Namanya juga cerita imajinasi... jangan pernah dimasukkan ke hati..
Malam
itu, pikiran dan perasaan Aiko sangat sedih, kekecewaannya bertumpuk pada ayah
dan keluarganya sendiri. Jelas-jelas dia tidak ingin berpisah dengan Minho , namun esok sidang kedua tetap berjalan. Pikirannya
kusut, kerjanya hanya menangis dan Kumiko berusaha menenangkannya.
Sementara
Minho di dalam kamar Aiko. Dia terlihat sangat bingung, kembali merenung
panjang mengapa semua ini terjadi, mau apa dia jika tidak bisa mempertahankan
kehidupan rumahtangganya lagi. Dia
pun lalu mengirimkan pesan pada Ken atas apa yang akan terjadi.
”lebih baik kamu pulang ke Seoul, Minho
kun... keluarga Kohashi memang sepertinya sudah tidak lagi menerimamu,” balas
Ken setelah Minho puas mengetik semua perasaannya.
”jadi aku harus cerai??,” ketik Minho.
”semua terserah padamu.. nilai akademikmu
juga sudah hancur... hidup di negara ini tidak mudah, kita mesti berjuang,”
balas Ken lagi.
Minho seperti buntu semuanya. Ken
menyarankan agar kembali ke seoul jika perceraian terjadi. Kuliah Minho jadi
berantakan semenjak dia salah pilihan untuk tetap hidup dalam pernikahan usia
muda. Dia terlalu berpikir pendek sementara hampir semua anak muda diusianya
tidak akan pernah berbuat seperti apa yang dia dan Aiko lakukan.
”tidak terlalu hancur.. tapi ambang ku
untuk tetap bisa dapat beasiswa rasanya susah,” keluh Minho.
Ken menepuk-nepuk pundak Minho,
menenangkan sahabatnya itu. Ken sendiri bukan tipe orang yang sebenarnya
santai, dia tipe cowok khawatir, namun sebagai seorang sahabat, dia berusaha
membagi pikirannya untuk membantu Minho.
”lebih baik kamu pulang... berfikir.. tapi..
aku sih enggak berharap banget kalian bercerai.. kalau butuh bantuan ku di pengadilan... silahkan
aja,” ujar Ken.
Lama mereka bicara tentang hidup masa
depan. Jika memang Minho harus kembali, dia akan meneruskan kuliahnya dengan
subjek yang sama.
”bagiku bukan soal kuliah.. aku berada
diantara kegamangan.. aku enggak sanggup berpisah,”
Ken kembali menepuk-nepuk pundak Minho.
”kedewasaan dalam berumahtangga memang harus
diuji,”
”pikiranku kusut.. seperti sudah waktunya
akan pisah, tapi juga belum bisa terima kenyataan,” balas Minho.
Dengan bertambah umur saja menghadapi
masalah rumah tangga bisa sangat emosi, apalagi dalam usia yang semuda ini. Salah langkah itu memang tidak
mengenakkan, membuat menderita fisik dan mental. Namun, kalaupun memang
kenyataannya harus berpisah, rasa yang sudah berkembang bisa saja sulit
tergantikan.
”ah.. itu kan karena kamu memang lagi
pusing..,” kata Ken lagi.
Kepusingan yang berakibat dari
ketidakdewasaan dan ketidaksiapan jadi dewasa. Jika memang sudah saatnya
berpisah.... apa mau dikata?
.....................................................
Minho mencoba saja menerima kenyataan,
beberapa hal yang telah dilakukannya tidak meningkatkan kedewasaannya dalam
berfikir.
” Aku berharap, Yang Mulia Hakim mengerti
masalah ku yang sebenarnya dan membatalkan semua tuntutan yang dibebankan
kepadaku dari keluarga Kohashi,”
Hari itu, mereka memulai sidang yang ke
tiga. Minho tetap alot ngotot, bersikeras kalau dia tidak ingin berpisah. Menginginkan
perpisahan sama dengan menginginkan kehancuran juga pada studi nya. Dosennya
sudah memperingatkan dia, tahun ini sama sekali dia tidak bisa mendapatkan
fasilitas beasiswa lagi, nilai-nilai mata kuliahnya anjlok total!
Begitu juga yang dialami Aiko. Sebagai
seorang mahasiswi fakultas kedokteran, tidak mampu memahami apa yang
disampaikan para dosennya akan berakibat fatal. Nilainya juga turun. Kohashi
makin garang dengan apa yang dialami anak bungsunya itu. Dia sama sekali tidak
memberikan kesempatan baik bagi Minho dan Aiko untuk bertemu,apalagi berdamai
soal nasib rumahtangga mereka.
” Kami keberatan dengan permintaan Anda,
Tuan Lee. Dalam kasus ini, sesuai dengan apa yang menjadi perjanjian
sebelumnya, keluarga Lee akan memberikan jaminan bulanan kepada anak dari
Kohashi Aiko, sesuai dengan jumlah yang tertera, sampai anak menjadi besar,
berusia 16 tahun. Keputusan perpisahan tidak dapat diganggu gugat,” jawaban
sang hakim.
” aku sama sekali tidak setuju! Aku memang salah, Kohashi-san.. Hakim
ketua... tapi aku tidak ingin semuanya jadi begini!,”
Minho langsung protes berat. Dia memang sudah
berusaha keras. Dalam sidang sebelumnya, dia juga bersikeras membantah
satu-persatu berkas yang disampaikan oleh pihak isterinya yang terkesan dia
menelantarkan kehidupan Aiko.
Begitu juga dari sisi pembelaan Aiko
terhadapnya.
”saya keberatan, Yang Mulia Hakim... semua
bisa saya bantah satu persatu,” ujar Aiko pada hakim.
Walau mereka tidak tinggal lagi bersama, namun
di keseharian sewaktu jam kuliah kosong, menyempatkan diri untuk saling
bertemu.
”kamu yakin.. kita sudah tidak bisa lagi
bersama??,” kalimat itu yang akhirnya dilontarkan Minho pada Aiko di sebuah
taman sederhana.
Mata Minho begitu seperti orang yang
berputus asa. Bayangan bahwa dia akan keluar dari jepang semakin tajam saja,
kembali ke negaranya, tanpa bisa menolak, berpisah dengan anak dan isterinya.
Aiko menunduk, menangis pelan. Sebenarnya,
dia yang merasakan paling takut dengan perpisahan, terutama dengan nasib anak
mereka yang masih sangat kecil.
Minho berusaha tersenyum dengan nasib
mereka berdua. Dia mengelus
pipi pasangannya itu dengan lembut.
”rasanya, berjuta maaf aku sampaikan
padamu, Aiko-chan.. aku meminta maaf tidak dapat menjadi yang terbaik
untukmu...kalau kita berpisah, belum tentu aku kuat... aku sendiri takut
menghadapi ini”.
Aiko tidak bisa menjawab apapun, dia lelah
fisik dan batin. Lelah, kenapa rumahtangganya gagal diusia muda, padahal dia
begitu mencintai Minho tetapi tidak bisa menguatkan kedua orangtuanya agar
tidak memisahkan mereka.
Minho pun lelah dengan sifatnya sendiri
yang masih anak-anak dan dia menyadari, dia seperti belum pantas menjadi
seorang ayah dan suami.
”katakan saja pada Sakurako-chan..suatu
hari nanti... kalau ayahnya sedang belajar dan sibuk sekali.. tapi pasti,
ayahnya sangat merindukannya setiap hari, lalu kembali kesini membawa coklat,
permen dan boneka untuknya.. aku akan sangat kangen kalian berdua..”.
Aiko akhirnya menangis kencang juga, Minho
langsung berdiri dan memeluknya, air matanya ikut berlinang.
”maafkan aku, Aiko-chan... dengan kamu
menangis, aku semakin terluka.. aku semakin sakit, keinginan dan impianku hidup
bahagia belum bisa ku gapai”.
Minho berusaha menahan tangisannya, namun
hatinya tidak bisa memungkiri, bahwa dia pun menangis. Dia tahan isaknya
sendiri, tenggorokannya sakit, dia diam saja, supaya Aiko tidak mendengar
tangisannya. Dia tidak ingin membuat pasangannya itu semakin sedih.
”aku tidak ingin begini... aku tidak
ingin,” ucap Aiko dalam tangisannya.
Minho masih menahan tangisannya supaya
suaranya tidak terdengar menangis, masih memeluk Aiko dengan erat.
”Aku mencintaimu...jika ada kesempatan
kembali lagi.. aku akan kembali padamu dan Sakurako-chan... Jika aku bisa
kembali... ijinkan aku kembali lagi, Aiko chan... aku akan kembali untuk kalian
berdua”
Minho bukan orang yang tahan dengan rasa
sakit dan trauma, dia akan pergi jika sebuah trauma akan menimpanya, bahkan,
untuk tidak mengulangi lagi, dia akan berusaha melupakan apa yang terjadi,
walau dalam kegamangan dan dia bisa saja lebih dalam lagi mengingat trauma itu.
Hanya, kali ini, dia berjanji untuk kembali lagi, tidak untuk meninggalkan anak
dan isterinya begitu saja. Sisi ketakutan dan keposesifannya muncul bersamaan.
”lantas.. bagi Lee-san.. apakah
arti Kohashi-san dalam hidup Anda.. jika beberapa kali Anda melukainya?,” Tanya
pengacara keluarga Kohashi pada Minho .
“aku
katakan pada kalian, bahwa aku memang belum dewasa dalam sisi ini.. aku
menyimpan kenangan masa lalu… dan kasus ketidakberesanku mengurus rumahtangga
kami, sudah aku balas dengan bekerja.. sudah ku katakan permintaan maafku
berpuluh-puluh kali atas hampir selingkuhnya aku dengan mendiang mantan
pacarku… namun aku juga menebus dengan perasaanku seperti ditolak oleh keluarga
Kohashi-san,” bela Minho bagi dirinya sendiri.
Aiko
berharap, dengan apa yang dikatakan Minho panjang lebar tentang kejujuran hati
lelaki itu pada kesalahannya dan mengakuinya, akan mengurangi kekerasan hati
keluarganya dan Minho akan kembali bersamanya.
“Kami
tetap bersikeras.. kalau hal ini sudah sesuai dengan tuntutan,” kata pengacara
keluarga Kohashi.
Diam-diam,
Aiko hanya menunduk, dia menempelkan sapu tangannya di ujung mata.
Minho memperhatikannya, sepertinya,
kehidupan rumahtangga mereka akan segera selesai. Orangtuanya pun tidak hadir
untuk keputusan mereka yang terakhir. Semua sudah menjadi tanggungjawabnya
sendiri.
”aku membela diriku untuk kebahagiaanku
sendiri, Yang Mulia,” kata Aiko dengan suara yang bergetar.
”aku memang juga salah dalam beberapa
hal.. aku meminta semuanya ditangguhkan.. aku tidak ingin perceraian.. jika
memang hanya ada perpisahan dalam waktu lima tahun saja, sampai Sakurako-chan
mulai masuk sekolah taman kanak-kanak.. aku menyanggupinya,”
Minho menoleh padanya, dia langsung
berbisik kepada pengacaranya, minta bicara dihadapan hakim.
Tapi Kohashi sudah berdiri terlebih
dahulu, dia keberatan dengan permintaan anaknya sendiri.
”kamu benar-benar perempuan yang lemah,
dia hanya akan memanfaatkan kelemahan hatimu dengan mengajaknya kembali.. walau harus sampai usia sekolah cucuku
sendiri... aku tidak setuju sama sekali!”
Minho langsung berdiri dari duduknya dan
berkata lantang kepada Kohashi.
”Tidak sama sekali dalam hatiku ingin
memanfaatkan perasaan anak mu dan kedudukanmu, Kohashi-san! Aku setuju jika
kami berpisah dalam waktu lima tahun.. aku tetap akan memenuhi persyaratan yang Aiko chan ajukan padaku”.
Aiko tersenyum pada Minho, walau air
matanya menetes.
”benarkah.. Minho kun akan tetap setia
padaku.. sampai percobaan lima tahun ke depan hidup kita??,”
Minho mengangguk dan malah menunduk hormat
pada isterinya itu.
”aku berjanji.. aku berjanji sebagai
seorang pria dewasa... andai kedua orangtua ku akan menyuruhku kembali ke kota
kelahiranku... aku tetap akan kembali melihatmu dan Sakurako-chan.. ”.
”aku sudah lelah, Aiko chan.. aku tidak ingin lagi menyakiti perasaan
siapapun, termasuk perasaan ku sendiri...”
”aku... ”
Minho diam sejenak, suasana memang menjadi
senyap.
”aku... takut kehilanganmu... tapi
mungkin.. jika memang waktu lima tahun akan membuatku dewasa... aku bersedia
dengan keputusanmu... jangan pergi dari kehidupanku”
”aku juga cinta kamu, Minho kun... aku
sudah tidak tahu, bagaimana aku tanpa kamu dan anakku,” ujar Aiko.
Minho menegakkan punggungnya lagi, lalu
dia menunduk hormat pada Kohashi, walau bersebrangan posisi dari dirinya.
”kali ini.. aku tidak akan menunda
keputusanku lagi.. aku
bersikeras dan setuju dengan keputusan Aiko chan, ayah... maafkan aku.. dan aku
akan kembali dengan kepercayaanku dan cintaku pada isteri dan anakku”.
Kohashi terdiam. Dia tetap memasang wajah
yang keras, dia sudah kesal dengan menantunya itu. Tak tahu lagi, lebih baik
dia ingin saja keluar dari ruangan itu, sebab anaknya pun sama sekali tidak
menginginkan sebuah perceraian.
Tidak cukup hanya meminta pada mertua
lelaki, Minho pun lalu menegakkan badannya, menoleh ke belakang, berdiri tegak,
lalu menunduk hormat dalam-dalam pada
mertua perempuannya.
”Ibu.. aku mohon ibu menerima permintaan
maafku.. dan menerima kesungguhanku.. bagiku, Aiko chan dan sakurako chan
adalah hidupku... aku ingin ibu memaafkanku”.
Ketakutannya muncul seiring detik demi
detik menjelang keputusan hari itu.
Minho menitikkan air matanya di hadapan
ibu mertuanya itu.
”aku sudah menyesal akan apa yang telah
kuperbuat... jika aku melepaskan nya... aku lebih menyesal dan lebih perih,”
Isteri Kohashi tersenyum, dia tahu pada
dasarnya menantunya itu bukan lelaki yang tidak bertanggung jawab, hanya belum
dewasa saja.
”aku tahu.. kamu sama sekali bukan lelaki
pengecut, Minho kun... dan semua keputusan aku serahkan pada anakku dan kamu”.
Aiko begitu terharu dengan keputusan
ibunya. Kumiko tersenyum pada adiknya itu. Dari awal juga dia hanya bersikap
sebal saja dengan iparnya, namun tidak membencinya.
Kohashi masih sangat kecewa dengan
keputusan anaknya sendiri. Aiko menangkap perasaan itu, dia pun meminta maaf
saat itu juga dengan perasaan dalam.
”aku tahu ayah kecewa dengan keputusanku..
aku tahu ayah menginginkan kebahagiaan hidupku selanjutnya.... namun
kebahagiaanku bersama Minho kun”.
”apa kamu ingin dilukai untuk yang
kesekian kalinya??,” tanya Kohashi dengan nada pedas dan tegas.
Aiko menggeleng, dia katakan bahwa dia
yakin, Minho tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan dia berani untuk
diusir dari keluarga Kohashi jika memang Minho mengingkari janjinya.
Minho kaget dengan keputusan isterinya
itu, mereka masih muda, masih 19 tahun, namun Aiko sudah berani mengambil
keputusan yang berat.
Aiko menoleh pada Minho.
”aku ingin menjadi perempuan yang bersikap
dewasa, memiliki keputusan sendiri.. dan keputusanku mempertahankanmu, Minho
kun..”
Minho senyum, malah menunduk hormat kepada
isterinya.
”terima kasih, Aiko chan.. aku menghargai
itu”.
Kohashi benar-benar kecewa, dia melangkah
keluar ruang sidang, benar-benar tanpa memperhatikan hakim yang masih berada di
ruangan. Isterinya berlari mengejarnya, juga keluar dari ruangan itu.
Hakim pun mempertimbangkan hal itu. Dia
dan kedua pengacara berbicara. Minho hanya menunduk di tempat duduknya,
berharap, keputusan cerai benar-benar tidak terjadi. Setidaknya, walau dia akan
berpisah tapi hanya lima tahun.. hal itu tidaklah lama.
Akhirnya, hakim memutuskan, bahwa mereka akan
berpisah selama lima tahun, dan Minho tetap bertanggung jawab kepada isteri dan
anaknya itu. Selama lima
tahun itu, masing-masing mereka tetap akan meneruskan kuliahnya, sampai
kemudian Aiko akan lulus, barulah mereka akan dipertemukan lagi.
Tanpa ba bi bu, Minho langsung menunduk
hormat berterima kasih atas keputusan pengadilan dan dia langsung berlari
memeluk Aiko.
Dipeluknya erat-erat pasangannya itu, dia
berlinang air mata.
”aku cinta kamu, Aiko chan.. aku cinta
kamu... maafkan kalau selama ini aku tidak dewasa.. aku janji.. aku tidak akan
menelantarkanmu lagi.. walau aku harus kembali ke Seoul”
Aiko merasakan pelukan Minho hangat
sekali, pelukan yang tidak lagi hambar semenjak satu tahun terakhir mereka
sering bertengkar dan malah berujung ke pengadilan.
”aku akan menunggu... ini ujian kita,
Minho kun”.
”aku yakin.. ujian ku yang ini akan lulus,
Aiko chan... semua karena mu dan Sakurako chan,” balas Minho.
Aiko tertawa kecil melihat Minho
menitikkan air mata. Dia lalu berjingkat dan membantu Minho menyeka air matanya
itu.
”aku pasti tunggu.. lagipula..aku sibuk..
aku takut nanti Minho kun akan menggangguku kalau aku belajar”.
Minho membalas tawa kecil Aiko dengan
pelukan.
Mereka saling berpelukan cukup lama,
sampai setelah itu berterima kasih pada semuanya.
Esoknya, Minho memutuskan tidak lagi
melanjutkan kuliahnya. Ken dan Makoto, dua sahabat mereka merelakan saja Minho
pulang ke negara asalnya. Persahabatan tidak selesai sampai disitu dan dihari
itu saja. Mereka akan tetap saling tertawa di video dan chat.
”sayonara,
Minho kun... baik-baik disana.. kalau kamu selingkuhi Aiko chan.. sudah pasti..
kami tidak akan lagi jadi sahabatmu!,” kata Ken, setengah teriak ketika Minho
sudah masuk ke ruang tunggu.
Minho tertawa ringan sekali.
”Kalau kamu rebut isteriku.. kamu akan
mati, Ken kun! Dan kamu juga, Makoto kun... awas!”.
”Tto
Bwayo... sampai jumpa lagi semuanya!,”
Dia melambaikan tangan pada semuanya.
Aiko menggendong Sakurako yang sedang
tidur lelap. Bayi itu tidak tahu, ayahnya meninggalkannya untuk lima tahun
kemudian, barulah mereka akan bertemu lagi. Pernikahan yang terlalu muda sudah
sempat hampir menghancurkan kehidupan mereka bertiga.
Aiko menitikkan air mata ketika dia
melihat Minho membelakangi mereka, berjalan masuk ke ruang tunggu, sebentar
lagi pesawat akan segera pergi membawa Minho ke rumahnya di korea.
Ken dan Makoto menepuk-nepuk pundak Aiko
dengan lembut.
”aku yakin, Minho kun tidak melanggar
janjinya..,” kata Makoto.
Ken mengangguk mendukung perkataan
sahabatnya itu.
”Minho kun.. dia orang yang setia kok..
tenang saja.. dia tidak tega
padamu.. terutama pada Sakurako chan”.
.................................
Suasana sore dibandara memang sibuk.. Aiko, yang sudah lulus, menggandeng
seorang anak kecil berusia
sekitar lima tahun, manis sekali, berkuncir dua, rambut sebahu, berponi.
”apa kita sedang menunggu ayah?,” kata
suara anak kecil itu yang ternyata adalah Sakurako.
Aiko mengangguk mantap dan tersenyum.
”Iya.. ayahmu berjanji datang hari ini..
dan langsung tinggal bersama kita”.
”aku hanya lihat ayah dan bicara dengannya
lewat video.. apa ayahku ganteng sekali seperti di video itu??,” Sakurako malah
tertawa kecil. Anak kecil itu sangat bahagia menjemput ayahnya.
Aiko malah berjongkok di depan anaknya.
”ayahmu lebih tampan dari sewaktu hanya
bicara di video,”
Sakurako jadi tertawa-tawa kecil. Dia
membayangkan kalau ayahnya seorang yang cakep, baik, ramah dan akan sangat
sayang padanya.
Semasa mereka berpisah, memang Minho selalu
menyempatkan dirinya bicara lewat video call dengan anaknya. Dia telah
bersungguh-sungguh mempertahankan rumahtangga mereka walau jarak jauh.
Sakurako duduk diruang tunggu. Dia membawa
buku bacaannya dan membuka-buka sambil mengayun-ayunkan kakinya, suara
membacanya gembira. Perasaannya bahagia akan bertemu ayahnya.
Aiko melirik jamnya, waktunya memang
pesawat dari Seoul ke Tokyo landing.
Lalu terdengarlah pengumuman itu.
”Itu pasti pesawat ayah!”, teriak
Sakurako, senang sekali, dia turun dari kursinya dan menggoyang-goyang baju
ibunya.
Aiko tertawa kecil, berjongkok padanya,
mengangguk.
”iya... pesawat yang ditumpangi ayahmu
sudah datang.. kita tunggu disini”.
Anak kecil itu teriak-teriak senang,
sampai beberapa orang, baik lelaki dan perempuan menoleh padanya. Aiko sedikit
malu dengan tingkah anaknya itu. Namun, beberapa wanita malah tersenyum dan
senang bahkan sempat bertanya pada Sakurako, kenapa perasaannya begitu bahagia.
”aku ingin bertemu ayahku... ,” jawab
Sakurako pada seorang perempuan muda yang bertanya padanya.
Aiko dan Sakurako berdiri di ruang
kedatangan, dekat pintu.
Tak berapa lama, mereka melihat dari
kejauhan, seorang lelaki tinggi, berkacamata hitam, membawa koper kecil
ditangan kanannya, melangkah keluar ruangan besar diantara para penumpang
pesawat yang juga keluar menuju pintu kedatangan.
Aiko berjongkok samping Sakurako, berbisik
padanya.
”yang memakai kacamata hitam, bersweater
coklat muda dan bercelana jeans.. membawa koper warna coklat tua itu... dia
ayahmu...”.
Mata Sakurako terbelalak senang. Dia
langsung berlari menuju kerumunan. Minho memang terlihat tinggi diantara banyak
kerumunan orang yang keluar itu.
”AYAH MINO.. AKU DISINI!!,”
Dia melambaikan tangan mungilnya, berlari
sambil berteriak nama Minho.
Minho berhenti, membuka kacamatanya,
dikaitkan ke sweaternya.
”SAKURAKO CHAN!”.
Dia langsung berlari tanpa memperdulikan
kopernya... langsung memeluk anaknya yang manis itu.
Minho berdiri, menggendong, memeluk dan
mencium anaknya.
Aiko berjalan menuju mereka berdua, dengan
senyumnya.
”Aku kangen ayah Mino...,” kata Sakurako,
dia sudah hafal wajah ayahnya, walau hanya dia temukan di video chat.
Dia langsung mencium pipi Minho.
Aiko datang tepat di depan Minho, dia
menunduk hormat pada lelaki itu.
Minho senyum padanya, masih menggendong
anak mereka.
”aku tepati janjiku..... aku datang
kembali... ditanggal yang sama... lima tahun dari yang lalu,”
Dia lalu menurunkan Sakurako dan memeluk
Aiko.
”aku kangen padamu, kangen
Sakurako-chan... aku menepati janjiku,”
Aiko merasakan lagi hangatnya pelukan
Minho, sama seperti lima tahun lalu sebelum mereka berpisah.
”aku senang sekali, anata.. aku senang kita bisa berkumpul lagi... masa lalu, biar
menjadi masa lalu... saat itu, aku hanya percaya, kamu akan menepati janji..
dan kembali berkumpul bersamaku dan Sakurako-chan...”.
Minho masih memeluknya, perasaan kangennya
membuncah. Biasanya dia
memang suka bermanja-manja pada Aiko.
”aku kangen banget deh pokoknya.. kangen
masakan kamu, kangen pijatan kamu, semuanya... sekarang, kamu sudah jadi ibu
dokter.. aku sudah jadi bapak
animator”.
Aiko tertawa kecil. Dia minta Minho
melepaskan pelukannya.
Minho menuruti saja dan mencium bibir
pasangannya itu dengan cepat.
”Eh.. ayah Mino kacau sekali.. yang
seperti ini hanya ada di dorama,”
tiba-tiba Sakurako malah bicara seperti orang dewasa.
Minho menatap anaknya, berjongkok, lalu
tertawa keras.
”ayah cinta banget sama ibu mu... jadi.. ya bagusnya begitu, hahahaha”.
”tapi... ayah juga cinta sama kamu kok.. chu”.
Dia
mencium anak perempuannya yang mungil itu.
Aiko menggenggam gagang koper yang dibawa
Minho.
Minho menggendong lagi anaknya dan
mengajak mereka pulang. Aiko
katakan bahwa ia sudah bisa mengendarai mobil.
Mereka jalan keluar, terus menuju
parkiran.
”jadi.. hanya kamu saja dan Sakurako chan
yang menjemputku??”.
Aiko mengangguk, dia katakan sebelumnya
mengabarkan pada Ken dan Makoto.
”Ken kun.. sebentar lagi akan menikah.. dengan
orang taiwan juga,” ujar Aiko, senyum pada Minho.
”berita yang menggembirakan... walau
akhirnya dia kena kutukan sendiri.. bukannya dia bilang pada kita.. kalau dia
ingin menikah umur 35 tahun saja?? Ingat tidak??,” Minho malah terkesan mentertawakan Ken, sahabatnya yang
menurutnya kepo itu.
”Ah...biarlah kalau mereka tidak bisa
datang menjemputku... akhirnya.. aku bisa juga kembali ke Tokyo,”
Minho memejamkan matanya, seolah dia
menghirup udara kota itu, kota yang ditinggalkannya dengan berat, penuh
kesedihan, namun berjanji akan kembali karena cintanya terlalu tajam menghujam,
menjejak disini. Sepanjang perjalanan, dia bermain-main dengan Sakurako.
...........................................
Mereka sampai di flat sederhana. Aiko
membuka kunci pintu.
”Tadaima
(kami kembali),” kata Minho dengan senyum.
Lalu, Aiko menyalakan lampu ruang depan.
Mendadak, mereka mendengar teriakan dua
orang lelaki dan satu orang perempuan.
” OKAERI,
MINHO KUN!! (selamat datang),”
Berikut dengan suara terompet yang berisi
kertas kertas hiasan.
”Tetttttttt......tottttttttttttt!!!!”.
”Wah.. paman Ken!!,” teriak Sakurako,
senang dengan warna warni kertas hiasan yang keluar dari mulut terompet.
Ken tertawa keras.
”Akhirnya kamu kembali!”.
Dia langsung memeluk Minho, menepuk-nepuk
keras pundak Minho.
Lalu kemudian disusul Makoto.
”aku pasti kembali.. aku sudah janji..!”, jawab Minho dengan penuh
semangat.
Ken memperkenalkan tunangannya pada Minho.
Mereka duduk-duduk bersama menikmati makanan dan minuman di dalam flat Minho
dan Aiko yang sederhana itu.
Mereka puas tertawa mengingat kejadian
masa lalu yang lucu. Sementara Sakurako yang masih sangat kangen pada ayahnya,
duduk saja di pangkuan Minho mendengar percakapan mereka.
”Minho kun ini.. dulu idola di kampus
animasi.. kamu lihat saja dia.. pantes banget jadi model,” kata Ken, bercanda
pada pacarnya.
Xiao Yu hanya tertawa kecil.
”Tapi dia sayangnya hanya dengan
Aiko-chan,” ujar Makoto, dengan suara sedikit memelas.
Sakurako langsung nyeletuk,”dan sayang aku
juga dong, paman Makoto”.
Makoto tertawa lebar. Lantas, dia berani
menceritakan isi hati yang sebenarnya lima tahun lalu tentang perasaannya pada
Aiko.
Minho terbelalak.
”Baka
(bodoh),” ujar Minho singkat.
”aku sudah sangka.. kamu pasti suka juga pada isteriku..,” lanjutnya.
Makoto tertawa-tawa keras, salah tingkah,
menggaruk-garuk kepalanya.
”tapi itu kan dulu, Minho kun...
sekarang.. aku ini sahabat kalian, hahaha!”.
Minho memukul kepala temannya itu sampai
Makoto mengaduh.
Aiko dan Sakurako justru malah kompak
tertawa.
”aku tahu, Aiko chan menjadi incaran
kalian.. termasuk incaran Ichirou kun.. hanya.. aku yang lebih cepat dari
kalian.. aku enggak mau
kehilangan orang yang sudah aku pastikan.. aku cinta dia..,” ujar Minho.
Ken memberikan isyarat pada Aiko, agar
Sakurako segera tidur. Pembicaraan memang sudah mengarah ke permasalahan orang
dewasa.
Sakurako pun ke kamarnya dan dia pergi
tidur. Minho mengantarkan
anaknya masuk kamar.
”teman-teman ayah ramah sekali,” katanya
pada Minho, dengan suara mungil cerianya.
Minho mengangguk, senyum padanya dengan
mantap.
”Ayah cinta mereka.. mereka bertiga orang
yang baik... jadi, Sakurako-chan.. cinta juga pada teman-teman ayah,”
Anak kecil itu menjawab dengan anggukan
kepastian.
Minho mencium kening anaknya, menarik
selimut untuknya.
”annyeonghi... oyasuminasai,” senyum Minho dengan lembut.
“Jadi…
annyeonghi itu.. oyasuminasai??,” Sakurako malah penasaran dengan bahasa
ayahnya.
“nanti.. akan ayah ajarkan bahasa Kakek
Lee,” senyum Minho sambil mengelus rambut anaknya.
”yakusoku
shimasu,” lanjut Minho
dengan janjinya.
”hai’..
yakusoku,” jawab Sakurako. Dia membalas mencium Minho dan memejamkan
matanya.
Minho berdiri dan mematikan lampu kamar
anaknya, lalu keluar lagi menuju tempat duduknya.
Minho duduk disamping Aiko dan
merangkulnya. Seperti biasa,
Ken suka sekali menggoda.
”kami tahu cemburumu besar sekali waktu
itu pada Ichi kun,” goda Ken.
”aku memang begitu kok... kalau tidak
cepat-cepat.. ya selamanya gak bakalan dapat Aiko chan..,” balas Minho dengan
cuek.
Ken dan Makoto tertawa.
”kalian ingat tidak.. omongan kita seperti
di cafe yang dulu.. kalau
kamu sensitif sekali, Minho kun??,” goda Makoto.
Ken tertawa-tawa kencang sampai memegang
perutnya. Baginya dan Makoto, Minho masih sangat sangat seperti anak kecil
waktu itu, yang ketakutan sekali pacarnya direbut mereka.
”aku bisa membayangkan kembali kejadian
itu, hahahaha!”, tawa Makoto begitu lepasnya, kemudian di susul Ken lagi.
”hey... kalau tidak begitu.. tentu salah
satu dari kalian akan mengambil Aiko chan.. iya kan??,” bela Minho pada mereka.
Ken masih tertawa mendengar perkataan
Minho baru saja.
Minho menggandeng pundak Aiko.
”betul gak, Aiko chan?? Kamu ini perempuan
cerdas... kalau aku enggak bisa dapat kamu cepat-cepat... ya, keduluan mereka..
iya kan??”.
Aiko hanya senyum-senyum saja. Memang itu
pula yang dia rasakan, itu pula yang menyebabkan mereka menikah dalam usia yang
sangat muda.
”tapi aku rasa... anata paling cemburu dengan Ichi kun,” ujar Aiko dengan senyum dan
polos.
Ken dan Makoto kembali tertawa
terpingkal-pingkal.
”benar itu.. benar.. machigainai,
Aiko chan, hahahaha!,” ujar Ken dengan keras.
Minho malah jadi bergumam tentang Ichirou.
Baginya, lelaki muda itu sahabat dia pertama kali ketika datang ke Jepang, yang
menolong dia dalam banyak hal.
”sebaiknya.. besok kita ke makam Ichi kun,
dia harus juga merayakan kita berkumpul lagi,” kata Minho.
Suasana yang tadi penuh gelak tawa jadi
serius.
Makoto mengangguk. Ichirou adalah sahabat
sejati mereka, yang benar-benar hanya maut yang memisahkan mereka. Walau lelaki
itu sudah tidak ada lagi secara fisik ditengah-tengah mereka, tapi memori
tentang Ichi kun sudah lima tahun pun, masih mereka ingat.
........................................
Esoknya, mereka pergi ke pemakaman dimana
Ichirou bersemayam disana. Mereka berdoa dengan khusyu.
”Ichi kun.. kami kumpul kembali.. tak enak
rasanya tanpa dirimu... itu sebab, kami kemari,” kata hatinya Minho, sambil
memejamkan matanya dan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
”Hai, Ichi kun.. Minho kun sudah kembali..
kamu harus tahu.. makanya kami kesini,” gumam pelan Ken.
”Kami enggak akan pernah melupakanmu,
teman.. kamu sahabat sejati bagi kami,” gumam Makoto.
”Ichi kun... kami semua mencintaimu... aku
rasa, disana kamu berdoa untuk aku, Minho kun dan lainnya... aku ingin bilang..
Minho kun sudah kembali, Ichi kun... aku akan hidup bersama lagi dengannya...
tolong doakan kami bahagia.. karena aku tahu, semua pasti berkat doa mu...,”
kata hatinya Aiko. Dia
terharu berdoa di depan makam temannya itu, matanya benar-benar terpejam dan
perasaannya dalam.
Sakurako memegang ujung baju Aiko dan
Minho, anak itu berada di tengah-tengah kedua orangtuanya, memperhatikan sebuah
nisan tinggi dari batu bertuliskan nama sahabat kedua orangtua dan teman-teman
orangtuanya itu.
Selesai mereka berdoa, lalu menunduk
hormat pada makam Ichirou dan pulang.
Ken dan Makoto sepanjang jalan
tertawa-tawa dengan Sakurako.
Minho menggenggam dengan lembut tangan
Aiko sepanjang jalan.
”dulu kita kalau berjalan seperti ini ke
kampus... mau kembali lagi ke kampus???,” toleh dan senyum Minho pada Aiko.
Ken berbisik pada Sakurako,” Hey,
Sakurako-chan.. kamu tidak
boleh mengganggu kedua orangtua mu yang sedang pacaran.. jadi, kita makan es krim saja.. okay??”
Minho lalu langsung menoleh pada Ken.
”Mau menyogok anakku ya?? Awas.. dia lebih pintar dari aku,”
Ken tertawa pada Minho.
”Kalian masih saja pacaran.. nanti
Sakurako chan kesepian”.
Minho langsung menghampiri anaknya itu dan
menggendongnya.
”kamu boleh mengambil es krim dari Ken ojichan.. tapi tidak boleh tergoda olehnya ya.. paman Ken
genit”, katanya, menyindir sahabatnya itu.
Ken tertawa-tawa, Minho memang belum lepas
dari sisi kekanak-kanakannya, walau sudah punya anak.
”ayo kita jalan ke kampus... ruangan dulu
kita kumpul masih kosong.. sepertinya memang itu ruangan kramat hanya untuk
kelompok kita, hehe,” ujar Makoto.
.............................
Kampus terlihat sepi, karena memang sedang
dalam suasana liburan.
”Kreek...,” Minho membuka pintu ruangan
animasi yang tidak terpakai lagi, itu memang ruangan dulu tempat mereka suka
berkumpul.
”berdebu sekali,” dia lalu menyalakan
saklar lampu dan masuk, kemudian disusul yang lainnya.
Aiko mengoles ujung jarinya ke atas
penutup kain sebuah piano,” iya, berdebu... aku masih ingat, pernah main piano
ini sewaktu menunggu kalian kumpul”.
”mainkan lagi saja,” ujar Minho. Dia
mengibas-kibas tangannya pada sofa panjang, lalu meminta Sakurako duduk di
pangkuannya.
”Lihat ibumu bermain piano ya.. dia memang
pintar dan hebat... kamu juga pasti hebat.. chu,” kata Minho pada anaknya, lalu
mencium pipinya.
Aiko pun memainkan sebait lagu
instrumental yang dia masih ingat, semua mendengarkan.
Selesai, mereka bertepuk tangan.
”Entah.. apa dalam waktu waktu berikutnya,
kita masih akan bertemu lagi,” kata Ken. Dia lalu mengemukakan masa depannya
kalau akan kembali bersama Xiao Yu ke Taiwan, yang memang negara kelahirannya.
”kita akan tetap jadi sahabat,” senyum
Minho, lalu dia berdiri.
Dia memanjangkan tangannya.
”dulu.. kita suka begini kan?? Ayo lakukan
lagi!”.
Mereka saling memanjangkan tangan,
menyatukan telapak tangan mereka.
”bagaimanapun.. kita adalah sahabat...
Ichi kun pun sahabat kita, walau tidak lagi disini... ruangan ini selalu jadi
saksi.. walau Ken kun akan kembali ke Taiwan, atau Makoto kun akan temukan soulmate nya dan aku akan bahagia dengan
keluargaku,” ujar Minho.
”YES!,”
teriak mereka bersama dengan penuh semangat.
.........................................
”Tadaima,”
ujar Minho di depan pintu flat mereka. Masing-masing dari kampus, akhirnya
pulang malam hari.
Minho menutup pintu flat, lalu menggenggam
tangan Aiko, mencegahnya jalan masuk ruang tamu.
”ada apa??,” Aiko menoleh dan senyum
padanya.
Minho malah memeluknya.
”setiap detik, selama lima tahun.. aku
menunggu, terus berharap kita bisa berkumpul kembali...”.
Minho mulai lagi melankolisnya. Aiko
tersenyum dan membalas pelukan Minho.
”aku juga begitu.. aku menunggu mu... juga
Sakurako chan.. setiap kali sehabis video chat.. dia selalu bertanya, kapan anata akan kesini.. ”.
Sakurako chan melihat kedua orangtuanya di
lorong antara pintu dan ruang tamu saling berpelukan.
”kalau dulu kita tidak saling berjuang.. sudah pasti ayah akan memisahkan kita,”
kata Minho lagi.
Aiko mengangguk. Minho melepaskan pelukan
lembutnya lalu mencium Aiko.. di depan Sakurako.
”Ayah... romantis sekali,” Sakurako
menutup mulutnya, tercengang dengan ciuman mesra Minho ke Aiko.
Minho langsung menoleh pada anaknya, dia
langsung menggendong Sakurako.
”Ah.. Sakurako chan.. juga bisa ayah cium!
Ini.. chu! Cium sayang ayah pada kamu,” kata Minho, mencium pipi kiri, kanan
dan kening anak perempuannya itu.
Aiko tertawa sampai terlihat giginya.
”Sakurako chan.. memang anak yang kritis..
aku suka kewalahan dengan segala pertanyaannya, anata,”
Minho tertawa keras, sampai gigi geligi
putihnya terlihat.
”Tapi aku suka, hahaha!”
”Apa kamu tidak ingat.. kamu sendiri
bergitu kritis... sampai aku dibuat bingung jadi ketua kelompok.. uh.. masak
iya tidak ingat sama sekali??,”
Aiko tertawa kecil, menutup mulutnya.
”Gomennasai..
mungkin karena pembawaanku yang kuliah medis,”
Sakurako mengelus-elus pipi Minho yang
memang halus.
”Ayah memang tampan loh... ,” katanya
dengan polos.
Minho senyum anaknya memuji dirinya.
”ayah ini dulu seorang model.. ,” katanya pada
Sakurako.
”ayah harus mengantarku ke sekolah besok
loh,” pinta anak itu padanya.
”pasti.. chu.. sekarang, kamu harus
tidur.. sudah malam,” Minho membawanya ke kamarnya. Aiko mengikuti dari
belakang.
Mereka berdua mencium pipi kiri dan kanan Sakurako
sebelum keluar dari kamar tidur itu.
”kembali lagi ke sini... ingin lagi aku
bisa bersama kamu.. bedanya.. sekarang Sakurako chan bersama kita,” senyum
Minho di dalam kamar mereka.
Aiko mengangguk senyum. Minho
merangkulnya.
”kita pacaran lagi yuk.. ,” senyumnya pada
Aiko genit sekali.
Aiko terkekeh dengan apa yang baru saja
diucapkan Minho.
Minho cemberut, memang kalau sudah ada
maunya, dia minta dituruti, dan Aiko sudah mengerti itu.
Malam itu, Minho berbaring di samping
Aiko.
”Aku akan bahagia denganmu... aku tak kan
lagi ingin kehilanganmu, Aiko chan...,”
Minho mencium kening Aiko yang tertidur
dengan lembut.
Dia memeluk perempuan itu, merasakan
kehangatan kulit dan hatinya.
”biarlah semua yang lalu telah berlalu...
aku akan tetap disampingmu..selamanya...kita bangun kebahagiaan ini,”
Aiko hanya bergumam saja dalam tidurnya ketika
Minho kembali menciumnya, dia sudah terlalu lelah.
Minho tersenyum melihat wajah pasangannya
itu, memeluknya kembali.. lalu tertidur..sampai sinar mentari muncul kembali...
dia percaya, bahwa Aiko lah satu-satunya perempuan yang dapat membahagiakannya..
dan ketidakdewasaannya di masa lalu menjadi pelajaran untuk kehidupan
berikutnya... mulai malam itu...sampai akhir kehidupan mereka...
========================= End ================================
Ah.. akhirnya.. bisa tamat juga cerita
ini.. padahal awalnya bingung dengan nama siapa perempuan yang dianggap pantas
di cerita ini. Nama Aiko sebenarnya sih hanya kebetulan saja, sebab Aiko
sendiri artinya ”beloved child”, anak yang berbagi cinta, jadi diharapkan di
cerita ini, Aiko memang seorang perempuan yang lembut, penuh kasih, cinta pada
Minho tanpa banyak meminta, walau masih ke kanak-kanakan. Enggak tahu juga
sih... apa di jaman yang sudah semakin modern ini.. ada kisah cinta seperti
ini?? Ditengah-tengah maraknya perceraian yang begitu mudah terjadi.. malah aku
buat cerita yang mendukung bahwa pernikahan sebaiknya dipertahankan jika memang
masih bisa diatasi masalahnya. Dan.. umur memang menentukan banget ya, buat kedewasaan
tahapan kehidupan ini.. kalau bisa, memang jangan nikah terlalu muda deh...
kuliah dulu sampai selesai... semoga ada pelajaran dari cerita ini ya... masih
ada banyak cerita imajinasi ku yang lain tentang Minho...