Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura
sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won
Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Kalau masih serius juga.. tanggung
sendiri deh.....
Shin
Young benar-benar terpaku.. melihat Minho
tepat berdiri di depan pintu toko bunga milik Min Suh. Dia tidak tahu mesti
berkata apa… Orang yang dia pikir tidak akan pernah bisa mengejarnya dan tidak
tahu dimana dia berada.. malah muncul tepat di depannya.
“Pergi,
Minho .. aku tidak mau merebut mu dari tangan
Eonni Hye Rim,” kata Shin Young, datar, tanpa ekspresi.
“Aku merasa putus asa mencarimu… mencari
masa depanku,” katanya dengan lembut.
“Kalau aku sampai kehilanganmu lagi yang
kedua kalinya.. mungkin aku
akan hancurkan hidupku sendiri,” lanjutnya.
Shin Young diam.. dia memang sudah lelah
menjalani hidupnya yang dikejar-kejar Minho. Namun, dia masih tidak ingin
kebahagiaan kakak tirinya, Min Hye Rim, akan termakan olehnya. Hutang budi nya
kepada keluarga Min sangat besar.
” Aku hanya mematuhi kedua orangtuaku...,”
katanya, pelan.
Minho membalas dengan senyum. Dia menebak,
bahwa Min Ji Woo begitu jahat dengan anak tirinya sendiri, menyuruh perempuan
itu pergi, agar kebahagiaan anak kandungnya bisa terwujud.
”Apa.. Tuan Min jahat kepadamu???,” tanya
Minho.
Shin Young diam lagi.. dia tidak ingin
menjelek-jelekkan kedua orangtua angkatnya itu.
”Apa
begitu.. Shin Young??,” tanya Minho lagi.
Terang saja dia tidak mau membuka rahasia
itu di depan Minho. Dia begitu hormat kepada kedua orangtua angkat tersebut.
”Aku mengerti isi hatimu... namun.. aku
juga terlalu egois ingin mendapatkanmu,” kata Minho.
Dia terus mengeluarkan isi hatinya
bagaimana perasaan cintanya pada perempuan itu, bagaimana dia begitu takut
kehilangan perempuan yang dianggapnya dapat membahagiakannya suatu hari nanti.
”Aku tahu.. Hye Rim menindasmu..
menyuruhmu untuk pergi dan meninggalkan aku... tapi.. aku tidak mau merasa
lelah mencarimu,”
Min Suh yang mendengar suara Minho lantas
keluar ruangan, menuju ruang toko yang ada di depan. Dia tidak mencegah Minho
untuk pergi, namun hanya tersenyum.
”Aku berpikir.. kalau Shin Young juga
sebenarnya menderita, berada jauh dari kamu,” katanya pada Minho.
Ternyata dia mendengar pembicaraan mereka
berdua dari dalam.
Minho membungkukkan badan sedikit padanya,
” Aku dokter gigi Lee Minho.. mungkin Shin Young pernah bercerita padamu... mannaseo bangabhabnida ”.
Min Suh membalas penghormatan Minho dengan
ramah.
Minho malah berkata, dia meminta maaf pada
Min Suh, karena Shin Young sudah tinggal bersama perempuan itu.
”Aku hanya membantu teman lama ku,” balas
Min Suh, basa basi.
Lalu
dia memegang pundak Shin Young.
“Selesaikan urusan kalian… kasihan Tuan
Lee sudah datang untukmu….”
Lalu, dia membalikkan tanda open menjadi
close.. tanda toko pun ditutup, dan menutup pintu serta menurunkan tirai.
Min Suh membungkukkan badan lagi sedikit
pada mereka, lalu masuk ke dalam rumahnya, di belakang toko.
”Maaf menganggu,” katanya pamit dengan
ramah.
Minho mengucapkan terima kasih padanya,
lalu mereka berdua melihat tubuh Min Suh masuk ke ruangan di rumah itu.
“Aku
begitu khawatir.. ternyata apa kata Noona
Song Yu benar.. kamu ada di kota
ini.. ada di toko bunga ini..,”
Dan tanpa sengaja, Minho memegang jari
manis yang masih ada cincin pemberian darinya untuk perempuan itu.
”Kembalilah ke Seoul.. jika orangtuamu,
Tuan Min dan isterinya, bahkan Hye Rim tidak ingin melihatmu lagi.. aku tetap
akan mempertahankanmu agar tetap disampingku,”
Shin Young masih diam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia
tidak pernah membayangkan kalau Minho berhasil menemukannya.
”Apa kamu cemas.. kalau Hye Rim akan
mencelakakanmu??,” tanya Minho.
Shin
Young masih diam saja.
Tak berapa lama, air matanya mengalir. Minho
langsung memeluknya.
”Aku kemari bukan tanpa alasan... ,”
”Aku masih berharap.. kita bisa hidup
bersama..”
Shin Young tahu, lelaki di depannya sangat
jujur perasaan padanya. Namun... bagaimana jika Min Hye Rim nekat mencelakainya
kalau dia kembali ke Seoul..dan tahu kalau Minho, tunangan kakak tirinya itu,
akan bersamanya???
”Kembalilah.. aku benar-benar kangen kamu,”
kata Minho, dia tersenyum walau Shin Young tidak melihatnya.
Shin
Young sebenarnya ingin kembali. Dia
tahu, Minho mencintai dan menyayanginya. Dia sungguh sebenarnya tidak kuasa
menolak cinta dan sayang lelaki itu. Apa yang akan terjadi jika dia kembali??
”Jawablah, Shin Young.. aku menunggu
jawabanmu.. ,”
Shin Young masih diam. Dia masih berpikir...
apakah dia akan mengikuti Minho atau tidak.
”Kamu tidak perlu ragu padaku,” kata
Minho, berusaha meyakinkannya.
”Tidak.. ,” balas Shin Young, singkat.
Minho merasakan memang bukan keraguan
kecintaannya yang membuat dia seperti itu, tapi ketakutan menghadapi keluarga
tirinya itu.
Minho tetap memeluknya, dia begitu senang
bisa bertemu. Pencariannya tidak sia-sia.
”Mau kan.. kamu kembali ke Seoul lagi??,”
Shin Young diam lagi.
”Apa.. para halmeoni dan halbeoji
mencariku??,” kata Shin Young, dia mencoba membuka suaranya, masih menahan
tangis.
”Ah... nenek Myung begitu kehilanganmu.. dia sakit,” jawab Minho, masih memeluknya.
Shin Young menghapus air matanya, lalu
meminta Minho melepas pelukannya.
”Nenek Myung.. dia sudah seperti nenekku
sendiri,” katanya pada Minho.
Minho mengusap pipinya, lalu menciumnya
dengan lembut.
”I really miss you so...,”
“Semua merindukan kamu.. kembalilah,”
“Bagaimana aku bisa kembali.. kalau kamu
akan bersama orang lain, Minho??,” tanya Shin Young. Wajahnya seperti khawatir,
jika dia kembali, maka dia bisa dicelakai Hye Rim.
”Aku takut Eonni Hye Rim.. akan
membunuhku,” lanjutnya.
Minho kaget, ternyata ancaman itu bukan
sekedar ancaman. Ancaman yang pernah diucapkan Hye Rim ketika dia marah pada
Minho dan menyinggung-nyinggung lagi hubungan masa lalu Minho dengan Shin
Young.
” Dia tidak akan bisa melukaimu.. aku akan
marah padanya,” kata Minho, berusaha menenangkan diri kekasihnya itu.
” Kamu sudah bertunangan dengannya,
Minho.. pergilah.. aku tidak ingin eonni menderita dengan aku masuk diantara
kalian,” kata Shin Young.
Dia benar-benar kecewa dengan kehidupan
cintanya. Dia tidak menyangka kalau penyerahan dirinya hanya akan membuatnya
menyesal, karena akhirnya, dia yang harus mengorbankan dirinya sendiri.
”Aku bersedia tidak mendapatkan apapun
dari kedua orangtuaku.. jika kita hidup bersama,” kata Minho.
”Aku tidak ingin menyusahkanmu.. pulanglah, Minho... kasihan eonni Hye Rim,”
balas Shin Young.
Dia tidak ingin ego perasaannya terhadap
Minho akan menghancurkan masa depan kakak tirinya. Dia merasa akhirnya Minho
memaksa dan menindas perasaannya.
”Aku tidak ingin menyakiti perasaan
eonni,” katanya lagi.
”Tapi.. kamu menyakiti perasaanku,” balas
Minho dengan cepat.
”Benar-benar menyakiti perasaanku... sementara..
aku juga ingin menentukan
sendiri nasib cintaku,” lanjutnya lagi.
Shin Young begitu lelah dengan perkataan
Minho. Dia lantas terduduk dan menangis kembali.
”Kamu mengerti kan, Minho?? Aku tidak
ingin menyakiti siapapun... ,”
”Dengan mencintaimu.. aku sakit.. aku menyakiti orang lain..”
Minho ikut berjongkok.. dia kembali
memeluk Shin Young yang menangis. Dan.. dia pun ikut meneteskan air matanya.
”Aku pun tersakiti jika kamu pergi
dariku,”
Mereka berdua memang serba salah. Minho
yang keras tetap ingin mencintai Shin Young, namun perempuan itu tidak ingin
jika mereka hidup bersama, ada yang dirugikan.
Minho sangat tidak ingin kehilangan
perempuan itu.
”Bagaimana jika aku juga menderita karena
mencintaimu, Shin Young?? Apa kamu mengerti tentangku??”.
Shin Young diam...
Min
Suh melihat smartphone Shin Young bergetar. Ternyata berasal dari Min Hye Rim
yang telah beberapa kali mencoba menghubunginya. Shin Young sering menceritakan
kakak tirinya itu kepadanya.
Awalnya
Min Suh berpikir, tidak akan mencampuri urusan teman karibnya itu, namun
akhirnya, dia mencoba menjawab panggilan yang terus saja bergetar dari
handphone itu.
“Kamu
tidak perlu mengelak lagi, Shin Young.. Minho sedang bersama mu, kan??”
”Dasar kamu perempuan jalang.. Minho itu pasti
ada bersamamu bukan?? dia
janji akan pergi seminar dan aku baru ingat kalau tempatnya di Busan
sekarang... pasti dia bertemu kamu, bukan??,”
”Jawab hai cewek enggak tahu diuntung..
dasar cewek murahan!,”
Makian Hye Rim bertubi-tubi dan Min Suh
hanya mendengar saja, tanpa menjawab.
”Apa aku harus menjawabnya??,” tanya Min
Suh dengan tenang.
Hye Rim begitu kaget, karena yang
mengangkat panggilannya bukan adik tirinya, namun orang lain.
”Aku Min Suh, sahabatnya di kota ini.. ,”
kata Min Suh dengan tenang, memperkenalkan dirinya.
”Kemana dia?? Aku ingin bicara dengannya,”
kata Hye Rim dengan nada kasar.
”Pantas saja dokter gigi itu tidak suka
padamu,” jawab Min Suh, yang dimaksud adalah Minho.
Hye Rim kaget dengan pernyataan Min Suh
barusaja. Dia menganggap
perempuan sahabat adik tirinya itu sangat kurang ajar.
”Kamu harus tahu... kalau aku tunangannya
Minho!,” katanya pada Min Suh dengan geram.
”Oh... pasti Minho itu sangat terpaksa
bertunangan denganmu.. aku bisa pastikan itu.. bahwa seorang lelaki tidak akan
mungkin mengejar perempuan lain, apalagi kalau sudah bertunangan, sampai ke
kota lain... berarti dia hanya mencintai tunangannya itu dengan terpaksa.. sangat
terpaksa..,” Min Suh begitu nyinyir
nya dengan Hye Rim.
”Dan sepertinya.. Minho hanya mencintaimu
dengan terpaksa,”
Seperti yang dia duga sebelumnya, kalau
Min Hye Rim adalah cewek yang gampang emosi dan sulit mengendalikan amarahnya.
Hye Rim sangat marah dengan perkataan
terakhir Min Suh. Dia memaki-maki sahabat adik tirinya itu dengan kata-kata
yang tidak pantas diucapkan seorang perempuan.
”Sama sekali jika aku jadi seorang
lelaki.. tentu aku enggak akan pernah mencintai perempuan sepertimu... bahkan
walau kamu sangat mempesonakan banyak lelaki di dunia ini.. sama sekali aku
enggak tertarik dengan perempuan sepertimu, Min Hye Rim..”.
Hye Rim berteriak lantang pada Min Suh
dari jauh, bahwa dia akan membunuh Shin Young jika Minho dekat dengannya.
Tapi Min Suh malah tertawa santai dengan
ancaman Hye Rim dan dia katakan kalau perempuan itu sudah gila karena obsesinya
ingin menguasai Minho.
”Kamu hanya membuat dirimu menderita, Hye
Rim... kamu akan sengsara,”
Hye Rim begitu kesal dengan Min Suh.
”Aku bersumpah.. aku akan membunuh Shin
Young jika dia berani merebut Minho dariku!”.
”Kamu sudah gila, Hye Rim... tingkahmu
akan mencelakakan kamu sendiri,” balas Min Suh, dengan santai.
Dari marah, Hye Rim mendadak tertawa
terbahak-bahak. Dia mengatakan kalau dia serius akan membunuh Shin Young dan
kalau perlu, tidak akan membiarkan Minho dekat dengan perempuan manapun, agar
bisa jadi miliknya.
”Kamu gila,” ujar Min Suh.
Hye Rim masih tertawa-tawa dan mengancam
Min Suh.
”Takut bukan???,” katanya, meledek Min Suh.
”Kamu merusak masa depanmu sendiri,” balas
Min Suh.
Hye Rim berteriak lebih kencang lagi.
”Hai.. dasar kamu cewek sialan!! Kamu juga
pasti bersekongkol dengan cewek binal itu supaya bisa mendapatkan Minho! Dasar
kalian cewek binal.. gak tahu malu... !!!,”
Min Suh tidak membalas. Hye Rim masih
berteriak-teriak memaki-maki perempuan itu dan Min Suh hanya santai
mendengarkannya.
”Kalian semuanya memang cewek sialan!
Kalianlah yang merebut Minho dariku.. kalian hanya ingin aku menderita! Dasar
kalian sinting!,”
Min Suh tidak ingin memasukkan ke hati,
perkataan yang seperti itu. Dia orang cukup mengerti tentang kejiwaan dan dia
berpikir kalau Min Hye Rim sudah sakit jiwa.
”Lebih baik kamu sadari.. apa yang sudah
kamu lakukan pada adikmu sendiri.. ”.
Hye Rim masih memaki-maki Min Suh dengan
kata-kata yang kasar dan tidak pantas. Sampai akhirnya dia puas dan menutup
sendiri percakapan itu dengan membanting smartphone miliknya sendiri.
”Prak!!!,” terdengar suara smartphone
dibanting keras ke lantai.
Lalu, Hye Rim berteriak kencang... sambil
menangis..
”Sialan kamu Minho.. sialan!!! Kenapa kamu
masih cinta cewek binal itu, huh???!!!!”.
Dia terus berteriak histeris dan
menangis... sampai lelah... lalu dia berusaha menuju laci kamarnya.. mengambil
obat.. dan menenggaknya beberapa butir..
------------------------------------------
Rumah sakit...
Nafas Ae Cha masih terdengar satu persatu,
keluar dari mulutnya yang bermasker oksigen. Wajahnya masih pucat akibat
kekurangan darah, mencoba bunuh diri.
Hyeon Jun masih berada disampingnya,
menemaninya walau dia tidak sadarkan diri. Seung Won tidak diijinkan lagi untuk
melihat wajah perempuan itu oleh keluarganya. Keluarga itu sangat marah dan
khawatir anak mereka tidak akan terselamatkan jiwanya. Kondisi koma dan
kehamilan membuat Ae Cha makin tidak jelas hidupnya.
”Apapun itu... berusahalah untuk hidup, Ae
Cha... lupakan Seung Won,” lirih Hyeon, pelan.
Dia memang ingin memiliki lagi wanita itu
walau Seung Won mencamppakannya. Kejadian ini membuatnya berpikir, dia ingin
hidup bersama dengan wanita itu. Seung Won yang dia pikir adalah teman dan
lelaki yang jantan menghadapi persoalan malah menjadi seorang pengecut yang
mengecewakan hatinya sebagai sahabat lama.
”Kamu sudah tahu kan.. dia bisa saja
meninggal??,” kata Hyeon, setelah mereka berkelahi, sementara Seung sibuk mengelap
bibir dan lubang hidungnya yang berdarah akibat pukulan sahabatnya itu.
Hyeon menganggap Seung sama sekali tidak
dewasa, tidak tahu konsekuensi padahal mereka sendiri adalah orang-orang medis.
Hati lelaki itu ingin sekali berteriak marah, kecewa.
”Kalau kamu sama sekali tidak bisa
membahagiakannya.. kenapa tidak kamu putuskan dari awal, Seung, ah???.”
Seung Won masih diam. Hyeon menanti
jawaban keluar dari mulut sahabatnya itu. Bagaimana rasanya jika perempuan baik
yang bisa saja dia cintai, namun ternyata dipermainkan perasaannya oleh sahabat
sendiri??
Hyeon duduk, berpikir, mengapa semua ini
bisa terjadi. Andai dulu dia tidak mentah-mentah begitu saja menerima
perkenalan perempuan yang menjadi ibu Im, lantas menikah dan malah kemudian dia
dikhianati??? Dirinya menjadi penuh penyesalan.. kenapa tidak nekat terus
membina hubungannya dengan Ae Cha??
”Kenapa diam, Seung??,”
Seung marah dan berdiri, dia langsung main
menarik kerah baju Hyeon dan menonjoknya!
”BUK!,” suara kepalan tangan Seung
mendarat di wajah Hyeon, dan lelaki itu pun terjatuh.
”Pengecut kamu, Seung!,” teriak Hyeon, dia
mencoba berdiri dan gantian menonjok wajah Seung.
”Kamu membuat dia sengsara!,” lanjutnya
lagi, masih memukul.
Mereka saling pukul.
Tapi akhirnya... justru Hyeon yang mengurung
dirinya untuk memukul Seung berkali-kali. Dia malah duduk, lalu seperti
bersimpuh di kedua lututnya...menunduk..dan air matanya jatuh.
”Andai dia tidak kenal kamu...,” katanya
kepada Seung, menyesali, kenapa justru orang yang pernah dicintainya, disiksa
perasaannya oleh sahabatnya sendiri.
Hyeon memang bersikap positif dan santai
saja ketika tahu bahwa Ae Cha berhubungan dengan sahabatnya, walau dia sendiri
sudah bercerai dengan isterinya. Dia menganggap masa lalu biarlah masa lalu dan
berpikir, kalau perempuan itu akan bisa menemukan jalannya dengan sahabatnya
sendiri. Ternyata, kenyataan berkata lain.
”Bagaimana kalau dia meninggal???,”
katanya lagi. Wajahnya masih tertunduk dan mengeluarkan air mata, sampai jatuh
tetesannya ke lantai.
Seung hanya sibuk mengelap ujung bibirnya
dengan ujung lengan bajunya.
Sudah tiga hari Ae Cha masih dalam keadaan
koma, sama sekali yang mereka dengar hanya suara nafasnya dalam masker oksigen.
Hyeon sangat berharap, perempuan itu akan tetap hidup. Dia bertekad akan mencintainya
lagi, seperti dulu.
Ae Cha hanya tertawa kecil ketika tahu
Hyeon akan menikah. Dia tidak menyangka, lelaki yang menurutnya polos itu akan
mempunyai pasangan dan tampaknya akan bahagia. Hyeon berterima kasih atas
ucapan pernikahannya itu.
”Aku juga doakan..sukses dalam
kehidupanmu,” kata Hyeon, berterima kasih.
Mereka berpisah karena perempuan itu
pikir, Hyeon sangat sibuk supaya bisa menjadi dokter yang cerdas dan
berdedikasi. Dia mengorbankan dirinya untuk memutuskan saja hubungan itu,
sekaligus juga mengambil spesialis keperawatan.
”Aku diterima di rumah sakit yang pernah
aku ceritakan padamu.. ingat tidak??,” ujar Ae Cha dengan ramah, berusaha untuk
menghibur dirinya dan Hyeon.
”Kita akan jarang bertemu..atau... kamu
akan sangat sibuk,” lanjutnya.
Setelah beberapa tahun Ae Cha lulus dan
dia mencoba bekerja, dan hubungan mereka putus, dia ingin melanjutkan lagi
studinya ke jenjang spesialis keperawatan, dan dia akan belajar di sana
sekaligus bekerja.
”Tapi.. kalau nanti kamu menikah.. jangan
lupa.. satu undangan
untukku... aku akan datang,” katanya lagi.
Ya.. Ae Cha memang datang saat Hyeon
menikah. Begitu tegarnya perempuan itu menerima kenyataan, lelaki yang sudah
berhubungan dengannya selama beberapa tahun mereka kuliah, akhirnya malah
menikah dengan perempuan lain.
Saat mereka berhadapan kembali, dia
tersenyum pada Hyeon dan begitu ceria.
Ruang di rumah sakit itu masih senyap,
seperti tanpa suara.
Ae Cha masih terbaring lemah, nafasnya terdengar
satu-satu dari dalam masker oksigen. Ayah dan ibunya masih setia
mendampinginya.
”Kami tidak menyangka.. kamu mengambil
keputusan begini, anakku,” kata ibunya, lirih.
Ae Cha memang bukan tipe perempuan yang
mudah sedih. Dia suka sekali
membuat orang tertawa. Keputusannya mencoba bunuh diri memang membuat semua
orang yang mengenalnya sangat terkejut. Dia sudah terlalu lelah dengan
ketidakberdayaan dirinya mempertahankan antara cintanya kepada Seung dengan
masa depannya soal bayi dalam kandungannya.
”Jangan pergi, anakku... ,” ujar ibunya
lagi.
Elektro kardiograf masih menandakan denyut
jantung perempuan itu yang lemah. Ternyata.. Ae Cha mulai membuka matanya...
kedua orangtuanya senang.
”Ae Cha... !,” keduanya berteriak senang
bersamaan.
Pandangan wajah Ae Cha masih terlihat
kosong. Nafasnya masih sangat pendek.
”Appa... adakah Hyeon disini???,” katanya,
mencoba berbicara, walau tanpa suara.
Kedua orangtuanya berusaha menangkap apa
maksud keinginannya untuk bertemu dan bicara dengan Hyeon.
”Kamu ..sudah sehat kan???,” tanya Ibunya.
Ae Cha hanya menjawab dengan senyuman yang
lemah.
Ibunya menitikkan air mata. Sang ayah
memegang tangan anaknya, mencoba menghubungi Hyeon dan meminta lelaki itu
segera datang.
Ae Cha mencoba mengeluarkan kekuatannya
untuk bersuara,” Aku lelah, Eomma... .”
Ibunya menghapus air matanya sendiri yang
jatuh, lalu tersenyum.
”Kamu akan sembuh... ibu tahu itu... ”.
Ibunya berbicara, terus menyemangatinya.
”Datanglah kemari, Hyeon Jun... Ae Cha
sangat membutuhkanmu...,” lirih sang ayah.
Nafas perempuan itu begitu pelannya. Dia
berusaha tersenyum pada kedua orangtuanya.
”Hyeon... aku ingin bicara denganmu,”
katanya, dalam hati. Berharap, orang yang masih dicintainya itu akan
menemaninya....
Bersambung ke part 19....