This is me....

Sabtu, Juli 09, 2016

Aku Isteri Jendral Lee! (Part 15: Siapa Mereka?)

Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Nama, tempat, semuanya cuma khayalan aja..Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh.. 18+...

Sebuah ruangan yang sangat gelap. Dindingnya terbuat dari batu gunung yang besar-besar, sementara ada dua orang berada di dalamnya, seperti sebuah penjara. Yang satu pingsan, yang satu sedang tertidur. Tak berapa lama, satu dari mereka, sosok yang tubuhnya lebih tinggi lalu membuka matanya pelan-pelan.

”sepertinya.. ini dipenjara,” katanya, bergumam.
Dia melihat tangan kakinya dirantai, begitu juga dengan seseorang disebelahnya.
”ternyata.. tertangkap juga,” senyumnya.

Lelaki itu adalah Minho, bersama seorang anak buahnya, Sim Hwang. Ternyata, ketika bertarung tadi, Minho dan Sim Hwang dicurangi oleh Zhu dan pasukannya. Mereka diberikan semacam serbuk ketika mereka sedang melawan pasukan tersebut, mengenai mata mereka semacam racun yang langsung dapat membuat mata buta sekejap, sangat pedih, membuat jalan darah terhenti dan tidak sadarkan diri.
Kedua mata Minho masih sakit, dia hanya samar-samar melihat. Efek dari racun itu masih ada. Dia berusaha melihat kedua rantai yang mengikat kaki dan tangannya, mencoba untuk dilepaskan dengan ilmu yang dimilikinya, namun tidak bisa.
”sepertinya.. ilmu beladiri dan tenaga dalam Orang yang bermarga Zhu ini sangat hebat... rantai ini dijaga dengan ilmu kesaktiannya,” katanya dalam hati.
Dia mencoba mengerahkan tenaga yang dia punya, hanya untuk memulihkan dirinya dahulu, karena beberapa jalan darahnya terasa masih terhambat dan menyakitkan.
Beberapa saat dia terdiam, fokus untuk mengalirkan energi nya, memulihkan diri. Ketika dirasa efek samping racun sudah mulai berkurang, barulah dia membuka matanya kembali... dan bisa melihat seperti biasa.

Dia lalu membangunkan anak buahnya berkali-kali, namun masih belum sadar juga. Ternyata pengaruh racun itu lebih kuat pada Sim Hwang dibandingkan dirinya. Minho lalu meraba nadinya.
”syukurlah.. dia masih sehat.. aliran darahnya masih lancar”, gumamnya.
Lalu dia mencoba untuk memberikan energi penyembuhan pada anak buahnya yang setia itu.
Ketika ada petugas lewat penjara itu, dia buru-buru memejamkan matanya agar tidak ketahuan sedang membantu menyembuhkan Sim Hwang. Sambil dia berpikir, dimana dia sekarang dan apa yang akan dilakukannya untuk membebaskan diri dari penjara itu?? Sama sekali dia tidak mengenal daerah ini. Itu sebab, dia mengharapkan Sim Hwang cepat sadar dan pulih agar bisa keduanya lolos dari tempat itu.
                                    ----------------------------------------
“apakah ada perkembangan baru dari jendral Lee??,” tanya Raja kepada seorang sandi.
Disana telah hadir pula Taeyoung, yang memang sengaja diundang Raja. Sudah 3 hari berlalu tidak ada kelanjutan perkembangan hasil kerja Minho dan Sim Hwang.
”saya mendapatkan kabar yang tidak pasti, Yang Mulia...,” kata telik sandi itu.
Dia diam sejenak, lalu....
”kabar buruk,” lanjutnya lagi.
Perasaan Raja dan Taeyoung langsung buruk. Taeyoung berusaha menyembunyikan kekhawatirannya tentang Minho.
”apa yang terakhir kamu dapatkan, Tuan?? Aku siap mendengar apapun itu dari Anda.”
Telik sandi itu diam.
”atas nama Raja... bicaralah,” perintah Jong Seok.
Akhirnya, telik sandi itupun membuka suaranya.
”Jendral Lee dan Sim Hwang... ditangkap oleh segerombolan pemberontak kerajaan Ming... dari kelompok Lotus putih...,” katanya menunduk hormat dengan dalam.
Ingin rasanya Taeyoung menangis saat itu juga, namun, dia mesti dewasa menyikapi hal ini. Dia mencoba menahan rasa sedihnya.
Raja bergumam, dia tahu siapa itu kelompok Lotus putih.
”Lotus putih... kelompok yang dibentuk oleh kerabat seorang ratu terdahulu. Zhu erlzhao adalah adik tiri dari raja yang sekarang,”
”lantas.. kenapa dia harus membawa Jendral kerajaan ku?? Apa maunya mereka??”.
Maharani berusaha menenangkan hati Taeyoung dengan memegang lembut tangannya.
Telik sandi mengatakan, bahwa kepercayaan rakyat perbatasan antara Joseon dan Ming itu terhadap Erlzhao itu termasuk tinggi. Bisa jadi, jika dia memperluas pengaruhnya maka kerajaan Ming dapat saja digulingkan dengan pemberontakan... sudah banyak kasus seperti itu. Dengan dia juga memberikan pengaruh pada rakyat berbahasa Joseon di daerah perbatasan, maka wilayah Joseon bisa pula terambil.

”Dia sepupuku dan salah satu Jendral kerajaanku.... tentunya.. aku tidak akan pernah rela siapapun membunuhnya,” kata Jeong Seok dengan tegas.
”Zhu Erzhao itu berusaha mengadu domba antara aku dan Raja Ming.”
”saya membawa surat terakhir dari Jendral Lee dan juga Dae Han ... ,” kata telik sandi, dia menunduk hormat dan memberikannya pada raja dengan hati-hati.
Raja membacanya. Keningnya berkerut, dia berpikir keras. Dae Han mengirimkan sebuah surat yang isinya kecurigaan tentang para pejabat yang diduga akan memberontak terhadap kerajaan. Sementara Minho mengirimkan surat tentang perkembangan terakhir yang isinya mirip adalah: keduanya mencantumkan nama: Pejabat Geum.
”apa Yang Mulia percaya.. bahwa pejabat Geum lah yang telah berkhianat pada kerajaan ini??,” Maharani angkat bicara.
Ya.. mereka rasanya ragu sekali melihat beberapa daftar nama para pejabat, dan ternyata tercantum nama pejabat setia itu.
Raja belum langsung memutuskan, tanpa bukti yang kuat, walau disurat itu, Minho juga membuat nama list yang sudah dikabarkan pula oleh Dae Han.
”Maaf Yang Mulia Raja.. hal ini tidak dapat dibenarkan pula.. kita harus segera memanggil pejabat Geum... membuktikan semua disini.. apakah dia bersalah atau tidak,” kata Maharani lagi.
Semua menunduk hormat, membenarkan perkataan sang Maharani.
Taeyoung berfikir tentang Geun Hee Kyung. Namun sebenarnya, kalaupun pejabat Geum itu berencana untuk menggulingkan kerajaan Joseon dan bekerja sama dengan pemberontak Lotus putih, sudah pasti ini jauh sebelum pernikahannya dengan Minho terjadi.
”pencatat administrasi.. berapa jumlah pengawal yang dimiliki keluarga pejabat Geum??,” tanya Raja.
Pejabat administrasi kerajaan hanya menghitung daftar prajurit yang dimiliki lelaki itu kurang dari 50 orang.
”lantas.. apakah aku bisa begitu saja menghukum orang itu??,” tanya sang Raja.
Semuanya menunduk hormat, artinya, bahwa Raja masih belum mau membahas hal itu lebih dalam lagi.
”siapkan kereta kuda.. aku akan pergi ke rumah pejabat Geum,” lanjutnya lagi.
                                                            -----------------------------
Minho masih mengalirkan energinya pada Sim Hwang, sampai dia berpikir akan berhenti jika cukup membantu mengembalikan kesehatan bawahannya itu.
”sepertinya dia terserang racun lelaki itu lebih parah dariku,” katanya dalam hati.
Terlihat sinar biru yang terpancar dari telapak tangannya berubah-ubah warna, ke hijau, ke biru tua, ke hijau tua.. menandakan energi Sim belum stabil.
Beberapa lama, dia sudah mulai melihat dan mendengar nafas anak buahnya itu semakin stabil.
”cepatlah sadar.. kita harus kabur dari sini, Sim Hwang!!”.
Dia merasa kucing-kucingan dengan waktu dan para penjaga penjara disini. Ketika mereka lewat lalu lalang, dia berusaha diam, seperti masih pingsan. Ketika para penjaga itu sudah pergi, dia lekas lagi membantu anak buahnya.
Cukup lama dia berusaha mengalirkan energi... sampai dia lihat Sim Hwang membuka matanya. Namun, dia menyuruh anak buahnya itu tidak berbicara dulu dan lekas mencoba duduk.

”kita harus segera keluar dari sini.. tidak membuang waktu...meneruskan perjalanan ke Beijing,” kata Minho, pelan.
”ya, Daejang.. ,” jawab Sim, singkat, masih mengumpulkan tenaganya.
Minho berpikir, bagaimana caranya dia bisa lepas dari rantai yang bentuknya aneh itu, yang seperti sudah dimantrai... dan Sim bisa membaca mantera itu.
”Ini memang seperti mantera untuk mengikat energi, Daejang.. dan Anda tidak bisa apa-apa kalau terikat mantera ini”, ujar Sim Hwang.
Minho tetap harus berpikir.. bagaimana caranya dia dan anak buahnya bisa keluar dari penjara itu. Dilihatnya, pedangnya pun tidak ada. Benar-benar ia berhasil dilucuti.
”apa kamu bisa melihat bagian kecil saja dari penjara ini... supaya kita bisa kabur dari sini??,” tanya Minho pada Sim.
Sim melihat-lihat sekeliling. Dia mencoba mencari celah. Hanya ada bata berlubang yang membawa sinar matahari masuk ke dalam sel itu.
”sepertinya.. kita sedang berada di permukaan tanah, daejang..,” katanya dengan mimik serius.
Hanya sedikit, sangat sedikit, sinar matahari yang masuk ke penjara itu. Sim berani menaikkan tubuhnya yang ringan ke sebuah alas lubang.
Minho bergumam, bagaimana dia bisa lepas dengan kaki tangan dirantai dan diberi mantera? Sim hwang juga memperhatikan saja reaksi atasannya itu yang mencari cara untuk keluar. Dia juga berpikir..apakah dia bisa lebih dulu keluar, baru menyelamatkan Minho????
Mereka berdua terus berpikir, namun ketika ada penjaga lewat, mereka memejamkan mata agar tidak dicurigai.
Sim Hwang lalu berbisik kepada Minho, bagaimana kalau Minho pura-pura seperti keracunan, menjebak para penjaga diluar dan jika mereka masuk, baru akan menyerang dan lari keluar menyelamatkan diri. Sim Hwang memiliki ilmu khusus tembus pandang. Dia lalu memejamkan matanya, berkonsentrasi, seberapa banyak penjaga penjara ini dan sedang berada dimana Zhu itu sekarang.

”saya melihat.. ada sekitar 50 orang penjaga, Daejang.. ,” katanya berbisik, supaya tidak ketahuan pembicaraan mereka oleh para penjaga.
”Lima puluh penjaga jika tanpa senjata, agak sulit juga,” gumam Minho.
Dan berdasarkan penglihatan Sim, pedang mereka ada di tangan Zhu dan itu berada di luar gedung ini. Sim menawarkan diri, sebaiknya dia memancing penjaga agar dapat memancing emosi mereka dan akan masuk ke dalam penjara. Minho tidak yakin itu, akhirnya, dia sendiri yang berusaha. Dia meminta Sim seolah-olah sakit dan hampir mau mati, lantas berteriak-teriak, sehingga membuat para penjaga itu akan pecah konsentrasinya.
Sim menurut saja apa kata Minho. Dia lalu acting berteriak-teriak kesakitan dan memegang lehernya, walau kedua tangannya di rantai. Teriaknya semakin kencang, namun Minho malah pura-pura tidur, seolah tidak mengetahui bawahannya itu mengerang kesakitan.

”Oi... Diam!!!,” teriak seorang penjaga dari luar jeruji.
Tapi Sim Hwang terus saja acting berteriak kesakitan. Lama kelamaan, hal itu memancing dua orang penjaga berdiri di depan jeruji.
”Oi... kenapa kamu, hah??,” kata salah satu dari mereka, dengan bahasa yang berbeda dengan apa yang diucapkan Minho dan Sim. Namun, Sim mengerti apa artinya.
”leherku sakit... Argh!!,” erang Sim dalam kepura-puraan. Wajahnya benar-benar dipasang kesakitan.
Seorang penjaga lalu ingin membuka rantai yang melingkari besi penjara.
”Hei..biar saja dia mati disini.. jangan dibuka!,” perintah seorang yang lain.
Seorang penjaga satu lagi khawatir dengan apa yang sudah diperintahkan oleh Zhu sebelumnya, kalau dua orang ini sama sekali tidak boleh terluka atau menderita, mereka harus dijadikan tameng agar kerajaan Joseon mau membantu pemberontakan mereka terhadap kerajaan Ming.
”Oi.. mereka bisa kabur kalau kita buka penjara ini!,” teriak yang satu lagi.
Minho tetap berusaha santai seolah-olah dia tidak mendengar dan tidur. Tetap, Sim berteriak-teriak, malah semakin kencang saja teriakannya. Semakin berusaha berakting seolah-olah menderita dan akan segera mati.
”Oi, Bodoh... mereka berdua enggak boleh mati.. nanti kita yang bisa dibunuh Tuan Zhu!,” teriak yang lain. Ternyata, ada tiga orang di dalam penjara pengap itu.
Dari dalam hati, Minho berpikir, ternyata dia dan Sim akan dijadikan pancingan, hal picik yang dianggap biasa olehnya. Sepertinya, Zhu itu tahu, siapa dan apa posisi Minho di dalam kerajaan Joseon.

Minho tetap berpura-pura tidur, walau sambil duduk. Sementara Sim tetap meminta perhatian dengan berteriak semakin kencang.
”babo (bodoh).. cepat kalian buka dan masuk ke jeruji ini,” geram Minho dalam hatinya. Dia sudah kesal. Waktu terus bergulir dan sebenarnya, peristiwa ini antara mengagetkan dan mengambil peluang baginya untuk bisa menerùskan perjalanan sampai ke Beijing. Waktunya sudah semakin sempit, jika dia terus berada dalam jeruji gelap ini.
”Kalau dia mati.. pasti kita dimarahi Tuan Zhu!,” kata salah satu dari penjaga.
Ternyata mereka malah ribut, apakah akan dibuka jeruji itu atau tidak. Sim Hwang sudah tidak tahan dengan sandiwara yang dia buat, begitu juga Minho. Mereka ingin menyelesaikan ini segera.
Salah seorang penjaga akhirnya membuka gembok jeruji dan masuk.
”Hei.. kenapa kamu???!!!???,” katanya, keras pada Sim Hwang.
”wah.. jangan-jangan temannya yang satu lagi juga mati... coba dilihat,” kata seorang lagi kepada yang lain, mengarah pada Minho yang sama sekali tidak bergerak.
Salahsatu penjaga lalu menggoyang-goyang tubuh Minho dengan kakinya. Dalam hati Minho, dia sudah sangat kesal karena terlalu lambat, tapi dia bersabar saja. Ketika sang penjaga penjara itu menggerakkan kepala Minho dengan kakinya, dia tersinggung, tapi dilihat orang itu, mata Minho hanya tinggal putihnya saja, dan nafasnya berhenti.
”Oi... coba kemari!! Tampaknya orang ini sudah mati! Kalian apakan dia, ah??,” tanya penjaga itu, kepada dua yang lain.
Mereka lantas menghampiri Minho, dan bahkan meninggalkan Sim yang masih berpura-pura berteriak kesakitan itu.
”Wah.. gawat.. kita bisa dihukum Tuan Zhu.. sepertinya dia memang mati,” kata penjaga yang kedua, setelah juga meraba pergelangan tangan Minho dan sama sekali tidak membaca adanya denyut nadi.
Mereka jadi khawatir akan dihukum oleh Zhu. Dia memang tidak ada ampun kepada para anak buahnya jika memang mereka salah sedikit saja.. apalagi ini sampai bisa dianggap membunuh tawanan penting.
Mereka sibuk membicarakan, bagaimana sebaiknya akan dilakukan terhadap mayat Minho supaya mereka tidak dihukum.
”Dibuang saja... bilang saja dia kabur,” kata salah seorang dari mereka.
”Kamu gila.. kita tetap akan dihukum mati,” timpal yang lain.
Mereka jadi serba salah, Minho melihat kesempatan ini, dia langsung bergerak sedikit, memberi tanda pada Sim untuk sama-sama membekuk mereka. Sim langsung loncat dari belakang dan memiting leher salah satunya dengan keras, begitu juga Minho.
”Erkh!,” dua orang penjaga kesakitan dan pingsan lehernya hampir dipatahkan.
Satu lagi penjaga panik dan dia mengeluarkan pedangnya, ingin membalas menyerang Minho dan Sim. Namun, Sim Hwang lebih cepat gerakannya dibandingkan penjaga itu. Dalam waktu singkat, dia malah berhasil menangkap tangan penjaga itu yang sedang memegang pedang, walau tangannya dalam keadaan dirantai, merebutnya dan malah menusuk balik penjaga itu. Penjaga itu pun mati seketika.

Minho berusaha mencari kunci rantai yang membelenggu kaki dan tangan mereka. Setelah ditemukan pada satu dari tiga penjaga itu, mereka pun keluar dari jeruji itu, mengendap-endap untuk membebaskan diri. Sebelumnya mereka mengambil pedang yang telah digunakan para penjaga itu.
Sim berjalan dahulu, melihat situasi. Ternyata, lorong itu memang cukup panjang, lebih dari 50 meter, tepat apa yang diperkirakan oleh Sim.
”Memang seperti bawah tanah,” gumam Minho.
”Daejang... di depan ada beberapa penjaga lagi.. sepertinya, nanti kita akan bertemu sebuah ruangan...dan disana mereka simpan senjata kita,” kata Sim, pelan.
”Habisi dulu mereka....baru mencari senjata kita,” balas Minho.
Sim mengangguk. Minho berada di depannya dan langsung berteriak, memancing para penjaga di lorong itu.
Sontak saja mereka kaget... ternyata tawanan mereka berhasil membebaskan diri. Langsung mereka menyerbu Minho dan Sim. Ada sekitar 10 orang.
Pertarungan pun terjadi. Minho memerintahkan Sim mencari pedangnya dengan langsung masuk ke ruangan gelap dekat mereka sedang bertarung. Bawahan Minho itu langsung sigap masuk ke ruangan kecil yang ternyata tidak gelap ketika dibuka pintunya. Di dalam pun masih ada beberapa penjaga, begitu Sim masuk, mereka langsung menyerang lelaki itu.

Sim melawan mereka dengan keras. Minho berhasil melukai 10 orang penjaga, membuat meraka pingsan dan dia lekas masuk ikut menyerang para penjaga di dalam.
”Itu dia pedangku!,” kata Minho dalam hatinya.
Dia memang menyimpan dan menyukai sekali pedang itu, pemberian dari Jendral Ryong yang anaknya adalah cinta pertamanya sejak kecil. Minho selalu membawa pedang kesayangannya itu kemanapun.. karena bahan khususnya juga mampu untuk mengantarkan ilmu naga halilintarnya ke tanah.
”Itu pedangnya Jendral!,” teriak Sim.
Minho mengangguk saja, dia membantu bawahannya itu untuk mendapatkan senjata mereka. Begitu pula dengan Sim. Dia memiliki semacam cakram beracun dan berbahan khusus sebagai senjatanya. Para anak buah Minho memang dibekali senjata khusus dan beberapa memang mata-mata kerajaan.
Satu persatu Minho dan Sim menjatuhkan lawannya. Yang terakhir kabur dan mereka membiarkan saja. Dengan mantap, mereka mengambil kembali senjata dan berusaha keluar dari penjara bawah tanah itu.
Begitu mereka membuka pintu dan keluar melihat sinar matahari... ternyata sudah dihadang lagi oleh segerombolan orang.. tentu saja dari kelompok Lotus Putih.

”Seorang Jendral tidak mungkin tidak bisa melarikan diri.. saya tahu.. bahwa beberapa mata-mata Joseon memang dibekali pengetahuan sangat tinggi menghadapi musuh ,” Zhu bertepuk tangan melihat Minho dan Sim bisa lolos.
Tidak ada lagi di tangan dan kaki mereka, mantera yang ditempelkan oleh Zhu.
Minho senyum sinis, ” Bagaimanapun... aku sama sekali tidak ada hubungan dengan kerajaan Ming... dan jangan seret Joseon ke dalamnya.. aku bersedia mati demi Joseon.. daripada jadi tameng bagi kelompok pemberontak”.
”Tentu Joseon juga tidak akan semudah itu meninggalkan salah satu Jendralnya mati sia-sia,” lanjut Minho lagi. Dia yakin, para mata-mata lain akan membantunya mengetahui, dimana dia berada dan mencarinya... sampai ketemu.
” Untuk seorang Jendral yang sekaligus sepupu Raja.. sangat sayang sekali kalau dibiarkan mati begitu saja,” balas Zhu.
Minho malah tertawa dengan perkataan Zhu yang terakhir. Dia tahu, bahwa dirinya akan terus ditangkap hidup-hidup untuk jadi tameng. Dirinya tak akan dibiarkan mati oleh para pemberontak itu karena menguntungkan mereka.
” Untuk Joseon.. aku tidak akan pernah takluk, bahkan berlutut dibawah kaki siapapun.. apalagi hanya di bawah kaki seorang pemberontak tak tahu diri pada kerajaan yang sudah memakmurkan rakyatnya,” kata Minho, jelas menyindir Zhu.
Zhu marah dengan sindiran Minho. Dia lantas memerintahkan semua anak buahnya mengeroyok mereka berdua.
” Pasang racun yang ada di cakram mu.. biarkan mereka mati... ,” kata Minho pada Sim.
Sim mengangguk. Lalu dia mengeluarkan sebuah botol serbuk kecil dan ditaruh di ujung-ujung senjata cakramnya, seperti bulatan kecil berpipa.. berisi serbuk racun ular , yang jika tergores atau terhirup, dalam lima menit, orang tersebut akan mati keracunan.
Minho pun tidak lagi ingin berlama-lama bermain dengan mereka, karena dia tetap harus melanjutkan perjalanannya ke Peijing, menyampaikan surat dari Raja Joseon dan rencana menghancurkan para pemberontak di perbatasan serta penumpasan kelompok perompak Zhang. Dia mulai mengeluarkan tenaga dalamnya, sedikit-sedikit, terlihat pedangnya itu mengeluarkan sinar. Matanya langsung berubah dari coklat menjadi biru.
”Tidak aku..tidak juga Sim bisa kalian tangkap!,” katanya. Suaranya jadi berat dan seperti auman.
Kilat di pedang Minho semakin tajam saja sinarnya. Zhu menyadari, Minho menggunakan ilmu kesaktiannya dan harus dilawan dengan tingkat yang setara. Dia sedang berhadapan dengan satu dari sepuluh Jendral utama Raja Joseon.
”Kalau perlu.. ku habisi sekarang nyawamu,” katanya lagi pada Zhu.
Zhu memerintahkan sisa anak buahnya yang tidak menyerang Sim, menyerang Minho. Bagi Minho, mereka bukan tandingannya. Tapi karena mereka menyerang dan masih bernafsu meringkusnya, terpaksa dia lawan juga.
”Heaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!,”
Teriakan gaduh beramai-ramai menyerang. Zhu juga ternyata ikut menyerang Minho. Masing-masing baik Minho atau Sim menghadapi musuhnya.
Satu persatu Sim menjatuhkan lawan hanya dengan goresan yang berakhir dengan racun mematikan. Sementara Minho melawan dengan menggunakan tenaga dalamnya.

Zhu juga menyerang Minho dengan ilmunya. Zhu memerintahkan para anak buahnya saling bergantian menyerang Minho.
Satu persatu pada anak buah Zhu ditumbangkan.
”Kalian pikir... kalian bisa meringkus ku, hah???”, teriak Minho.
”Bahkan menyentuh sehelai rambutku saja.. tidak akan bisa!.”
Zhu menjadi berfikir. Lantas dia memerintahkan para anak buahnya mundur karena sudah banyak yang kena sabetan pedang Minho.
Minho senyum sinis lagi,” Masih tidak mengerti juga, Tuan Zhu?? Anak buahmu sudah banyak yang mati.”
Minho malah mengelap ujung dan samping pedangnya yang berlumuran darah dengan mengibaskan pedang itu, lalu dibersihkan dengan sapu tangan... menghinakan diri Zhu untuk kematian pada anak buahnya.
”Apa kamu tidak berfikir kasihan dengan mereka??,” tanya Minho.
”Kamu hanya memperalat mereka, Tuan Zhu.”
”Ternyata seorang Jendral Joseon memang benar-benar tidak bisa diremehkan,” balas Zhu.
”Simpan ilmu kesaktianmu... aku disini hanya meneruskan pesan untuk kerajaan Ming.. tidak ada hubunganku dengan para pemberontak.. apapun itu namanya,” kata Minho.
Minho tertawa. Baginya, ini pengalaman yang menantang karena ternyata dia berhadapan langsung dengan satu dari pemimpin kelompok pemberontak yang besar.
Jika dia dapat memenangkan pertarungan ini, bahkan misalnya dapat membawa kepala Zhu ke istana kerajaan Ming, sudah pasti akan membawa keberuntungan bagi kerajaan Joseon.. walau bisa juga langkah itu akan membahayakan dirinya.
Akhirnya.. mereka pun bertarung satu lawan satu.
Masing-masing mengeluarkan jurus dan juga kekuatan ilmu kesaktian. Pertarungan berlangsung lama, keduanya mengeluarkan energi yang besar. Sim sedikit khawatir melihat atasannya bisa saja kalah.

Namun....Entah mengapa.. tiba-tiba mendadak datang sekelompok orang yang tidak dikenal, mereka berkuda, langsung menyerbu kerumunan.
Minho dan Sim jelas bingung.. siapa mereka?? Begitu juga dengan Zhu.
“Serbu!!!!,” kata seseorang yang menggunakan penutup wajah dan mengendarai kuda. Hanya dia yang tidak turun dari kudanya.. sementara yang lain turun dan langsung menyerbu kelompok Zhu.
Minho dan Sim masih kebingungan... siapa mereka???
Mendadak seseorang yang menaiki kuda itu akhirnya turun dan meloncat ke tengah pertempuran antara Minho dan Zhu.
“Yo... lama tidak berjumpa, Tuan Zhu!!,” katanya, dalam bahasa yang tidak dimengerti Minho, seperti bahasa Manchuria.
“Perempuan???,” tanya hatinya Minho. Dia masih bersiaga dari kemungkinan serangan keduanya, baik Zhu ataupun perempuan bercadar itu.
Zhu tertawa keras, sepertinya dia faham sekali siapa perempuan itu.
” Yu XiaoQi...  masih belum kapok dengan kekalahan kemarin???,” katanya dengan nada sombong.
”Sandiwara apa lagi ini??,” tanya hatinya Minho.
”Hai Orang Joseon... sebaiknya kamu pergi dari sini!,” teriak XiaoQi, menoleh pada Minho, berbicara dalam bahasa korea.
” Siapa kamu??,” tanya Minho dengan lantang.
XiaoQi diam saja, tidak menjawab pertanyaan Minho. Dia malah langsung menyerang Zhu. Sementara, para anak buahnya malah membantu Sim.
Minho berpikir bahwa perempuan itu sebenarnya bisa menguntungkannya. Dia malah akhirnya bersama XiaoQi menyerang Zhu.
Suara dentingan saling beradu. Masing-masing saling menjatuhkan.
XiaoQi malah tertawa dengan kondisi Zhu yang semakin terdesak.
”Mundur semua!!,” Akhirnya, Zhu menyerah juga. Sisa anak buahnya kocar kacir melarikan diri.

Sim Hwang berteriak senang dia menang. Minho dengan santai menyarungkan pedangnya.
”Huh.. kabur terus... dasar lelaki pengecut!,” Teriak XiaoQi dengan kencang.
Sim menghampiri Minho.
”Kalian siapa??,” kata Sim dengan bahasa Manchu.
”Hanya kelompok kecil saja... jangan khawatir.. aku tidak berminat membunuh orang Joseon,” jawab XiaoQi dengan santai.
Tapi Minho malah menunduk hormat padanya, ”Terima kasih atas bantuannya, Nona”.
XiaoQi hanya tersenyum.
”Kalian.. dari mana??,” Tanya dia.
”Kami dari Hanyang,” lanjut Minho.
Tampaknya perempuan itu tidak tahu siapa Minho. Lantas dia berbicara dengan Sim, kalau tampaknya cowok itu bukan orang asli Joseon. Sim cepat akrab dengan XiaoQi karena bisa bahasa mereka dengan lancar.
XiaoQi memerintahkan anak buahnya membawa yang terluka untuk diobati. Mereka jalan menuntut kuda-kuda mereka.
Di perjalanan, Minho hampir tidak bicara banyak, dia hanya berinisiatif mengikuti langkah mereka pulang.

Mereka tiba disebuah daerah yang sangat subur, dikelilingi oleh perbukitan dan savanah yang tidak terlalu luas, dan sisanya adalah rumah-rumah penduduk yang sangat sederhana, terbuat dari atap rumbia.
Mereka lalu berada di depan sebuah rumah kayu yang cukup besar.
”Ayah.. aku pulang!,” teriak XiaoQi dari luar rumah.
Sim Hwang berbisik pada Minho,” Daejang.. apa kita akan menginap disini???”.
Minho mengangguk saja,” Lihat saja nanti..”
Keluarlah seorang lelaki setengah baya dengan memakai baju ala lelaki Manchuria, dan bertopi bulu karena hari sudah semakin dingin sore itu. Di dampingi oleh beberapa lelaki bersenjata.
”Kamu pasti bermain lagi dengan Zhu dari Lotus putih itu,” kata lelaki itu dengan senyum.
XiaoQi malah tertawa ketika ayahnya bisa menebak itu.
Minho menunduk hormat pada lelaki itu, lalu disusul oleh Sim Hwang..
Mereka berada jauh dari Beijing... disebuah tempat perbatasan antara Jurchen (sekarang Heilongjiang) dengan Fengtian..

Sementara di Hanyang, Taeyoung sangat berfikir.. apakah dia akan pergi keluar dari rumah Minho, mencari pasangannya itu ke negeri Jurchen.. karena Raja Joseon belum memutuskan untuk mencari sepupunya sendiri..
Dia sangat gundah.. karena semestinya, dalam waktu dekat, misi Minho sudah selesai.. namun pihak kerajaan Ming memberi kabar, sama sekali tidak ada utusan Joseon datang kepada mereka..


Bersambung ke part 16...