This is me....

Rabu, September 24, 2014

The Jengkol Heirs (Part 1: Eommaneun Eodi Isseubnikka?)

Cerita ini cuma iseng aja kok.. jangan dimasukin ke hati banget..

“kamu yakin Nampyeon.. kita akan menikmati liburan indah di Indonesia??,” kata salah seorang isteri lelaki korea di rumahnya di Seoul
Suaminya mengangguk,”aku sudah siapkan visa dan passport kita bertiga.. Minho harus ikut kita.. kasihan dong dia kalau hanya di jaga Eomma dan Appa.. jangan merepotkan mereka.. lagipula.. Minho anak manis.. dia gak rewel kalau kita bawa jalan kemana-mana,”
“tapi Minho baru dua tahun.. berapa lama kita akan liburan disana?? Apa nanti dia tidak mabuk perjalanan??,” tanya isterinya lagi, khawatir anak mereka satu-satunya yang masih kecil itu sakit diperjalanan antar negara yang jauh dan butuh sekitar 10 jam lebih.
“aku rasa tidak.. dia termasuk anak yang kuat.. iya kan, Minho??,” suaminya mencubit pipi anak kecil yang cakep dan manis, yang sedang bermain mobil mobilan remote di ruangan itu
Anak kecil yang dipanggil Minho itu tertawa-tawa,”kita pergi??”, katanya pada ayahnya.
Lee mengangguk lalu menggendong Minho dipangkuannya,”Appa ada waktu liburan kerja.. masak kamu gak ikut Appa?? Appa kan sayang Minho”, lalu mencium anaknya itu.
Minho kegelian,”aku pergi... dengan Appa dan Eomma”, katanya dengan tawa ceria.
Lee memeluk anaknya yang manis itu.


Suara pengumuman kedatangan pesawat dari Seoul ke Jakarta sudah ada. Lee, isteri dan anaknya, Minho lalu melanjutkan perjalanan ke Bali. Mereka menikmati jalan-jalan di daerah itu sampai hampir seminggu, lalu meneruskan ke Yogyakarta.
“ini sebuah candi yang besar.. jangan sampai dilewatkan dikunjungi.. teman-temanku bilang.. ini sangat berkesan... masuk tempat yang harus kita kunjungi,” kata Lee menunjukkan pada isterinya foto candi Borobudur ketika mereka masih ada di bali, bersiap ingin terbang ke Yogya.
Isterinya malah khawatir,”tempatnya besar sekali.. banyak patungnya??”
“ah.. kamu jangan terlalu khawatir.. kita akan dipandu tour guide disana nanti,” balas Lee dengan pede.
Isterinya menurut saja apa kata suaminya itu. Mereka lalu melanjutkan perjalanan ke Kota Jogjakarta. Disana mereka juga melihat beberapa objek wisata yang sangat membuat Lee dan isteri kagum.
Minho yang masih kecil lebih banyak berlari-lari main tidak tentu arah.

“Minho.. jangan jauh-jauh, nak.. nanti kamu capek lari-lari terus,” ibunya berusaha mengejar anaknya yang sedang berlari di kompleks candi borobudur.
“tolong awasi anak kita.. Minho senang sekali ya??,” kata ayahnya mengelus kepala anaknya itu
Minho menikmati pemandangan candi yang besar sekali itu. Dia memegang megang replika dengan tangannya yang mungil dan lembut.
“patung,” katanya, tertawa ceria pada ibunya. Ibunya mengangguk dan senyum, lalu menggendongnya.
“kata orang.. jikalau kita bisa menyentuh patung yang ada di dalam itu.. keinginan kita akan dikabulkan.. Tuan dan Nyonya Lee,” kata tour guide dalam bahasa korea.
“boleh coba.. mudah-mudahan usaha ku bagus,” kata Lee penasaran pada isterinya dan tour guide itu. Dia lalu memasukkan tangannya dalam patung itu.

Ternyata tangannya tidak sampai, dia masih penasaran. Lalu dia gendong Minho.
“tolong bantu Appa ya.. supaya rejeki kita bagus,” kata Lee penasaran.
Dia memasukkan tangan Minho pada yang memang mau menggapai patung yang ada dalam stupa itu. Minho tertawa-tawa saja ketika tangannya dimasukkan.
“hey.. dia bisa loh!,” kata Lee senang. Tour guide mengintip tangan Minho yang memang sampai menyentuh patung dalam stupa itu.
“wah.. anak Tuan Lee akan banyak rejekinya!,” kata tour guide pada mereka.
hananim gambsahabnida.. aku memang ingin usaha maju supaya Minho bisa jadi pengusaha”, kata Lee pada tour guide.
Minho tertawa,”aku bisa, Appa”, katanya dengan ceria.
“anak pintar,” puji tour guide padanya. Minho masih tertawa senang. Ibunya lalu mengambil foto suami dan anaknya yang sedang menggapai patung stupa itu.
“padahal tanganku panjang.. tapi malah Minho yang bisa,” kata Lee penasaran.
“artinya rejeki anak Tuan Lee akan besar suatu saat nanti,” senyum tour guide itu.
“semoga... semoga.. sebab aku memang menaruh harapan anakku akan jadi pengusaha sukses suatu hari nanti,” kata Lee dengan wajah ceria.
Minho dicubit-cubit pipinya, kedua orangtuanya gemas. Mereka setelah puas berkeliling candi lalu pergi ke pasar tradisional dekat situ yang ramai dan menjual banyak oleh-oleh.

“ramai sekali.. hati-hati jangan sampai Minho lepas,” kata Lee memperingatkan isterinya. Ya, suasana pasar tradisional sore itu sangat ramai. Minho malah senang sekali, karena ternyata disana banyak mainan tradisional yang dia lihat.
Dia memegang-pegang sebuah mainan kinciran angin kecil yang dijual seorang pedagang.
dangsin eun geugeos-eul wonhaneunga??,” senyum sang tour guide, menawarkan mainan kincir kecil itu pada Minho.
Minho mengangguk senang,”Ye.. gomawo, samchon”, dengan suara mungil dan cerianya, dia mengambil mainan itu
“aku tuku iki, pak le.. piro??,” tanya tour guide pada penjual kincir kecil itu
“sijine rong sewu,” jawab penjual itu dan mereka pun melangkah lagi.
Minho senang, dia meniup-niup kincir kecil itu dengan mulutnya yang kecil dan melihat kincir itu berputar-putar, dia pun tertawa.
Dia terus saja meniup-niup, kedua orangtuanya asik saja berkeliling berbelanja. Mereka senang borong banyak oleh-oleh murah buat tetangga.
Tapi mereka lupa... ternyata Minho yang juga asik dengan mainan kincirnya terpisah dari mereka!

Pasangan Lee panik, begitu juga tour guide yang bersama mereka.
“ya Tuhan.. kemana Minho? Anakku...,” Nyonya Lee sangat panik
“kita ada di negara orang, nampyeon.. Minho tidak boleh hilang,” katanya menangis tersedu sedu pada suaminya. Lee berusaha untuk tenang agar mereka tidak panik dan Minho tetap bisa dicari.
Tour guide berusaha menenangkan mereka dan mereka langsung mencari-cari Minho ke berbagai sudut pasar tradisional itu.
“jenenge sampeyan sopo, lek?? Napa njaluk ilang?? Ing ngendi biyunge pean??,” kata salah seorang bapak berusia empat puluh tahun yang ternyata bicara pada Minho dengan bahasa jawa dengan nada yang lembut
Appaneun eodi isseubnikka??,” Minho merengek, dia mencari ayahnya, bicara bahasa korea pada bapak itu. Dilemparkannya mainan kincir kecilnya yang daritadi dia bawa-bawa dan tiup-tiup.
Eomma,” katanya teriak.. dia lalu menangis duduk dan guling-gulingan di tanah, ketakutan karena pisah dari orang tuanya yang juga masih mencarinya diluar rumah itu.
Isteri bapak itu lalu keluar rumah, dia menemukan suaminya di teras rumah sedang berusaha menenangkan Minho yang nangis berguling-guling ditanah.
Isterinya bapak itu kaget,”ealaaah.. iki bocah sopo toh, pak’e??”, katanya heran melihat suaminya membawa anak kecil yang putih bersih
aku ora weru, bu’e.. ki anak sopo.. kasian.. ilang .. kesasar kang saka tuwane”, jawab lelaki itu, mengatakan kalau dia juga tidak tahu anak siapa yang mengikutinya dan tidak tahu siapa orangtua Minho.
aduh pak’e.. bahaya iki.. awake dewe iso dipuncekel karo polisi yen nguripake metu wong manca”, keluh isterinya itu, dia mencoba menggendong Minho yang menangis di lantai dan mencoba mendiamkannya. Isterinya bilang kalau dia takut nanti ada orang lapor polisi kehilangan anak dan suaminya bisa dihukum karena bisa dituduh menculik anak orang.
“aku ora weru, bu’e.. ki bocah padha derek aku saka mburine nalika aku mulih sakdurungne... tak takon sopo orangtuane.. eh sesambat mlipir”, lelaki itu menjelaskan kalau Minho ikut di belakangnya ketika pulang dan kaget sudah ada anak itu dibelakangnya dan ketika ditanya, Minho malah nangis guling-gulingan dilantai.

aduh.. puyeng sirahku,” keluh isterinya. Dia tetap mencoba menenangkan Minho.
“lek... jangan nangis ya.. diam diam..,” kata isterinya lelaki itu pada Minho dengan lembut.
Minho yang tadinya nangis berguling-guling mendadak diam.
Eomma?? Eommaneun eodi isseubnikka??,” dia masih ingat dan bertanya dimana ibunya, air matanya masih keluar, Minho masih ketakutan.
“iki ngomong opo toh, Pak’e?? Aku ora ngarti,” kata perempuan itu yang bernama Juminah.
podho bae aku, Bu’e.. boso opo ki..aku ra ngarti,” kata suaminya yang bernama Suparno.
Mereka sungguh bingung dengan bahasa korea yang diucapkan Minho.
ojo nangis toh, Lek.. ayo masuk nang omah.. Bu’e ono panganan sing enak,” senyum Juminah pada Minho yang masih terisak.
Minho tidak mengerti apa yang dibilang perempuan itu, dan dia diam saja ketika Juminah mengelus kepalanya dengan lembut.
“Eomma...,” katanya menangis terisak mencari ibunya.

piye?? Aku bingung iki bocah lanang sopo,” Suparno tidak habis pikir hari itu dia dapat masalah, dia memang tidak tahu kalau ada anak kecil ikut dibelakangnya jalan sementara dia membawa gerobak jengkolnya pulang karena hari sudah sore.
“apik.. cah bagus..ganteng tenanan,” kata Juminah. Dia lalu menggendong Minho dan mencoba mendiamkannya. Sepertinya Minho sudah capek menangis daritadi.
anake wong sugih kali, Bu’e,” jawab Suparno. Mereka mengira Minho anak indonesia orang kaya.
“kita lapor polisi aja, Bu’e..,” kata Suparno, dia ketakutan, takut disangka penculik.
“kasih makan dulu, Pak’e.. kasian.. mungkin anak ini lapar,” Juminah menggendong Minho dan mengusap air matanya.
“besok kita cari orangtuamu, ya.. jangan nangis,” senyum wanita itu lagi.
Mereka masuk ke dalam rumah dengan membawa Minho ke dalamnya.

“Tuhan.. kemana Minho, Nampyeon?,” isterinya Lee menangis di kantor polisi. Mereka sedang menunggu kabar pencarian Minho melalui para polisi yang berkeliling kota itu.
Lee sangat stress dan pusing anak satu-satunya itu hilang, sementara visa mereka liburan sudah habis besok dan harus diperpanjang atau mereka akan diusir keimigrasian.
Isterinya Lee terus saja menangis. Menyesal kenapa Minho bisa hilang hari itu dan belum ditemukan juga.
“kita harus urus dulu visa dan passport, baru kita cari lagi Minho,” kata Lee pada isterinya.
Isterinya teriak histeris, dia tidak terima, sebab kalau harus mengurus surat tinggal sementara dulu, bisa-bisa anak mereka sudah diculik orang entah kemana.
Polisi terus mencari Minho dengan foto yang sudah disebarkan dan beberapa polisi berkeliling kota.
“kemana Minho, nampyeon??,” isak isterinya Lee. Dia beberapa kali pingsan, sedih anaknya belum ditemukan juga sampai malam.
“besok sebaiknya Tuan dan Nyonya tetap mengurus perpanjangan tinggal, supaya juga tidak berat mencari Minho,” kata kepala polisi resort yang dibantu diterjemahkan oleh tour guide.
Lee berusaha tabah dengan kenyataan yang mereka terima hari itu. Besok dia harus kembali ke Jakarta atau semarang untuk mengurus keimigrasian dan kembali lagi ke kota kecil itu supaya bisa mencari informasi dimana Minho sebenarnya.

 Sementara Minho masih tinggal dirumah Suparno. Dia masih menangis saja walau sudah diberi makan Juminah.
“bagaimana ini nanti, Pak’e... kita enggak tahu orangtua anak ini,” Juminah melihat Minho yang masih bengong dengan mainan kincir yang dikasih dari tour guide siang itu, lalu dengar Minho berkata lagi pada mereka mencari ayah dan ibunya yang tidak dimengerti mereka.
“anak darimana.. aku ndak tahu, Bu’e.. ,” kata Suparno.
“mungkin anak turis, Pak,” kata salah seorang anak perempuan yang kira-kira kelas 5 Sekolah dasar.
“kamu tahu dia ngomong bahasa opo, nduk??,” tanya Suparno pada anak kandungnya itu.
“gak tahu aku, Pak.. mengko tak takon guruku,” kata Sri, nama anak itu. Dia janji akan tanya gurunya bahasa apa yang diucapkan Minho.
“cakep e, Pak.. aku suka deh,” lanjut Sri lagi. Dia senyum pada Minho. Minho hanya memandang wajah Sri.
“umure piro kira kira anak ini ya, Pak??,” tanya Juminah
“mungkin 2 tahunan, Bu’e.. dia sudah bisa ngomong lancar..,” jawab Suparno.
“sesuk kamu tanya guru mu ya, nduk.. kamu catat dia ngomong opo,” kata Suparno pada Sri.
Sri mengangguk, dia senyum pada Minho.
“Eonni,” kata Minho senyum, membalas senyuman Sri. Dia merasa Sri perempuan kecil yang ramah. Eonni itu kakak perempuan dalam bahasa korea.

“tapi kenapa bapak ndak lapor polisi toh??,” tanya Sri
“aku ndak tahu dia asale dari mana, nduk,” jawab Suparno
“mungkin ikut bapak dari pasar tadi,” kata Juminah.
Minho memandang mereka dengan aneh. Dia tidak mengerti apa pembicaraan mereka dan dia nangis lagi.
Eomma.. ,” dia merengek lagi panggil-panggil ibunya
“kasian banget, Pak,” kata Sri. Dia lalu malah coba gendong Minho. Minho digendong dan diangkat-angkatnya, walau tubuh Sri tidak terlalu tinggi.
“ati-ati.. mengko tiba,” Suparno memperingatkan Sri supaya hati-hati menggendong Minho agar tidak jatuh.
Sri senang dengan Minho. Dia malah mengajak Minho ngobrol walaupun anak itu menangis.
“kasian e,Pak.. aku mau deh.. dadi mbaknya,” kata Sri
ojo ngono, nduk.. pasti ono orangtuane,” kata ibunya, Juminah.
“buat temani aku karo yudi,” jawab Sri. Yudi adalah anak kedua pasangan Suparno dan Juminah.
“nanti bapak mu bisa bermasalah sama polisi, nduk.. kalau dia ada orangtuanya.. besok ada yang cari.. ya kita kasih ke orangtuanya,” kata Juminah lagi.

Minho malah mencium pipi Sri, lalu dia tertawa,”Eonni.. yeppeun,” ternyata dia suka dengan Sri yang menggendongnya dan dia pikir Sri anak kecil yang baik dan cantik.
Sri malah asik gendong Minho, dia malah menyanyikan Minho lagu anak-anak dan dia gendong seperti adiknya sendiri.
“kasian ya, Bu’e.. anak sopo iki.. ,” kata Suparno ketika melihat Sri berhasil membuat Minho tenang.
ben engko wengi nangis lagi... repot kita, Pak’e.. ono tetangga takon.. iki anak sopo,” kata Juminah. Ya, sore itu ada tetangga tanya, kenapa ada suara anak kecil nangis dan Juminah berbohong kalau Minho itu keponakannya yang dititipkan di rumahnya.
“sare, Bu,” kata Sri. Ternyata Minho tidur dalam gendongannya.
“kasian,” lanjut Sri lagi. Juminah minta tolong anaknya itu membawa Minho ke kamarnya, supaya tidur dikamar saja.

Sri lalu kembali dari kamar kedua orangtuanya itu. Dia lalu mengerjakan PR didepan kedua orangtuanya. Tak berapa lama, Yudi, adiknya masuk rumah sepulang dari pergi bermain. Dia cium tangan kedua orangtuanya.
“darimana, Lek??,” tanya Suparno pada anaknya itu, tapi Yudi malah cemberut.
“Pak’e ndak belikan aku mobil-mobilan.. yo aku main karo konco ku.. nang omahe si amat,” jawab Yudi.
sesuk bapak tuku mobil-mobilan.. sana sekarang belajar dulu,” kata Suparno lagi.
Suparno seorang pedagang Jengkol kecil-kecilan. Dia mendapatkan jengkol dari dengan berjualan hasil kebun seorang juragan jengkol di desa tetangga, lalu dia jual dan keuntungannya lalu akan diberikan dan dibagi dengan sang juragan. Penghasilannya tidak seberapa, tapi dia cukup bersyukur masih bisa makan dan menyekolahkan kedua anaknya.
“janji karo aku yo, Pak.. aku malu tenan ora duwe mobil-mobilan,” kata Yudi lagi. Dia memang ingin punya sebuah mainan mobil balap yang sekarang lagi ngetren di desa dan mungkin nasional: tamiya.
“iyo.. bapak janji...sesuk tuku mobil-mobilan nang pasar,” kata Suparno lagi.
Yudi langsung masuk kamar dia dan kembali dengan buku mengerjakan PR nya, ikut kakaknya, Sri.

“mikir aku, Bu’e.. kalau nanti ndak ada orang ngaku anak itu... piye??,” tanya Suparno pada Juminah.
Juminah melihat kedua anaknya, lalu melihat suaminya,”ora opo-opo Pak’e.. anggap aja amal toh.. kasian.. masak harus kita kasih lagi ke wong liane?”. Juminah punya rasa kasihan yang tinggi pada orang lain.
“lagian.. sepertinya si Sri suka sama dia,” lanjutnya lagi
“liat besok, Bu’e.. mudah-mudahan orangtuane masih ono,” kata Suparno.

Hari semakin larut. Lee dan isterinya kembali ke hotel. Isterinya sangat marah, sedih, karena hari itu Minho belum juga ditemukan. Dia memarahi suaminya kenapa tidak memegang Minho ketika tadi di pasar.
“sudah bukan lagi kita berkelahi karena Minho hilang... besok aku harus pergi ke semarang urus surat perpanjangan imigrasi kita.. kamu tetap dikantor polisi,” kata Lee dengan nada antara marah dan tidak tahu lagi harus apa. Visa libuan mereka sudah habis waktunya besok, harus segera diperpanjang, sementara mereka tetap harus temukan Minho.
“jangan bilang Appa dan Eomma kamu dulu,” kata Lee pada isterinya,”takut mereka sakit jantung”. Minho termasuk cucu kesayangan mereka. Apa jadinya kalau kedua orangtua mereka tahu cucu nya hilang dinegara orang.
“POKOKNYA KITA HARUS TEMUKAN MINHO!! HARUS!!,” teriak isterinya sudah panik.
IBDAGCHYEO! Aku juga stress!,” teriak Lee. Dia marah juga akhirnya pada isterinya sendiri, hampir menggamparnya, tapi dibatalkan.
Isterinya menangis,”Minho... jigeum eodiya??”, dia menangis, bertanya-tanya, dimana anaknya sekarang berada.

Isterinya terus saja memanggil-manggil Minho. Polisi berkata bahwa mereka sudah menyebarkan selebaran yang disebar dijalanan soal Minho yang hilang. Kepala polisi bilang, anak buahnya tetap berkeliling dan menginformasikan ke beberapa kantor supaya bisa cepat menemukan Minho kalau ada yang melihatnya.
“kita tidak bisa lama disini juga.. aku harus kerja.. bagaimana ini??,” Lee sudah benar-benar stress, dia bingung antara harus kembaliliburan bekerja atau tetap mencai anaknya. Dia lalu mencoba mencari kontak kedutaan besar untuk membantunya.
Dia pun menelepon salahsatu staff yang berurusan dengan imigrasi pusat.
“andaipun kita harus pulang.. kedubes tetap akan membantu mencari Minho,” kata Lee dengan suara yang lemas. Dia sudah mulai merasa putus asa, takut anaknya celaka. Akhirnya dia menangis juga. Anak yang tadi siang sangat dibanggakannya karena sanggup menyentuh patung dalam stupa, sekarang belum ditemukan.

Isterinya makin keras menangis. Dia tidak sanggup membayangkan pulang kembali ke Korea tanpa anaknya yang disayangnya.
“Tidak! Minho harus kita temukan dulu, Nampyeon... kita harus temukan Minho!,” teriaknya pada suaminya
“AKU BERUSAHA... KITA AKAN TETAP MENCARI MINHO!,” Lee balas teriakan isterinya dengan teriakan. Diapun menonjok tembok hingga tangannya berdarah, lalu menangis
“Minho.. cepat ketemu kami, nak... kamu apa gak kangen dengan Appa dan Eomma??,”
Mereka berdua menangis, tidak kuat membayangkan kalau nanti mereka akan pergi meninggalkan Indonesia tanpa anak kesayangan mereka.

Malam semakin larut, keluarga Suparno satu persatu masuk kamarnya masing-masing dan tidur. Minho tertidur lelap dikamar Juminah dan Suparno. Dia belum terlalu ingat kalau dia sudah terpisah dengan orangtuanya.. hanya tidur lelap karena capek bermain dan menangis mengingat kedua orangtuanya..


Bersambung ke part 2...