Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Nama, tempat, semuanya cuma
khayalan aja..Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh.. 18+...
Sebuah ruangan yang sangat gelap.
Dindingnya terbuat dari batu gunung yang besar-besar, sementara ada dua orang
berada di dalamnya, seperti sebuah penjara. Yang satu pingsan, yang satu sedang
tertidur. Tak berapa lama, satu dari mereka, sosok yang tubuhnya lebih tinggi
lalu membuka matanya pelan-pelan.
”sepertinya.. ini dipenjara,” katanya,
bergumam.
Dia melihat tangan kakinya dirantai,
begitu juga dengan seseorang disebelahnya.
”ternyata.. tertangkap juga,” senyumnya.
Lelaki itu adalah Minho, bersama seorang
anak buahnya, Sim Hwang. Ternyata, ketika bertarung tadi, Minho dan Sim Hwang
dicurangi oleh Zhu dan pasukannya. Mereka diberikan semacam serbuk ketika
mereka sedang melawan pasukan tersebut, mengenai mata mereka semacam racun yang
langsung dapat membuat mata buta sekejap, sangat pedih, membuat jalan darah
terhenti dan tidak sadarkan diri.
Kedua mata Minho masih sakit, dia hanya
samar-samar melihat. Efek dari racun itu masih ada. Dia berusaha melihat kedua
rantai yang mengikat kaki dan tangannya, mencoba untuk dilepaskan dengan ilmu
yang dimilikinya, namun tidak bisa.
”sepertinya.. ilmu beladiri dan tenaga
dalam Orang yang bermarga Zhu ini sangat hebat... rantai ini dijaga dengan ilmu
kesaktiannya,” katanya dalam hati.
Dia mencoba mengerahkan tenaga yang dia
punya, hanya untuk memulihkan dirinya dahulu, karena beberapa jalan darahnya
terasa masih terhambat dan menyakitkan.
Beberapa saat dia terdiam, fokus untuk
mengalirkan energi nya, memulihkan diri. Ketika dirasa efek samping racun sudah
mulai berkurang, barulah dia membuka matanya kembali... dan bisa melihat seperti
biasa.
Dia lalu membangunkan anak buahnya
berkali-kali, namun masih belum sadar juga. Ternyata pengaruh racun itu lebih
kuat pada Sim Hwang dibandingkan dirinya. Minho lalu meraba nadinya.
”syukurlah.. dia masih sehat.. aliran darahnya masih lancar”, gumamnya.
Lalu dia mencoba untuk memberikan energi
penyembuhan pada anak buahnya yang setia itu.
Ketika ada petugas lewat penjara itu, dia
buru-buru memejamkan matanya agar tidak ketahuan sedang membantu menyembuhkan
Sim Hwang. Sambil dia berpikir, dimana dia sekarang dan apa yang akan
dilakukannya untuk membebaskan diri dari penjara itu?? Sama sekali dia tidak
mengenal daerah ini. Itu sebab, dia mengharapkan Sim Hwang cepat sadar dan
pulih agar bisa keduanya lolos dari tempat itu.
----------------------------------------
“apakah ada perkembangan baru dari jendral
Lee??,” tanya Raja kepada seorang sandi.
Disana telah hadir pula Taeyoung, yang
memang sengaja diundang Raja. Sudah 3 hari berlalu tidak ada kelanjutan
perkembangan hasil kerja Minho dan Sim Hwang.
”saya mendapatkan kabar yang tidak pasti,
Yang Mulia...,” kata telik sandi itu.
Dia diam sejenak, lalu....
”kabar buruk,” lanjutnya lagi.
Perasaan Raja dan Taeyoung langsung buruk.
Taeyoung berusaha menyembunyikan kekhawatirannya tentang Minho.
”apa yang terakhir kamu dapatkan, Tuan??
Aku siap mendengar apapun itu dari Anda.”
Telik sandi itu diam.
”atas nama Raja... bicaralah,” perintah
Jong Seok.
Akhirnya, telik sandi itupun membuka
suaranya.
”Jendral Lee dan Sim Hwang... ditangkap
oleh segerombolan pemberontak kerajaan Ming... dari kelompok Lotus putih...,”
katanya menunduk hormat dengan dalam.
Ingin rasanya Taeyoung menangis saat itu
juga, namun, dia mesti dewasa menyikapi hal ini. Dia mencoba menahan rasa
sedihnya.
Raja bergumam, dia tahu siapa itu kelompok
Lotus putih.
”Lotus putih... kelompok yang dibentuk
oleh kerabat seorang ratu terdahulu. Zhu erlzhao adalah adik tiri dari raja yang sekarang,”
”lantas.. kenapa dia harus membawa Jendral kerajaan ku?? Apa
maunya mereka??”.
Maharani berusaha menenangkan hati
Taeyoung dengan memegang lembut tangannya.
Telik sandi mengatakan, bahwa kepercayaan
rakyat perbatasan antara Joseon dan Ming itu terhadap Erlzhao itu termasuk
tinggi. Bisa jadi, jika dia memperluas pengaruhnya maka kerajaan Ming dapat
saja digulingkan dengan pemberontakan... sudah banyak kasus seperti itu. Dengan
dia juga memberikan pengaruh pada rakyat berbahasa Joseon di daerah perbatasan,
maka wilayah Joseon bisa pula terambil.
”Dia sepupuku dan salah satu Jendral
kerajaanku.... tentunya.. aku
tidak akan pernah rela siapapun membunuhnya,” kata Jeong Seok dengan tegas.
”Zhu Erzhao itu berusaha mengadu domba
antara aku dan Raja Ming.”
”saya membawa surat terakhir dari Jendral
Lee dan juga Dae Han ... ,” kata telik sandi, dia menunduk hormat dan memberikannya
pada raja dengan hati-hati.
Raja membacanya. Keningnya berkerut, dia
berpikir keras. Dae Han mengirimkan sebuah surat yang isinya kecurigaan tentang
para pejabat yang diduga akan memberontak terhadap kerajaan. Sementara Minho
mengirimkan surat tentang perkembangan terakhir yang isinya mirip adalah:
keduanya mencantumkan nama: Pejabat Geum.
”apa Yang Mulia percaya.. bahwa pejabat
Geum lah yang telah berkhianat pada kerajaan ini??,” Maharani angkat bicara.
Ya.. mereka rasanya ragu sekali melihat
beberapa daftar nama para pejabat, dan ternyata tercantum nama pejabat setia
itu.
Raja belum langsung memutuskan, tanpa
bukti yang kuat, walau disurat itu, Minho juga membuat nama list yang sudah
dikabarkan pula oleh Dae Han.
”Maaf Yang Mulia Raja.. hal ini tidak
dapat dibenarkan pula.. kita harus segera memanggil pejabat Geum... membuktikan
semua disini.. apakah dia bersalah atau tidak,” kata Maharani lagi.
Semua menunduk hormat, membenarkan
perkataan sang Maharani.
Taeyoung berfikir tentang Geun Hee Kyung.
Namun sebenarnya, kalaupun pejabat Geum itu berencana untuk menggulingkan
kerajaan Joseon dan bekerja sama dengan pemberontak Lotus putih, sudah pasti
ini jauh sebelum pernikahannya dengan Minho terjadi.
”pencatat administrasi.. berapa jumlah
pengawal yang dimiliki keluarga pejabat Geum??,” tanya Raja.
Pejabat administrasi kerajaan hanya
menghitung daftar prajurit yang dimiliki lelaki itu kurang dari 50 orang.
”lantas.. apakah aku bisa begitu saja
menghukum orang itu??,” tanya sang Raja.
Semuanya menunduk hormat, artinya, bahwa
Raja masih belum mau membahas hal itu lebih dalam lagi.
”siapkan kereta kuda.. aku akan pergi ke
rumah pejabat Geum,” lanjutnya lagi.
-----------------------------
Minho masih mengalirkan energinya pada Sim
Hwang, sampai dia berpikir akan berhenti jika cukup membantu mengembalikan
kesehatan bawahannya itu.
”sepertinya dia terserang racun lelaki itu
lebih parah dariku,” katanya dalam hati.
Terlihat sinar biru yang terpancar dari
telapak tangannya berubah-ubah warna, ke hijau, ke biru tua, ke hijau tua..
menandakan energi Sim belum stabil.
Beberapa lama, dia sudah mulai melihat dan
mendengar nafas anak buahnya itu semakin stabil.
”cepatlah sadar.. kita harus kabur dari sini, Sim Hwang!!”.
Dia merasa kucing-kucingan dengan waktu
dan para penjaga penjara disini. Ketika mereka lewat lalu lalang, dia berusaha
diam, seperti masih pingsan. Ketika para penjaga itu sudah pergi, dia lekas
lagi membantu anak buahnya.
Cukup lama dia berusaha mengalirkan
energi... sampai dia lihat Sim Hwang membuka matanya. Namun, dia menyuruh anak
buahnya itu tidak berbicara dulu dan lekas mencoba duduk.
”kita harus segera keluar dari sini..
tidak membuang waktu...meneruskan perjalanan ke Beijing,” kata Minho, pelan.
”ya, Daejang..
,” jawab Sim, singkat, masih mengumpulkan tenaganya.
Minho berpikir, bagaimana caranya dia bisa
lepas dari rantai yang bentuknya aneh itu, yang seperti sudah dimantrai... dan
Sim bisa membaca mantera itu.
”Ini memang seperti mantera untuk mengikat
energi, Daejang.. dan Anda tidak bisa apa-apa kalau terikat mantera ini”, ujar
Sim Hwang.
Minho tetap harus berpikir.. bagaimana
caranya dia dan anak buahnya bisa keluar dari penjara itu. Dilihatnya,
pedangnya pun tidak ada. Benar-benar ia berhasil dilucuti.
”apa kamu bisa melihat bagian kecil saja
dari penjara ini... supaya kita bisa kabur dari sini??,” tanya Minho pada Sim.
Sim melihat-lihat sekeliling. Dia mencoba
mencari celah. Hanya ada bata berlubang yang membawa sinar matahari masuk ke
dalam sel itu.
”sepertinya.. kita sedang berada di
permukaan tanah, daejang..,” katanya dengan mimik serius.
Hanya sedikit, sangat sedikit, sinar
matahari yang masuk ke penjara itu. Sim berani menaikkan tubuhnya yang ringan
ke sebuah alas lubang.
Minho bergumam, bagaimana dia bisa lepas
dengan kaki tangan dirantai dan diberi mantera? Sim hwang juga memperhatikan
saja reaksi atasannya itu yang mencari cara untuk keluar. Dia juga
berpikir..apakah dia bisa lebih dulu keluar, baru menyelamatkan Minho????
Mereka berdua terus berpikir, namun ketika
ada penjaga lewat, mereka memejamkan mata agar tidak dicurigai.
Sim Hwang lalu berbisik kepada Minho,
bagaimana kalau Minho pura-pura seperti keracunan, menjebak para penjaga diluar
dan jika mereka masuk, baru akan menyerang dan lari keluar menyelamatkan diri.
Sim Hwang memiliki ilmu khusus tembus pandang. Dia lalu memejamkan matanya,
berkonsentrasi, seberapa banyak penjaga penjara ini dan sedang berada dimana
Zhu itu sekarang.
”saya melihat.. ada sekitar 50 orang penjaga,
Daejang.. ,” katanya berbisik, supaya tidak ketahuan pembicaraan mereka oleh
para penjaga.
”Lima puluh penjaga jika tanpa senjata,
agak sulit juga,” gumam Minho.
Dan berdasarkan penglihatan Sim, pedang
mereka ada di tangan Zhu dan itu berada di luar gedung ini. Sim menawarkan
diri, sebaiknya dia memancing penjaga agar dapat memancing emosi mereka dan
akan masuk ke dalam penjara. Minho tidak yakin itu, akhirnya, dia sendiri yang
berusaha. Dia meminta Sim seolah-olah sakit dan hampir mau mati, lantas
berteriak-teriak, sehingga membuat para penjaga itu akan pecah konsentrasinya.
Sim menurut saja apa kata Minho. Dia lalu acting berteriak-teriak kesakitan dan
memegang lehernya, walau kedua tangannya di rantai. Teriaknya semakin kencang,
namun Minho malah pura-pura tidur, seolah tidak mengetahui bawahannya itu
mengerang kesakitan.
”Oi... Diam!!!,” teriak seorang penjaga
dari luar jeruji.
Tapi Sim Hwang terus saja acting berteriak
kesakitan. Lama kelamaan, hal itu memancing dua orang penjaga berdiri di depan
jeruji.
”Oi... kenapa kamu, hah??,” kata salah
satu dari mereka, dengan bahasa yang berbeda dengan apa yang diucapkan Minho
dan Sim. Namun, Sim mengerti apa artinya.
”leherku sakit... Argh!!,” erang Sim dalam
kepura-puraan. Wajahnya benar-benar dipasang kesakitan.
Seorang penjaga lalu ingin membuka rantai
yang melingkari besi penjara.
”Hei..biar saja dia mati disini.. jangan
dibuka!,” perintah seorang yang lain.
Seorang penjaga satu lagi khawatir dengan
apa yang sudah diperintahkan oleh Zhu sebelumnya, kalau dua orang ini sama
sekali tidak boleh terluka atau menderita, mereka harus dijadikan tameng agar
kerajaan Joseon mau membantu pemberontakan mereka terhadap kerajaan Ming.
”Oi.. mereka bisa kabur kalau kita buka
penjara ini!,” teriak yang satu lagi.
Minho tetap berusaha santai seolah-olah
dia tidak mendengar dan tidur. Tetap, Sim berteriak-teriak, malah semakin
kencang saja teriakannya. Semakin berusaha berakting seolah-olah menderita dan
akan segera mati.
”Oi, Bodoh... mereka berdua enggak boleh
mati.. nanti kita yang bisa dibunuh
Tuan Zhu!,” teriak yang lain. Ternyata, ada tiga orang di dalam penjara pengap itu.
Dari dalam hati, Minho berpikir, ternyata
dia dan Sim akan dijadikan pancingan, hal picik yang dianggap biasa olehnya. Sepertinya, Zhu itu tahu, siapa dan apa
posisi Minho di dalam kerajaan Joseon.
Minho tetap berpura-pura tidur, walau
sambil duduk. Sementara Sim
tetap meminta perhatian dengan berteriak semakin kencang.
”babo
(bodoh).. cepat kalian buka
dan masuk ke jeruji ini,” geram Minho dalam hatinya. Dia sudah kesal. Waktu
terus bergulir dan sebenarnya, peristiwa ini antara mengagetkan dan mengambil
peluang baginya untuk bisa menerùskan perjalanan sampai ke Beijing. Waktunya
sudah semakin sempit, jika dia terus berada dalam jeruji gelap ini.
”Kalau dia mati.. pasti kita dimarahi Tuan
Zhu!,” kata salah satu dari penjaga.
Ternyata mereka malah ribut, apakah akan
dibuka jeruji itu atau tidak. Sim Hwang sudah tidak tahan dengan sandiwara yang dia buat, begitu juga
Minho. Mereka ingin menyelesaikan ini segera.
Salah seorang penjaga akhirnya membuka
gembok jeruji dan masuk.
”Hei.. kenapa kamu???!!!???,” katanya,
keras pada Sim Hwang.
”wah.. jangan-jangan temannya yang satu
lagi juga mati... coba dilihat,” kata seorang lagi kepada yang lain, mengarah
pada Minho yang sama sekali tidak bergerak.
Salahsatu penjaga lalu menggoyang-goyang
tubuh Minho dengan kakinya. Dalam hati Minho, dia sudah sangat kesal karena
terlalu lambat, tapi dia bersabar saja. Ketika sang penjaga penjara itu
menggerakkan kepala Minho dengan kakinya, dia tersinggung, tapi dilihat orang
itu, mata Minho hanya tinggal putihnya saja, dan nafasnya berhenti.
”Oi... coba kemari!! Tampaknya orang ini
sudah mati! Kalian apakan dia, ah??,” tanya penjaga itu, kepada dua yang lain.
Mereka lantas menghampiri Minho, dan
bahkan meninggalkan Sim yang masih berpura-pura berteriak kesakitan itu.
”Wah.. gawat.. kita bisa dihukum Tuan
Zhu.. sepertinya dia memang mati,” kata penjaga yang kedua, setelah juga meraba
pergelangan tangan Minho dan sama sekali tidak membaca adanya denyut nadi.
Mereka jadi khawatir akan dihukum oleh
Zhu. Dia memang tidak ada ampun kepada para anak buahnya jika memang mereka
salah sedikit saja.. apalagi ini sampai bisa dianggap membunuh tawanan penting.
Mereka sibuk membicarakan, bagaimana
sebaiknya akan dilakukan terhadap mayat Minho supaya mereka tidak dihukum.
”Dibuang saja... bilang saja dia kabur,”
kata salah seorang dari mereka.
”Kamu gila.. kita tetap akan dihukum
mati,” timpal yang lain.
Mereka jadi serba salah, Minho melihat
kesempatan ini, dia langsung bergerak sedikit, memberi tanda pada Sim untuk
sama-sama membekuk mereka. Sim langsung loncat dari belakang dan memiting leher
salah satunya dengan keras, begitu juga Minho.
”Erkh!,” dua orang penjaga kesakitan dan
pingsan lehernya hampir dipatahkan.
Satu lagi penjaga panik dan dia
mengeluarkan pedangnya, ingin membalas menyerang Minho dan Sim. Namun, Sim
Hwang lebih cepat gerakannya dibandingkan penjaga itu. Dalam waktu singkat, dia
malah berhasil menangkap tangan penjaga itu yang sedang memegang pedang, walau
tangannya dalam keadaan dirantai, merebutnya dan malah menusuk balik penjaga
itu. Penjaga itu pun mati seketika.
Minho berusaha mencari kunci rantai yang
membelenggu kaki dan tangan mereka. Setelah ditemukan pada satu dari tiga
penjaga itu, mereka pun keluar dari jeruji itu, mengendap-endap untuk
membebaskan diri. Sebelumnya mereka mengambil pedang yang telah digunakan para
penjaga itu.
Sim berjalan dahulu, melihat situasi.
Ternyata, lorong itu memang cukup panjang, lebih dari 50 meter, tepat apa yang
diperkirakan oleh Sim.
”Memang seperti bawah tanah,” gumam Minho.
”Daejang... di depan ada beberapa penjaga
lagi.. sepertinya, nanti kita
akan bertemu sebuah ruangan...dan disana mereka simpan senjata kita,” kata Sim,
pelan.
”Habisi dulu mereka....baru mencari senjata
kita,” balas Minho.
Sim mengangguk. Minho berada di depannya
dan langsung berteriak, memancing para penjaga di lorong itu.
Sontak saja mereka kaget... ternyata
tawanan mereka berhasil membebaskan diri. Langsung mereka menyerbu Minho dan
Sim. Ada sekitar 10 orang.
Pertarungan pun terjadi. Minho
memerintahkan Sim mencari pedangnya dengan langsung masuk ke ruangan gelap
dekat mereka sedang bertarung. Bawahan Minho itu langsung sigap masuk ke
ruangan kecil yang ternyata tidak gelap ketika dibuka pintunya. Di dalam pun
masih ada beberapa penjaga, begitu Sim masuk, mereka langsung menyerang lelaki
itu.
Sim melawan mereka dengan keras. Minho
berhasil melukai 10 orang penjaga, membuat meraka pingsan dan dia lekas masuk ikut
menyerang para penjaga di dalam.
”Itu dia pedangku!,” kata Minho dalam
hatinya.
Dia memang menyimpan dan menyukai sekali
pedang itu, pemberian dari Jendral Ryong yang anaknya adalah cinta pertamanya
sejak kecil. Minho selalu membawa pedang kesayangannya itu kemanapun.. karena
bahan khususnya juga mampu untuk mengantarkan ilmu naga halilintarnya ke tanah.
”Itu pedangnya Jendral!,” teriak Sim.
Minho mengangguk saja, dia membantu
bawahannya itu untuk mendapatkan senjata mereka. Begitu pula dengan Sim. Dia
memiliki semacam cakram beracun dan berbahan khusus sebagai senjatanya. Para
anak buah Minho memang dibekali senjata khusus dan beberapa memang mata-mata
kerajaan.
Satu persatu Minho dan Sim menjatuhkan
lawannya. Yang terakhir kabur
dan mereka membiarkan saja. Dengan mantap, mereka mengambil kembali senjata dan
berusaha keluar dari penjara bawah tanah itu.
Begitu mereka membuka pintu dan keluar
melihat sinar matahari... ternyata sudah dihadang lagi oleh segerombolan orang..
tentu saja dari kelompok Lotus Putih.
”Seorang Jendral tidak mungkin tidak bisa
melarikan diri.. saya tahu..
bahwa beberapa mata-mata Joseon memang dibekali pengetahuan sangat tinggi
menghadapi musuh ,” Zhu bertepuk tangan melihat Minho dan Sim bisa lolos.
Tidak ada lagi di tangan dan kaki mereka,
mantera yang ditempelkan oleh Zhu.
Minho senyum sinis, ” Bagaimanapun... aku
sama sekali tidak ada hubungan dengan kerajaan Ming... dan jangan seret Joseon
ke dalamnya.. aku bersedia mati demi Joseon.. daripada jadi tameng bagi
kelompok pemberontak”.
”Tentu Joseon juga tidak akan semudah itu
meninggalkan salah satu Jendralnya mati sia-sia,” lanjut Minho lagi. Dia yakin,
para mata-mata lain akan membantunya mengetahui, dimana dia berada dan
mencarinya... sampai ketemu.
” Untuk seorang Jendral yang sekaligus
sepupu Raja.. sangat sayang sekali kalau dibiarkan mati begitu saja,” balas
Zhu.
Minho malah tertawa dengan perkataan Zhu
yang terakhir. Dia tahu, bahwa dirinya akan terus ditangkap hidup-hidup untuk
jadi tameng. Dirinya tak akan dibiarkan mati oleh para pemberontak itu karena
menguntungkan mereka.
” Untuk Joseon.. aku tidak akan pernah
takluk, bahkan berlutut dibawah kaki siapapun.. apalagi hanya di bawah kaki
seorang pemberontak tak tahu diri pada kerajaan yang sudah memakmurkan
rakyatnya,” kata Minho, jelas menyindir Zhu.
Zhu marah dengan sindiran Minho. Dia
lantas memerintahkan semua anak buahnya mengeroyok mereka berdua.
” Pasang racun yang ada di cakram mu.. biarkan mereka mati... ,” kata Minho pada
Sim.
Sim mengangguk. Lalu dia mengeluarkan
sebuah botol serbuk kecil dan ditaruh di ujung-ujung senjata cakramnya, seperti
bulatan kecil berpipa.. berisi serbuk racun ular , yang jika tergores atau
terhirup, dalam lima menit, orang tersebut akan mati keracunan.
Minho pun tidak lagi ingin berlama-lama
bermain dengan mereka, karena dia tetap harus melanjutkan perjalanannya ke
Peijing, menyampaikan surat dari Raja Joseon dan rencana menghancurkan para
pemberontak di perbatasan serta penumpasan kelompok perompak Zhang. Dia mulai
mengeluarkan tenaga dalamnya, sedikit-sedikit, terlihat pedangnya itu
mengeluarkan sinar. Matanya langsung berubah dari coklat menjadi biru.
”Tidak aku..tidak juga Sim bisa kalian
tangkap!,” katanya. Suaranya jadi berat dan seperti auman.
Kilat di pedang Minho semakin tajam saja
sinarnya. Zhu menyadari, Minho menggunakan ilmu kesaktiannya dan harus dilawan
dengan tingkat yang setara. Dia sedang berhadapan dengan satu dari sepuluh
Jendral utama Raja Joseon.
”Kalau perlu.. ku habisi sekarang
nyawamu,” katanya lagi pada Zhu.
Zhu memerintahkan sisa anak buahnya yang
tidak menyerang Sim, menyerang Minho. Bagi Minho, mereka bukan tandingannya. Tapi
karena mereka menyerang dan masih bernafsu meringkusnya, terpaksa dia lawan
juga.
”Heaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!,”
Teriakan gaduh beramai-ramai menyerang. Zhu
juga ternyata ikut menyerang Minho. Masing-masing baik Minho atau Sim
menghadapi musuhnya.
Satu persatu Sim menjatuhkan lawan hanya
dengan goresan yang berakhir dengan racun mematikan. Sementara Minho melawan
dengan menggunakan tenaga dalamnya.
Zhu juga menyerang Minho dengan ilmunya.
Zhu memerintahkan para anak buahnya saling bergantian menyerang Minho.
Satu persatu pada anak buah Zhu
ditumbangkan.
”Kalian pikir... kalian bisa meringkus ku,
hah???”, teriak Minho.
”Bahkan menyentuh sehelai rambutku saja..
tidak akan bisa!.”
Zhu menjadi berfikir. Lantas dia
memerintahkan para anak buahnya mundur karena sudah banyak yang kena sabetan
pedang Minho.
Minho senyum sinis lagi,” Masih tidak
mengerti juga, Tuan Zhu?? Anak buahmu sudah banyak yang mati.”
Minho malah mengelap ujung dan samping
pedangnya yang berlumuran darah dengan mengibaskan pedang itu, lalu dibersihkan
dengan sapu tangan... menghinakan diri Zhu untuk kematian pada anak buahnya.
”Apa kamu tidak berfikir kasihan dengan
mereka??,” tanya Minho.
”Kamu hanya memperalat mereka, Tuan Zhu.”
”Ternyata seorang Jendral Joseon memang
benar-benar tidak bisa diremehkan,” balas Zhu.
”Simpan ilmu kesaktianmu... aku disini
hanya meneruskan pesan untuk kerajaan Ming.. tidak ada hubunganku dengan para
pemberontak.. apapun itu namanya,” kata Minho.
Minho tertawa. Baginya, ini pengalaman
yang menantang karena ternyata dia berhadapan langsung dengan satu dari
pemimpin kelompok pemberontak yang besar.
Jika dia dapat memenangkan pertarungan
ini, bahkan misalnya dapat membawa kepala Zhu ke istana kerajaan Ming, sudah
pasti akan membawa keberuntungan bagi kerajaan Joseon.. walau bisa juga langkah
itu akan membahayakan dirinya.
Akhirnya.. mereka pun bertarung satu lawan
satu.
Masing-masing mengeluarkan jurus dan juga
kekuatan ilmu kesaktian. Pertarungan berlangsung lama, keduanya mengeluarkan
energi yang besar. Sim sedikit khawatir melihat atasannya bisa saja kalah.
Namun....Entah mengapa.. tiba-tiba
mendadak datang sekelompok orang yang tidak dikenal, mereka berkuda, langsung
menyerbu kerumunan.
Minho dan Sim jelas bingung.. siapa mereka?? Begitu juga dengan Zhu.
“Serbu!!!!,” kata seseorang yang
menggunakan penutup wajah dan mengendarai kuda. Hanya dia yang tidak turun dari
kudanya.. sementara yang lain turun dan langsung menyerbu kelompok Zhu.
Minho dan Sim masih kebingungan... siapa
mereka???
Mendadak seseorang yang menaiki kuda itu
akhirnya turun dan meloncat ke tengah pertempuran antara Minho dan Zhu.
“Yo... lama tidak berjumpa, Tuan Zhu!!,”
katanya, dalam bahasa yang tidak dimengerti Minho, seperti bahasa Manchuria.
“Perempuan???,” tanya hatinya Minho. Dia
masih bersiaga dari kemungkinan serangan keduanya, baik Zhu ataupun perempuan
bercadar itu.
Zhu tertawa keras, sepertinya dia faham
sekali siapa perempuan itu.
” Yu XiaoQi... masih belum kapok dengan kekalahan kemarin???,” katanya dengan nada
sombong.
”Sandiwara apa lagi ini??,” tanya hatinya
Minho.
”Hai Orang Joseon... sebaiknya kamu pergi
dari sini!,” teriak XiaoQi, menoleh pada Minho, berbicara dalam bahasa korea.
” Siapa kamu??,” tanya Minho dengan
lantang.
XiaoQi diam saja, tidak menjawab
pertanyaan Minho. Dia malah langsung menyerang Zhu. Sementara, para anak
buahnya malah membantu Sim.
Minho berpikir bahwa perempuan itu sebenarnya
bisa menguntungkannya. Dia malah akhirnya bersama XiaoQi menyerang Zhu.
Suara dentingan saling beradu.
Masing-masing saling menjatuhkan.
XiaoQi malah tertawa dengan kondisi Zhu
yang semakin terdesak.
”Mundur semua!!,” Akhirnya, Zhu menyerah
juga. Sisa anak buahnya kocar kacir melarikan diri.
Sim Hwang berteriak senang dia menang.
Minho dengan santai menyarungkan pedangnya.
”Huh.. kabur terus... dasar lelaki
pengecut!,” Teriak XiaoQi dengan kencang.
Sim menghampiri Minho.
”Kalian siapa??,” kata Sim dengan bahasa
Manchu.
”Hanya kelompok kecil saja... jangan
khawatir.. aku tidak berminat membunuh orang Joseon,” jawab XiaoQi dengan
santai.
Tapi Minho malah menunduk hormat padanya,
”Terima kasih atas bantuannya, Nona”.
XiaoQi hanya tersenyum.
”Kalian.. dari mana??,” Tanya dia.
”Kami dari Hanyang,” lanjut Minho.
Tampaknya perempuan itu tidak tahu siapa
Minho. Lantas dia berbicara dengan Sim, kalau tampaknya cowok itu bukan orang
asli Joseon. Sim cepat akrab
dengan XiaoQi karena bisa bahasa mereka dengan lancar.
XiaoQi memerintahkan anak buahnya membawa
yang terluka untuk diobati. Mereka jalan menuntut kuda-kuda mereka.
Di perjalanan, Minho hampir tidak bicara
banyak, dia hanya berinisiatif mengikuti langkah mereka pulang.
Mereka tiba disebuah daerah yang sangat
subur, dikelilingi oleh perbukitan dan savanah yang tidak terlalu luas, dan
sisanya adalah rumah-rumah penduduk yang sangat sederhana, terbuat dari atap
rumbia.
Mereka lalu berada di depan sebuah rumah
kayu yang cukup besar.
”Ayah.. aku pulang!,” teriak XiaoQi dari
luar rumah.
Sim Hwang berbisik pada Minho,” Daejang.. apa kita akan menginap disini???”.
Minho mengangguk saja,” Lihat saja
nanti..”
Keluarlah seorang lelaki setengah baya
dengan memakai baju ala lelaki Manchuria, dan bertopi bulu karena hari sudah
semakin dingin sore itu. Di dampingi oleh beberapa lelaki bersenjata.
”Kamu pasti bermain lagi dengan Zhu dari
Lotus putih itu,” kata lelaki itu dengan senyum.
XiaoQi malah tertawa ketika ayahnya bisa
menebak itu.
Minho menunduk hormat pada lelaki itu,
lalu disusul oleh Sim Hwang..
Mereka berada jauh dari Beijing...
disebuah tempat perbatasan antara Jurchen (sekarang Heilongjiang) dengan
Fengtian..
Sementara di Hanyang, Taeyoung sangat
berfikir.. apakah dia akan pergi keluar dari rumah Minho, mencari pasangannya
itu ke negeri Jurchen.. karena Raja Joseon belum memutuskan untuk mencari
sepupunya sendiri..
Dia sangat gundah.. karena semestinya,
dalam waktu dekat, misi Minho sudah selesai.. namun pihak kerajaan Ming memberi
kabar, sama sekali tidak ada utusan Joseon datang kepada mereka..
Bersambung ke part 16...