This is me....

Kamis, April 23, 2015

Aku Isteri Jendral Lee! (Part 10: Cintaku Lebih Dalam Dari Sungai Hanseong)

Cerita ini cuma imajinasi saja, jangan dimasukkan ke hati.. kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..

Pagi itu hari cukup cerah, tidak tampak sederetan awan mendung bergayut di langit. Tae Young alias Takako membuka matanya, ketika dia mendengar suara ucapan selamat pagi dari Han Hye.
”Hari ini... menurut rencana.. salah satu keluarga Anda akan datang dari Ilbon (jepang), Nyonya..,” senyum Han Hye dipagi itu.
Takako sangat senang. Bagaimana tidak? Ternyata Yang Mulia Raja Jeong Seok mengirimkan surat ke Tsushima dan meminta salahsatu anggota Klan Sadamori menghadiri pernikahan ulang antara dirinya dengan Minho. Tentu saja, hal ini akan segera menghapus kesedihan karena dia merasa sendiri di negeri itu.


”Aku senang sekali!,” dia berjalan mendekati jendela, lalu menggeliat.
Han Hye senyum saja melihat tingkah Nyonya nya itu, sambil membereskan tempat tidur.
Lalu Takako duduk dan minum.
Ne, Han Hye...kamu tahu tidak?? Aku sempat berfikir Minho sibuk sekali untuk Manchuria.. padahal awalnya, kami berbicara tentang kelompok perompak yang menguasai laut kuning,”
(Ne adalah ekspresi orang jepang, seperti memanggil ”hai” atau ”nah”)
”kenapa harus Minho yang ke Manchuria??,” dia menopang dagunya. Dia hanya memikirkan kepentingan manjanya saja, tidak bisa lama ditinggal Minho.

”Memang seperti itulah tugas seorang jendral, Nyonya... harus siap berpindah tugas kalau memang Yang Mulia Raja memerintahkannya untuk pindah,” senyum Han Hye, sambil masih membersihkan tempat tidur Takako.
”membosankan,” jawab Takako, santai masih menopang dagu.
Han Hye hanya membalas dengan senyum kalau majikannya itu sudah bilang bosan. Takako memang tipe perempuan cepat bosan, tidak suka terlalu banyak aturan. Beda dengan perempuan jepang pada umumnya yang manut.

”Lalu... hari ini.. aku harus apa?,” tanya dia pada Han Hye.
Han Hye selesai membereskan tempat tidur dan duduk di depannya.
”Jendral Lee meminta aku tetap menemani Nyonya... dan mungkin juga bertemu dengan saudara Nyonya itu....serta.. kita akan melihat baju pengantin,”

”apa aku masih tidak boleh bertemu Minho?? Padahal... semestinya memakai baju pengantin juga bersama dia bisa kan??,” wajah Takako masih kusut dengan bangun tidurnya, mencari-cari alasan supaya dia bisa bertemu Minho hari itu.
Han Hye mengangguk,”ya... kami minta maaf.. tapi begitulah”
”Menyebalkan sekali... aku berpikir untuk kabur dan pergi ke rumah dinasnya,” gerutu Takako.
”hari ini...setelah Nyonya bertemu saudara dari Ilbon, kami akan membantu membersihkan badan Nyonya, sehingga menjadi wangi,” balas Han Hye.

Takako cemberut saja. Dia tidak peduli itu semua. Dia ingin bertemu Minho, mengobrol panjang soal tehnik bertarung. Dia memang seorang perempuan bangsawan yang agak urakan, bukan tipe yang lembut. Dia lebih pilih belajar bertarung daripada belajar menjahit.
”Kamu kan tidak perlu ragu dengan ilmu bela diri Minho.. itu sebabnya aku kangen ngobrol soal itu dengannya,” keluhnya lagi pada Han Hye.
Han Hye minta maaf karena dia tidak mungkin melanggar adat, karena hal itu dipercaya akan ada bahaya di dalam pernikahan Minho dan Takako nanti jika dilanggar.

”Jendral Lee sendiri, sibuk sekali untuk perencanaan ke Liao Ning, Nyonya.. aku tidak menemukan beliau santai dirumah,” senyum Han Hye, berusaha menghiburnya. Menjadi jendral baru dengan segudang aktivitas membuat Minho memang kadang bahkan tidak tidur di rumah dinasnya yang berada di luar kompleks istana, tapi memilih tidur bersama para prajurit rank dibawahnya, di kompleks istana. Minho bukan orang yang gengsi saat bersama dengan para prajurit yang rank nya masih di bawah dia, terkadang jika dia malas masuk kamarnya, dia memilih tidur bersama bawahannya, Sim Hwang dan yang lainnya di barak depan rumahnya.
”Harap Nyonya bersabar saja,” senyum Han Hye, sembari menuangkan teh pagi untuk Takako.
Tae Young alias Takako hanya membalas dengan cemberut.
                                                ...................................
Sementara, di rumah dinasnya Minho juga baru bangun tidur. Dia tidur bersama-sama dengan para prajuritnya di barak depan rumah.
”Aku harus segera bersiap... bertemu dengan kedua orangtuaku,”
Dia lalu bangun, mempersiapkan dirinya untuk pergi ke kompleks istana.

Sebenarnya, Minho yang baru menjadi seorang Jendral berfikir berat tentang tugasnya yang semakin bertambah itu. Pagi itu, Jendral Kwon menginap dirumah dinasnya setelah semalam mereka tidur sampai larut membicarakan semuanya. Sejak empat hari yang lalu, Sim Hwang anak buahnya sudah pergi terlebih dahulu ke Liao Ning untuk memata-matai keadaan. Tiga hari setelah pernikahan ulang, maka Minho harus pergi menyusul bawahannya itu, kemudian bertemu dengan pemimpin saudagar di sana dari keturunan Joseon untuk membicarakan apa yang sebenarnya telah terjadi di Manchuria.
Dia mencoba santai dengan kehidupannya itu. Sudah menjadi kewajibannya berbakti pada Raja dan negara. Ketika dia khawatir kepada Tae Young alias Takako, hanya soal penjagaannya terhadap perempuan itu. Dua hari yang lalu, dia mendengar salahsatu kakaknya Takako akan ke istana untuk menjadi perwakilan menghadiri pernikahan mereka. Minho akan bertemu dengannya.
                                    ......................................................

Di lingkungan istana...

”Jendral Lee Minho dan Jendral Kwon Minhyuk masuk menuju ruangan istana!,” teriak salah seorang petugas administrasi negara.
Minho dan Minhyuk masuk ke ruangan rapat istana yang besar. Seperti biasa, Raja Jeong sudah duduk di singgasananya. Ternyata, diantara mereka, terdapat ayahnya Minho, Lee Dae Woo.
Mereka duduk semuanya di depan sang Raja.

”Hari ini pembicaraan terakhir tentang pengiriman Jendral Lee dan Jendral Kwon ke Liao Ning.. kami mendapatkan informasi baru, bahwa suasana di sana aman dan tidak ada gejolak seperti diceritakan yang lalu... tetapi, operasi tidak ditunda sama sekali,” kata Raja.
Mereka semua yang ada disitu menunduk hormat.

”Maaf, Yang Mulia Raja... sebenarnya, kami mempunyai mata-mata handal yang tidak perlu mengirimkan sekaligus dua jendral ke sana,” Dae Woo angkat bicara. Minho menoleh melihat ayahnya. Biasanya tidak boleh ada seorangpun yang melanggar perintah raja. Tetapi, Jeong Seok mengijinkannya berbicara.
”Cukup jendral Lee saja yang kesana,” lanjut Dae Woo, mengijinkan anaknya pergi.
Minho tidak enak hati dengan perkataan ayahnya sendiri. Disitu ada Jendral Kwon yang juga dia anggap sebagai sahabatnya sekaligus partner kerja.

”apakah pertimbangan Jendral Lee, sehingga hanya mengirimkan anak Anda kesana??,” tanya Raja.
Dae Woo menunduk hormat pada Jeong Seok,”Mohon maaf, Yang Mulia Raja.. kita masih ada masalah dengan Chang Yue, si perompak wanita itu.. tidak ada salahnya, Jendral Kwon dikirim bersama Jendral lain untuk berbagi tugas. Kami rasa, tidak perlu dua jendral ke Liao Ning,”

Raja bergumam, dia berfikir. Masalah Chang Yue memang penting. Terakhir dia mendapat laporan, kapal dagang dari Maynilla (sekarang Manila, Filipina) berhasil dirampok mereka dan melapor pada petugas perairan Joseon. Hal ini tentu saja memalukan kerajaan.
Dae Woo pun bergumam, satu sisi, rasa ingin memajukan anaknya muncul. Dia juga ingin Minho aktif dalam urusan menghabisi perompak laut. Satu sisi, menurutnya, masalah Liao Ning juga penting, menyangkut perlindungan masyarakat Joseon disana.
”Jika itu memang keputusan Yang Mulia Raja, hamba mematuhi saja,” kata Dae Woo, sambil menunduk hormat.
Kalau sudah begitu, Minho pun tidak bisa berbuat banyak.
Mereka terus mendiskusikan masalah besar itu sampai selesai.
                                                .................................
Di lorong menuju ruangan lain, masih di kompleks kerajaan...

Minho berbicara lagi dengan ayahnya, apa terakhir kali mereka sudah bicara dengan Tae Young alias Takako. Dae Woo menjawab belum, begitu juga dengan isterinya. Hari ini mereka baru akan berbicara, sekaligus karena ingin bertemu dengan salah seorang keluarga dari Klan Sadamori.

”aku belum bicara dengan Tae Young 3 hari terakhir ini, Appa (ayah)... jadi, belum tahu juga, siapa perwakilan dari Ilbon yang akan datang,” kata Minho, membuka pembicaraan.
Mereka berjalan menyusuri lorong kerajaan. Beberapa prajurit menghormat ketika bertemu.
”kamu tidak bisa bertemu dengannya.. jadi, aku dan ibu mu saja,” ujar Dae Woo.
Minho menunduk hormat pada ayahnya.
Lalu, mereka sampai di sebuah ruangan.
”pergilah jauh dari sini.. aku tidak yakin Tae Young tidak di dalam,” kata Dae Woo.
Untuk menghormati adat, Minho pun menunduk hormat pada ayahnya dan pergi dari situ, ke ruangan lain.
Sampai Minho menghilang di ujung lorong, barulah Dae Woo membuka pintu ruangan yang besar itu.

Disana sudah ada seorang lelaki yang berpakaian hakama dan kimono seorang samurai. Dae Woo menunduk hormat pada orang itu.
”Lee Dae Woo... senang berkenalan dengan Anda,” senyum ramah nya pada lelaki jepang itu.
Tae Young alias Takako menunduk hormat kepada mertuanya. Disana sudah terlebih dahulu ada ibunya Minho.
”Kakak Tae Young datang, Nampyeon (suamiku)... dia orang yang ramah,” basa basi isterinya Dae Woo, ibu Minho.

”Sadamori Koichirou, yoroshiku onegaishimasu..mannaseo bangabseubnida (senang berjumpa dengan Anda),” kata Koichirou, menunduk hormat dalam-dalam pada Dae Woo.
Ani-san (kakak lelaki) berani sekali datang kesini sendirian!,” Takako dengan cueknya menepuk pundak kakak tirinya itu. Kakak aslinya adalah perempuan dan tidak mungkin mengembara sejauh itu ke negeri lain.
Ibunya Minho malah jadi tertawa kecil. Dia melihat tingkah laku Takako yang memang terkesan terlalu akrab dengan siapa saja.

”jangan kamu bawa kebiasaan itu kesini,” keluh Koichirou.
Takako hanya tertawa ringan saja.
”Minho saja.. tidak pernah mempermasalahkan itu,” jawabnya dengan enteng.
”ah.. ayah mertua.. kakak ku memberikan ini untuk ayah,” lanjutnya lagi.
Takako menunduk hormat, memberikan sebuah pisau dari baja kualitas sangat super.

Dae Woo sangat senang diberi oleh-oleh barang yang mahal. Dia tahu, baja jepang berkualitas tinggi untuk persenjataan, walau hanya sebuah pisau kecil sekalipun.
doumo arigatou ,” Dae Woo mencoba berbahasa jepang, mengucapkan rasa terima kasihnya atas pemberian Klan Sadamori.
Koichirou memuji bahasanya yang mereka anggap seperti orang jepang bertutur, sebagai basa basi menghormati orangtua. Mereka lalu duduk bersama di ruangan itu dan minum.

Dae Woo bertanya, apakah Koichirou sudah bertemu dengan Raja atau belum, sebab yang memberikan nama Joseon (korea) kepada Takako adalah sang Raja sendiri. Sepatutnya lelaki itu bertemu raja terlebih dahulu, baru dengannya. Koichirou menjawab belum dan raja baru akan bertemu dengannya siang ini.
Mereka membicarakan rencana pernikahan.
”Yang Mulia Raja memberikan perhatian dan penghargaannya terhadap pernikahan ini. Aku pribadi sangat terharu karena Yang Mulia memperhatikan kami,” kata isterinya Dae Woo, ibunya Minho.
Koichirou tersenyum,” kami tidak bisa datang banyak. Aku pribadi juga disini membawa pesan perdamaian antara dua wilayah besar... dan ada sepucuk surat dari Shogun Ashikaga,”

Ya.. pernikahan antara Minho dan Takako memang disebut sebagai pernikahan diplomatik. Keduanya akan selalu terikat selama Joseon dan Ilbon bekerjasama. Dan kebanyakan, jika kerjasama itu gagal suatu hari nanti, maka Takako harus kembali pulang, atau... jika memang terjadi pengkhianatan.. Takako malah harus dibunuh. Itulah apa yang terjadi untuk sebuah proses kehidupan pernikahan diplomasi di jaman itu. Perempuan seperti tidak ada harga dirinya, main ditukar atau dinikahkan saja, tanpa pikir panjang. Kecuali, jika Minho tidak menginginkan terjadinya pembunuhan jika suatu hari nanti, salah satu pihak membatalkan atau mengingkari perjanjian tersebut.
”Oh,” gumam Dae Woo, singkat.
Koichirou menunduk hormat pada kedua orangtua itu.
”bagaimanapun... kami masih terikat perjanjian,”

Koichirou lalu mengatakan tentang situasi sepanjang aliran laut mendekati antara Jeju-Busan dan Tsushima sudah aman. Tidak ada lagi laporan dari baik pasukan Klan Sadamori dan juga dari Jeju tentang terjadinya pembajakan di laut. Patroli tetap berjalan lancar.
”ah.. syukurlah.. aku pribadi sewaktu mendapatkan surat dari Yang Mulia Raja, bahwa beliau meminta anakku untuk ke sana... rasanya ini tugas yang cukup berat, mengingat baru saja posisinya menjadi seorang Jendral muda,” kata Dae Woo.
Koichirou menunduk hormat sedikit sembari duduk pada Dae Woo.
”Jendral Lee Minho.. memang hebat.. aku sendiri masuk dalam operasi itu... jendral muda kerajaan Joseon.. hebat-hebat,”

Dae Woo tertawa dengan basa basi Koichirou. Dia katakan kalau Ilbon pun banyak memiliki Samurai yang mumpuni dan Minho bisa saja kalah jika tidak bekerja sama dengan mereka.
Mereka lalu berbagi cerita tentang strategi perang antar dua kerajaan besar. Takako dan ibunya Minho tidak banyak bicara, mengingat hal itu sebenarnya pembicaraan antar lelaki sesama prajurit. Tak berapa lama, seorang prajurit pun datang dan mereka kembali menghadap Raja.
                                                ...............................
Di luar kompleks istana...

Minho duduk dibawah pohon di luar kerajaan, di sebuah kedai kecil. Dia memakai baju sederhana, sehingga tidak menunjukkan bahwa dirinya seorang Jendral kerjaan besar, minum dengan santainya, sibuk memperhatikan orang berlalu-lalang.
Ketika dia sedang asik melamun membayangkan apa yang akan dia lakukan nanti di Liao Ning, bertemu dengan perkumpulan para pedagang berdarah Joseon (korea sekarang), tiba-tiba lamunannya buyar, karena Geum Hee Kyung, bersama salah seorang pembantu wanitanya, lewat depan kedai. Entah mengapa pula, perempuan itu juga menoleh pada Minho.
Minho langsung bangun dari duduknya dan menghampiri.

”Hee Kyung.. jal jinesseoyo?? Olenmanieyo.. (apa kabarnya.. lama tidak bertemu),” sapa Minho dengan senyum ramah.
Hee Kyung agak malas menjawab basa basi Minho. Dia masih sakit hati dengan peristiwa terakhir di rumahnya sendiri. Minho memeluknya, meminta maaf kalau tidak bisa menikahinya, tetapi dia harus menikah dengan wanita hasil diplomasi pilihan Yang Mulia Raja Jeong Seok. Hal itu membuatnya sakit hati, marah, kecewa, tetapi dia tidak mungkin melawan kekuasaan seorang raja besar. Dia pun melihat bagaimana wajah Tae Young alias Takako di rumahnya sendiri, berurai air mata, menjemput Minho agar tidak lagi bertemu dengan dirinya.

Dengan ekspresi yang dingin, tetapi tidak juga berharap pembantunya akan berpikiran buruk tentangnya, dia membalas sapaan Minho dengan mencoba ramah.
”aku baik.. bagaimana kabar mu dan keluarga??,”
Minho masih dengan senyum nya membalas kembali Hee Kyung, kalau dia dan orangtuanya yang sudah datang dari Namyang ke Hanyang dalam keadaan sehat, begitu juga dengan Tae Young alias Takako.

”apa.. persiapan pernikahanmu sudah beres?? Aku mendapatkan undangan dari ayahku,” kata Hee Kyung dengan nada sedikit datar.
Kekecewaannya jelas terkumpul dalam hatinya. Bagaimana tidak? Sudah lebih dari 6 bulan mereka saling berhubungan, ternyata semuanya mendadak berubah ketika justru Minho datang kembali ke Hanyang sudah membawa seorang isteri.
”aku berterima kasih pada Yang Mulia Raja, mau membantu ku... dan...sekali lagi..aku ingin minta maaf padamu,”
Minho menunduk hormat dengan dalam pada Hee Kyung. Dia memang masih merasa bersalah dengan masa lalu mereka. Tidak mudah pastinya bagi seorang perempuan untuk melupakan lelaki yang memang sangat dicintainya dan sangat diharapkan menjadi pasangannya.
Pembantu Hee Kyung sama sekali tidak berani melihat mereka ataupun juga mendengar pembicaraan mereka.

chughahabnida (selamat),” katanya lagi pada Minho.
Minho jadi tidak enak hati, dia masih menunduk hormat pada perempuan itu.
”mohon terimalah permintaan maafku, Hee Kyung,”
”ini semua..karena aku samasekali tidak bisa menolak titah Yang Mulia Raja,”
Hee Kyung diam. Minho pun diam, menunggu keluar kata-kata dari mulut perempuan itu agar memaafkannya.
Sunyi ditengah keramaian kedai yang berada ditengah pasar pun memecah pada dua sisi hati yang sebenarnya masih saling cinta. Hee Kyung ingin sekali menangis. Lelaki di depannya akan hidup bersama dengan wanita lain. Tak tahu, bagaimana dendam rasa hatinya kepada Takako. Akankah dendam itu terwujud??

Dengan berat hati dan pahit sekali, akhirnya, Hee Kyung memecah kesunyian diantara mereka terpecah....
”aku memaafkanmu.. tapi mungkin.. kita tidak akan pernah bertemu lagi,”
Setelah perempuan itu menyelesaikan kalimatnya, Minho baru menegakkan punggungnya, berposisi biasa lagi.
”terima kasih sekali lagi atas kebaikan hatimu, Hee Kyung.. ”.
Hee Kyung sama sekali tidak berbicara lagi, dia meninggalkan Minho begitu saja.
Minho memantung melihat tubuh Hee Kyung hilang diantara banyak orang lalu lalang.

Dia kembali duduk di depan kedai, menikmati botol terakhir minuman yang dipesan.
”aku minta maaf, Hee Kyung.. pada kenyataannya..aku tidak bisa menolak permintaan Yang Mulia,”
Minho melamun. Lalu dia terus habiskan minumannya, pulang kembali ke kompleks kerajaan.
                                                ...................................
Waktu berlalu sampai sore...
Masih di seputar kompleks kerajaan..
”aku sudah bertemu dengan Koichirou... dan.. memang Klan Sadamori kupikir adalah klan terhormat,” kata Dae Woo, ayah Minho, memulai pembicaraan.
Dae Woo lalu bercerita pada Minho tentang Koichirou, Shogun Ashikaga dan rencana Raja mereka untuk tetap mempertahankan kerjasama antar dua wilayah besar, termasuk patroli kelautan.
Minho mengangguk dan menunduk hormat saja dengan keputusan Raja nya. Dia malah lalu bertanya, bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Takako. Ayahnya kembali mengingat apa yang rajanya katakan, bahwa hubungan mereka dengan Shogun semakin kuat, jadi baginya tidak ada masalah Minho meneruskan hubungan suami-isteri dengan Takako.

”ada pikiran yang mengganggumu??,” tanya ayahnya, mereka duduk di sebuah ruangan kecil, yang hanya berisi tempat duduk dan meja.
Minho mengangguk.
Dae Woo pun menebak, apakah itu berhubungan dengan cinta masa lalu Minho, dengan Hee Kyung.
Minho mengangguk lagi.
”jadi.. kamu masih punya perasaan dengan anak pejabat Geum itu??”
Minho menjawab dengan ragu. Dae Woo tahu, bahwa memang anaknya ini sebenarnya sudah dalam perasaannya kepada anak pejabat Geum itu.

”benarkan??,” tanya Dae Woo, memastikan perasaan anak tengahnya itu.
Minho pun mengangguk juga.
Dae Woo tertawa, dia ingin menuang cangkir gelasnya dengan arak, Minho buru-buru menuangkan untuk ayahnya. Lalu, lelaki itu minum dengan asiknya.
Appa (ayah) juga tidak mengerti.. kenapa Yang Mulia Raja menginginkanmu menikah dengan anak Klan Sadamori itu... Titah Raja adalah perintah Dewa”
Ye, Appa.. aku berusaha patuh dengan perintah Yang Mulia Raja,” jawab Minho dengan tenang.
”apa kamu pernah memperhatikan wajah pejabat Geum berubah?? Di depanku.. dia biasa saja,” ujar ayahnya.
Minho jujur mengatakan, saat pertama kali dia membawa Takako lalu berkenalan dengan para pejabat dan disitu ada pejabat Geum, wajah lelaki itu berubah tidak mengenakkan.

”Appa sendiri katakan padaku dalam surat terakhir.. kalau ada yang harus dibicarakan.. apa itu??,” tanya Minho.
”tentang kecurigaan Yang Mulia Raja terhadap beberapa orang dalam istana,” jawab Dae Woo.
Minho jadi berfikir, dalam surat ayahnya yang lalu, Dae Woo memang sempat berfikir apa yang dia pikirkan sejalan dengan yang rajanya pikirkan tentang pengkhianat dalam kerajaan. Untuk menarik siapa orang itu tidaklah mudah.
”jangan lagi seperti kisah pemberontakan Jendral Ryong,” kata Dae Woo.
Minho hanya bergumam. Jika memang dugaan Raja bahwa Geum adalah pengkhianat maka otomatis Geum Hee Kyung juga akan terseret dan bisa saja dihukum mati bersama kedua orangtuanya dan juga saudara-saudaranya.

”ini baru dugaan... Raja memang sering khawatir, hehe,” ujar Dae Woo dengan santai.
Minho berfikir, kalau hal ini sudah ke tiga kalinya dia alami selama menjadi seorang prajurit.
”jadi.. kalau itu benar.. kamu takut mantan pacarmu itu akan celaka?? Kalau kamu masih percaya padanya... awasi Pejabat Geum,” kata Dae Woo.
Minho bertanya, apa hal seperti ini tugas dia dari raja atau tidak. Dae Woo katakan tidak, kalau ini adalah tugas pejabat lain yang memang suka memata-matai para pejabat yang dicurigai.
Minho tidak yakin kalau pejabat Geum adalah seorang pengkhianat Raja. Tetapi pemikirannya berlawanan dengan ayahnya. Dae Woo katakan kalau beberapa prajurit sandi memergoki kalau prajurit yang ada di dalam rumah dinas pejabat Geum ada ditempat yang dicurigai adalah sarang pemberontak di luar perbatasan kerajaan.

”jadi.. maksud Appa... orang itu adalah salahsatu prajurit yang ada dirumah dinas pejabat Geum dan sudah sampai sejauh itu? Ke perbatasan?,” Minho heran dan termasuk cukup kagum dengan kerja prajurit sandi milik kerajaan Joseon.
Dae Woo mengangguk, tetapi menurutnya, hal ini masih menjadi sebuah kecurigaan dan mata-mata kerajaan masih akan menyelidikinya.
Kedua alis Minho terangkat naik. Dae Woo berfikir, anaknya mungkin memikirkan tentang Hee Kyung.
”jangan kamu pikirkan... isterimu Takako itu.. bukan Hee Kyung.. dalam hidup.. terkadang ada yang dikorbankan,”
Minho tidak suka dengan kata-kata itu, namun, apa mau dikata. Memang intrik bisa terjadi pada siapa saja dan melibatkan siapa saja.
”Saatnya kita kembali saja ke rumahmu... perayaan semakin dekat,” senyum Dae Woo. Dia lalu berdiri.
Minho berdiri, dia sigap berlari ke pintu, dan membukakan pintu untuk ayahnya. Dae Woo keluar dari ruangan itu, Minho pun menyusul.
Dalam perjalanan pulangnya, dia berfikir serius soal pengkhianatan dan pemberontakan. Tidak mau lagi melihat dan mengalami seperti dulu dengan cinta pertamanya, Ryong Tae Young.
                                                ...........................................
Hari menjelang malam.. Koichirou menemui Minho. Besok adalah hari pernikahan adiknya dengan lelaki itu. Mereka tertawa-tawa sambil minum arak. Sementara Han Hye masih menjaga Takako supaya mempersiapkan diri untuk esok.
Minho basa basi dengan kakak ipar tirinya itu tentang kondisi Klan Sadamori di tsushima dan Koichirou pun menceritakan semua tentang kerjasama mereka. Waktu benar-benar dihabiskan sebagai pembicaraan antar lelaki dan juga antar wilayah kekuasaan.

Minho menatap bulan yang masih berbentuk sabit. Kenangan bulan sabit adalah kenangan dia dengan Hee Kyung. Suasana memang dingin di luar sana. Angin berhembus begitu keras. Dia bertanya pada Koichirou apa jika memang lelaki itu merasa kedinginan lebih baik masuk ruangan besar saja, atau pergi tidur. Waktu memang sudah mulai larut.
Koichirou berdiri dan ingin minta ijin masuk. Minho pun berdiri untuk menghormatinya.
Mendadak.. dari kejauhan, Han Hye berlari menghampiri mereka berdua.

Minho kaget, karena semakin dekat, dia tidak pernah melihat wajah Han Hye sepanik itu.
Mo suhn il iya? (ada apa?),” tanya Minho dengan keheranan.
Begitu juga dengan Koichirou, dia bingung melihat wajah Han Hye.
Han Hye ngos-ngosan, dia mengatur nafasnya agar bisa bicara dengan majikannya itu.
”Tuan Puteri Tae Young...,” Han Hye masih ngos-ngosan.
Minho makin panik.
”Ada apa dengan Tae Young??”

”Tuan Puteri... menghilang,” kata Han Hye. Dia takut majikannya marah terhadapnya.
Minho dan Koichirou spontan kaget.
”Apa?!! Menghilang kemana???”, tanya Minho dengan panik.
”aku tidak tahu, Jendral... aku minta maaf,” jawab Han Hye dengan sedih dan takut.
Minho langsung sigap berlari ke dalam rumah dan ternyata dia mengambil jubah dan pedangnya, dan kembali ke hadapan Koichirou dan Han Hye.

”Kamu harus tunjukkan.. kemana dia terakhir kali sebelum bicara denganmu, Han Hye!,” kata Minho dengan tegas.
”terakhir.. sore ini... Tuan Puteri berniat ingin pergi ke Hanseong... aku katakan.. lebih baik tidak.. besok pernikahannya.. tetapi.. dia bilang.. dia seperti ingin kesana lagi, Jendral..”
”aku minta maaf,” Han Hye menunduk hormat dalam-dalam, memohon supaya Minho memaafkannya.
”eh... ,” keluh Minho. Dia langsung pusing, takut isterinya itu hilang.
Hanseong memang tidak terlalu jauh dari rumah dinas Minho. Tetapi, dia tidak bisa melanggar adat kalau harus bertemu dengannya, walau mereka sebenarnya sudah menikah.

Dia akhirnya malah jadi bolak balik, kebingungan. Koichirou dan Han Hye hanya menunggu perintahnya saja.
Dalam hatinya, dia panik. Tae Young alias Takako harus segera ditemukan, karena hari sudah tengah malam.
Minho langsung berlari ke luar rumah dinasnya, kemudian disusul Koichirou dan Han Hye.... menuju sungai Hanseong.
                                                ............................
”TAKAKO... DIMANA KAMU??,” teriak Minho di pinggiran sungai Hanseong yang sangat lebar dan senyap.
”OI.. TAKAKO-CHAN.. DOKO ITE??”, teriak Koichirou, membantu mencari adik tirinya itu.
”TUAN PUTERI TAE YOUNGG!!,” teriak Han Hye. Dia berkali kali berteriak, merasa bersalah tidak bisa menjaga tuan puteri isteri majikannya.
Mereka bertiga mencari Takako. Suasana pinggiran sungai Hanseong sangat senyap. Hanya suara serangga cicada, jangkrik yang terdengar dan kelap kelip kunang kunang.
Mereka berteriak-teriak dari berlawanan arah, memanggil-manggil Takako. Belum juga ditemukan.

Minho jadi bingung, panik.
”Kemana kamu, Takako??”
Angin semilir datang semakin dingin saja. Kunang-kunang semakin bercahaya menerangi pinggiran sungai.
”Tidak mungkin dia tidak berusaha pulang,” kata Minho pada Han Hye dan Koichirou.
Tapi... kemana perginya Takako???
”Wuzzz...,” suara angin semakin kencang... cuaca semakin dingin.
Minho memandang seekor kunang-kunang.

”kenapa.. dia seperti membawa sehelai rambut??,” Minho keheranan dengan hewan kecil memancarkan cahaya kuning itu.
Koichirou lalu berjongkok di depan Minho, memandang kunang-kunang itu.
Kami pura tamashi no jutsu (jurus rambut penarik jiwa),” gumam Koichirou.
Minho kaget, dia belum pernah bertemu dengan jurus seperti itu.. jurus apa itu??
”ilmu sihir,” balas Koichirou.

Lantas, kakak ipar tirinya itu mengeluarkan selembar kertas dan mengucapkan sebait mantera jurus.
”jurus kertas pengisi jiwa”, ucap Koichirou dengan pelan.
Minho dan Han Hye terperangah... kertas yang diucapkan mantera oleh Koichirou berubah menjadi kunang-kunang juga! Koichirou adalah seorang Ninja sekaligus Samurai.
Kunang-kunang mantera itu mengejar kunang-kunang pembawa rambut yang berusaha menuju tengah sungai.

”Kenapa kunang-kunang itu membawa rambut... rambut siapa??,” tanya Minho kepada Koichirou, keheranan.
”Rambut Takako chan,” jawab Koichirou, dia berusaha tenang.
”apa??,” tanya Minho, heran.
”Mungkin ada seseorang yang pernah mengambil rambutnya.. dan dijadikan alat sihir mereka,” ujar Koichirou.
Hati Minho menjadi tambah tidak tenang. Sungai Hanseong sangat dalam dan jika ada orang terjun, bisa saja mereka akan mati. Dia takut Takako meninggal tenggelam.
Ketika kunang-kunang mantera Koichirou berhasil menyusul kunang-kunang pembawa rambut itu.. mendadak tengah sungai menjadi terang.. rambut halus bermeter-meter tergerai dari tubuh kunang-kunang pembawa rambut itu.

Minho kaget melihat kejadian itu, begitu juga dengan Han Hye.
”Apa itu???,” tanya dia pada Koichirou
”Lekas tolong Takako-chan.. dia tenggelam di dasar sungai itu..!,” jawab Koichirou.
”rambut-rambut yang dibawa kunang-kunang itu... rambut Takako chan yang diberi mantera.. pasti dia berada di dalam sungai!”
Tanpa basa basi lagi, Minho langsung melepas pedang dari genggamannya, membuka jubahnya dan melepas sepatunya, dia langsung meloncat ke dalam sungai.

”JENDRAL.. HATI-HATI!,” teriak Han Hye.. dia juga ingin melompat menyusul Minho, tapi Koichirou melarangnya.
”maaf, Han Hye-san.. hanya orang yang dicintai Takako chan yang bisa membebaskannya.. ,” kata Koichirou.
”dan itu Jendral Lee...,” lanjutnya lagi.
”Tapi..,” kata Han Hye, masih berusaha ingin membantu Minho.
Koichirou menarik tangannya,”tidak usah.. kita tunggu Tuan mu disini”
Han Hye sangat cemas dengan kejadian itu. Bisa-bisa, dia dibunuh oleh Lee Dae Woo, ayah Minho yang juga mengangkat dirinya menjadi pembantu di keluarga besar itu.

Sungai sangat gelap dan dalam. Minho berusaha menahan nafasnya, dia tetap berenang. Lalu dia menggunakan tenaga dalamnya di tangan untuk menerangi alur berenangnya agar dia bisa menemukan Takako.
Hatinya sangat cemas, sudah dalam dia berenang, belum juga menemukan isterinya itu. Matanya sudah lelah dan panas terkena air.
”Takako.. dimana kamu??,” katanya cemas dalam hati.
Dia tetap berenang terus sampai dalam, sampai lebih dari kedalaman 10 meter. Tenaganya semakin terkuras.

Sementara di daratan, Han Hye sudah semakin panik dan Koichirou berusaha menenangkan hatinya.
”adakah yang bisa kamu lakukan, Sadamori-san?? Aku takut Jendral Lee tenggelam dan tidak bisa muncul lagi.. Hanseong dalam sekali!,”
Koichirou diam. Dia berusaha tenang.

Minho terus berenang lagi sampai dalam, nafasnya sudah semakin lelah.
”blurp... blurp,” suara gelembung air keluar dari mulutnya, sementara matanya terus melihat mencari Takako, sedang tangannya berusaha mengeluarkan sinar biru dari tenaga dalamnya.
Dilihatnya... ada sesosok perempuan hampir di tengah dasar.. itulah Takako!
Minho bersemangat...
”Takako... blurp,” katanya. Dia langsung menuju tubuh Takako yang tidak sadarkan diri lagi. Rambutnya tergerai panjang, tubuhnya diselimuti banyak helaian rambut. Di sekelilingnya terdapat banyak kunang-kunang pembawa helai demi helai rambut.
Minho bingung.. bagaimana bisa kunang-kunang masuk ke dalam sungai??? Benar-benar ilmu sihir yang tinggi.

Minho berhasil mendekatinya, ketika dia mencoba memegang Takako dan mencoba memutuskan sehelai rambut yang menyelubungi tubuhnya, tangannya terluka.. ternyata.. rambut itu tajam seperti silet.
Minho sudah kehabisan nafas dan dia juga mencari cara untuk menyelamatkan isterinya itu, sementara dia sudah mulai lelah dan tubuhnya sudah mulai dingin.
Dan dia pun di dalam air diserang oleh pasukan kunang-kunang itu.
”Sialan!,” gerutunya dalam hati. Dia lalu membela dirinya, menggunakan jurus telapak tangannya yang bertenaga dalam dan bersinar biru.
”seeeeeeeettttttttttt,” beberapa kali dia berusaha menghindari dari serbuan para kunang-kunang itu yang membentuk seorang manusia yang membawa berhelai-helai rambut tajam sekali.
Minho terus mengelak dan mengelak.. nafasnya sudah hampir habis, dalamnya sungai Hanseong tidak bisa membuat dia menyerah, walaupun Takako hanya seorang isteri hasil dari hubungan diplomatik, dia tetap berusaha mencintai dan melindunginya.

Telapak tangannya masih berwarna biru, dia masih menyerang gerombolan kunang-kunang itu.
”setttt,” dia terkena luka dari beberapa helai benang, sangat perih bagai disilet. Dia berusaha menahan perih luka-lukanya yang terkena air.
Udara di dalam sungai semakin dingin, Minho mempercepat dan memperbesar energy serangannya.
Han Hye di daratan masih saja panik, menanti tuan dan nyonya nya yang belum muncul juga. Koichirou masih berusaha tenang.

”MATI KALIAN.. HIAT!!!!,” akhirnya, Minho pun mengeluarkan jurus andalannya.
Kumpulan kunang-kunang itu pun buyar, mati..
Dalamnya sungai yang tadinya bercampur antara sinar kuning yang datang dari para kunang-kunang dan sinar biru dari tangan Minho pun.. menjadi gelap.. pekat... keruh..seiring itu pula, rambut-rambut tajam yang mengelilingi tubuh Takako pun lepas helai demi helai.
Minho masih berusaha menggunakan energi biru dari tangannya, melihat wajah isterinya itu sudah mulai kebiruan bibirnya. Dia sendiri pun sudah sangat kedinginan.
”blurp,” suara gelembung nafas dari mulut Minho sudah semakin sesak. Dia harus lekas naik.
Dipeluk nya tubuh Takako yang sangat dingin dan beberapa bagian tangannya dilihatnya terdapat bola-bola kebiruan.
”aku harus lekas naik.. dingin sekali,” ujar Minho dalam hatinya. Dia tidak lagi mengeluarkan sinar birunya karena sudah kehabisan energi.
Lalu, dia pun naik ke atas, sambil tetap mengatur nafasnya.

”WHOAH!!,” teriak Minho ketika dia sudah sampai di permukaan sungai. Nafasnya benar-benar terengah-engah dan hampir habis.
Han Hye berteriak memanggil nama Tuan dan Nyonya nya. Wajah Koichirou tenang, karena dia melihat keduanya selamat.
Minho berusaha berenang menepi. Lalu, dia pun sampai di tepian sungai dan menggendong Takako.
Diletakkannya Takako di atas tanah berumput dan Koichirou langsung menarik jubah Minho yang ada di tanah, untuk menutupi tubuh Takako yang dingin sekali.

Yokatta na (syukurlah).. tidak terlambat.. jika dia terlalu lama terikat pada rambut-rambut itu.. maka bisa meninggal,” kata Koichirou.
”Terima kasih banyak,” lanjutnya. Dia duduk menunduk hormat pada Minho.
Minho senyum.
”Takako.. memang hanya isteri diplomatik bagi kerajaan.. tapi.. aku mencintainya.. aku sudah janji padanya sewaktu di Tsushima.. ketika dia khawatir ingin dibawa ke Joseon.. aku katakan.. aku akan menjaga dan melindunginya,”
Koichirou masih menunduk hormat, dia mengucapkan terima kasih berkali-kali karena adik tirinya diselamatkan Minho.
Mereka lalu membawa Takako ke rumah dinas Minho.

                                                ........................................
Sama sekali Minho tidak ingin membantu kedua orangtuanya, ketika sampai di gerbang rumahnya, dua prajurit yang berjaga di depan gerbang kaget melihat Nyonya mereka di bopong oleh Minho. Minho memberi isyarat pada mereka supaya tidak memberitahukan kedua orangtuanya. Han Hye langsung mempersiapkan tempat tidur dan selimut hangat bagi Takako, membantu Minho untuk mengganti baju perempuan itu.
Minho dan Koichirou duduk saja di luar. Koichirou baru saja membantu baik Minho dan Takkao untuk mengalirkan energi penyembuhan bagi keduanya.

”Pagi ini kami menikah.. aku seharusnya tidak bertemu dan melihat wajahnya.. ,” ujar Minho, wajahnya melihat bulan. Hari sudah menjelang dini hari.
”aku rasa.. ini lebih baik dilakukan.. daripada isterimu meninggal,” senyum Koichirou.
Minho mengangguk, dia lalu bertanya pada Koichirou, siapa kira-kira yang bisa menjebak Takako dengan ilmu sihir itu.
”Orang yang pernah mengambil rambutnya.. mungkin Takako-chan tidak pernah menceritakannya kepadamu,” balas Koichirou.
”aku tidak tahu rambutnya dipotong.. rasanya masih panjang,” ujar Minho.

Han Hye yang memergoki mereka bercakap, berdiri menunduk hormat pada Minho, lalu menceritakan yang sebenarnya, kalau memang mereka pernah bertemu tiga orang lelaki dan akhirnya rambut Takako terpotong dan dibawa mereka. Han Hye sama sekali tidak mengenal tiga orang itu,  namun mereka mengenal dirinya dan Takako. Kejadian itu sebelum dia bertemu Minho terakhir kali, sehingga memang Minho tidak tahu.
Minho bergumam dengan penjelasan Han Hye, dia tidak menyangka, ada orang yang berhasil mengetahui Takako sebagai isterinya, sebab sama sekali tidak ada orang luar kerajaan yang tahu.
”Mungkin orang dalam kerajaan,” ujar Koichirou.
”Tapi.. siapa?? Tidak mungkin bapak perahu sewaktu kami di sungai itu,” balas Minho.

Kembali, Minho tidak bisa tidur malam itu, dia berfikir. Dia berbaring saja disamping Takako yang tertidur. Koichirou bilang, kemungkinan memang Takako baru akan sadar dipagi hari.
Minho mengelus lembut rambut Takako yang panjang dan masih basah.
Mian (maaf), kalau aku terlambat tadi... aku tidak tahu selama 3 hari lebih ini.. ada bahaya mengintaimu, Tae Young,”
saranghae (aku mencintaimu)... aku tetap akan menjaga mu, Tae Young,”
Minho mencium Takako dengan lembut, senyum padanya dan mulai memanggilnya dengan nama Joseon yang diberikan Raja untuknya. Dia terus memandang wajah Takako yang belum sadarkan diri. Dia lalu kembali memegang rambut Takako.. dan dilihatnya memang ada yang tidak rata panjangnya.
Pikirannya melayang ke peristiwa tadi, bagaimana kalau tidak cepat ditangani..isterinya itu pasti akan mati.
”Tapi siapa dalang dibalik semua ini??,” gumam hatinya Minho.


Bersambung ke part 11...