This is me....

Minggu, September 27, 2015

Everybody’s Darling (Part 8: Kenapa Harus Bersandiwara?)

Cerita ini hanya imajinasi saja kok.. jangan dimasukkan ke hati banget...

Minho menoleh sebentar pada Min Jung dan Hyo Rin yang terlihat justru terkesan akrab walau baru pertama kali jumpa. Ban memang tidak bisa dibohongi, apalagi, dia seorang yang berdekatan darah dengan pemilik manajemen tempat Minho bernaung.
“Lalu.. kamu ingin semua ini tidak berjalan?? Bagaimana nanti dengan karir mu, Minho??,” tanya Ban, serius.
“apa karirku akan berakhir jika tidak menuruti kemauan kalian??,” Minho jadi bertanya balik, mungkin saja dia akan mempertimbangkan. Dia dapat saja melawan, tetapi terkesan pasif.

“semua tergantung fans mu... manajemen hanya memberikan pilihan yang terbaik,” gantian Ban yang menjawab dengan diplomatis, padahal menekan keinginan Minho untuk menolak.
Minho berpikir, karirnya baru saja menanjak. Memang dia sudah terlanjur digosipkan dengan Roh Min Jung untuk kedua kalinya. Dan setelah drama ini, dia dan cewek itu banyak mendapatkan tawaran iklan dan promosi sampai bernilai paling tinggi diantara para artis lainnya, yang berarti, jika kedekatan setting-an ini terus berlanjut seperti sepasang kekasih, maka manajemen juga akan sangat diuntungkan, secara finansial, dia dan Min Jung pun diuntungkan.
“berpikir dewasa... aku hanya memberikan kesempatan sekali untuk berpikir ulang,” ujar Ban, dia lalu melangkah pergi dari Minho, meninggalkannya. Minho hanya sanggup mengepalkan tangannya.
Minho kecewa kehidupannya diatur, namun, dia harus berpikir ulang untuk kelanjutan karirnya. Dia hanya memandang Ban meninggalkannya.
                                                ............................................
Pesta mendekati usai. Hyo Rin lebih banyak diam di pesta itu, hanya melihat orang-orang sekeliling yang sibuk berbicara masing-masing dengan orang-orang yang mereka kenal.
“aku jadi sepi ditengah keramaian begini.. pasti nenekku mencari, dimana aku,” katanya dalam hati, lalu dia melihat Hp nya yang sangat sederhana, dan benar saja, beberapa pesan berupa text sudah ada di dalamnya.
Dia hanya membalas kalau dia pulang malam karena menghadiri pesta seseorang. Yang mengirimkan pesan adalah Ho Sung, adik lelakinya, yang tahu tentang surat undangan Minho untuknya.
Dia merasa sangat asing di tempat itu. Namun, dia pikir, pesta akan segera usai, ternyata malah bertambah ramai saja. Hatinya jadi galau dan ingin lekas pulang. Dia kesal hanya bisa sendirian sementara Minho dilihatnya sibuk bicara dengan teman-temannya.
Mendadak musik berubah, ternyata acara berubah pula menjadi semacam dansa bagi siapa yang ingin melantai. Iringan musik syahdu mengalun, seperti sebuah konser orchestra klasik.
Hyo Rin hanya memperhatikan dari beberapa meter. Minho pun menoleh padanya lalu menghampirinya.
“Ah.. maaf banget aku terlalu banyak ngobrol dengan teman-teman ku sendiri... ,”
Hyo Rin hanya menggelengkan kepalanya, dia sudah ingin sekali pulang.
“aku rasa.. aku sudah cukup menghadiri pestamu, Minho... saatnya aku pulang”.
Minho tidak suka itu, namun, dia memberikan tangannya.
“Kamu.. bisa berdansa bukan?? Satu dua langkah ..enggak apa dansa denganku”.
Hyo Rin begitu ragu. Dilihatnya, diujung sana, Min Jung seperti memperhatikannya. Apakah perempuan itu suka atau tidak, namun di depan Hyo Rin, Minho sudah menawarkan tangannya untuk digandeng berdansa.
“Lagi-lagi aku menebak... kalau kamu pasti berfikir tentang Min Jung...,” senyum Minho padanya.
Lalu, hanya dibalas dengan anggukan oleh Hyo Rin.
Tapi Minho malah menghampiri Min Jung sambil tetap menggandeng tangan Hyo Rin.
“aku sudah lama tidak berdansa dengan teman lama ku ini...,” kata Minho pada Min Jung.
Min Jung tertawa kecil, terkesan manis, menutup mulutnya untuk menahan tawa yang bisa saja lebar.
“Maksudmu... aku takut cemburu begitu, Minho?? ada-ada saja, hihihi”.
Hyo Rin malah jadi aneh, minta maaf dengan Min Jung. Tentu saja Min Jung juga jadi segan dengan cewek yang diajak dansa oleh Minho itu. Min Jung hanya mengatakan dirinya sebatas teman kerja dengan Minho. Min Jung pandai menyembunyikan perasaannya di hadapan Hyo Rin, yang sebenarnya di dalam hati, dia masih memiliki rasa pada Minho, mantan pacarnya itu.

Musik mengalun, Minho lalu mendekatkan dirinya pada Hyo Rin. Dengan kaku, cewek itu menyeimbangkan dansa Minho. Minho malah sengaja berbisik padanya, entah apa maksudnya dia memanas-manasi Min Jung supaya makin tidak memiliki perasaan padanya, atau memang membimbing Hyo Rin berdansa.
“jangan terlalu kaku.. kamu memang sepertinya tidak bisa berdansa classic ya??,” bisik Minho pada Hyo Rin.
Hyo Rin malah membalas sindiran Minho, bahwa dia hanya bisa berjualan kue, bukan hidup dalam lingkungan penuh kemewahan berhura-hura.
Minho tersenyum manis padanya, berdansa tapi malah menyandarkan dagunya sedikit ke bahu Hyo Rin.
“Tidak perlu menyindirku sampai begitu, Hyo Rin.. “
“Apa kamu mau membuat Min Jung cemburu padaku??,” tanya Hyo Rin.
“aku sudah bilang, antara aku dan Min Jung.. semua hanya setting-an,” jawab Minho.
“Jangan gegabah, Minho... aku tidak suka dengan semua ini.. kenapa kamu sangat bersifat seperti anak-anak sih?? Karir mu bisa hancur, Minho.. aku tidak mau jadi yang tertuduh,”
“tak ada yang bilang kamu tertuduh bukan?? Lagipula, aku katakan pada Min Jung dan yang lainnya.. kalau kamu hanya teman SMA ku.. tidak lebih,”
Hyo Rin kehabisan akal, tak tahu harus bicara apa lagi. Rasa tertindasnya terlihat makin jadi. Sebenarnya, Minho pun tidak ingin berkata atau bernada mengancamnya, Hyo Rin yang tidak ingin kebaikan Minho padanya harus dibalas budi, terpaksa saja menerima kenyataan hari ini.

Ban memandang mereka berdua berdansa dengan rasa curiga, Minho tahu itu, dia memainkan lagi sikap manipulasinya dengan baik.
“Hey.. jangan kaku banget dong... lihat caraku dansa,” ujarnya pada Hyo Rin.
“manajer mu pasti melihat,” jawab Hyo Rin.
“aku memastikan diriku malas untuk menjawab tantangannya soal hubunganku dengan Min Jung.. kamu mungkin tahu kalau aku pernah dekat dengannya.. tapi ‘tuk sekarang, kedekatan itu hanya sebatas teman kerja,” balas Minho lagi, sambil tetap berdansa klasik, mengikuti irama musik dan langkah Hyo Rin.
“Wajahmu terlihat tidak senang.. aku tahu itu,” ujar Minho lagi.
“Kamu tidak tahu rasanya, bagaimana nanti segala urusan pribadi akan jadi urusan publik,” lanjutnya lagi.
“Resiko bukan?? Namun aku tidak ingin terlibat,” balas Hyo Rin.
Minho tersenyum, malah melepaskan tangannya dari telapak tangan cewek itu dan menghentikan dansanya, lalu menuju meja minuman.

Cowok itu tersinggung dengan perkataan Hyo Rin baru saja, namun dia mencoba menahannya. Karena memang jurang mereka terlihat sangat dalam. Jika orangtua Minho tahu, cewek yang dia sukai itu walau pernah menjadi anak orang kaya, namun sekarang bangkrut dan tinggal di lingkungan kumuh di tengah modernitas kota metropolitan, rumah yang hanya dari kayu dan beratap seng plastik kasar, dengan listrik seadanya, sudah pasti orangtuanya menganggap Hyo Rin hanya perempuan kasta rendah. Dia tahu benar akar sosial bahwa orang kaya harus juga menikah dengan orang kaya, atau dia dan keluarganya akan di bully habis-habisan hanya karena menuruti kata hatinya sendiri.
Minho memegang gelas bertangkai diatas meja cukup lama. Pikirannya melayang-layang.
“Memang tidak mungkin rasanya menjadi pangeran untuk dunianya... aku terlalu naive.. menafikkan kalau pekerjaan ku bisa bertentangan dengan perasaanku terhadapmu, Hyo Rin... tapi jujur, aku belum menemukan perempuan yang pantas dari dunia ku sendiri”.
Hyo Rin hanya memandangnya dari jauh, dia tahu... ya, dia sangat tahu, Minho menyukainya dengan kejujuran hatinya, bukan sekedar mencari sensasi bahwa dia akan memacari dirinya yang miskin supaya karirnya menanjak, justru malah akan membuat karirnya hancur jika fans nya tahu.
“Jangan kamu menghancurkan dirimu sendiri, Minho.. langit dan bumi selamanya tidak akan pernah dekat,” kata hatinya Hyo Rin.
Lalu Minho kembali menghampiri Min Jung dan mengajaknya berdansa.
Orangtuanya melihat anak dan teman artisnya itu berdansa, menjadi tersenyum, lalu menoleh pada Hyo Rin. Hyo Rin membalas juga dengan senyuman. Hatinya galau, lekas ingin pulang, tidak ingin menyakiti hatinya sendiri, ataupun Minho.

Pesta mendekati usai, satu persatu semua meninggalkan acara itu. Minho mengubah suasana hatinya supaya orang-orang disana yang masih di acara itu tidak mengetahui perasaannya saat itu.
“Terima kasih sekali, paman dan bibi berkenan hadir... jangan sungkan kalau ingin mampir kesini,” basa basi Minho pada kolega ayahnya, dengan senyum manisnya.
“yang awet ya.. dengan Roh Min Jung.. sepertinya dia memang artis yang baik,” kata isteri kolega ayahnya Minho itu, sambil menepuk genit pundaknya.
Minho tertawa kecil dengan guyonan isteri teman ayahnya itu, tidak berkomentar apapun, dan mereka pun pamit.
Semuanya sudah sepi, hari sudah mulai malam.
Hyo Rin hanya duduk di luar yang tidak banyak diketahui orang. Dia membiarkan dirinya sendirian saja, menunggu mereka semua satu persatu pulang. Termenung sendirian, membayangkan kenapa hidupnya akhir-akhir ini seperti sedang dibuat-buat dan terkesan sangat dramatis. Dia tidak ingin menjadi beban bagi siapapun, seharusnya dia yang bisa membahagiakan siapapun, terutama keluarganya. Dan dia membayangkan, jika menerima ajakan Minho untuk berpacaran, pastilah baginya dunia kiamat... tidak sepantasnya dia menerima itu, dan tidak dapat juga Minho memaksanya untuk hubungan ini.. semua baginya hanya dunia imajinasi... khayalan yang tidak akan terjadi... dan semestinya dia berpegang pada kenyataan, sesuatu yang tidak mungkin, tidak perlu dikhayalkan.

Ternyata Minho mencari Hyo Rin, dia menoleh sana-sini, sementara setiap pasangan sudah pulang.
“apa dia pulang tanpa sepengetahuanku??,” katanya dalam hati.
Namun Ban dan yang lain masih berada di dekatnya, termasuk Min Jung.
“Oppa.. aku pulang dulu...,” kata Min Jung dengan senyumnya.
Sementara Byung Ho memperhatikan gelagat aktor yang berada dalam lingkupnya itu.
“Hey hyeongje.. kamu ini kenapa sih masih menolak Min Jung?? Aku enggak enak hati dengan Manager Ban,” bisiknya pada Minho.
Minho masih menoleh sana-sini dan menjawab,”aku sama sekali tidak menolak tawarannya untuk tetap berpacaran settingan.. hanya.. tidak bisa lagi masuk serius ke hatiku,”
Matanya terus melihat lihat... kemana Hyo Rin?? Apa sudah terlebih dahulu pulang?
“Terima kasih atas kehadiran Anda dipesta kecil ini, Tuan Ban.. semuanya tidak seberapa,” kata ayahnya Minho, berbasa-basi.
Ban menunduk hormat pada orangtua itu, dia berbasa-basi juga kalau pestanya walau sederhana namun meriah.
“Kami semua berharap Minho akan lebih bersinar lagi di waktu waktu berikutnya... mungkin mulai minggu depan... dia sudah menggunakan jasa bodyguard,” balas Ban.
Minho mendengar itu, dalam hatinya antara senang namun juga tidak enak. Tandanya, kehidupan kebebasannya semakin berkurang.
Namun, dia berusaha menghargai Ban, menunduk hormat padanya dan berterima kasih.
“tiga hari lagi.. kontrak baru akan segera ditandatangani.. produk minuman,” kata Ban.
Lee berterima kasih Ban telah membimbing anaknya, Minho, menjadi aktor yang sukses. Perjuangan Minho yang panjang untuk menjadi seorang aktor terkenal rasanya sudah mulai berhasil. Namun begitu, Lee berbasa-basi, kalau Ban sebaiknya terus membimbing anaknya dengan penuh kesabaran.

Semua telah berada di depan mobil.
Minho bicara dengan senyum pada Min Jung.
“sampai jumpa tiga hari ke depan.. tetap semangat untuk iklan berikutnya,”
Min Jung membalas Minho dengan senyuman lagi.
“aku senang bekerjasama dengan Oppa Minho.. ,” lalu menunduk hormat.
Tidak ada pembicaraan lain, Minho tidak ingin menyinggung soal pacaran setting-an dan begitu pula dengan Min Jung.
Min Jung masuk ke mobil, mereka semua lalu saling melambaikan tangan dan berpisah.
                                    ..............................................
Minho mencari dimana Hyo Rin berada.. ternyata, dia duduk di pojokan pinggir kolam renang. Kolam renang memang bukan tempat untuk berpesta.
Minho lalu ikutan duduk di pinggir kolam, disampingnya.
“baju darimu basah,” kata Hyo Rin, memulai pembicaraan.
“Untukmu saja.. aku sudah janji kalau aku mau berikan.. jangan kembalikan padaku,” balas Minho.
“aku harus pulang... nenekku pasti mencari,” ujar Hyo Rin lagi.
Minho lalu berdiri dan menjulurkan tangannya, agar Hyo Rin menyambutnya.
Hyo Rin menyambutnya, namun, Minho malah memeluknya.
“aku merasa... dalam hatimu.. kamu enggak suka aku,” katanya pada Hyo Rin.
Cewek itu diam, dia memang harus tetap berpegang pada kenyataan, bahwa dia dan Minho adalah langit dan bumi.. tidak akan pernah bisa bersatu, dia tidak ingin menghujamkan hatinya untuk cowok yang tengah memeluknya itu.
Dia tidak ingin menyinggung hati Minho, walau perkataan cowok itu memang benar.
“aku akan kembalikan baju ini setelah selesai ku cuci,” katanya pada Minho.
“aku kan sudah bilang.. kalau baju ini semua dan aksesorisnya untukmu.. kenapa sih.. kamu sebegitu enggak sukanya dengan ku?? Katakan saja, Hyo Rin,” balas Minho.
Suasana terdiam lagi. Hyo Rin merasa takut mengatakan perasaan hatinya pada cowok itu.
Minho tetap memeluknya.
“kamu dan aku... satu detikpun tidak akan pernah bisa bersama, Minho... jika aku bumi... maka kamu lah langit,”
“jika bumi ada tanpa langit.. maka ia bukan bumi... bumi takkan melihat bulan.. takkan melihat matahari,” balas Minho.
“kamu sama sekali enggak menerima cintaku,” lanjutnya lagi.
Minho melepaskan pelukannya kepada Hyo Rin, dia tidak menunjukkan rasa kecewa atas penolakannya. Namun, malah tersenyum pada cewek itu.
“aku enggak menyalahkan perasaanmu... aku menyalahkan kondisi kita yang berbeda,” ujar Minho.
Lalu, Minho malah tertawa. Tertawa sebuah kekecewaan.
Dia lalu menggenggam tangan Hyo Rin.
“Ayo.. aku antarakan ke rumahmu.. ini sudah malam.. “.
Hyo Rin tetap menolak.. namun Minho tetap ingin mengantarkannya, tidak peduli seberapa buruk cewek itu bercerita tentang kondisinya.
                                                ...........................
Sebuah daerah di tengah kota besar semestinya tidaklah kumuh, namun, kota se modern itu ternyata menyimpan sebuah sisi lain. Mobil Minho masuk ke sebuah wilayah yang jalannya sama sekali tidak mulus, kanan kiri dilihatnya beberapa kucing liar berjalan mencari makanan. Sisi kanannya dilihatnya setumpukan barang-barang bekas. Rumah-rumah disisi kiri dan kanan ada yang terbuat dari triplek, ada yang dari seng atau akrilik, dengan tiang listrik yang pendek serta kabel-kabel besar seperti dekat dengan kepala.
Sampai pada sebuah rumah yang mungkin bagi ukuran kesejahteraan mereka, itu adalah rumah tidak layak. Atapnya pendek, pintunya terbuat dari triplek.
“aku membawamu ke tempatku yang sebenarnya,” ujar Hyo Rin.
Minho merasakan kepedihan hati cewek itu. Bagaimana tidak, jaman sekarang, banyak perempuan muda ingin merasakan kekayaan dan kemewahan agar bisa dipandang banyak orang, namun Hyo Rin justru tinggal di kehidupan yang tidak layak huni.
Minho tetap tersenyum.
“Tapi... aku tidak sakit perut kan.. saat makan kue beras buatan nenek mu??,”
Dia ingin menutup perasaan sedih Hyo Rin. Minho sadar, dirinya juga berangkat dari bawah, dan ketika dia berhadapan dengan perempuan ini, rasa sosialnya justru bangkit. Tidak ingin cuek dengan sekeliling.
Ternyata, waktu jam 22.00 sudah waktunya tidur bagi semua, namun tidak dengan sang nenek.
Ketika Hyo Rin membuka pintu ringkih itu, sang nenek sudah menunggunya.
“Buta???,” tanya hatinya Minho, spontan.
Entah mengapa, Hyo Rin seperti mengetahui pertanyaan hati Minho, dia lalu tersenyum pada cowok itu.
“Nenekku tidak bisa melihat,”
Minho langsung sadar dari sedikit terkejutnya.
“Oh...,”
Tapi dia tetap menunduk hormat pada nenek tua yang berdiri di depannya itu sambil memegang tongkat.
“aku Lee Minho... mannaseo bangahabnida,” senyumnya pada nenek Na Ri.
“Tidak biasanya Hyo Rin membawa teman lelaki ke sini,” balas dan senyum sang nenek.
Minho langsung ramah pada orangtua itu.
“aku teman lamanya, Nek.. tapi Hyo Rin hampir tidak pernah bercerita padaku, kalau semua tinggal disini”.
Minho berbohong lagi, untuk mendekatkan dirinya pada nenek Na Ri.
“Hyo Rin begitu takut kalau ada teman lelaki, tahu kalau keadaan kami begini,” ujar Nek Na Ri.

Minho hanya tersenyum. Siapa yang tidak ingin semuanya serba tercukupi? Hanya saja, takdir dan nasib kehidupan setiap orang berbeda. Dan Hyo Rin termasuk cewek yang kuat, tidak berani meninggalkan nenek dan kedua adiknya dengan ikut bunuh diri bersama kedua orangtuanya.
“Hyo Rin cewek yang kuat ya... sama sekali tidak ingin terlihat sedih dimata siapapun,” senyum Minho.
Hyo Rin membuatkan teh untuknya. Diam-diam, Minho menggenggam tangannya pelan sekali, dengan lembut.... Hyo Rin tidak bisa menolaknya, atau gelas akan jatuh dan menimbulkan kegaduhan bagi neneknya.
“Sungguh, Nenek beruntung sekali memiliki cucu yang kuat... kalau aku menjadi Hyo Rin.. mungkin aku sudah tak tahan dengan ini semua,” ujar Minho lagi.
Nenek Na Ri hanya berkata bahwa ia bersyukur masih bisa hidup bersama dengan ketiga cucunya, walau anak dan menantu terlebih dulu meninggalkannya. Ia tidak menyadari bahwa air mata cucunya sudah mulai menetes.
Minho mengusap pelan air mata Hyo Rin yang sudah jatuh ke pipi cewek itu...dengan lembutnya, sampai tidak terdengar suara gerakan tangan Minho di permukaan pipi cewek itu.
Minho lalu berdiri, dia ingin segera pulang karena baginya, besok dia masih harus memikirkan pekerjaan.
Dia pamit dengan menunduk hormat pada nenek Na Ri dan keluar rumah.

Di depan rumah gubuk itu, Minho tersenyum.
“aku mengerti apa maksudmu...,” katanya pada Hyo Rin.
Namun.. apa yang dilakukannya ketika mereka berdiri saling berhadapan di depan rumah lingkungan kumuh itu??
Minho menggenggam kedua tangan Hyo Rin, lalu menciumnya dengan lembut.
Tidak ada rasa senang di dada cewek itu, namun ia kembali meneteskan air mata.
“sebenarnya.. aku tidak perlu ragu atas perasaan suka ku padamu,” kata Minho ketika dia menyudahi ciumannya itu.
Hyo Rin diam, matanya tetap berkaca-kaca.
Minho lalu menunduk hormat padanya.
“aku pamit... jika kamu membutuhkan ku.. setiap saat.. aku akan berusaha ada untukmu..”
“sampai jumpa lagi, Hyo Rin...”.
Hyo Rin tidak sanggup berkata apapun, dia melihat Minho membalikkan badannya.
Dia diam saja, tanpa menjawab apapun perkataan Minho.
Minho terus jalan menuju jalan agak besar tempat dia memarkirkan mobilnya.
Sampai hilang tak lagi terlihat oleh Hyo Rin, lalu cewek itu terduduk bersimpuh di depan pintu.
Dia menutup mukanya, menangis dengan suara serak.
“Minho.. maafkan aku...”
“aku enggak mau lagi berfikir tentangmu....”.
“aku harus lupakan kamu... selamanya....”
Suaranya begitu serak, dia menyesali dirinya bertemu dengan Minho... dia dan cowok itu tetap bagai langit dan bumi... yang mungkin saja saling melihat, tapi takkan pernah bersama..

Bersambung ke part 9...