This is me....

Selasa, Juli 19, 2016

Cinta Dokter Cute (Part 18: Jalan Cinta Masing-Masing Berbeda..)

Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won

Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh.....

Shin Young benar-benar terpaku.. melihat Minho tepat berdiri di depan pintu toko bunga milik Min Suh. Dia tidak tahu mesti berkata apa… Orang yang dia pikir tidak akan pernah bisa mengejarnya dan tidak tahu dimana dia berada.. malah muncul tepat di depannya.
Minho tersenyum lembut padanya, sama seperti ketika mereka pertama kali dia mengantarkan Shin Young dan seorang nenek ke panti asuhan. Ternyata apa yang diinformasikan oleh teman-teman Song Yu disini benar adanya… kekasih impiannya itu sudah tepat dihadapannya.
“Pergi, Minho.. aku tidak mau merebut mu dari tangan Eonni Hye Rim,” kata Shin Young, datar, tanpa ekspresi.
Minho tidak memperdulikan kata-kata perempuan yang dicintainya itu. Dia malah menghampiri Shin Young, berdiri tepat di depannya.
“Aku merasa putus asa mencarimu… mencari masa depanku,” katanya dengan lembut.

“Kalau aku sampai kehilanganmu lagi yang kedua kalinya.. mungkin aku akan hancurkan hidupku sendiri,” lanjutnya.
Shin Young diam.. dia memang sudah lelah menjalani hidupnya yang dikejar-kejar Minho. Namun, dia masih tidak ingin kebahagiaan kakak tirinya, Min Hye Rim, akan termakan olehnya. Hutang budi nya kepada keluarga Min sangat besar.
” Aku hanya mematuhi kedua orangtuaku...,” katanya, pelan.
Minho membalas dengan senyum. Dia menebak, bahwa Min Ji Woo begitu jahat dengan anak tirinya sendiri, menyuruh perempuan itu pergi, agar kebahagiaan anak kandungnya bisa terwujud.
”Apa.. Tuan Min jahat kepadamu???,” tanya Minho.
Shin Young diam lagi.. dia tidak ingin menjelek-jelekkan kedua orangtua angkatnya itu.
”Apa begitu.. Shin Young??,” tanya Minho lagi.
Terang saja dia tidak mau membuka rahasia itu di depan Minho. Dia begitu hormat kepada kedua orangtua angkat tersebut.
”Aku mengerti isi hatimu... namun.. aku juga terlalu egois ingin mendapatkanmu,” kata Minho.
Dia terus mengeluarkan isi hatinya bagaimana perasaan cintanya pada perempuan itu, bagaimana dia begitu takut kehilangan perempuan yang dianggapnya dapat membahagiakannya suatu hari nanti.
”Aku tahu.. Hye Rim menindasmu.. menyuruhmu untuk pergi dan meninggalkan aku... tapi.. aku tidak mau merasa lelah mencarimu,”

Min Suh yang mendengar suara Minho lantas keluar ruangan, menuju ruang toko yang ada di depan. Dia tidak mencegah Minho untuk pergi, namun hanya tersenyum.
”Aku berpikir.. kalau Shin Young juga sebenarnya menderita, berada jauh dari kamu,” katanya pada Minho.
Ternyata dia mendengar pembicaraan mereka berdua dari dalam.
Minho membungkukkan badan sedikit padanya, ” Aku dokter gigi Lee Minho.. mungkin Shin Young pernah bercerita padamu... mannaseo bangabhabnida ”.
Min Suh membalas penghormatan Minho dengan ramah.
Minho malah berkata, dia meminta maaf pada Min Suh, karena Shin Young sudah tinggal bersama perempuan itu.
”Aku hanya membantu teman lama ku,” balas Min Suh, basa basi.
Lalu dia memegang pundak Shin Young.
“Selesaikan urusan kalian… kasihan Tuan Lee sudah datang untukmu….”
Lalu, dia membalikkan tanda open menjadi close.. tanda toko pun ditutup, dan menutup pintu serta menurunkan tirai.
Min Suh membungkukkan badan lagi sedikit pada mereka, lalu masuk ke dalam rumahnya, di belakang toko.
”Maaf menganggu,” katanya pamit dengan ramah.
Minho mengucapkan terima kasih padanya, lalu mereka berdua melihat tubuh Min Suh masuk ke ruangan di rumah itu.

Minho tanpa ragu memegang tangan Shin Young.
“Aku begitu khawatir.. ternyata apa kata Noona Song Yu benar.. kamu ada di kota ini.. ada di toko bunga ini..,”
Dan tanpa sengaja, Minho memegang jari manis yang masih ada cincin pemberian darinya untuk perempuan itu.
”Kembalilah ke Seoul.. jika orangtuamu, Tuan Min dan isterinya, bahkan Hye Rim tidak ingin melihatmu lagi.. aku tetap akan mempertahankanmu agar tetap disampingku,”
Shin Young masih diam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak pernah membayangkan kalau Minho berhasil menemukannya.
”Apa kamu cemas.. kalau Hye Rim akan mencelakakanmu??,” tanya Minho.
Shin Young masih diam saja.
Tak berapa lama, air matanya mengalir. Minho langsung memeluknya.
”Aku kemari bukan tanpa alasan... ,”
”Aku masih berharap.. kita bisa hidup bersama..”
Shin Young tahu, lelaki di depannya sangat jujur perasaan padanya. Namun... bagaimana jika Min Hye Rim nekat mencelakainya kalau dia kembali ke Seoul..dan tahu kalau Minho, tunangan kakak tirinya itu, akan bersamanya???
”Kembalilah.. aku benar-benar kangen kamu,” kata Minho, dia tersenyum walau Shin Young tidak melihatnya.
Shin Young sebenarnya ingin kembali. Dia tahu, Minho mencintai dan menyayanginya. Dia sungguh sebenarnya tidak kuasa menolak cinta dan sayang lelaki itu. Apa yang akan terjadi jika dia kembali??
”Jawablah, Shin Young.. aku menunggu jawabanmu.. ,”
Shin Young masih diam. Dia masih berpikir... apakah dia akan mengikuti Minho atau tidak.
”Kamu tidak perlu ragu padaku,” kata Minho, berusaha meyakinkannya.
”Tidak.. ,” balas Shin Young, singkat.
Minho merasakan memang bukan keraguan kecintaannya yang membuat dia seperti itu, tapi ketakutan menghadapi keluarga tirinya itu.
Minho tetap memeluknya, dia begitu senang bisa bertemu. Pencariannya tidak sia-sia.
”Mau kan.. kamu kembali ke Seoul lagi??,”
Shin Young diam lagi.

”Apa.. para halmeoni dan halbeoji mencariku??,” kata Shin Young, dia mencoba membuka suaranya, masih menahan tangis.
”Ah... nenek Myung begitu kehilanganmu.. dia sakit,” jawab Minho, masih memeluknya.
Shin Young menghapus air matanya, lalu meminta Minho melepas pelukannya.
”Nenek Myung.. dia sudah seperti nenekku sendiri,” katanya pada Minho.
Minho mengusap pipinya, lalu menciumnya dengan lembut.
I really miss you so...,”
“Semua merindukan kamu.. kembalilah,”
“Bagaimana aku bisa kembali.. kalau kamu akan bersama orang lain, Minho??,” tanya Shin Young. Wajahnya seperti khawatir, jika dia kembali, maka dia bisa dicelakai Hye Rim.
”Aku takut Eonni Hye Rim.. akan membunuhku,” lanjutnya.
Minho kaget, ternyata ancaman itu bukan sekedar ancaman. Ancaman yang pernah diucapkan Hye Rim ketika dia marah pada Minho dan menyinggung-nyinggung lagi hubungan masa lalu Minho dengan Shin Young.
” Dia tidak akan bisa melukaimu.. aku akan marah padanya,” kata Minho, berusaha menenangkan diri kekasihnya itu.
” Kamu sudah bertunangan dengannya, Minho.. pergilah.. aku tidak ingin eonni menderita dengan aku masuk diantara kalian,” kata Shin Young.
Dia benar-benar kecewa dengan kehidupan cintanya. Dia tidak menyangka kalau penyerahan dirinya hanya akan membuatnya menyesal, karena akhirnya, dia yang harus mengorbankan dirinya sendiri.
”Aku bersedia tidak mendapatkan apapun dari kedua orangtuaku.. jika kita hidup bersama,” kata Minho.
”Aku tidak ingin menyusahkanmu.. pulanglah, Minho... kasihan eonni Hye Rim,” balas Shin Young.
Dia tidak ingin ego perasaannya terhadap Minho akan menghancurkan masa depan kakak tirinya. Dia merasa akhirnya Minho memaksa dan menindas perasaannya.
”Aku tidak ingin menyakiti perasaan eonni,” katanya lagi.
”Tapi.. kamu menyakiti perasaanku,” balas Minho dengan cepat.
”Benar-benar menyakiti perasaanku... sementara.. aku juga ingin menentukan sendiri nasib cintaku,” lanjutnya lagi.

Shin Young begitu lelah dengan perkataan Minho. Dia lantas terduduk dan menangis kembali.
”Kamu mengerti kan, Minho?? Aku tidak ingin menyakiti siapapun... ,”
”Dengan mencintaimu.. aku sakit.. aku menyakiti orang lain..”
Minho ikut berjongkok.. dia kembali memeluk Shin Young yang menangis. Dan.. dia pun ikut meneteskan air matanya.
”Aku pun tersakiti jika kamu pergi dariku,”
Mereka berdua memang serba salah. Minho yang keras tetap ingin mencintai Shin Young, namun perempuan itu tidak ingin jika mereka hidup bersama, ada yang dirugikan.
Minho sangat tidak ingin kehilangan perempuan itu.
”Bagaimana jika aku juga menderita karena mencintaimu, Shin Young?? Apa kamu mengerti tentangku??”.
Shin Young diam...
                                               
Min Suh melihat smartphone Shin Young bergetar. Ternyata berasal dari Min Hye Rim yang telah beberapa kali mencoba menghubunginya. Shin Young sering menceritakan kakak tirinya itu kepadanya.
Awalnya Min Suh berpikir, tidak akan mencampuri urusan teman karibnya itu, namun akhirnya, dia mencoba menjawab panggilan yang terus saja bergetar dari handphone itu.
“Kamu tidak perlu mengelak lagi, Shin Young.. Minho sedang bersama mu, kan??”
”Dasar kamu perempuan jalang.. Minho itu pasti ada bersamamu bukan?? dia janji akan pergi seminar dan aku baru ingat kalau tempatnya di Busan sekarang... pasti dia bertemu kamu, bukan??,”
”Jawab hai cewek enggak tahu diuntung.. dasar cewek murahan!,”
Makian Hye Rim bertubi-tubi dan Min Suh hanya mendengar saja, tanpa menjawab.
”Apa aku harus menjawabnya??,” tanya Min Suh dengan tenang.
Hye Rim begitu kaget, karena yang mengangkat panggilannya bukan adik tirinya, namun orang lain.
”Aku Min Suh, sahabatnya di kota ini.. ,” kata Min Suh dengan tenang, memperkenalkan dirinya.
”Kemana dia?? Aku ingin bicara dengannya,” kata Hye Rim dengan nada kasar.
”Pantas saja dokter gigi itu tidak suka padamu,” jawab Min Suh, yang dimaksud adalah Minho.
Hye Rim kaget dengan pernyataan Min Suh barusaja. Dia menganggap perempuan sahabat adik tirinya itu sangat kurang ajar.
”Kamu harus tahu... kalau aku tunangannya Minho!,” katanya pada Min Suh dengan geram.
”Oh... pasti Minho itu sangat terpaksa bertunangan denganmu.. aku bisa pastikan itu.. bahwa seorang lelaki tidak akan mungkin mengejar perempuan lain, apalagi kalau sudah bertunangan, sampai ke kota lain... berarti dia hanya mencintai tunangannya itu dengan terpaksa.. sangat terpaksa..,” Min Suh begitu nyinyir nya dengan Hye Rim.
”Dan sepertinya.. Minho hanya mencintaimu dengan terpaksa,”
Seperti yang dia duga sebelumnya, kalau Min Hye Rim adalah cewek yang gampang emosi dan sulit mengendalikan amarahnya.

Hye Rim sangat marah dengan perkataan terakhir Min Suh. Dia memaki-maki sahabat adik tirinya itu dengan kata-kata yang tidak pantas diucapkan seorang perempuan.
”Sama sekali jika aku jadi seorang lelaki.. tentu aku enggak akan pernah mencintai perempuan sepertimu... bahkan walau kamu sangat mempesonakan banyak lelaki di dunia ini.. sama sekali aku enggak tertarik dengan perempuan sepertimu, Min Hye Rim..”.
Hye Rim berteriak lantang pada Min Suh dari jauh, bahwa dia akan membunuh Shin Young jika Minho dekat dengannya.
Tapi Min Suh malah tertawa santai dengan ancaman Hye Rim dan dia katakan kalau perempuan itu sudah gila karena obsesinya ingin menguasai Minho.
”Kamu hanya membuat dirimu menderita, Hye Rim... kamu akan sengsara,”
Hye Rim begitu kesal dengan Min Suh.
”Aku bersumpah.. aku akan membunuh Shin Young jika dia berani merebut Minho dariku!”.
”Kamu sudah gila, Hye Rim... tingkahmu akan mencelakakan kamu sendiri,” balas Min Suh, dengan santai.
Dari marah, Hye Rim mendadak tertawa terbahak-bahak. Dia mengatakan kalau dia serius akan membunuh Shin Young dan kalau perlu, tidak akan membiarkan Minho dekat dengan perempuan manapun, agar bisa jadi miliknya.
”Kamu gila,” ujar Min Suh.
Hye Rim masih tertawa-tawa dan mengancam Min Suh.
”Takut bukan???,” katanya, meledek Min Suh.
”Kamu merusak masa depanmu sendiri,” balas Min Suh.
Hye Rim berteriak lebih kencang lagi.
”Hai.. dasar kamu cewek sialan!! Kamu juga pasti bersekongkol dengan cewek binal itu supaya bisa mendapatkan Minho! Dasar kalian cewek binal.. gak tahu malu... !!!,”
Min Suh tidak membalas. Hye Rim masih berteriak-teriak memaki-maki perempuan itu dan Min Suh hanya santai mendengarkannya.
”Kalian semuanya memang cewek sialan! Kalianlah yang merebut Minho dariku.. kalian hanya ingin aku menderita! Dasar kalian sinting!,”
Min Suh tidak ingin memasukkan ke hati, perkataan yang seperti itu. Dia orang cukup mengerti tentang kejiwaan dan dia berpikir kalau Min Hye Rim sudah sakit jiwa.
”Lebih baik kamu sadari.. apa yang sudah kamu lakukan pada adikmu sendiri.. ”.
Hye Rim masih memaki-maki Min Suh dengan kata-kata yang kasar dan tidak pantas. Sampai akhirnya dia puas dan menutup sendiri percakapan itu dengan membanting smartphone miliknya sendiri.
”Prak!!!,” terdengar suara smartphone dibanting keras ke lantai.
Lalu, Hye Rim berteriak kencang... sambil menangis..
”Sialan kamu Minho.. sialan!!! Kenapa kamu masih cinta cewek binal itu, huh???!!!!”.
Dia terus berteriak histeris dan menangis... sampai lelah... lalu dia berusaha menuju laci kamarnya.. mengambil obat.. dan menenggaknya beberapa butir..

Minho masih memeluk Shin Young. Dia mengucapkan berkali-kali kepada perempuan itu, kalau tidak bisa berpisah darinya. Keduanya menangis, berharap.. takdir tidak akan lagi memisahkan mereka berdua….
                                    ------------------------------------------
Rumah sakit...

Nafas Ae Cha masih terdengar satu persatu, keluar dari mulutnya yang bermasker oksigen. Wajahnya masih pucat akibat kekurangan darah, mencoba bunuh diri.
Hyeon Jun masih berada disampingnya, menemaninya walau dia tidak sadarkan diri. Seung Won tidak diijinkan lagi untuk melihat wajah perempuan itu oleh keluarganya. Keluarga itu sangat marah dan khawatir anak mereka tidak akan terselamatkan jiwanya. Kondisi koma dan kehamilan membuat Ae Cha makin tidak jelas hidupnya.
”Apapun itu... berusahalah untuk hidup, Ae Cha... lupakan Seung Won,” lirih Hyeon, pelan.
Dia memang ingin memiliki lagi wanita itu walau Seung Won mencamppakannya. Kejadian ini membuatnya berpikir, dia ingin hidup bersama dengan wanita itu. Seung Won yang dia pikir adalah teman dan lelaki yang jantan menghadapi persoalan malah menjadi seorang pengecut yang mengecewakan hatinya sebagai sahabat lama.
”Kamu sudah tahu kan.. dia bisa saja meninggal??,” kata Hyeon, setelah mereka berkelahi, sementara Seung sibuk mengelap bibir dan lubang hidungnya yang berdarah akibat pukulan sahabatnya itu.
Hyeon menganggap Seung sama sekali tidak dewasa, tidak tahu konsekuensi padahal mereka sendiri adalah orang-orang medis. Hati lelaki itu ingin sekali berteriak marah, kecewa.
”Kalau kamu sama sekali tidak bisa membahagiakannya.. kenapa tidak kamu putuskan dari awal, Seung, ah???.”
Seung Won masih diam. Hyeon menanti jawaban keluar dari mulut sahabatnya itu. Bagaimana rasanya jika perempuan baik yang bisa saja dia cintai, namun ternyata dipermainkan perasaannya oleh sahabat sendiri??
Hyeon duduk, berpikir, mengapa semua ini bisa terjadi. Andai dulu dia tidak mentah-mentah begitu saja menerima perkenalan perempuan yang menjadi ibu Im, lantas menikah dan malah kemudian dia dikhianati??? Dirinya menjadi penuh penyesalan.. kenapa tidak nekat terus membina hubungannya dengan Ae Cha??
”Kenapa diam, Seung??,”

Seung marah dan berdiri, dia langsung main menarik kerah baju Hyeon dan menonjoknya!
”BUK!,” suara kepalan tangan Seung mendarat di wajah Hyeon, dan lelaki itu pun terjatuh.
”Pengecut kamu, Seung!,” teriak Hyeon, dia mencoba berdiri dan gantian menonjok wajah Seung.
”Kamu membuat dia sengsara!,” lanjutnya lagi, masih memukul.
Mereka saling pukul.
Tapi akhirnya... justru Hyeon yang mengurung dirinya untuk memukul Seung berkali-kali. Dia malah duduk, lalu seperti bersimpuh di kedua lututnya...menunduk..dan air matanya jatuh.
”Andai dia tidak kenal kamu...,” katanya kepada Seung, menyesali, kenapa justru orang yang pernah dicintainya, disiksa perasaannya oleh sahabatnya sendiri.
Hyeon memang bersikap positif dan santai saja ketika tahu bahwa Ae Cha berhubungan dengan sahabatnya, walau dia sendiri sudah bercerai dengan isterinya. Dia menganggap masa lalu biarlah masa lalu dan berpikir, kalau perempuan itu akan bisa menemukan jalannya dengan sahabatnya sendiri. Ternyata, kenyataan berkata lain.
”Bagaimana kalau dia meninggal???,” katanya lagi. Wajahnya masih tertunduk dan mengeluarkan air mata, sampai jatuh tetesannya ke lantai.
Seung hanya sibuk mengelap ujung bibirnya dengan ujung lengan bajunya.
Sudah tiga hari Ae Cha masih dalam keadaan koma, sama sekali yang mereka dengar hanya suara nafasnya dalam masker oksigen. Hyeon sangat berharap, perempuan itu akan tetap hidup. Dia bertekad akan mencintainya lagi, seperti dulu.

Ae Cha hanya tertawa kecil ketika tahu Hyeon akan menikah. Dia tidak menyangka, lelaki yang menurutnya polos itu akan mempunyai pasangan dan tampaknya akan bahagia. Hyeon berterima kasih atas ucapan pernikahannya itu.
”Aku juga doakan..sukses dalam kehidupanmu,” kata Hyeon, berterima kasih.
Mereka berpisah karena perempuan itu pikir, Hyeon sangat sibuk supaya bisa menjadi dokter yang cerdas dan berdedikasi. Dia mengorbankan dirinya untuk memutuskan saja hubungan itu, sekaligus juga mengambil spesialis keperawatan.
”Aku diterima di rumah sakit yang pernah aku ceritakan padamu.. ingat tidak??,” ujar Ae Cha dengan ramah, berusaha untuk menghibur dirinya dan Hyeon.
”Kita akan jarang bertemu..atau... kamu akan sangat sibuk,” lanjutnya.
Setelah beberapa tahun Ae Cha lulus dan dia mencoba bekerja, dan hubungan mereka putus, dia ingin melanjutkan lagi studinya ke jenjang spesialis keperawatan, dan dia akan belajar di sana sekaligus bekerja.
”Tapi.. kalau nanti kamu menikah.. jangan lupa.. satu undangan untukku... aku akan datang,” katanya lagi.
Ya.. Ae Cha memang datang saat Hyeon menikah. Begitu tegarnya perempuan itu menerima kenyataan, lelaki yang sudah berhubungan dengannya selama beberapa tahun mereka kuliah, akhirnya malah menikah dengan perempuan lain.
Saat mereka berhadapan kembali, dia tersenyum pada Hyeon dan begitu ceria.

Ruang di rumah sakit itu masih senyap, seperti tanpa suara.
Ae Cha masih terbaring lemah, nafasnya terdengar satu-satu dari dalam masker oksigen. Ayah dan ibunya masih setia mendampinginya.
”Kami tidak menyangka.. kamu mengambil keputusan begini, anakku,” kata ibunya, lirih.
Ae Cha memang bukan tipe perempuan yang mudah sedih. Dia suka sekali membuat orang tertawa. Keputusannya mencoba bunuh diri memang membuat semua orang yang mengenalnya sangat terkejut. Dia sudah terlalu lelah dengan ketidakberdayaan dirinya mempertahankan antara cintanya kepada Seung dengan masa depannya soal bayi dalam kandungannya.
”Jangan pergi, anakku... ,” ujar ibunya lagi.
Elektro kardiograf masih menandakan denyut jantung perempuan itu yang lemah. Ternyata.. Ae Cha mulai membuka matanya... kedua orangtuanya senang.
”Ae Cha... !,” keduanya berteriak senang bersamaan.
Pandangan wajah Ae Cha masih terlihat kosong. Nafasnya masih sangat pendek.
”Appa... adakah Hyeon disini???,” katanya, mencoba berbicara, walau tanpa suara.
Kedua orangtuanya berusaha menangkap apa maksud keinginannya untuk bertemu dan bicara dengan Hyeon.
”Kamu ..sudah sehat kan???,” tanya Ibunya.
Ae Cha hanya menjawab dengan senyuman yang lemah.
Ibunya menitikkan air mata. Sang ayah memegang tangan anaknya, mencoba menghubungi Hyeon dan meminta lelaki itu segera datang.
Ae Cha mencoba mengeluarkan kekuatannya untuk bersuara,” Aku lelah, Eomma... .”
Ibunya menghapus air matanya sendiri yang jatuh, lalu tersenyum.
”Kamu akan sembuh... ibu tahu itu... ”.
Ibunya berbicara, terus menyemangatinya.
”Datanglah kemari, Hyeon Jun... Ae Cha sangat membutuhkanmu...,” lirih sang ayah.
Nafas perempuan itu begitu pelannya. Dia berusaha tersenyum pada kedua orangtuanya.
”Hyeon... aku ingin bicara denganmu,” katanya, dalam hati. Berharap, orang yang masih dicintainya itu akan menemaninya....


Bersambung ke part 19....