This is me....

Rabu, Juli 13, 2016

The God of Dream (PART 25: Mereka Adalah….)

Lee Minho sebagai Matsuo Masahiro aka Hiro    
Tatsuya Fujiwara sebagai Ryouji Matsuyama aka Ryo
Shun Oguri sebagai Takumi Ishimaru aka Taku

Cerita ini hanya imajinasi belaka.. jangan terlalu dimasukkan ke hati.. nama tempat juga fiksi belaka.. genre semi horror..

Hiro masih berteriak. Dia tidak terima teman-temannya sudah terbawa oleh iblis yang masuk dalam tubuh bhiksu yang awalnya mereka pikir, bisa membantu mereka membebaskan Natsumi dari perangkap kekuatan iblis leluhur. Dia dan sang panglima naga emas peliharaannya terus saja berusaha mendobrak lapisan lapisan dinding salju yang dingin menusuk kulit. Namun.. semakin lapisan itu di dobrak, terbentuklah yang baru dan semakin tebal.
”WOI IBLIS SIALAN... LEPASKAN AKU!,” katanya masih berteriak-teriak sambil mencoba menghancurkan terus dinding yang semakin menebal.
Dia melihat teman-temannya memasuki lorong merah yang dipenuhi kertas-kertas mantera.
”Gawat.. mereka makin terlena... Ryo-kun.. kamu tahu tidak sih??,”
Perasaannya sudah patah semangat, dan dia melihat naga emasnya itu kehabisan energy.

Dia pun akhirnya duduk bersimpuh, mencoba merenung. Sang naga emas kembali masuk dalam jimat.
”harus bagaimana lagi, Kami-sama??”, katanya merenung.
Dia tidak bisa telepati, hingga pikirannya buntu, bagaimana bisa membebaskan semua temannya dari cengkraman iblis. Badannya pun sudah mulai kedinginan akibat dinding es yang tebal.
”apa.. aku dan teman-teman lainnya akan mati disini??”.
Hatinya sudah sangat gundah. Dia memikirkan sekali teman-temannya itu. Mungkin saja dia hanya akan mati karena kedinginan, namun dia membayangkan bagaimana nasib mereka nanti??

Badannya sudah mulai menggigil.. dan mulai memikirkan hal yang aneh-aneh, antara disadarinya atau tidak. Dia melihat banyak segerombolan setan dan roh-roh bayangan hitam, merah menyala dan api, yang siap memangsanya. Padahal, dia sendiri sedang terperangkap dalam salju yang dingin dan dadanya sudah mulai sesak. Ia sudah sulit sekali bernafas.
Dalam pikirannya terbayang-bayang memori manis bersama dengan para sahabatnya itu: Ryouji yang suka sekali memukul kepalanya jika kebodohan dan asal-asalan dirinya muncul, apalagi kalau tingkah playboy nya muncul; Takumi yang sifatnya pendiam dan pintar yang jarang ngerjain dia; Natsumi cewek yang polos dan baik; dan pacarnya, Sara-cchi yang keras kepala, judes, tapi aslinya baik.
Lalu.. dia juga membayangkan bagaimana keceriaan keseharian hidupnya dengan ayah, ibu dan kedua adik perempuannya. Dalam hatinya dia tersenyum... dan semuda itu.. mungkin ia harus siap pergi dari dunia ini, sebegitu cepatnya... tapi dia harus siap.. demi menolong masa depan temannya, Natsumi.

Dia berusaha untuk berkonsentrasi mengatasi dingin nya terperangkap di dimensi itu. Tangan dan kakinya sudah mulai kaku. Dia berusaha untuk menggerakkannya, mengalirkan energi penyembuhan ke dalam dadanya sendiri, agar suhu tubuhnya tetap terjaga.
”Aku tidak boleh mati... teman-teman masih membutuhkan aku,” katanya lirih dalam hati.
Beberapa menit dia mengkonsentrasikan dirinya, berusaha untuk tetap menghangatkan diri. Sementara dia juga melihat para setan diluar dimensi ini sudah mulai mengelilinginya, berusaha juga membuka gerbang dimensi itu. Bukan untuk membelanya, tapi memakan rohnya.
”dimensi ini tetap harus ku buka...”, katanya, sambil memejamkan mata.
Kakinya sudah mulai hangat.
”Lalu.. tinggal menghabisi para setan itu,”
Lima menit berlalu.. badannya juga sudah mulai hangat. Dia belum memperdulikan lagi..sampai dimana langkah teman-temannya dengan sang bhiksu palsu.
Tak berapa lama, kulitnya yang tadi biru karena kedinginan berubah perlahan menjadi merah muda, dia sudah mulai pulih dari hipotermik, kedinginan yang amat sangat.
Dilihatnya, banyak setan di depan matanya sudah mulai mengintai. Sedikit lagi, dia sudah bisa menjebol dinding itu lalu minimal mengusir para setan itu.
”o cmmon... ayo sembuh.. ayo sembuh,” dia menyemangati dirinya sendiri.
Teringat lagi keceriaannya bersama dengan para anggota keluarga dan sahabat nya, membuat semangatnya tetap bangkit.
“kasus leluhur Natsu-chan.. harus diselesaikan sekarang juga.. harus!”.
Dia meyakinkan dirinya lagi, kalau akan pulang dengan selamat.. apalagi, dia harus bisa menyelesaikan kasus ini dengan bangganya.
                                    -----------------------------------
Disebuah lorong antara satu kuil ke kuil yang lain...
”sepertinya lorong ini panjang sekali dan enggak ada akhirnya,” gumam Ryouji.
”kapan kita sampai??,” bisik Natsumi pada Ryouji.
”enggak tahu.. kenapa kita jadi lama sekali sih???,” bisik Ryouji balik pada Natsumi.
Natsumi hanya menggeleng, tidak tahu.
Lalu Ryouji berbicara kepada Takumi, berbisik.. apa ada benda yang kira-kira dapat di analisa. Takumi belum bisa memastikan itu. Dan.. Ryouji menoleh ke belakang.. dimana Hiro berjalan mengikuti mereka. Sara tidak banyak bicara, dia justru berada di samping Takumi.
”Eh, Hiro kun.. kenapa kamu diam saja, ah??,” tanya dia, dengan sedikit ketus.
Hiro diam saja, dia malah tersenyum. Namun senyuman itu terkesan dingin, menyeramkan dan seperti menyeringai. Tidak ada yang menyadari, bahwa Hiro yang mereka kenal, sedang berada di jeratan dimensi es, dan yang berada di tengah-tengah mereka pada dasarnya setan suruhan dari Iblis berkepala enam yang menyamar menjadi kepala bhiksu itu.
Ryouji menaikkan alisnya, tanda keheranan. Tentu saja, bukan sifat Masahiro Matsuo yang seperti itu.
”kamu kenapa begitu, Hiro kun... sakit perut??,”
Hiro dengan nada dingin hanya menjawab,” tidak”.
Sara langsung menimpali,” aneh sekali kamu”.
Tapi ekspresi Hiro tidak berubah, masih terkesan dingin dan kaku. Teman-temannya berfikir mungkin karena dia membayangkan akan menghadapi iblis yang mereka anggap hebat dan sakti, sehingga dia menjadi serius.
Karena bisik-bisik dan juga ketusan Sara agak sedikit keras, maka sang bhiksu jadi menoleh pada mereka.

”apa kalian merasa lelah?? Kita bisa beristirahat di depan sana,” kata sang bhiksu dengan ramah.
Karena dibilang seperti penganggu mereka minta maaf membuat berisik perjalanan itu. Namun, tanpa mereka sangka, di depan sana ada sebuah kuil lagi. Ryouji jadi heran, begitu juga yang lain.
”sepertinya tadi lorong ini masih panjang deh.. kok tiba-tiba ada kuil lagi dekat kita??.”
Ternyata, semua juga kaget, kenapa bisa begitu.
Ya, mendadak di hadapan mereka, ada sebuah kuil yang sangat teduh. Tidak besar, namun dikelilingi pohon rindang yang mungkin berusia ratusan tahun, dan disampingnya ada sebuah air terjun. Benar-benar tempat yang menyejukkan jiwa. Namun, bukan itu persoalannya. Yang mereka herankan, tadi mereka melewati lorong yang sangat panjang berwarna merah.. namun tidak sampai beberapa detik sang bhiksu menoleh, lorong itu seperti membuka diri... dan terlihatlah kuil di depan mata mereka sekarang.

Ryouji menyikut sedikit pinggang Takumi, tanda dia meminta temannya juga menyelidiki, apa benar yang mereka lihat di depan mata adalah sebuah kuil indah???
Takumi mencoba melihat sisi lain.
”ah...benar.. ini sebuah kuil,” katanya tanpa ragu.
Ryouji dan yang lainnya percaya saja dengan kata-kata Takumi.
Sang bhiksu lalu tersenyum, sepertinya dia tahu, kalau mereka ini tidak langsung percaya dengan apa yang dilihatnya.
”ini adalah tempat peristirahatan kepala bhiksu terakhir sebelum saya memimpin... mari.. silahkan... kalian bisa beristirahat disini sebelum tiba di kuil terakhir.,” katanya dengan ramah.
ojama shimasu (maaf mengganggu)!!!,” kata mereka, kompak, membuka alas kaki mereka dan berjalan di pelataran kuil.
Diam-diam, Sara melirik pada Hiro yang terkesan benar-benar kaku.
Wajah Hiro memang terlihat kaku, seperti tidak bernyawa. Memang bukan Hiro yang sebagaimana mereka tahu.
”Hiro kun.. tsukareta ka?? (kamu capek??),” tanya Sara, basa basi, waktu membuka sepatu mereka.
iya (tidak),” geleng Hiro, datar.
Sara bergumam, ada apa dengan pacarnya ini?? Memang sangat tidak biasanya. Dia sedikit mencuri pandang, namun dalam. Dia seperti melihat wajah Hiro agak kebiruan.
”Kebiruan?? Apa.. aku salah lihat??,” tanya hatinya.
Byouki ka? (sakit?),” tanya Sara lagi.
Hiro lagi-lagi datar dan hanya mengatakan tidak.

Sang bhiksu berdiri di depan mereka. Dia mengatakan kalau disini ada pelayanan yang sangat istimewa... bahwa setiap orang akan dijamu satu persatu.
Tentu saja mereka kaget, karena baru menemukan hal seperti itu.
”ah.. terima kasih, Guru.. tapi mungkin.. karena kami masih sekolah.. tidak perlu seperti itu,” kata Ryouji, basa basi.
”Kami bukan orang-orang istimewa,” senyum Takumi.
”Kami memang memperlakukan semua orang istimewa..,” balas sang Bhiksu sambil menghormat kepada mereka.
Mereka sangat berterima kasih, menunduk hormat pada sang bhiksu. Di depan pintu besar itu, yang terbuka, sudah ada beberapa bhiksu sesuai dengan jumlah mereka, akan melayani mereka sejenak beristirahat di dalam ruangan tersebut.
”silahkan.............,” kata para bhiksu tersebut, kompak.
Tentu saja Ryouji dan teman-temannya begitu terkesan dengan keramahan pelayanan pemimpin bhiksu dan murid-muridnya itu. Hal yang belum pernah mereka dapatkan. Tetapi, lagi-lagi, ternyata Ryouji dan Sara kompak melihat wajah Hiro yang dingin-dingin saja.
”kenapa dia sedingin itu sih???,” tanya Ryouji dalam hatinya.. dan dipertanyakan pula oleh Sara, dalam hatinya.
Sara akhirnya berinisiatif untuk menggenggam tangan Hiro, yang ternyata memang dingin, seperti mayat.
”kamu kenapa??,” katanya, singkat.
Tapi hanya dijawab cowok itu dengan gelengan kepala. Sara masih tidak mengerti, apa yang terjadi dengan pacarnya itu. Lagi lagi dia berpikir...mungkin itu hanya sebuah pikiran yang melanda dia, karena yang akan dihadapi bukan hantu biasa.

Ruangan di dalam kuil itu ternyata tidak kecil. Didalamnya masih ada ruangan-ruangan lagi yang spesial, benar seperti apa yang dikatakan kepala bhiksu sebelumnya.. seperti ruangan khusus untuk saling menjamu tamu.
Ryouji tidak begitu curiga... mungkin memang ini sifat pelayanan baik mereka?? Dia meyakinkan yang lain untuk bersikap biasa saja.
Sang kepala bhiksu lantas mempersilahkan mereka semuanya masuk.
”Hanya dapat masuk satu persatu di masing-masing ruangan...silahkan,” katanya dengan ramah kepada mereka.
”whoah.. masing-masing ruangan saja.. sepertinya kayu-kayu nya mewah sekali,” gumam Takumi, melihat langit-langit ruangan yang besar itu.
Semua seperti terkagum-kagum, tapi tidak dengan Sara. Pikirannya selalu mengarah pada Hiro. Namun dilihatnya, Hiro santai saja memasuki ruangan yang berbeda dengannya.
Dia menggerakkan tangannya, ingin mencegah, supaya pacarnya itu tidak masuk ke ruangan yang ditunjuk, tapi bersama dia saja, meminta ijin pada sang bhiksu kepala, agar mereka bisa bersama. Namun, diurungkan niatnya tersebut.
”Maaf.. disini.. semuanya akan mendapatkan pelayanan yang terpisah,” ujar salah seorang bhikuni.
Karena tidak enak hati, Sara akhirnya merasa malu dan menunduk hormat pada bhikuni itu, meminta maaf atas kelancangannya tidak mematuhi aturan dalam kuil tersebut.

Mereka semua memasuki masing-masing ruangan khusus. Di dalam ruangan tersebut, ada sebuah meja besar yang ternyata untuk melayani mereka. Ada seperti beberapa kitab, minuman, makanan. Terdengar pula suara musik, namun yang aneh dilihat oleh Ryouji, tidak ada orang yang memainkan alat-alat musik, hanya suaranya saja. Ryouji jadi curiga, tidak seperti sebelumnya yang awalnya santai.
Begitu juga ternyata Sara di ruangan lain. Dia juga merasa aneh dengan semua ini. Namun, baik Sara atau Ryouji tidak bisa melihat motif dibalik itu. Dalam hal ini, justru yang paling bisa adalah Hiro, namun Hiro sendiri terlihat kaku, sama sekali tidak tertarik dan hanya terlihat dingin dengan semuanya.
”Tidak mungkin ini semua ulah sang iblis,” kata Ryouji, meyakinkan dirinya sendiri, kalau pandangannya itu salah. Dia tidak mau menyangka buruk terlebih dulu.

”Silahkan duduk,” kata seorang bhikuni kepada Sara.
Sara menunduk hormat dan mengucapkan terima kasih, dan dia berbasa basi,” Aku seperti Ratu di kuil ini.. maafkan, hehe.”
Padahal, keraguannya makin menjadi. Dia masih saja memikirkan Hiro.
”Hiro kun... aku merasa aneh dengan semua ini,” katanya dalam hati, ketika dia dituangkan minuman. Dia merasa... Hiro yang dia lihat bukanlah sejatinya Hiro.
                                    ---------------------------------------
Hiro masih saja sibuk menyembuhkan dirinya sendiri yang terkena serangan dingin karena berada di dimensi es. Semua yang dia lihat adalah es, membeku.. bahkan para hantu yang siap untuk memangsanya sepertinya berasal dari bekunya es. Dia tahu, bahwa dia sedang berada dalam kekuasaan sang Bhiksu yang sebenarnya adalah iblis.
Sementara di depannya ketika dia berusaha memusatkan penuh energinya... seperti ada seseorang perempuan berdiri.
”Wanginya seperti aroma tubuh Sara-cchi,” katanya dalam hati, belum membuka matanya. Dia masih ragu, apakah hal ini hanya cobaan bagi meditasi penyembuhan diri sendiri.
”Hiro kun... tolong aku...,” suara Sara, ada di depannya.
”Apa... Sara-cchi menemui kesulitan???,” kata hatinya Hiro, mulai ragu.
Dia berfikir dari awal, kalau para iblis itu memang akan memasukkan satu persatu mereka dalam dimensi yang mereka kuasai, sehingga akan mengurung mereka selamanya.
”Tidak...aku yakin.. ini tipuan,” katanya lagi. Tinggal sedikit lagi kapasitas energi nya full untuk melawan kesaktian para iblis itu.
Hito terus saja melanjutkan meditasinya, tanpa melayani suara yang seperti Sara. Namun, sosok itu pantang menyerah. Dia berjongkok dan menyentuh kulit cowok itu.

”Hiro kun.... ini aku,” suaranya benar-benar mirip dengan Sara.. tanpa setitikpun berubah.
”Sara cchi... ini benar suaranya... apa dia juga terperangkap dalam dimensi es??,” Hiro ternyata sudah mulai terusik.
”Hiro kun...,” suara Sara muncul lagi, dan malah menggenggam tangannya.
Hiro benar-benar merasakan hangat tangan Sara, seperti yang mereka lakukan kalau sedang jalan bersama.
”Sebentar lagi, Sara cchi...atau..siapapun kamu,” balas Hiro, dalam hati.
Satu langkah lagi dia menyempurnakan energinya, maka dia yakin bisa menghancurkan dimensi itu.
Wujud Sara itu malah memeluknya.. Hiro jadi terbawa perasaan dalam terpejamnya mata.
”Apa... Sara cchi terperangkap juga???,” dia masih belum tergoda.
                                    -----------------------------------------------
”Aku terkesan dengan semua ini....,” kata Sara, ramah dengan bhikuni itu.
Dia menikmati teh yang disediakan perempuan itu. Sangat harum dan menggoda untuk diminum.
”Kami memang ingin para pengunjung kuil besar ini punya pengalaman yang menyenangkan ketika berkunjung,” kata bhikuni itu.
Sara melihat wajah bhikuni yang berdiri didepannya itu, terlihat pucat, mungkin karena wanita itu kurang gizi atau terlalu lelah melayani masyarakat.
Sara berani untuk berbasa-basi mengatakan kalau wajah bhikuni itu seperti kurang sehat dan kenapa tidak istirahat saja supaya lekas pulih lagi??
Tapi, sang bhikuni itu mengelak, menjawab kalau wajahnya sedari dulu memang seperti ini. Sara begitu penasaran, sebab dia menangkap energi yang ”tidak enak” dari gelombang tubuh perempuan itu.
”Seperti bukan gelombang manusia... kenapa rasa gelombangnya seperti dimiliki seorang monster perempuan??,” tanya Sara dalam hatinya.
Dia tetap waspada, karena tidak memiliki kemampuan melihat wujud lain dari sesuatu atau seseorang, tidak seperti Hiro yang lebih tinggi darinya.
Perempuan itu menuangkan tambahan teh ke dalam gelas untuk Sara.
”Silahkan...,” katanya dengan ramah.
Dia meminum lagi teh itu.
Namun... tak berapa lama.. dia seperti mendengar kata-kata Hiro meminta tolong padanya.
Dalam kebingungannya itu, padahal Hiro sedang ada di samping ruangan, dia seperti berada di sebuah dimensi yang aneh.... dimensi es!

Dia seperti berada di sebuah ruangan tanpa batas, tidak pula seperti di langit, dengan hamparan salju dan es yang sangat dingin menusuk kulit. Pupil matanya menjadi besar, dia sangat shocked, tidak menyangka, sebenarnya mereka telah ditipu oleh iblis.
Tubuhnya makin berputar-putar tak tentu arah. Dia berusaha melawan, agar tidak terbawa semakin dalam ke dimensi itu. Tubuhnya terus berputar-putar, dia berteriak-teriak. Yang pertama kali disebutkan adalah nama Hiro.
”Hiro kunnnnnnnnnnnnn!!!!!!!!!!!,”
Dia mengira Hiro berada di sebelah ruangannya dan dapat mendengar teriakannya. Padahal Hiro yang ada di ruangan tersebut adalah seorang iblis juga.
Dia berteriak sangat keras... berharap Hiro akan menolongnya, namun sia-sia saja.
Lantas dia melihat ada seorang perempuan tua sekali, rambutnya panjang putih terurai, dengan wajah yang penuh keriput serta luka menyeramkan dan pucat, kulit bawah matanya berwarna biru tua, tertawa di depannya, yang sudah jatuh terduduk.
”Satu persatu kalian akan mati .... hihihihi,” tawa menyeringai sang hantu perempuan.

Sara mencoba bangun, dia sangat kelelahan. Pelan-pelan dia bangun.
”Ternyata... kamu iblis laknat!,” katanya, menggeram pada hantu wanita itu.
Hantu wanita itu mempunyai wajah yang aneh, mulutnya tidak dibawah hidung, tapi di kepalanya. Lalu.. Sara melihat, kaki tangan iblis wanita itu berbulu seperti serangga.
Sara menyeringai tipis...
Jorougumo, eh???,” katanya, kepada hantu itu.
”Apa... Hiro kun juga kalian tawan??,” lanjutnya.
Si Jorougumo itu terkekeh kepadanya,” Aitsu... kamu akan segera mati kami mangsa... dou??”
”Sudah lama aku tidak makan daging manusia...,” kata iblis itu lagi.
Sara tertawa terbahak-bahak dengan sesumbar sang iblis. Satu hal yang dia pikir aneh sekarang adalah: mengapa dia bisa melihat wujud iblis?? Padahal selama dia bersama Hiro, dia tidak memiliki kemampuan itu!
”Hiro kun... kamu dimana?? Tolong jawab suaraku!”, katanya dalam hati.
Dia berusaha mengatasi cemasnya, agar bisa melawan sang iblis.
Lalu dia membentuk formasi di kedua telapak tangannya, jadilah sebuah bola biru muda yang melingkupi dirinya. Itu yang dapat dia lakukan untuk melindungi diri ketika Hiro tidak ada di sampingnya untuk melawan hantu atau iblis.
Jorougumo (iblis laba-laba) tertawa, “Bola seperti itu tidak ada gunanya bagiku!!.”
Lantas dari mulutnya yang berada di puncak kepala, keluarlah seperti sebuah kaki serangga, yang mirip dengan kaki laba-laba, berbulu yang tajam tipis.
” Bola mu itu takkan berguna... dasar manusia tidak tahu diri!,”
”Coba saja... jangan meremehkan aku,” balas Sara, lantang.
Sara terus membuat bola perlindungan energinya menjadi semakin besar dan bulat. Kaki-kaki laba-laba yang keluar dari iblis itu terus menyerangnya, berusaha menembus.
Sara terus melawan tanpa menyerah,” Apa semua temanku juga terjebak di dimensi yang sama??”.
”Hiro kun... kamu dimana?? Serangan iblis ini semakin kuat saja... tolong aku, Hiro kun!,” katanya dalam hati.
Iblis wanita laba-laba itu semakin kuat saja menyerang Sara. Kaki-kaki nya yang keluar dari mulut di ujung kepalanya semakin banyak, semakin tajam. Sara membuat perlindungan berlapis-lapis demi mempertahankan diri, sambil terus memanggil nama Hiro, berharap cowok itu akan datang melindunginya.
Sang iblis wanita itu makin keras tertawanya. Gigi geliginya yang menyeringai dan tajam bagai gigi laba-laba, seperti silet, seperti puas sebentar lagi Sara akan jadi mangsanya.

”Menyerahlah ....!!!,” katanya, sambil tertawa.
”TIDAK.. DASAR IBLIS PEREMPUAN LAKNAT!!,” Sara balas berteriak.
Dia lebih meningkatkan energinya. Tentu saja ini menjadi resiko besar baginya, karena kalau terus menerus bertambah, tenaganya akan habis dan justru dia akan kalah. Bola perlindungannya terus diserang oleh kaki-kaki itu, seluruh bagian bola sudah dipenuhi mereka.
Sara terus mempertahankan dirinya... dia tidak mau menjadi budak iblis itu. Dia tahu, kalau Jorougumo adalah seorang wanita yang dulunya berhikmat pada iblis, sehingga menjadi budak iblis utama di neraka.
”Mati saja kau, iblis laba-laba laknat!!,” teriaknya.
Tapi iblis itu terus tertawa. Dia merasa sedikit lagi akan menang. Keringat di tubuh Sara semakin mengucur, dia sudah kelelahan, kehabisan energi, berharap Hiro akan membantunya, namun ternyata belum datang juga.
Sehingga... sebuah kaki laba-laba yang bersar dan seperti silet, datang menyerangnya... lebih besar dari kaki-kaki sebelumnya... dan...
Berhasil merobek bola perlindungannya!!

”AAAAAAHHHHHHHHHHHH!!!,” Sara berteriak kencang dan kesakitan... tubuhnya terasa ditusuk sebuah pedang yang tajam.
Jurougumo tertawa keras... dia sudah menang.
“Hahahahahaha... lekas bawa anak perempuan ini ke neraka!!!,” katanya, dengan tawa penuh kemenangan. Dari kepalanya tiba-tiba keluarlah sebuah laba-laba besar dan hewan itu pun menarik-narik tubuh Sara.
Hiro yang sudah mengumpulkan energi dan meditasinya selesai, langsung membuka matanya dan mendengar teriakan Sara... namun.. sepertinya dia sudah terlambat...
“Sara cchi... bertahan sebentar!!,”
Dia langsung berdiri dan disekelilingnya, ada sosok Sara yang sudah sangat pucat dan badannya seperti tertusuk kaki laba-laba yang tajam, setajam pedang.
“SARA CCHII........ NOOOOOOOO!!!,”
Hiro berteriak... dia juga merasa kesakitan dengan apa yang dia lihat dari pacarnya itu.
“ARGHHHHH!!!!”, tubuhnya jadi seperti tertusuk pedang.
Jimat naga emas jatuh dari bajunya... dan berubah menjadi seorang panglima..
Hiro terus kesakitan... badannya seperti ikut merasakan ditusuk oleh Jurougumo itu.. dilihatnya... Sara diseret-seret menuju sebuah tempat yang penuh dengan api, darah dan nanah...
“SARA CCHIII............ NOOOOOOOOOOOOO............ JUROUGUMO SIALAN!! LAKNAT!!! LEPASKAN SARA CCHI!!!,” teriaknya... sambil memegang dadanya yang seperti tertusuk pedang...dia terduduk.. dadanya begitu sakit...

Bersambung ke part 26....