This is me....

Minggu, Januari 03, 2016

Doctor’s Heart (Part 17: Dia Masa Laluku...)

Lee Minho sebagai Dokter Minho               Gackt sebagai Dokter Kamui

Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka. Gak usah dipikirin kenapa begini, kenapa begitu.. Cuma keisengan diri saja yang ingin mengimajinasikan bebeb Lee Minho.  Adapun jika ada nama dan tempat yang kebetulan sama, itu gak sengaja, hehehe. Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..

Hari sudah pagi. Sinar matahari sudah mulai naik. Nami menemukan kakaknya, Minho dan Shiori, tidur di ruang tamu sehabis malam mereka terlalu lelah mengerjakan tugasnya. Dia mendiamkan saja mereka, tidak ingin membangunkannya. Namun, Minho mendengar suara sedikit ribut di dapur kecil rumah susunnya. Lantas, dia pun terbangun.
Jeoachim...Oppa.. pasti bekerja tadi malam terlalu lelah,” senyum Nami pada kakaknya itu.
Lalu dia minta ijin, apakah perlu membangunkan teman perempuannya? Nami anak perempuan yang patuh. Dia memilih tidak banyak bicara, walau mungkin dia tahu, boleh jadi, Shiori adalah pacar baru kakaknya itu.
Minho yang sudah keluar dari kamar mandi, tidak mengijinkan adiknya membangunkan Shiori. Setelah dia selesai semuanya, barulah dia lakukan itu.
Dia membangunkan Shiori pelan-pelan sekali. Tadi malam memang melelahkan berpikir keras. Kepalanya saja masih terasa pusing dan terpaksa dia menenggak sebutir obat sakit kepala.

” Apa...tugas kita sudah selesai??,” tanya Shiori padanya, ketika dia bangun.
Minho mengangguk senyum. Dia bilang sudah beres dan tinggal diserahkan kepada Kamui. Dia memberikan handuk kepada Shiori.
”tidurmu lelap sekali tadi malam,” senyumnya.
”ah.. aku minta maaf..tidak bisa membantu sampai selesai..,” jawab Shiori dengan sedikit gugup.
Minho malah tertawa. Baginya sudah biasa tidur terlambat karena sewaktu kuliahpun, dia pernah menjadi asisten Chiaki. Shiori diam ketika Minho membicarakan nama itu.
”ah.. gomen...,” ujar Minho. Dia meminta maaf, takut perasaan perempuan nya itu tersinggung.
Shiori tidak boleh tersinggung soal itu. Minho mungkin masih bisa mengingat nama itu, namun dalam hatinya, dia sudah mulai meninggalkan Chiaki.
”aku antarkan kamu segera.. ,” katanya pada Shiori.
Sementara, adik nya yang paling kecil belum bangun, Minho membicarakan tugas apa yang akan dilakukan Nami hari itu. Shiori yang sudah selesai mencuci wajahnya melihat Minho mengarahkan adiknya yang berusia hampir 15 tahun itu. Dia jadi membayangkan, bagaimana kehidupan Minho bersama kedua adik perempuannya itu.

Nami menoleh ketika menyadari, Shiori memperhatikan mereka berdua.
”apa.. Fujita sensei.. ingin makan pagi bersama kami??,” tawar dia.
Minho senyum saja. Dilihat Shiori, di atas meja memang sudah ada sayur rumput laut dengan tahu dan ikan panggang.
ii ne (baiklah).. aku memang lapar,” canda Shiori pada Nami.
Kehidupan mereka memang berbeda. Shiori bisa saja dimanja dengan makanan lezat, kehidupan mewah dari kedua orangtuanya yang kaya raya. Tetapi, dia ingin masuk dalam keluarga Minho yang sederhana. Dia langsung duduk di depan meja itu.
Nami tertawa kecil dengan tingkahnya. Shiori lalu bercerita, kalau tadi malam memang dia dan Minho berpikir keras, jadi pasti lapar. Minho masuk kamar adiknya, ternyata membangunkan Ran Rin.
Shiori melihat sendiri, bagaimana keluarga itu menghadapi pagi. Baginya, itu tidak masalah. Dia malah bicara dengan Nami yang memang punya watak lebih ceria dan lebih terbuka daripada Minho.
”apa sekolahmu bagus??,” tanya dia pada perempuan kecil itu.
Nami mengangguk. Lalu, Shiori bertanya, apakah sekolah masih ada semacam mengkasari murid lain setiap awal tahun. Nami santai saja menceritakan tentang sekolahnya pada Shiori, seolah-olah mereka berdua sudah kenal lama. Mereka jadi ngobrol dengan akrabnya.
Minho menghampiri dan bilang mereka akan kesiangan kalau Nami dan Shiori terlalu santai makan dan ngobrol. Sementara, Ran sudah siap juga ingin sekolah.

Di dalam pikiran Shiori, bergayut, bagaimana dia sungguh melihat kondisi keluarga yang berbeda darinya. Namun, diluar, dia tetap menyemangati kedua gadis kecil itu.
”kalian memang sebaiknya enggak boleh nakal dan membantah apa kata Ani chan...,” senyumnya kepada Nami dan Ran.
Ran mengangguk dengan semangat, mendengarkan apa nasehat Shiori. Dia memang termasuk gadis kecil yang patuh.
”aku janji kok.. aku enggak pernah nakal dengan Mino Ani chan,” senyumnya manis pada Shiori.
Minho tertawa dengan penuturan adik tirinya yang paling kecil itu.
Shiori memperhatikan tawa Minho yang lepas, tawa yang belum ditemukan pada diri cowok itu beberapa waktu lalu. Sepertinya Minho memang sudah mulai berubah, sudah mulai ceria.
Shiori justru malah berinisiatif ingin sekali mengetahui, dimana sekolah Ran. Dia malah ingin mengantarkan Ran. Minho kurang setuju karena jam mereka sebentar lagi masuk rumah sakit.
”aku mau kok.. diantarkan oleh Fujita-sensei,” kata Ran dengan polosnya.
”ah... kamu lihat kan... Lee-kun?? Adikmu ingin sekali aku antar...,” Shiori malah bangga dengan adiknya Minho yang tidak menolak tawarannya.
”walau aku belum mandi.. tinggal gunakan lip balm dan bedak ini.. aku sudah terlihat seperti sudah mandi, hihihi,” dia malah bercanda pada Ran.
”Chiaki tidak pernah seperti ini kepada kedua adikku,” kata hatinya Minho. Dia termenung sejenak.
”Ani chan.. aku boleh kan.. pergi dengan Fujita sensei??,” pinta Ran, sambil menarik ujung kemeja Minho.
Minho sadar dari sedikit lamunan masa lalunya. Dia memperbolehkan saja.
”namun.. kita harus cepat.. aku tidak mau Kamui sensei mengetahui kita bisa terlambat,” katanya pada Shiori.
Tanpa ragu, justru Shiori menggendong Ran yang memang sudah mulai terlihat tinggi, lalu menuruni tangga dan langsung menuju parkir.

”jadi.. ini mobil Fujita sensei??? Aku mau boneka ini,” Ran menunjuk pada boneka beruang kecil yang ada di dashboard.
Minho menoleh dan sedikit membelalakkan matanya pada adik bungsunya itu. Ran langsung menunduk diam. Tandanya, dia tidak boleh sembarangan meminta, tidak sopan.
Tapi Shiori malah memberikan boneka itu, langsung ke tangan Ran.
”Ini untuk mu.. aku sudah besar.. enggak pantas lagi loh.. main boneka, hehe,” candanya pada Ran.
”sungguh?? Untuk aku??,” tanya Ran, memastikan lagi, walau boneka itu sudah ada di kedua tangannya.
Shiori mengangguk mantap. Minho yang sedang menyetir merasa, perempuannya sangat memperhatikan kedua adiknya. Namun, dia galau.. akankah yang seperti ini, akan terus ada?? Sebab, awal kisah cintanya dengan Chiaki terlihat manis, namun setelah itu, justru malah menjadi pahit.
Shiori malah bercerita, kalau di rumah susunnya, dia banyak sekali memiliki boneka dan kalau Ran ingin bermain, boleh saja mampir. Ran yang mungkin tidak pernah diperlakukan manis oleh orang lain, kecuali oleh keluarga kecil dan gurunya di sekolah itu, merasa senang. Hatinya merasa senang dan ingin lagi suatu hari bisa ngobrol dengan Shiori.
Sampai disekolah, dia melambaikan tangan dengan manisnya pada Shiori.
jya ne, Fujita-sensei.. aku dan Mino Ani chan.. akan main ke rumah sensei,” katanya dengan ramah dan percaya diri.
Minho berusaha ceria di depan adik bungsunya itu. Dia lalu berjongkok dan tersenyum.
”kalau ada waktu.. kita main ke rumah susun Fujita sensei.. sekarang, Ran chan pergi dulu ke sekolah..,”
Ran mengangguk mengiyakan, dia melambaikan tangan sekali lagi kepada mereka berdua, lalu masuk gerbang sekolah.
                                                ---------------------------
Shiori bilang, kalau Ran chan sangat lucu dan dia jadi ingin memiliki adik. Dia anak satu-satunya di keluarga Fujita. Menjadi anak tunggal serba sendirian membuatnya satu sisi terlihat mandiri, di sisi lain terlihat manja.
Minho senyum saja mendengar ceritanya sewaktu seumur dengan Ran, bagaimana egoisnya menjadi anak tunggal yang semua fasilitas serba bisa terpenuhi.
Minho tidak dapat bercerita tentang kehidupan kecilnya, dia tidak ingin cerita sedihnya mengalahkan keceriaan pacarnya pagi itu. Waktu sudah hampir dekat dengan saatnya mereka masuk. Minho langsung mempercepat mengendarai.
Sampai di sana dan langsung masuk ruangan, Kamui langsung menagih proposal yang mereka buat tadi malam. Minho menyerahkannya dan mereka langsung mengadakan meeting lagi.
Kamui membolak-balikkan lembar per lembar dan membaca sampai detail lembar per lembar hasil tadi malam. Wajah Minho atau Shiori jadi sedikit tegang, khawatir tidak sesuai dengan permintaan atasannya itu.
”hanya perlu sedikit diubah, aku sudah mencorat-coretnya,” kata Kamui, sambil menunjukkan beberapa point.
Minho mengambil proposal itu dengan menunduk hormat, namun Kamui meminta biarlah Shiori yang melakukannya, sementara, dia harus bicara dengan Minho.

”apa kamu sempat berpikir.. kalau ini semua, Yi Kyung, alias Maeda itu yang melakukannya??,” tanya Kamui di dalam ruangannya.
Minho tidak bisa mengira, namun jika Kamui mengijinkannya, dia akan langsung bertanya pada Maeda. Kamui berpikir sejenak, hal ini sedikit membuatnya tidak enak karena jika langsung menegur, maka dia akan berhadapan dengan Yamada, selaku kepala residen untuk Yi Kyung.
Kamui tanpa ragu menelepon Yamada dan menjelaskan semuanya. Minho lebih memilih diam dan menunggu keputusan mereka.
”aku sudah bilang tadi malam.. bahwa tidak akan ragu untuk menendang Yi Kyung itu jika dia bermasalah dengan kita... dan.. Yamada sensei tidak mempermasalahkan itu,” ujar Kamui.
Minho agak sedikit ragu, bagaimanapun, mereka harus punya bukti jika ingin menutup mulut Yi Kyung.
”kamu tentu bisa memancing dia lebih jauh lagi.. lebih dari kemarin,” ujar Kamui.
Minho mengerti apa maksud dokter pembinanya itu. Lagi-lagi mengorek informasi tenang Takeo Akimoto. Kamui menyerahkan hal itu pada Minho, dengan awal tidak membuat Yi Kyung merasa dialah yang tertuduh.
”aku akan memanggil beberapa dokter muda yang memang sangat pantas untuk melakukan studi ini,”
Dia memberikan list nama-nama mereka pada Minho. Kamui harus menseleksi mereka hari ini karena gerakan Daisuke begitu cepat. Daisuke langsung menghubungi Maruyama dan pemilik usaha farmasi itu langsung menyanggupi. Kamui meminta bantuan Minho untuk menyeleksi juga. Hari itu, tugas mengontrol kesehatan dan kemoterapi bagi pasien yang belum mendapatkan, ditangani oleh Kazuki.

Sementara, di ruangan instalasi gizi, Imae tampaknya sudah stabil emosinya ketika kemarin sempat dilihat Shiori agak sedikit berubah. Shiori mengatakan, bahwa mereka harus mengajarkan kepada para calon dokter yang baru, ilmu yang didapatkan Imae, karena Maruyama menginginkan percobaan dilakukan pada hewan juga, dengan satu atap universitas, agar hasilnya saling mendukung. Imae menurut saja perintah dari Maruyama yang disetujui oleh Takahashi. Siang ini, mereka siap mengajarkan para calon dokter itu.
Takahashi mengunjungi instalasi gizi dan berbicara dengan Imae langsung tentang hal ini. Kamui juga berada di sana dan membawa beberapa orang calon peneliti mereka yang baru. Imae menjelaskan panjang lebar proses pemilihan bahan, perhitungan kandungan gizi makanan, termasuk kandungan penting misalnya zink, silika, besi, mangan, magnesium, selain juga menguji kandungan antioksidannya. Semuanya berjalan lancar seolah-olah tidak ada kejadian aneh kemarin.
                                                -----------------------
”jadi.. kemungkinan.. kita masih tidak tahu.. siapa sebenarnya yang menginformasikan ini kepada Akimoto itu??,” tanya Shiori pada Minho.
Minho senyum saja dan menceritakan pembicaraan tadi pagi padanya.
”apa kamu yakin... Yi Kyung yang melakukannya?? Baik dia atau Akimoto sensei..memiliki hubungan disini.. walau sebatas pribadi,” ujar Shiori.
Minho malah memancing pikiran pacarnya itu, kira-kira, siapa yang paling berpeluang: Chiaki... atau Yi Kyung??
Shiori tidak bisa berspekulasi. Dia mengaku tidak mengenal banyak keduanya. Tidak pula dia menuduh keduanya.
”tidak ada jawaban??,” tanya Minho.
Shiori hanya mengangguk. Tidak bisa kecurigaannya muncul pada Chiaki, walau, dia merasa, dia bisa mengembangkan hal itu. Chiaki sudah tidak lagi berbicara padanya hampir satu bulan. Pembicaraan mereka selesai, karena masih ada pasien yang harus ditangani. Ternyata, diam-diam, Shiori bertemu Chiaki di suatu tempat. Dia sengaja tidak ingin pulang bersama Minho malam itu. Minho sama sekali tidak curiga.
                                                ---------------------------------
Chiaki berbasa-basi menanyakan, bagaimana kabar kerja Shiori dan juga timnya. Shiori berbasa-basi pula menjawab, kalau semuanya baik dan tidak ada hambatan. Chiaki merasa heran, kenapa mendadak temannya itu ingin bicara dengannya.
”tentang Lee-kun,” kata Shiori, setengah tidak enak hati.
Chiaki malah tertawa kecil pada Shiori. Dia langsung menembak perempuan itu, apakah obrolan ini akan mengarah kepada perasaan hati dan cinta lama? Chiaki menduga, kalau Shiori sudah tahu hubungan mereka berdua. Shiori mengangguk mengiyakan, kalau Minho sendiri yang pernah bercerita padanya. Chiaki tersenyum tipis pada Shiori. Dia memang sudah menduga, bahwa Minho bisa pindah ke lain hati, seiring waktu berjalan dan mereka berdua tidak lagi banyak bicara.
”aku berusaha membiarkan hal ini berlalu,” kata Chiaki. Dia minum bir ringan untuk mengurangi beban pikiran dan pekerjaannya hari ini.
”semua sudah lebih dari lima tahun yang lalu,” lanjutnya lagi.
”ini semua..tidak hanya tentang perasaan Lee-kun pada ku..atau padamu,” kata Shiori.
Rasanya berat ingin dia katakan. Dia berusaha menyingkirkan perasaan hatinya terhadap Minho. Ini semua tentang pekerjaan.

”apa... ayahmu.. masih membenci Lee-kun??,” tanya Shiori dengan nada ragu.
Chiaki diam sejenak, lalu tersenyum tipis.
wakaranai (aku tidak tahu),”
ah.. sou deshita ne (o gitu), hehe,” balas Shiori, singkat.
Dia tidak tahu mau mengatakan apa lagi.
”kenapa begitu??,” tanya Chiaki.
”mungkin.. ini ada kaitannya dengan masa lalu kalian,” ujar Shiori.
Chiaki menghela nafas. Minho memang sangat dibenci oleh ayahnya sendiri. Chiaki tidak tahu, apakah hanya karena masalah cinta, perbedaan sosial, yang membuat ayahnya benci lelaki itu. Dia tidak tahu masalah lainnya.
”masa lalu kami memang tidak enak.. pelik buat ku dan dia.. tapi..aku sudah berusaha melupakannya.. seiring waktu.. seiring aku memiliki keluarga... semua berusaha ku lupakan,”
Chiaki yang sekarang memang sudah menikah dan memiliki seorang anak perempuan. Takeo menjodohkannya dengan seorang pengusaha perusahaan kimia dan farmasi. Jelas, berbeda jauh sisi sosial, ekonomi dengan Minho yang saat itu baru saja menjadi seorang dokter.
”aku tidak tahu...sampai berapa lama.. dendam Akimoto-sama akan terus ada di dadanya untuk Lee-kun,” kata Shiori. Dia memberanikan diri mengucapkan kata-kata itu, sehabis itu, nafasnya sedikit ditahan.
”maksudmu???,” tanya Chiaki, heran.
Shiori diam lagi. Dia berusaha menyusun kata-kata keberanian, namun juga tidak ingin menyakiti perasaan temannya itu.

”aku... berpacaran dengan Lee-kun,” kata Shiori, lalu, dia seperti menelan ludah.
”oh,” balas Chiaki singkat. Lalu dia tertawa kecil, dia katakan, hal itu biasa, tidak perlu Shiori mengatakan padanya dengan perasaan ragu, apalagi terlihat seperti takut padanya.
”bukan hanya itu masalahnya,” kata Shiori lagi.
”lalu apa??,” tanya Chiaki. Dia merasa diputar-putar dengan perkataan temannya itu. Dia jelaskan sekali lagi, bahwa dia senang saja Minho akhirnya bisa lepas perasaan darinya dan punya pasangan baru.
Shiori lalu bangun dari duduknya, berdiri dan menunduk hormat di hadapan Chiaki.
”aku mohon... tolong sampaikan kepada Akimoto-sama.. jangan lagi menganggu hidupnya Lee-kun...,”
”aku mohon”.
Chiaki heran. Dia memang tidak tahu masalah apapun soal apakah ayahnya menganggu Minho lagi, dan dalam soal apa? Lagipula, dia merasa hubungan pekerjaan dia dan Minho tidak ada masalah.
”tentang penelitian kami... tentang dendam masa lalu.. aku mohon... tolong hentikan...,” kata Shiori, masih menunduk hormat pada Chiaki, dalam-dalam.
Chiaki yang tadinya duduk di kursi bar, jadi berdiri.
”apa.. ayahku berbuat jahat lagi pada Minho-kun??,”
Chiaki meminta Shiori bersikap seperti biasa padanya, tidak perlu sampai menghormat dan menunduk dalam-dalam seperti itu.

”aku tidak mengerti... kenapa ayahku sampai sedendam itu padanya”.
Mereka kembali duduk seperti biasa. Chiaki puas mendengar pemaparan Shiori di awal mereka meeting tentang penelitian itu.
“mungkin… ada hal yang tidak juga belum aku ketahui,” kata Shiori.
Memang, dia hanya menyampaikan apa yang dia tahu saja, belum sampai ke kasus penggelapan uang, atau bahkan pembunuhan seorang dokter, rekan sejawat Minho waktu itu.
”aku sudah lelah... ,” kata Chiaki. Dia minum lagi bir ringannya.
Semenjak dia harus putus dan harus menikah dengan pria lain, dia berubah menjadi perempuan yang gampang minum bir.
”aku minta maaf... aku hanya ingin semua berjalan lancar,” ujar Shiori.
Chiaki senyum pada perempuan itu, mengatakan, bahwa dia tidak perlu minta maaf. Jika apa yang terjadi di meeting memang kesalahan dan kerakusan ayahnya, tentu saja, dia tidak bisa begitu saja marah dan kecewa dengan tim penelitian yang dikepalai Kamui itu.
”aku akan berusaha bicarakan ini dengan ayahku,” janjinya pada Shiori.
                                                ------------------------------
Minho belum selesai pulang. Dia menghubungi berkali-kali Shiori, tidak pula diangkatnya. Dia agak kesal jadinya. Setelah beberapa kali menghubungi, barulah diangkat.
”aku masih berada di jalan,” kata Shiori. Dia tidak ingin menceritakan kalau dia baru bertemu Chiaki.
Ternyata, Minho baru saja keluar dari sebuah toko. Dia ingin memberikan kejutan kecil kepada Shiori. Perempuan itu pun menuju tempat yang sudah mereka janji bertemu bersama.
Minho membuka helm nya, sambil tangannya memegang sebuah boneka. Ternyata, dia ingin menggantikan boneka yang tadi pagi diberikan Shiori kepada adiknya. Sementara di seberang jalan, dia melihat Shiori sudah keluar dari mobilnya.
Minho langsung menaruh helmnya. Lalu, dia berjalan menyebrang menuju Shiori, sambil membawa boneka itu yang dia genggam dan dia sembunyikan di belakang tubuhnya.
Trotoar begitu sepi, bukan berarti tidak ada yang patuh dengan lalu lintas. Shiori tersenyum dari jauh pada Minho ketika dia sudah melihat lelaki itu sedang menyebrang. Mereka janji akan pergi ke cafe dekat tempat Shiori memarkirkan mobilnya.
Minho berlari kecil menyebrang, agar cepat sampai. Namun... dari jauh... sebuah motor balap melaju sangat kencang...
”LEE-KUN... AWAS!!!!,” spontan saja, Shiori berteriak... namun terlambat!
Motor balap itu menyerempet Minho dengan kencangnya.. sambil menghunus sesuatu... pisau!
”AH!,” kata Minho.
Minho berusaha mengelak. Jaketnya terkena goresan pisau, tepat di lengan atasnya. Boneka yang dia pegang terjatuh bersama dirinya.
Shiori langsung berlari menuju jalan penyebrangan itu.
Jalan sudah sepi, mobil satu persatu yang lewat karena lampu sudah hijau, menjadi berhenti melihat itu.
Minho memegang lengan atasnya. Shiori menghampirinya.
”tanganmu.. berdarah... ,” kata Shiori, mendadak dia jadi khawatir.
Beberapa orang langsung mengerubungi mereka dan bertanya.
”aku baik... hanya luka kecil...,” kata Minho pada mereka. Lalu dia mengambil boneka itu dan mencoba berdiri.
Shiori membantunya berjalan, menuju mobilnya. Motor Minho ditinggalkan begitu saja.
”lebih baik.. kita ke rumah susunmu saja,” katanya pada Shiori, sambil memegang lengannya yang terluka gores.
Pengendara motor yang tadi menabraknya melihat mereka dari jauh. Dia membuka kaca helmnya sedikit. Dari wajahnya, dia seorang perempuan. Lalu, dia tutup lagi kaca helm nya dan melarikan motornya dengan sangat kencang.
                                    -----------------------------------
Dalam rumah susun Shiori, dia berusaha untuk menjahit luka yang dialami Minho. Minho sedikit meringis dan dia melihat jaket hitamnya robek. Shiori pelan-pelan mengobatinya.
Setelah itu, Minho tetap memegang boneka beruang yang tadi dia beli.
”sebenarnya..ini kejutan yang ingin aku berikan padamu... ,” katanya pada Shiori.
Shiori tersenyum, dia menerima boneka itu dan sedikit memukul lengan atas Minho yang terluka, sehingga Minho mengaduh.
”ini kan sakit sekali loh... kamu gimana sih??,” dia mengeluh pada perempuan itu.
”ah.. membedah orang kok tidak merasakan sakit? Tapi begini saja sakit, Hehe,” canda Shiori padanya.
Mereka duduk bersamping-sampingan.
”lalu..siapa yang berusaha mencelakaimu.. Lee-kun??,”
Minho menggeleng, ”tidak tahu”.
Mereka saling diam-diaman. Minho masih sedikit mengaduh.

”tadi.. aku baru saja bertemu Akimoto-kun,” kata Shiori. Nadanya datar, berharap, Minho tidak marah padanya.
Sikap Minho biasa saja dan bertanya, apa yang mereka bicarakan. Shiori menceritakan semuanya. Minho lagi-lagi diam.
”apa aku salah???,” tanya Shiori.
Minho menggeleng,” iya (tidak).. hanya.. aku sudah melupakan nya.. dan jika ada urusan dengan Takeo.. cukup dengan Takeo,”
”Chiaki-kun sama sekali tidak tahu.. apa yang sesungguhnya terjadi pada orangtuanya.. ,”
”begitu juga kamu... sesungguhnya tidak semua tahu tentang dendam Takeo kepadaku”.
”apa.. kamu.. masih cinta dengan Akimoto-kun??,” tanya Shiori, sedikit ragu.
Minho menoleh. Dia mendekatkan diri pada Shiroi, mendekatkan wajahnya, pelan lalu menciumnya.
Shiori tidak bisa menolak ciuman itu, walau juga dia jadi malu dengan Minho.
Minho tersenyum padanya.
”sewaktu tadi pagi.. kamu memberikan boneka kepada Ran-chan.. aku sudah berjanji.. bahwa aku akan lupakan Chiaki-kun,”
Minho memeluknya dengan erat. Shiori membiarkan saja Minho memeluknya.
”aku sudah pastikan.. kalau Chiaki-kun adalah masa lalu ku..,”
”aku mengerti kekhawatiranmu tentang dendam Takeo.. namun.. kali ini.. Takeo tidak bisa melihat dirinya menang begitu saja,”
”apapun yang akan dia lakukan pada ku.. aku tidak akan menyerah begitu saja... Takeo tidak boleh lagi menguasai ku... atau merendahkan siapapun di Yutaka ini”.
Minho masih memeluknya dengan erat. Dan....Shiori merasakan pelukan Minho semakin hangat...


Bersambung ke part 18...