaan.. kelompok kita bubar,” kata Ken.
Makoto mengangguk,” shikatanai no.. (tidak ada pilihan lain)”

Aiko bercerita kepada mereka apa yang dia alami kemarin pembicaraan dengan keluarganya. Makoto dan Ken kaget.
”kalian... bisa resmi bercerai,” kata Makoto.
”aku.. tidak menginginkan itu, Makoto kun.. Ken-kun..”, ujar Aiko dengan sedihnya.
”jadi.. tolong.. aku ingin sekali berbicara ini pada Minho kun.. tetapi.. tadi.. aku menghubunginya..tidak bisa”

Makoto menghela nafas, sebagai teman yang baik, dia ingin sekali semuanya ini selesai.
Ken malah ambil suara,” kita pergi saja ke flat kalian”
Makoto heran, penyelesaian Ken memang terbilang cepat. Cowok itu tidak ingin segala sesuatunya betele-tele.
Makoto lalu mengirimkan sms pada Minho, mengetik bahwa dia dan Ken akan main ke tempatnya untuk sekedar minum minuman ringan, sejenak mengobrol. Sama sekali dia tidak katakan kalau Aiko akan ke flat nya.
Minho kebetulan menjawab ya.
Mereka pun langsung meluncur ke sana.
                                                ..............................................
”Aiko-chan???,” Minho kaget, ketika dia membuka flatnya.. dilihatnya, Aiko berdiri di depan pintu bersama Ken dan Makoto.
”Yo, Minho kun... ojama shimasu (maaf menganggu),” kata Ken, dengan santainya dia langsung menggeser badan Minho yang di depan pintu dan masuk ke ruang depan.
Lalu diikuti oleh Makoto.
Ekspresi Minho masih sedikit heran, ada apa mereka datang ke flat nya?
Dan.. Aiko ikut masuk ke flat Minho. Minho senyum manis padanya.

Aiko ingin sekali membalas senyumnya, tetapi dia perasaannya masih bercampur dengan malu, bingung.
Ojama shimasu,” katanya pada semua.
Okaeri (selamat datang kembali), Aiko chan.. naega anae,” balas dan senyum Minho.
Aiko hanya sedikit menunduk hormat pada Minho, lalu menuju ke Makoto dan Ken, lalu duduk.

”oi, Aiko chan.. kami haus,” ujar Ken tanpa basa basi.
Aiko berdiri, dia tahu harus pergi ke dapur. Tetapi, Minho malah mengikutinya.
Ken malah jadi mentertawakan mereka.
”Oi.. kalau mau romantis.. nanti saja.. tunggu kami pulang!”, kata Ken dengan setengah teriak.
Makoto jadi ikutan tertawa.
”Jangan mesra di depan kita ya... kami gak mau nanti pulang mampir ke rumah sebelah, hahaha!” (maksudnya adalah tempat pelacuran).

Minho menoleh pada mereka.
Ki ni shinai (Emang Gue Pikirin),” balasnya, cuek.
Lalu menoleh lagi pada Aiko yang sedang membuatkan minuman teh dingin untuk mereka.
”Aiko chan.. kamu makin manis saja,” rayu Minho.
Aiko hanya diam. Dia lalu mengambil tray.
Minho langsung sigap membantu mengambil tray dari lemari kecil diatas.

”terima kasih,” ujar Aiko, ketika Minho memberikan tray itu padanya.
Minho membalas dengan senyum. Dia lalu nekat mencium pipi Aiko.
Ken dan Makoto melihat mereka, karena memang dapur tidak ada sekatnya.

Aiko berjalan menuju Ken dan Makoto, lalu menghidangkan minuman teh dingin itu.
”untung masih ada teh ini... aku enggak tahu mau suguhkan kalian minuman apa.. maaf ya??,” basa basi Aiko pada mereka.

Minho menghampiri mereka, lalu duduk di samping Aiko.
”aku enggak nyangka.. kalian mau main kesini,” katanya pada  Ken dan Makoto.
Ken menepuk pundak Minho.
”Kamu.. sudah mulai banyak uang, sama sekali tidak berkumpul lagi,”
Minho menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
”ah.. enggak kok.. aku memang sibuk sih... tanya Makoto-kun.. aku dapat kontrak baru... yang ini lumayan banget... aku bisa kumpulkan uang banyak lagi..”

”Tanpa bilang ke Aiko chan??,” tanya Ken.
Minho tertawa kecil, sambil menepuk dahinya sendiri,” aigoo... aku lupa, hahaha”
Wajahnya polos sekali menoleh pada Aiko.
”mian (maaf), Aiko chan.. aku benar-benar lupa.. terlalu banyak pekerjaan dan aku harus serius mengedit komik Tachibana-san.. dia makin terkenal saja jadi komikus..”

”kalau tadi aku tidak bilang pada Aiko chan.. dia mungkin enggak akan pernah tahu, kamu ada kontrak model yang ini,” kata Makoto.
Minho menggaruk kepalanya dan meminta maaf. Dia katakan kalau dia memang sibuk. Orangtuanya saja dia lupakan sejenak untuk mengurus semua pekerjaannya.
Aiko tidak ingin berkomentar apapun. Dia kecewa, tapi dia simpan-simpan saja.

Ken menangkap ekspresi wajah cewek itu walau dia cepat menyembunyikannya lagi.
”sudah punya isteri dan anak kok masih seperti orang single saja!,”
Dia memukul kepala Minho, sampai cowok itu mengaduh.
”kamu apa tidak kasihan sama dia, eh?? Kalau nanti aku rebut... mau???,” lanjut Ken lagi.

Minho langsung sensitif dengan kata-kata itu. Dia mau marah, namun diurungkannya. Dia teringat lagi, sebelum Ichirou meninggal, cowok itu menyampaikan surat pernyataan cintanya pada Aiko.
Damn you (sialan kamu)... aku enggak akan kasih Aiko chan pada siapapun,”
Gantian dia memukul kepala Ken, lalu tertawa, kamuflase untuk emosinya itu.

”salahmu sendiri, Minho kun... kamu terlalu belum dewasa,” timpal Makoto.
”kamu sendiri... apa tidak dewasa namanya... mendadak putus dari pacarmu tanpa sebab??,” gantian Minho menyalahkan Makoto.
Makoto hanya membalas dengan nyengir kuda.

”Kita semua memang masih belum dewasa kok... masih 19 tahun.. bisa apa dengan umur segini??,” ujar Ken. Dia menggerakkan kedua telapak tangannya sampai setinggi bahu, ekspresi tidak mau tahu.
”ya... aku rasakan banget itu,” keluh Minho.
Aiko diam saja diantara obrolan para cowok 19 tahun itu. Dia sedang berfikir, apakah kalau malam ini Minho memintanya tinggal di flat mereka, dia akan menerima ajakan itu.

Dan... benar saja.. Minho pun menoleh padanya dan menginginkan itu.
”sudahlah, Aiko chan.. terima saja.. ,” kata Ken.
Mereka memang tahu, keduanya sedang renggang, dan harus segera diatasi kerenggangan itu.
”apa kalian mau bercerai.. tidak kan?? Gampang sih.. kalau kalian bercerai.. aku bisa dapatkan Aiko chan dong,” ujar Ken dengan entengnya.
Minho langsung otomatis mengeplak kepala Ken dengan keras.
”Tidak semudah itu, Aho (bodoh),” balasnya dengan ketus pada Ken.
Makoto tertawa-tawa dengan ekspresi dan perkataan Minho pada Ken. Dia katakan kalau memang Minho tidak serius dengan Aiko, dia juga mau.
Minho lalu jadi mengeplak kepala Makoto juga, tanda dia memang ingin semua masalah ini terselesaikan dengan baik dan ada jalan keluarnya.

”nah, begitu... jangan galau terus.. menyebalkan kamu, Minho kun..,” ujar Ken.
Mereka lalu ngobrol lagi soal kampus dan kehidupan sehari-hari, sampai puas jam 22.00 telah berlalu, Makoto dan Ken pun pamit pulang.

”Kamu.. disini saja, Aiko chan.. temani Minho kun mu itu kerjakan edit komik Tachibana-san... kasian dia.. aku tahu, dia kesepian,” kata Ken, di depan pintu.
Dia dan Makoto bersiap-siap pulang.
Makoto hanya mengangguk saja.
”aku enggak mau dia pulang kok.. sudah malam pula.. 160 km itu jauh sekali,” balas Minho, santai.
”iya kan.. Aiko chan?? Kamu mau kan.. disini malam ini??,” dia menoleh pada Aiko.
Aiko hanya mengangguk saja, menuruti apa kata Minho, namun sebenarnya dalam hatinya, dia menolak. Dia belum menghubungi kedua orang tuanya atau kedua kakaknya untuk menginap, bahkan Myo. Sebab dia tinggal bersama temannya itu selama pertengkaran.

Jya.. selamat bersenang-senang malam ini!,” ujar Ken dengan wajah ceria.
Makoto dan Ken melambaikan tangannya di depan pintu flat Minho.
”eh.. he.. iya,” jawab Aiko dengan nada bingung, membalas lambaian tangan mereka.
Minho senyum saja.
Kedua cowok itu pun pulang ke flat nya masing-masing.
                                    .........................................................
Minho senyum pada Aiko ketika mereka sama-sama duduk di depan meja rendah. Biasanya, kesehariannya mereka mengerjakan tugas kuliah bersama di ruangan itu.
Minho menghampirinya yang sedang duduk diam saja, bingung mau apa, lalu menciumnya.

”ah.. sudah lama banget enggak merasakan ini loh,” basa basinya pada Aiko.
Aiko hanya mengangguk saja.
Minho lalu duduk lagi.
”aku tahu.. ayahmu berniat menyeretku ke pengadilan... aku memang menantu yang payah,” katanya lagi, membuka pembicaraan serius.
Aiko mengangkat kepalanya, menatap Minho.
”Tapi.. aku tidak mau kamu sampai begitu, Anata (suamiku),”

Minho senyum padanya.
”aku tahu kok... tetapi.. ayahmu kan keras banget.. bahkan.. ayahku diteleponnya dan.. ayahku merasa terancam dengan perkataannya”
”aku minta maaf.. tapi memang.. ayahku menginginkan yang terbaik untuk rumahtangga kita,” tunduk Aiko.

Minho malah tertawa kecil.
”aku yang banyak salah kok.. aku harus terima semuanya.. termasuk juga kalau mungkin memang ayahmu memaksaku ke pengadilan,”
Dia lalu berdiri, ingin menuju ruangan kerjanya, disebelah kamar mereka.

Aiko ikut berdiri, lalu malah memeluk Minho dari belakang.
”aku.. masih cinta dengan kamu, Anata ... kita hanya bingung.. bagaimana harus menghadapi semuanya,”
Minho diam sejenak. Aiko pun diam, belum meneruskan perkataannya.
Lalu Minho membalikkan badannya dan tersenyum.
”aku tidak bosan denganmu.. aku ingin serius.. dan aku bosan bermain-main dengan hidupku...”
”aku tahu.. emosi ku masih labil sekali.. tetapi.. aku yang lebih banyak menyusahkan mu... ”

Aiko mengangguk saja.
Dia membiarkan Minho berkata tentang diri cowok itu sendiri.
”aku minta maaf, kalau tidak memberitahukan kamu.. kemarin aku dapat kontrak baru.. mau ku.. kendorkan cemburu mu itu pada cewek lain.. kerja menjadi model memang begitu.. lalu.. aku bisa kerja apalagi untuk dapat uang, Aiko chan?? Kita kan belum lulus??,”
Minho memeluknya, erat sekali.
”Ayahku pun marah dengan perilaku ku.. semua marah.. aku harus berfikir”

”lalu.. apa.. perpisahan kita akan terus berlanjut??,” tanya Aiko.
Minho menggeleng.
”aku tidak tahu.. yang selalu aku takutkan adalah, ketika aku kesal dan marah.. lalu keluar kata-kata kasarku menyakiti hatimu.. aku masih labil... aku hanya takut.. kemarahanku jadi terpendam dan melukai hatimu”
”.... tanpa aku bisa memaafkanmu lagi”

Aiko mencoba mengerti sifat sensitif Minho, yang baginya, tiada tandingannya di dunia ini. Cowok itu bisa tertawa, tetapi aslinya super sensitif. Dia berfikir, pasti tadi, ketika Ken mengatakan merebut, Minho akan menyimpannya dalam hati.
”kita hanya menunggu saja.. apa keputusan ayahku,” kata Aiko.
Minho mengangguk.
”aku akan bertanggungjawab dengan apa yang kulakukan kemarin,”

Suasana hening sejenak. Minho masih memeluk Aiko.
”jadi... malam ini.. tinggallah bersamaku..,” ujar Minho lagi.
Aiko mengangguk saja. Mereka masuk kamar.
                                                ............................................
Minho tidak bisa tidur, dia gelisah sekali. Benar saja, dia memikirkan apa kata Ken tadi.
Dini hari, dia malah akhirnya sibuk meng-sms Myo.
”Ken-kun memang perhatian pada Aiko-chan,” jawab sms Myo pada Minho.
Minho jadi tambah galau saja.
Lalu, datang lagi sms Myo,”Tapi aku rasa, itu semua karena persahabatan, shinpai shinaide (jangan khawatir)”

Minho tidak membalas sms Myo. Dia diam saja. Menatap langit-langit.
”aku harus memperbaiki sikapku.. aku harus mengubah kecerobohanku.. ”, katanya dalam hati.
Malam itu, dia membayangkan bagaimana tadi siang, ayahnya memaki-makinya, supaya dia meminta maaf pada Kohashi dan memaksa Kohashi tidak menyeretnya ke pengadilan sesuai perjanjian.
Minho gelisah. Dia tidak ingin hidupnya berakhir di pengadilan.

Bersambung ke part 36....