Cerita ini cuma imajinasi saja, jangan dimasukkan ke hati.. kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..
Pagi itu hari cukup cerah, tidak tampak
sederetan awan mendung bergayut di langit. Tae Young alias Takako membuka
matanya, ketika dia mendengar suara ucapan selamat pagi dari Han Hye.
”Hari ini... menurut rencana.. salah satu
keluarga Anda akan datang dari Ilbon (jepang),
Nyonya..,” senyum Han Hye dipagi itu.
Takako sangat senang. Bagaimana tidak?
Ternyata Yang Mulia Raja Jeong Seok mengirimkan surat ke Tsushima dan meminta
salahsatu anggota Klan Sadamori menghadiri pernikahan ulang antara dirinya
dengan Minho. Tentu saja, hal ini akan segera menghapus kesedihan karena dia merasa
sendiri di negeri itu.
”Aku senang sekali!,” dia berjalan
mendekati jendela, lalu menggeliat.
Han Hye senyum saja melihat tingkah Nyonya
nya itu, sambil membereskan tempat tidur.
Lalu Takako duduk dan minum.
”Ne,
Han Hye...kamu tahu tidak?? Aku sempat berfikir Minho sibuk sekali untuk
Manchuria.. padahal awalnya, kami berbicara tentang kelompok perompak yang
menguasai laut kuning,”
(Ne adalah ekspresi orang jepang, seperti
memanggil ”hai” atau ”nah”)
”kenapa harus Minho yang ke Manchuria??,”
dia menopang dagunya. Dia hanya memikirkan kepentingan manjanya saja, tidak
bisa lama ditinggal Minho.
”Memang seperti itulah tugas seorang
jendral, Nyonya... harus siap berpindah tugas kalau memang Yang Mulia Raja
memerintahkannya untuk pindah,” senyum Han Hye, sambil masih membersihkan
tempat tidur Takako.
”membosankan,” jawab Takako, santai masih
menopang dagu.
Han Hye hanya membalas dengan senyum kalau
majikannya itu sudah bilang bosan. Takako memang tipe perempuan cepat bosan,
tidak suka terlalu banyak aturan. Beda dengan perempuan jepang pada umumnya
yang manut.
”Lalu... hari ini.. aku harus apa?,” tanya dia pada Han Hye.
Han Hye selesai membereskan tempat tidur
dan duduk di depannya.
”Jendral Lee meminta aku tetap menemani
Nyonya... dan mungkin juga bertemu dengan saudara Nyonya itu....serta.. kita
akan melihat baju pengantin,”
”apa aku masih tidak boleh bertemu Minho??
Padahal... semestinya memakai baju pengantin juga bersama dia bisa kan??,”
wajah Takako masih kusut dengan bangun tidurnya, mencari-cari alasan supaya dia
bisa bertemu Minho hari itu.
Han Hye mengangguk,”ya... kami minta
maaf.. tapi begitulah”
”Menyebalkan sekali... aku berpikir untuk
kabur dan pergi ke rumah dinasnya,” gerutu Takako.
”hari ini...setelah Nyonya bertemu saudara
dari Ilbon, kami akan membantu
membersihkan badan Nyonya, sehingga menjadi wangi,” balas Han Hye.
Takako cemberut saja. Dia tidak peduli itu
semua. Dia ingin bertemu
Minho, mengobrol panjang soal tehnik bertarung. Dia memang seorang perempuan
bangsawan yang agak urakan, bukan tipe yang lembut. Dia lebih pilih belajar
bertarung daripada belajar menjahit.
”Kamu kan tidak perlu ragu dengan ilmu
bela diri Minho.. itu sebabnya aku kangen ngobrol soal itu dengannya,” keluhnya
lagi pada Han Hye.
Han Hye minta maaf karena dia tidak
mungkin melanggar adat, karena hal itu dipercaya akan ada bahaya di dalam
pernikahan Minho dan Takako nanti jika dilanggar.
”Jendral Lee sendiri, sibuk sekali untuk
perencanaan ke Liao Ning, Nyonya.. aku tidak menemukan beliau santai dirumah,”
senyum Han Hye, berusaha menghiburnya. Menjadi jendral baru dengan segudang
aktivitas membuat Minho memang kadang bahkan tidak tidur di rumah dinasnya yang
berada di luar kompleks istana, tapi memilih tidur bersama para prajurit rank
dibawahnya, di kompleks istana. Minho bukan orang yang gengsi saat bersama
dengan para prajurit yang rank nya masih di bawah dia, terkadang jika dia malas
masuk kamarnya, dia memilih tidur bersama bawahannya, Sim Hwang dan yang
lainnya di barak depan rumahnya.
”Harap Nyonya bersabar saja,” senyum Han
Hye, sembari menuangkan teh pagi untuk Takako.
Tae
Young alias Takako hanya membalas dengan cemberut.
...................................
Sementara, di rumah dinasnya Minho juga
baru bangun tidur. Dia tidur bersama-sama dengan para prajuritnya di barak
depan rumah.
”Aku harus segera bersiap... bertemu
dengan kedua orangtuaku,”
Dia lalu bangun, mempersiapkan dirinya
untuk pergi ke kompleks istana.
Sebenarnya, Minho yang baru menjadi
seorang Jendral berfikir berat tentang tugasnya yang semakin bertambah itu. Pagi
itu, Jendral Kwon menginap dirumah dinasnya setelah semalam mereka tidur sampai
larut membicarakan semuanya. Sejak empat hari yang lalu, Sim Hwang anak buahnya
sudah pergi terlebih dahulu ke Liao Ning untuk memata-matai keadaan. Tiga hari
setelah pernikahan ulang, maka Minho harus pergi menyusul bawahannya itu,
kemudian bertemu dengan pemimpin saudagar di sana dari keturunan Joseon untuk membicarakan
apa yang sebenarnya telah terjadi di Manchuria.
Dia mencoba santai dengan kehidupannya
itu. Sudah menjadi
kewajibannya berbakti pada Raja dan negara. Ketika dia khawatir kepada Tae
Young alias Takako, hanya soal penjagaannya terhadap perempuan itu. Dua hari yang lalu, dia mendengar
salahsatu kakaknya Takako akan ke istana untuk menjadi perwakilan menghadiri
pernikahan mereka. Minho akan bertemu dengannya.
......................................................
Di lingkungan istana...
”Jendral Lee Minho dan Jendral Kwon
Minhyuk masuk menuju ruangan istana!,” teriak salah seorang petugas
administrasi negara.
Minho dan Minhyuk masuk ke ruangan rapat
istana yang besar. Seperti biasa, Raja Jeong sudah duduk di singgasananya.
Ternyata, diantara mereka, terdapat ayahnya Minho, Lee Dae Woo.
Mereka duduk semuanya di depan sang Raja.
”Hari ini pembicaraan terakhir tentang
pengiriman Jendral Lee dan Jendral Kwon ke Liao Ning.. kami mendapatkan
informasi baru, bahwa suasana di sana aman dan tidak ada gejolak seperti
diceritakan yang lalu... tetapi, operasi tidak ditunda sama sekali,” kata Raja.
Mereka semua yang ada disitu menunduk
hormat.
”Maaf, Yang Mulia Raja... sebenarnya, kami
mempunyai mata-mata handal yang tidak perlu mengirimkan sekaligus dua jendral
ke sana,” Dae Woo angkat bicara. Minho menoleh melihat ayahnya. Biasanya tidak
boleh ada seorangpun yang melanggar perintah raja. Tetapi, Jeong Seok
mengijinkannya berbicara.
”Cukup jendral Lee saja yang kesana,”
lanjut Dae Woo, mengijinkan anaknya pergi.
Minho tidak enak hati dengan perkataan
ayahnya sendiri. Disitu ada Jendral Kwon yang juga dia anggap sebagai
sahabatnya sekaligus partner kerja.
”apakah pertimbangan Jendral Lee, sehingga
hanya mengirimkan anak Anda kesana??,” tanya Raja.
Dae Woo menunduk hormat pada Jeong
Seok,”Mohon maaf, Yang Mulia Raja.. kita masih ada masalah dengan Chang Yue, si perompak wanita itu.. tidak ada
salahnya, Jendral Kwon dikirim bersama Jendral lain untuk berbagi tugas. Kami
rasa, tidak perlu dua jendral ke Liao Ning,”
Raja bergumam, dia berfikir. Masalah Chang
Yue memang penting. Terakhir dia mendapat laporan, kapal dagang dari Maynilla
(sekarang Manila, Filipina) berhasil dirampok mereka dan melapor pada petugas
perairan Joseon. Hal ini tentu saja memalukan kerajaan.
Dae Woo pun bergumam, satu sisi, rasa
ingin memajukan anaknya muncul. Dia juga ingin Minho aktif dalam urusan
menghabisi perompak laut. Satu sisi, menurutnya, masalah Liao Ning juga
penting, menyangkut perlindungan masyarakat Joseon disana.
”Jika itu memang keputusan Yang Mulia
Raja, hamba mematuhi saja,” kata Dae Woo, sambil menunduk hormat.
Kalau sudah begitu, Minho pun tidak bisa
berbuat banyak.
Mereka terus mendiskusikan masalah besar
itu sampai selesai.
.................................
Di lorong menuju ruangan lain, masih di kompleks kerajaan...
Minho berbicara lagi dengan ayahnya, apa
terakhir kali mereka sudah bicara dengan Tae Young alias Takako. Dae Woo
menjawab belum, begitu juga dengan isterinya. Hari ini mereka baru akan berbicara, sekaligus
karena ingin bertemu dengan salah seorang keluarga dari Klan Sadamori.
”aku belum bicara dengan Tae Young 3 hari
terakhir ini, Appa (ayah)... jadi,
belum tahu juga, siapa perwakilan dari Ilbon
yang akan datang,” kata Minho, membuka pembicaraan.
Mereka berjalan menyusuri lorong kerajaan.
Beberapa prajurit menghormat
ketika bertemu.
”kamu tidak bisa bertemu dengannya.. jadi,
aku dan ibu mu saja,” ujar Dae Woo.
Minho menunduk hormat pada ayahnya.
Lalu, mereka sampai di sebuah ruangan.
”pergilah jauh dari sini.. aku tidak yakin Tae Young tidak di dalam,”
kata Dae Woo.
Untuk menghormati adat, Minho pun menunduk
hormat pada ayahnya dan pergi dari situ, ke ruangan lain.
Sampai Minho menghilang di ujung lorong,
barulah Dae Woo membuka pintu ruangan yang besar itu.
Disana sudah ada seorang lelaki yang
berpakaian hakama dan kimono seorang samurai. Dae Woo menunduk hormat pada
orang itu.
”Lee Dae Woo... senang berkenalan dengan
Anda,” senyum ramah nya pada lelaki jepang itu.
Tae Young alias Takako menunduk hormat
kepada mertuanya. Disana
sudah terlebih dahulu ada ibunya Minho.
”Kakak Tae Young datang, Nampyeon (suamiku)... dia orang yang
ramah,” basa basi isterinya Dae Woo, ibu Minho.
”Sadamori Koichirou, yoroshiku onegaishimasu..mannaseo bangabseubnida (senang berjumpa
dengan Anda),” kata Koichirou, menunduk hormat dalam-dalam pada Dae Woo.
”Ani-san
(kakak lelaki) berani sekali datang kesini sendirian!,” Takako dengan cueknya
menepuk pundak kakak tirinya itu. Kakak aslinya adalah perempuan dan tidak
mungkin mengembara sejauh itu ke negeri lain.
Ibunya Minho malah jadi tertawa kecil. Dia
melihat tingkah laku Takako yang memang terkesan terlalu akrab dengan siapa
saja.
”jangan kamu bawa kebiasaan itu kesini,”
keluh Koichirou.
Takako hanya tertawa ringan saja.
”Minho saja.. tidak pernah mempermasalahkan itu,” jawabnya
dengan enteng.
”ah.. ayah mertua.. kakak ku memberikan ini untuk ayah,” lanjutnya
lagi.
Takako menunduk hormat, memberikan sebuah
pisau dari baja kualitas sangat super.
Dae Woo sangat senang diberi oleh-oleh
barang yang mahal. Dia tahu, baja jepang berkualitas tinggi untuk persenjataan,
walau hanya sebuah pisau kecil sekalipun.
”doumo
arigatou ,” Dae Woo mencoba berbahasa jepang, mengucapkan rasa terima
kasihnya atas pemberian Klan Sadamori.
Koichirou memuji bahasanya yang mereka
anggap seperti orang jepang bertutur, sebagai basa basi menghormati orangtua.
Mereka lalu duduk bersama di ruangan itu dan minum.
Dae Woo bertanya, apakah Koichirou sudah
bertemu dengan Raja atau belum, sebab yang memberikan nama Joseon (korea)
kepada Takako adalah sang Raja sendiri. Sepatutnya lelaki itu bertemu raja
terlebih dahulu, baru dengannya. Koichirou menjawab belum dan raja baru akan
bertemu dengannya siang ini.
Mereka membicarakan rencana pernikahan.
”Yang Mulia Raja memberikan perhatian dan
penghargaannya terhadap pernikahan ini. Aku pribadi sangat terharu karena Yang
Mulia memperhatikan kami,” kata isterinya Dae Woo, ibunya Minho.
Koichirou tersenyum,” kami tidak bisa
datang banyak. Aku pribadi juga disini membawa pesan perdamaian antara dua
wilayah besar... dan ada sepucuk surat dari Shogun Ashikaga,”
Ya.. pernikahan antara Minho dan Takako
memang disebut sebagai pernikahan diplomatik. Keduanya akan selalu terikat
selama Joseon dan Ilbon bekerjasama. Dan kebanyakan, jika kerjasama itu gagal
suatu hari nanti, maka Takako harus kembali pulang, atau... jika memang terjadi
pengkhianatan.. Takako malah harus dibunuh. Itulah apa yang terjadi untuk sebuah proses
kehidupan pernikahan diplomasi di jaman itu. Perempuan seperti tidak ada harga
dirinya, main ditukar atau dinikahkan saja, tanpa pikir panjang. Kecuali, jika
Minho tidak menginginkan terjadinya pembunuhan jika suatu hari nanti, salah
satu pihak membatalkan atau mengingkari perjanjian tersebut.
”Oh,” gumam Dae Woo, singkat.
Koichirou menunduk hormat pada kedua
orangtua itu.
”bagaimanapun... kami masih terikat
perjanjian,”
Koichirou lalu mengatakan tentang situasi
sepanjang aliran laut mendekati antara Jeju-Busan dan Tsushima sudah aman. Tidak ada lagi laporan dari baik pasukan
Klan Sadamori dan juga dari Jeju tentang terjadinya pembajakan di laut. Patroli
tetap berjalan lancar.
”ah.. syukurlah.. aku pribadi sewaktu
mendapatkan surat dari Yang Mulia Raja, bahwa beliau meminta anakku untuk ke
sana... rasanya ini tugas yang cukup berat, mengingat baru saja posisinya
menjadi seorang Jendral muda,” kata Dae Woo.
Koichirou menunduk hormat sedikit sembari
duduk pada Dae Woo.
”Jendral Lee Minho.. memang hebat.. aku sendiri masuk dalam operasi itu... jendral
muda kerajaan Joseon.. hebat-hebat,”
Dae
Woo tertawa dengan basa basi Koichirou. Dia katakan kalau Ilbon pun banyak
memiliki Samurai yang mumpuni dan Minho bisa
saja kalah jika tidak bekerja sama dengan mereka.
Mereka lalu berbagi cerita tentang
strategi perang antar dua kerajaan besar. Takako dan ibunya Minho tidak banyak
bicara, mengingat hal itu sebenarnya pembicaraan antar lelaki sesama prajurit.
Tak berapa lama, seorang prajurit pun datang dan mereka kembali menghadap Raja.
...............................
Di luar kompleks istana...
Minho duduk dibawah pohon di luar kerajaan,
di sebuah kedai kecil. Dia memakai baju sederhana, sehingga tidak menunjukkan
bahwa dirinya seorang Jendral kerjaan besar, minum dengan santainya, sibuk
memperhatikan orang berlalu-lalang.
Ketika dia sedang asik melamun
membayangkan apa yang akan dia lakukan nanti di Liao Ning, bertemu dengan
perkumpulan para pedagang berdarah Joseon (korea sekarang), tiba-tiba
lamunannya buyar, karena Geum Hee Kyung, bersama salah seorang pembantu
wanitanya, lewat depan kedai. Entah mengapa pula, perempuan itu juga menoleh
pada Minho.
Minho langsung bangun dari duduknya dan
menghampiri.
”Hee Kyung.. jal jinesseoyo?? Olenmanieyo.. (apa kabarnya.. lama tidak
bertemu),” sapa Minho dengan senyum ramah.
Hee Kyung agak malas menjawab basa basi
Minho. Dia masih sakit hati dengan peristiwa terakhir di rumahnya sendiri.
Minho memeluknya, meminta maaf kalau tidak bisa menikahinya, tetapi dia harus
menikah dengan wanita hasil diplomasi pilihan Yang Mulia Raja Jeong Seok. Hal
itu membuatnya sakit hati, marah, kecewa, tetapi dia tidak mungkin melawan
kekuasaan seorang raja besar. Dia pun melihat bagaimana wajah Tae Young alias
Takako di rumahnya sendiri, berurai air mata, menjemput Minho agar tidak lagi
bertemu dengan dirinya.
Dengan ekspresi yang dingin, tetapi tidak
juga berharap pembantunya akan berpikiran buruk tentangnya, dia membalas sapaan
Minho dengan mencoba ramah.
”aku baik.. bagaimana kabar mu dan
keluarga??,”
Minho masih dengan senyum nya membalas
kembali Hee Kyung, kalau dia dan orangtuanya yang sudah datang dari Namyang ke
Hanyang dalam keadaan sehat, begitu juga dengan Tae Young alias Takako.
”apa.. persiapan pernikahanmu sudah beres??
Aku mendapatkan undangan dari
ayahku,” kata Hee Kyung dengan nada sedikit datar.
Kekecewaannya jelas terkumpul dalam
hatinya. Bagaimana tidak? Sudah lebih dari 6 bulan mereka saling berhubungan,
ternyata semuanya mendadak berubah ketika justru Minho datang kembali ke
Hanyang sudah membawa seorang isteri.
”aku berterima kasih pada Yang Mulia Raja,
mau membantu ku... dan...sekali lagi..aku ingin minta maaf padamu,”
Minho menunduk hormat dengan dalam pada
Hee Kyung. Dia memang masih merasa bersalah dengan masa lalu mereka. Tidak
mudah pastinya bagi seorang perempuan untuk melupakan lelaki yang memang sangat
dicintainya dan sangat diharapkan menjadi pasangannya.
Pembantu Hee Kyung sama sekali tidak
berani melihat mereka ataupun juga mendengar pembicaraan mereka.
”chughahabnida
(selamat),” katanya lagi pada Minho.
Minho jadi tidak enak hati, dia masih
menunduk hormat pada perempuan itu.
”mohon terimalah permintaan maafku, Hee
Kyung,”
”ini semua..karena aku samasekali tidak
bisa menolak titah Yang Mulia Raja,”
Hee Kyung diam. Minho pun diam, menunggu
keluar kata-kata dari mulut perempuan itu agar memaafkannya.
Sunyi ditengah keramaian kedai yang berada
ditengah pasar pun memecah pada dua sisi hati yang sebenarnya masih saling
cinta. Hee Kyung ingin sekali menangis. Lelaki di depannya akan hidup bersama
dengan wanita lain. Tak tahu, bagaimana dendam rasa hatinya kepada Takako.
Akankah dendam itu terwujud??
Dengan berat hati dan pahit sekali,
akhirnya, Hee Kyung memecah kesunyian diantara mereka terpecah....
”aku memaafkanmu.. tapi mungkin.. kita
tidak akan pernah bertemu lagi,”
Setelah perempuan itu menyelesaikan
kalimatnya, Minho baru menegakkan punggungnya, berposisi biasa lagi.
”terima kasih sekali lagi atas kebaikan
hatimu, Hee Kyung.. ”.
Hee Kyung sama sekali tidak berbicara
lagi, dia meninggalkan Minho begitu saja.
Minho memantung melihat tubuh Hee Kyung
hilang diantara banyak orang lalu lalang.
Dia kembali duduk di depan kedai,
menikmati botol terakhir minuman yang dipesan.
”aku minta maaf, Hee Kyung.. pada
kenyataannya..aku tidak bisa menolak permintaan Yang Mulia,”
Minho melamun. Lalu dia terus habiskan
minumannya, pulang kembali ke kompleks kerajaan.
...................................
Waktu berlalu sampai sore...
Masih di seputar kompleks kerajaan..
”aku sudah bertemu dengan Koichirou...
dan.. memang Klan Sadamori
kupikir adalah klan terhormat,” kata Dae Woo, ayah Minho, memulai pembicaraan.
Dae Woo lalu bercerita pada Minho tentang
Koichirou, Shogun Ashikaga dan rencana Raja mereka untuk tetap mempertahankan
kerjasama antar dua wilayah besar, termasuk patroli kelautan.
Minho mengangguk dan menunduk hormat saja
dengan keputusan Raja nya. Dia malah lalu bertanya, bagaimana kelanjutan
hubungannya dengan Takako. Ayahnya kembali mengingat apa yang rajanya katakan,
bahwa hubungan mereka dengan Shogun semakin kuat, jadi baginya tidak ada
masalah Minho meneruskan hubungan suami-isteri dengan Takako.
”ada pikiran yang mengganggumu??,” tanya
ayahnya, mereka duduk di sebuah ruangan kecil, yang hanya berisi tempat duduk
dan meja.
Minho mengangguk.
Dae Woo pun menebak, apakah itu
berhubungan dengan cinta masa lalu Minho, dengan Hee Kyung.
Minho mengangguk lagi.
”jadi.. kamu masih punya perasaan dengan
anak pejabat Geum itu??”
Minho menjawab dengan ragu. Dae Woo tahu,
bahwa memang anaknya ini sebenarnya sudah dalam perasaannya kepada anak pejabat
Geum itu.
”benarkan??,” tanya Dae Woo, memastikan
perasaan anak tengahnya itu.
Minho pun mengangguk juga.
Dae Woo tertawa, dia ingin menuang cangkir
gelasnya dengan arak, Minho buru-buru menuangkan untuk ayahnya. Lalu, lelaki
itu minum dengan asiknya.
”Appa
(ayah) juga tidak mengerti.. kenapa Yang Mulia Raja menginginkanmu menikah dengan anak Klan Sadamori
itu... Titah Raja adalah perintah Dewa”
”Ye,
Appa.. aku berusaha patuh dengan perintah Yang Mulia Raja,” jawab Minho
dengan tenang.
”apa kamu pernah memperhatikan wajah
pejabat Geum berubah?? Di depanku.. dia biasa saja,” ujar ayahnya.
Minho jujur mengatakan, saat pertama kali
dia membawa Takako lalu berkenalan dengan para pejabat dan disitu ada pejabat
Geum, wajah lelaki itu berubah tidak mengenakkan.
”Appa sendiri katakan padaku dalam surat
terakhir.. kalau ada yang
harus dibicarakan.. apa itu??,” tanya Minho.
”tentang kecurigaan Yang Mulia Raja
terhadap beberapa orang dalam istana,” jawab Dae Woo.
Minho jadi berfikir, dalam surat ayahnya
yang lalu, Dae Woo memang sempat berfikir apa yang dia pikirkan sejalan dengan
yang rajanya pikirkan tentang pengkhianat dalam kerajaan. Untuk menarik siapa
orang itu tidaklah mudah.
”jangan lagi seperti kisah pemberontakan
Jendral Ryong,” kata Dae Woo.
Minho hanya bergumam. Jika memang dugaan
Raja bahwa Geum adalah pengkhianat maka otomatis Geum Hee Kyung juga akan
terseret dan bisa saja dihukum mati bersama kedua orangtuanya dan juga
saudara-saudaranya.
”ini baru dugaan... Raja memang sering
khawatir, hehe,” ujar Dae Woo dengan santai.
Minho berfikir, kalau hal ini sudah ke tiga
kalinya dia alami selama menjadi seorang prajurit.
”jadi.. kalau itu benar.. kamu takut
mantan pacarmu itu akan celaka?? Kalau kamu masih percaya padanya... awasi
Pejabat Geum,” kata Dae Woo.
Minho bertanya, apa hal seperti ini tugas
dia dari raja atau tidak. Dae Woo katakan tidak, kalau ini adalah tugas pejabat
lain yang memang suka memata-matai para pejabat yang dicurigai.
Minho tidak yakin kalau pejabat Geum
adalah seorang pengkhianat Raja. Tetapi pemikirannya berlawanan dengan ayahnya.
Dae Woo katakan kalau beberapa prajurit sandi memergoki kalau prajurit yang ada
di dalam rumah dinas pejabat Geum ada ditempat yang dicurigai adalah sarang
pemberontak di luar perbatasan kerajaan.
”jadi.. maksud Appa... orang itu adalah
salahsatu prajurit yang ada dirumah dinas pejabat Geum dan sudah sampai sejauh
itu? Ke perbatasan?,” Minho heran dan termasuk cukup kagum dengan kerja
prajurit sandi milik kerajaan Joseon.
Dae Woo mengangguk, tetapi menurutnya, hal
ini masih menjadi sebuah kecurigaan dan mata-mata kerajaan masih akan
menyelidikinya.
Kedua alis Minho terangkat naik. Dae Woo
berfikir, anaknya mungkin memikirkan tentang Hee Kyung.
”jangan kamu pikirkan... isterimu Takako
itu.. bukan Hee Kyung.. dalam
hidup.. terkadang ada yang dikorbankan,”
Minho tidak suka dengan kata-kata itu,
namun, apa mau dikata. Memang intrik bisa terjadi pada siapa saja dan
melibatkan siapa saja.
”Saatnya kita kembali saja ke rumahmu... perayaan
semakin dekat,” senyum Dae Woo. Dia lalu berdiri.
Minho berdiri, dia sigap berlari ke pintu,
dan membukakan pintu untuk ayahnya. Dae Woo keluar dari ruangan itu, Minho pun
menyusul.
Dalam perjalanan pulangnya, dia berfikir
serius soal pengkhianatan dan pemberontakan. Tidak mau lagi melihat dan
mengalami seperti dulu dengan cinta pertamanya, Ryong Tae Young.
...........................................
Hari menjelang malam.. Koichirou menemui
Minho. Besok adalah hari pernikahan adiknya dengan lelaki itu. Mereka
tertawa-tawa sambil minum arak. Sementara Han Hye masih menjaga Takako supaya
mempersiapkan diri untuk esok.
Minho basa basi dengan kakak ipar tirinya
itu tentang kondisi Klan Sadamori di tsushima dan Koichirou pun menceritakan
semua tentang kerjasama mereka. Waktu benar-benar dihabiskan sebagai
pembicaraan antar lelaki dan juga antar wilayah kekuasaan.
Minho menatap bulan yang masih berbentuk
sabit. Kenangan bulan sabit adalah kenangan dia dengan Hee Kyung. Suasana
memang dingin di luar sana. Angin berhembus begitu keras. Dia bertanya pada
Koichirou apa jika memang lelaki itu merasa kedinginan lebih baik masuk ruangan
besar saja, atau pergi tidur. Waktu memang sudah mulai larut.
Koichirou berdiri dan ingin minta ijin
masuk. Minho pun berdiri untuk menghormatinya.
Mendadak.. dari kejauhan, Han Hye berlari
menghampiri mereka berdua.
Minho kaget, karena semakin dekat, dia
tidak pernah melihat wajah Han Hye sepanik itu.
”Mo
suhn il iya? (ada apa?),” tanya Minho dengan keheranan.
Begitu juga dengan Koichirou, dia bingung
melihat wajah Han Hye.
Han Hye ngos-ngosan, dia mengatur nafasnya
agar bisa bicara dengan majikannya itu.
”Tuan Puteri Tae Young...,” Han Hye masih
ngos-ngosan.
Minho makin panik.
”Ada apa dengan Tae Young??”
”Tuan Puteri... menghilang,” kata Han Hye.
Dia takut majikannya marah terhadapnya.
Minho dan Koichirou spontan kaget.
”Apa?!! Menghilang kemana???”, tanya Minho dengan panik.
”aku tidak tahu, Jendral... aku minta
maaf,” jawab Han Hye dengan sedih dan takut.
Minho langsung sigap berlari ke dalam
rumah dan ternyata dia mengambil jubah dan pedangnya, dan kembali ke hadapan
Koichirou dan Han Hye.
”Kamu harus tunjukkan.. kemana dia
terakhir kali sebelum bicara denganmu, Han Hye!,” kata Minho dengan tegas.
”terakhir.. sore ini... Tuan Puteri
berniat ingin pergi ke Hanseong... aku katakan.. lebih baik tidak.. besok
pernikahannya.. tetapi.. dia bilang.. dia seperti ingin kesana lagi, Jendral..”
”aku minta maaf,” Han Hye menunduk hormat
dalam-dalam, memohon supaya Minho memaafkannya.
”eh... ,” keluh Minho. Dia langsung
pusing, takut isterinya itu hilang.
Hanseong memang tidak terlalu jauh dari
rumah dinas Minho. Tetapi, dia tidak bisa melanggar adat kalau harus bertemu
dengannya, walau mereka sebenarnya sudah menikah.
Dia akhirnya malah jadi bolak balik,
kebingungan. Koichirou dan Han Hye hanya menunggu perintahnya saja.
Dalam hatinya, dia panik. Tae Young alias
Takako harus segera ditemukan, karena hari sudah tengah malam.
Minho langsung berlari ke luar rumah
dinasnya, kemudian disusul Koichirou dan Han Hye.... menuju sungai Hanseong.
............................
”TAKAKO... DIMANA KAMU??,” teriak Minho di
pinggiran sungai Hanseong yang sangat lebar dan senyap.
”OI.. TAKAKO-CHAN.. DOKO ITE??”, teriak Koichirou, membantu mencari adik tirinya itu.
”TUAN PUTERI TAE YOUNGG!!,” teriak Han
Hye. Dia berkali kali berteriak, merasa bersalah tidak bisa menjaga tuan puteri
isteri majikannya.
Mereka bertiga mencari Takako. Suasana
pinggiran sungai Hanseong sangat senyap. Hanya suara serangga cicada, jangkrik yang terdengar dan
kelap kelip kunang kunang.
Mereka berteriak-teriak dari berlawanan
arah, memanggil-manggil Takako. Belum juga ditemukan.
Minho jadi bingung, panik.
”Kemana kamu, Takako??”
Angin semilir datang semakin dingin saja.
Kunang-kunang semakin bercahaya menerangi pinggiran sungai.
”Tidak mungkin dia tidak berusaha pulang,”
kata Minho pada Han Hye dan Koichirou.
Tapi... kemana perginya Takako???
”Wuzzz...,” suara angin semakin kencang...
cuaca semakin dingin.
Minho memandang seekor kunang-kunang.
”kenapa.. dia seperti membawa sehelai
rambut??,” Minho keheranan dengan hewan kecil memancarkan cahaya kuning itu.
Koichirou lalu berjongkok di depan Minho,
memandang kunang-kunang itu.
”Kami
pura tamashi no jutsu (jurus rambut penarik jiwa),” gumam Koichirou.
Minho kaget, dia belum pernah bertemu
dengan jurus seperti itu.. jurus apa itu??
”ilmu sihir,” balas Koichirou.
Lantas, kakak ipar tirinya itu mengeluarkan
selembar kertas dan mengucapkan sebait mantera jurus.
”jurus kertas pengisi jiwa”, ucap
Koichirou dengan pelan.
Minho dan Han Hye terperangah... kertas
yang diucapkan mantera oleh Koichirou berubah menjadi kunang-kunang juga! Koichirou
adalah seorang Ninja sekaligus Samurai.
Kunang-kunang mantera itu mengejar
kunang-kunang pembawa rambut yang berusaha menuju tengah sungai.
”Kenapa kunang-kunang itu membawa
rambut... rambut siapa??,” tanya Minho kepada Koichirou, keheranan.
”Rambut Takako chan,” jawab Koichirou, dia
berusaha tenang.
”apa??,” tanya Minho, heran.
”Mungkin ada seseorang yang pernah
mengambil rambutnya.. dan dijadikan alat sihir mereka,” ujar Koichirou.
Hati Minho menjadi tambah tidak tenang.
Sungai Hanseong sangat dalam dan jika ada orang terjun, bisa saja mereka akan
mati. Dia takut Takako meninggal tenggelam.
Ketika kunang-kunang mantera Koichirou
berhasil menyusul kunang-kunang pembawa rambut itu.. mendadak tengah sungai
menjadi terang.. rambut halus bermeter-meter tergerai dari tubuh kunang-kunang
pembawa rambut itu.
Minho kaget melihat kejadian itu, begitu
juga dengan Han Hye.
”Apa itu???,” tanya dia pada Koichirou
”Lekas tolong Takako-chan.. dia tenggelam
di dasar sungai itu..!,” jawab Koichirou.
”rambut-rambut yang dibawa kunang-kunang
itu... rambut Takako chan yang diberi mantera.. pasti dia berada di dalam
sungai!”
Tanpa basa basi lagi, Minho langsung
melepas pedang dari genggamannya, membuka jubahnya dan melepas sepatunya, dia
langsung meloncat ke dalam sungai.
”JENDRAL.. HATI-HATI!,” teriak Han Hye.. dia juga ingin melompat menyusul Minho,
tapi Koichirou melarangnya.
”maaf, Han Hye-san.. hanya orang yang
dicintai Takako chan yang bisa membebaskannya.. ,” kata Koichirou.
”dan itu Jendral Lee...,” lanjutnya lagi.
”Tapi..,” kata Han Hye, masih berusaha
ingin membantu Minho.
Koichirou menarik tangannya,”tidak usah.. kita tunggu Tuan mu disini”
Han Hye sangat cemas dengan kejadian itu. Bisa-bisa,
dia dibunuh oleh Lee Dae Woo, ayah Minho yang juga mengangkat dirinya menjadi
pembantu di keluarga besar itu.
Sungai sangat gelap dan dalam. Minho
berusaha menahan nafasnya, dia tetap berenang. Lalu dia menggunakan tenaga
dalamnya di tangan untuk menerangi alur berenangnya agar dia bisa menemukan
Takako.
Hatinya sangat cemas, sudah dalam dia
berenang, belum juga menemukan isterinya itu. Matanya sudah lelah dan panas
terkena air.
”Takako.. dimana kamu??,” katanya cemas
dalam hati.
Dia tetap berenang terus sampai dalam,
sampai lebih dari kedalaman 10 meter. Tenaganya semakin terkuras.
Sementara di daratan, Han Hye sudah
semakin panik dan Koichirou berusaha menenangkan hatinya.
”adakah yang bisa kamu lakukan,
Sadamori-san?? Aku takut Jendral Lee tenggelam dan tidak bisa muncul lagi..
Hanseong dalam sekali!,”
Koichirou diam. Dia berusaha tenang.
Minho terus berenang lagi sampai dalam,
nafasnya sudah semakin lelah.
”blurp... blurp,” suara gelembung air
keluar dari mulutnya, sementara matanya terus melihat mencari Takako, sedang
tangannya berusaha mengeluarkan sinar biru dari tenaga dalamnya.
Dilihatnya... ada sesosok perempuan hampir
di tengah dasar.. itulah Takako!
Minho bersemangat...
”Takako... blurp,” katanya. Dia langsung
menuju tubuh Takako yang tidak sadarkan diri lagi. Rambutnya tergerai panjang,
tubuhnya diselimuti banyak helaian rambut. Di sekelilingnya terdapat banyak
kunang-kunang pembawa helai demi helai rambut.
Minho bingung.. bagaimana bisa
kunang-kunang masuk ke dalam sungai??? Benar-benar ilmu sihir yang tinggi.
Minho berhasil mendekatinya, ketika dia
mencoba memegang Takako dan mencoba memutuskan sehelai rambut yang menyelubungi
tubuhnya, tangannya terluka.. ternyata.. rambut itu tajam seperti silet.
Minho sudah kehabisan nafas dan dia juga
mencari cara untuk menyelamatkan isterinya itu, sementara dia sudah mulai lelah
dan tubuhnya sudah mulai dingin.
Dan dia pun di dalam air diserang oleh
pasukan kunang-kunang itu.
”Sialan!,” gerutunya dalam hati. Dia lalu
membela dirinya, menggunakan jurus telapak tangannya yang bertenaga dalam dan
bersinar biru.
”seeeeeeeettttttttttt,” beberapa kali dia
berusaha menghindari dari serbuan para kunang-kunang itu yang membentuk seorang
manusia yang membawa berhelai-helai rambut tajam sekali.
Minho terus mengelak dan mengelak..
nafasnya sudah hampir habis, dalamnya sungai Hanseong tidak bisa membuat dia
menyerah, walaupun Takako hanya seorang isteri hasil dari hubungan diplomatik,
dia tetap berusaha mencintai dan melindunginya.
Telapak tangannya masih berwarna biru, dia
masih menyerang gerombolan kunang-kunang itu.
”setttt,” dia terkena luka dari beberapa
helai benang, sangat perih bagai disilet. Dia berusaha menahan perih
luka-lukanya yang terkena air.
Udara di dalam sungai semakin dingin,
Minho mempercepat dan memperbesar energy serangannya.
Han Hye di daratan masih saja panik,
menanti tuan dan nyonya nya yang belum muncul juga. Koichirou masih berusaha
tenang.
”MATI KALIAN.. HIAT!!!!,” akhirnya, Minho
pun mengeluarkan jurus andalannya.
Kumpulan kunang-kunang itu pun buyar,
mati..
Dalamnya sungai yang tadinya bercampur
antara sinar kuning yang datang dari para kunang-kunang dan sinar biru dari
tangan Minho pun.. menjadi gelap.. pekat... keruh..seiring itu pula,
rambut-rambut tajam yang mengelilingi tubuh Takako pun lepas helai demi helai.
Minho masih berusaha menggunakan energi
biru dari tangannya, melihat wajah isterinya itu sudah mulai kebiruan bibirnya.
Dia sendiri pun sudah sangat kedinginan.
”blurp,” suara gelembung nafas dari mulut Minho sudah semakin
sesak. Dia harus lekas naik.
Dipeluk nya tubuh Takako yang sangat
dingin dan beberapa bagian tangannya dilihatnya terdapat bola-bola kebiruan.
”aku harus lekas naik.. dingin sekali,” ujar Minho dalam hatinya.
Dia tidak lagi mengeluarkan sinar birunya karena sudah kehabisan energi.
Lalu, dia pun naik ke atas, sambil tetap
mengatur nafasnya.
”WHOAH!!,” teriak Minho ketika dia sudah
sampai di permukaan sungai. Nafasnya benar-benar terengah-engah dan hampir
habis.
Han Hye berteriak memanggil nama Tuan dan
Nyonya nya. Wajah Koichirou
tenang, karena dia melihat keduanya selamat.
Minho berusaha berenang menepi. Lalu, dia
pun sampai di tepian sungai dan menggendong Takako.
Diletakkannya Takako di atas tanah
berumput dan Koichirou langsung menarik jubah Minho yang ada di tanah, untuk
menutupi tubuh Takako yang dingin sekali.
”Yokatta
na (syukurlah).. tidak terlambat.. jika dia terlalu lama terikat pada rambut-rambut itu.. maka bisa
meninggal,” kata Koichirou.
”Terima kasih banyak,” lanjutnya. Dia duduk menunduk hormat pada Minho.
Minho senyum.
”Takako.. memang hanya isteri diplomatik
bagi kerajaan.. tapi.. aku mencintainya.. aku sudah janji padanya sewaktu di
Tsushima.. ketika dia khawatir ingin dibawa ke Joseon.. aku katakan.. aku akan
menjaga dan melindunginya,”
Koichirou masih menunduk hormat, dia
mengucapkan terima kasih berkali-kali karena adik tirinya diselamatkan Minho.
Mereka lalu membawa Takako ke rumah dinas
Minho.
........................................
Sama sekali Minho tidak ingin membantu
kedua orangtuanya, ketika sampai di gerbang rumahnya, dua prajurit yang berjaga
di depan gerbang kaget melihat Nyonya mereka di bopong oleh Minho. Minho
memberi isyarat pada mereka supaya tidak memberitahukan kedua orangtuanya. Han
Hye langsung mempersiapkan tempat tidur dan selimut hangat bagi Takako,
membantu Minho untuk mengganti baju perempuan itu.
Minho dan Koichirou duduk saja di luar.
Koichirou baru saja membantu baik Minho dan Takkao untuk mengalirkan energi
penyembuhan bagi keduanya.
”Pagi ini kami menikah.. aku seharusnya
tidak bertemu dan melihat wajahnya.. ,” ujar Minho, wajahnya melihat bulan. Hari
sudah menjelang dini hari.
”aku rasa.. ini lebih baik dilakukan.. daripada isterimu meninggal,” senyum
Koichirou.
Minho mengangguk, dia lalu bertanya pada
Koichirou, siapa kira-kira yang bisa menjebak Takako dengan ilmu sihir itu.
”Orang yang pernah mengambil rambutnya..
mungkin Takako-chan tidak pernah menceritakannya kepadamu,” balas Koichirou.
”aku tidak tahu rambutnya dipotong..
rasanya masih panjang,” ujar Minho.
Han Hye yang memergoki mereka bercakap,
berdiri menunduk hormat pada Minho, lalu menceritakan yang sebenarnya, kalau
memang mereka pernah bertemu tiga orang lelaki dan akhirnya rambut Takako
terpotong dan dibawa mereka. Han Hye sama sekali tidak mengenal tiga orang
itu, namun mereka mengenal dirinya dan
Takako. Kejadian itu sebelum dia bertemu Minho terakhir kali, sehingga memang
Minho tidak tahu.
Minho bergumam dengan penjelasan Han Hye,
dia tidak menyangka, ada orang yang berhasil mengetahui Takako sebagai
isterinya, sebab sama sekali tidak ada orang luar kerajaan yang tahu.
”Mungkin orang dalam kerajaan,” ujar
Koichirou.
”Tapi.. siapa?? Tidak mungkin bapak perahu
sewaktu kami di sungai itu,” balas Minho.
Kembali, Minho tidak bisa tidur malam itu,
dia berfikir. Dia berbaring saja disamping Takako yang tertidur. Koichirou
bilang, kemungkinan memang Takako baru akan sadar dipagi hari.
Minho mengelus lembut rambut Takako yang
panjang dan masih basah.
”Mian
(maaf), kalau aku terlambat tadi... aku tidak tahu selama 3 hari lebih
ini.. ada bahaya mengintaimu, Tae Young,”
”saranghae
(aku mencintaimu)... aku tetap akan menjaga mu, Tae Young,”
Minho mencium Takako dengan lembut, senyum
padanya dan mulai memanggilnya dengan nama Joseon yang diberikan Raja untuknya.
Dia terus memandang wajah Takako yang belum sadarkan diri. Dia lalu kembali
memegang rambut Takako.. dan dilihatnya memang ada yang tidak rata panjangnya.
Pikirannya melayang ke peristiwa tadi,
bagaimana kalau tidak cepat ditangani..isterinya itu pasti akan mati.
”Tapi siapa dalang dibalik semua ini??,”
gumam hatinya Minho.
Bersambung ke part 11...