This is me....

Minggu, September 20, 2015

Tamat- Pernikahan ½ (Part 40: Aku Takkan Ingin Lagi Kehilanganmu)

Namanya juga cerita imajinasi... jangan pernah dimasukkan ke hati..

Malam itu, pikiran dan perasaan Aiko sangat sedih, kekecewaannya bertumpuk pada ayah dan keluarganya sendiri. Jelas-jelas dia tidak ingin berpisah dengan Minho, namun esok sidang kedua tetap berjalan. Pikirannya kusut, kerjanya hanya menangis dan Kumiko berusaha menenangkannya.
Sementara Minho di dalam kamar Aiko. Dia terlihat sangat bingung, kembali merenung panjang mengapa semua ini terjadi, mau apa dia jika tidak bisa mempertahankan kehidupan rumahtangganya lagi. Dia pun lalu mengirimkan pesan pada Ken atas apa yang akan terjadi.

”lebih baik kamu pulang ke Seoul, Minho kun... keluarga Kohashi memang sepertinya sudah tidak lagi menerimamu,” balas Ken setelah Minho puas mengetik semua perasaannya.
”jadi aku harus cerai??,” ketik Minho.
”semua terserah padamu.. nilai akademikmu juga sudah hancur... hidup di negara ini tidak mudah, kita mesti berjuang,” balas Ken lagi.
Minho seperti buntu semuanya. Ken menyarankan agar kembali ke seoul jika perceraian terjadi. Kuliah Minho jadi berantakan semenjak dia salah pilihan untuk tetap hidup dalam pernikahan usia muda. Dia terlalu berpikir pendek sementara hampir semua anak muda diusianya tidak akan pernah berbuat seperti apa yang dia dan Aiko lakukan.
”tidak terlalu hancur.. tapi ambang ku untuk tetap bisa dapat beasiswa rasanya susah,” keluh Minho.
Ken menepuk-nepuk pundak Minho, menenangkan sahabatnya itu. Ken sendiri bukan tipe orang yang sebenarnya santai, dia tipe cowok khawatir, namun sebagai seorang sahabat, dia berusaha membagi pikirannya untuk membantu Minho.
”lebih baik kamu pulang... berfikir.. tapi.. aku sih enggak berharap banget kalian bercerai.. kalau butuh bantuan ku di pengadilan... silahkan aja,” ujar Ken.
Lama mereka bicara tentang hidup masa depan. Jika memang Minho harus kembali, dia akan meneruskan kuliahnya dengan subjek yang sama.
”bagiku bukan soal kuliah.. aku berada diantara kegamangan.. aku enggak sanggup berpisah,”

Ken kembali menepuk-nepuk pundak Minho.
”kedewasaan dalam berumahtangga memang harus diuji,”
”pikiranku kusut.. seperti sudah waktunya akan pisah, tapi juga belum bisa terima kenyataan,” balas Minho.
Dengan bertambah umur saja menghadapi masalah rumah tangga bisa sangat emosi, apalagi dalam usia yang semuda ini. Salah langkah itu memang tidak mengenakkan, membuat menderita fisik dan mental. Namun, kalaupun memang kenyataannya harus berpisah, rasa yang sudah berkembang bisa saja sulit tergantikan.
”ah.. itu kan karena kamu memang lagi pusing..,” kata Ken lagi.
Kepusingan yang berakibat dari ketidakdewasaan dan ketidaksiapan jadi dewasa. Jika memang sudah saatnya berpisah.... apa mau dikata?
                                    .....................................................
Minho mencoba saja menerima kenyataan, beberapa hal yang telah dilakukannya tidak meningkatkan kedewasaannya dalam berfikir.
” Aku berharap, Yang Mulia Hakim mengerti masalah ku yang sebenarnya dan membatalkan semua tuntutan yang dibebankan kepadaku dari keluarga Kohashi,”
Hari itu, mereka memulai sidang yang ke tiga. Minho tetap alot ngotot, bersikeras kalau dia tidak ingin berpisah. Menginginkan perpisahan sama dengan menginginkan kehancuran juga pada studi nya. Dosennya sudah memperingatkan dia, tahun ini sama sekali dia tidak bisa mendapatkan fasilitas beasiswa lagi, nilai-nilai mata kuliahnya anjlok total!
Begitu juga yang dialami Aiko. Sebagai seorang mahasiswi fakultas kedokteran, tidak mampu memahami apa yang disampaikan para dosennya akan berakibat fatal. Nilainya juga turun. Kohashi makin garang dengan apa yang dialami anak bungsunya itu. Dia sama sekali tidak memberikan kesempatan baik bagi Minho dan Aiko untuk bertemu,apalagi berdamai soal nasib rumahtangga mereka.
” Kami keberatan dengan permintaan Anda, Tuan Lee. Dalam kasus ini, sesuai dengan apa yang menjadi perjanjian sebelumnya, keluarga Lee akan memberikan jaminan bulanan kepada anak dari Kohashi Aiko, sesuai dengan jumlah yang tertera, sampai anak menjadi besar, berusia 16 tahun. Keputusan perpisahan tidak dapat diganggu gugat,” jawaban sang hakim.
” aku sama sekali tidak setuju! Aku memang salah, Kohashi-san.. Hakim ketua... tapi aku tidak ingin semuanya jadi begini!,”
Minho langsung protes berat. Dia memang sudah berusaha keras. Dalam sidang sebelumnya, dia juga bersikeras membantah satu-persatu berkas yang disampaikan oleh pihak isterinya yang terkesan dia menelantarkan kehidupan Aiko.
Begitu juga dari sisi pembelaan Aiko terhadapnya.
”saya keberatan, Yang Mulia Hakim... semua bisa saya bantah satu persatu,” ujar Aiko pada hakim.

Walau mereka tidak tinggal lagi bersama, namun di keseharian sewaktu jam kuliah kosong, menyempatkan diri untuk saling bertemu.
”kamu yakin.. kita sudah tidak bisa lagi bersama??,” kalimat itu yang akhirnya dilontarkan Minho pada Aiko di sebuah taman sederhana.
Mata Minho begitu seperti orang yang berputus asa. Bayangan bahwa dia akan keluar dari jepang semakin tajam saja, kembali ke negaranya, tanpa bisa menolak, berpisah dengan anak dan isterinya.
Aiko menunduk, menangis pelan. Sebenarnya, dia yang merasakan paling takut dengan perpisahan, terutama dengan nasib anak mereka yang masih sangat kecil.
Minho berusaha tersenyum dengan nasib mereka berdua. Dia mengelus pipi pasangannya itu dengan lembut.
”rasanya, berjuta maaf aku sampaikan padamu, Aiko-chan.. aku meminta maaf tidak dapat menjadi yang terbaik untukmu...kalau kita berpisah, belum tentu aku kuat... aku sendiri takut menghadapi ini”.
Aiko tidak bisa menjawab apapun, dia lelah fisik dan batin. Lelah, kenapa rumahtangganya gagal diusia muda, padahal dia begitu mencintai Minho tetapi tidak bisa menguatkan kedua orangtuanya agar tidak memisahkan mereka.
Minho pun lelah dengan sifatnya sendiri yang masih anak-anak dan dia menyadari, dia seperti belum pantas menjadi seorang ayah dan suami.
”katakan saja pada Sakurako-chan..suatu hari nanti... kalau ayahnya sedang belajar dan sibuk sekali.. tapi pasti, ayahnya sangat merindukannya setiap hari, lalu kembali kesini membawa coklat, permen dan boneka untuknya.. aku akan sangat kangen kalian berdua..”.
Aiko akhirnya menangis kencang juga, Minho langsung berdiri dan memeluknya, air matanya ikut berlinang.
”maafkan aku, Aiko-chan... dengan kamu menangis, aku semakin terluka.. aku semakin sakit, keinginan dan impianku hidup bahagia belum bisa ku gapai”.
Minho berusaha menahan tangisannya, namun hatinya tidak bisa memungkiri, bahwa dia pun menangis. Dia tahan isaknya sendiri, tenggorokannya sakit, dia diam saja, supaya Aiko tidak mendengar tangisannya. Dia tidak ingin membuat pasangannya itu semakin sedih.
”aku tidak ingin begini... aku tidak ingin,” ucap Aiko dalam tangisannya.
Minho masih menahan tangisannya supaya suaranya tidak terdengar menangis, masih memeluk Aiko dengan erat.
”Aku mencintaimu...jika ada kesempatan kembali lagi.. aku akan kembali padamu dan Sakurako-chan... Jika aku bisa kembali... ijinkan aku kembali lagi, Aiko chan... aku akan kembali untuk kalian berdua”
Minho bukan orang yang tahan dengan rasa sakit dan trauma, dia akan pergi jika sebuah trauma akan menimpanya, bahkan, untuk tidak mengulangi lagi, dia akan berusaha melupakan apa yang terjadi, walau dalam kegamangan dan dia bisa saja lebih dalam lagi mengingat trauma itu. Hanya, kali ini, dia berjanji untuk kembali lagi, tidak untuk meninggalkan anak dan isterinya begitu saja. Sisi ketakutan dan keposesifannya muncul bersamaan.

”lantas.. bagi Lee-san.. apakah arti Kohashi-san dalam hidup Anda.. jika beberapa kali Anda melukainya?,” Tanya pengacara keluarga Kohashi pada Minho.
“aku katakan pada kalian, bahwa aku memang belum dewasa dalam sisi ini.. aku menyimpan kenangan masa lalu… dan kasus ketidakberesanku mengurus rumahtangga kami, sudah aku balas dengan bekerja.. sudah ku katakan permintaan maafku berpuluh-puluh kali atas hampir selingkuhnya aku dengan mendiang mantan pacarku… namun aku juga menebus dengan perasaanku seperti ditolak oleh keluarga Kohashi-san,” bela Minho bagi dirinya sendiri.
Aiko berharap, dengan apa yang dikatakan Minho panjang lebar tentang kejujuran hati lelaki itu pada kesalahannya dan mengakuinya, akan mengurangi kekerasan hati keluarganya dan Minho akan kembali bersamanya.
“Kami tetap bersikeras.. kalau hal ini sudah sesuai dengan tuntutan,” kata pengacara keluarga Kohashi.
Diam-diam, Aiko hanya menunduk, dia menempelkan sapu tangannya di ujung mata.
Minho memperhatikannya, sepertinya, kehidupan rumahtangga mereka akan segera selesai. Orangtuanya pun tidak hadir untuk keputusan mereka yang terakhir. Semua sudah menjadi tanggungjawabnya sendiri.

”aku membela diriku untuk kebahagiaanku sendiri, Yang Mulia,” kata Aiko dengan suara yang bergetar.
”aku memang juga salah dalam beberapa hal.. aku meminta semuanya ditangguhkan.. aku tidak ingin perceraian.. jika memang hanya ada perpisahan dalam waktu lima tahun saja, sampai Sakurako-chan mulai masuk sekolah taman kanak-kanak.. aku menyanggupinya,”
Minho menoleh padanya, dia langsung berbisik kepada pengacaranya, minta bicara dihadapan hakim.
Tapi Kohashi sudah berdiri terlebih dahulu, dia keberatan dengan permintaan anaknya sendiri.
”kamu benar-benar perempuan yang lemah, dia hanya akan memanfaatkan kelemahan hatimu dengan mengajaknya kembali.. walau harus sampai usia sekolah cucuku sendiri... aku tidak setuju sama sekali!”
Minho langsung berdiri dari duduknya dan berkata lantang kepada Kohashi.
”Tidak sama sekali dalam hatiku ingin memanfaatkan perasaan anak mu dan kedudukanmu, Kohashi-san! Aku setuju jika kami berpisah dalam waktu lima tahun.. aku tetap akan memenuhi persyaratan yang Aiko chan ajukan padaku”.

Aiko tersenyum pada Minho, walau air matanya menetes.
”benarkah.. Minho kun akan tetap setia padaku.. sampai percobaan lima tahun ke depan hidup kita??,”
Minho mengangguk dan malah menunduk hormat pada isterinya itu.
”aku berjanji.. aku berjanji sebagai seorang pria dewasa... andai kedua orangtua ku akan menyuruhku kembali ke kota kelahiranku... aku tetap akan kembali melihatmu dan Sakurako-chan.. ”.
”aku sudah lelah, Aiko chan.. aku tidak ingin lagi menyakiti perasaan siapapun, termasuk perasaan ku sendiri...”
”aku... ”
Minho diam sejenak, suasana memang menjadi senyap.
”aku... takut kehilanganmu... tapi mungkin.. jika memang waktu lima tahun akan membuatku dewasa... aku bersedia dengan keputusanmu... jangan pergi dari kehidupanku”
”aku juga cinta kamu, Minho kun... aku sudah tidak tahu, bagaimana aku tanpa kamu dan anakku,” ujar Aiko.
Minho menegakkan punggungnya lagi, lalu dia menunduk hormat pada Kohashi, walau bersebrangan posisi dari dirinya.
”kali ini.. aku tidak akan menunda keputusanku lagi.. aku bersikeras dan setuju dengan keputusan Aiko chan, ayah... maafkan aku.. dan aku akan kembali dengan kepercayaanku dan cintaku pada isteri dan anakku”.
Kohashi terdiam. Dia tetap memasang wajah yang keras, dia sudah kesal dengan menantunya itu. Tak tahu lagi, lebih baik dia ingin saja keluar dari ruangan itu, sebab anaknya pun sama sekali tidak menginginkan sebuah perceraian.

Tidak cukup hanya meminta pada mertua lelaki, Minho pun lalu menegakkan badannya, menoleh ke belakang, berdiri tegak, lalu menunduk hormat dalam-dalam pada  mertua perempuannya.
”Ibu.. aku mohon ibu menerima permintaan maafku.. dan menerima kesungguhanku.. bagiku, Aiko chan dan sakurako chan adalah hidupku... aku ingin ibu memaafkanku”.
Ketakutannya muncul seiring detik demi detik menjelang keputusan hari itu.
Minho menitikkan air matanya di hadapan ibu mertuanya itu.
”aku sudah menyesal akan apa yang telah kuperbuat... jika aku melepaskan nya... aku lebih menyesal dan lebih perih,”
Isteri Kohashi tersenyum, dia tahu pada dasarnya menantunya itu bukan lelaki yang tidak bertanggung jawab, hanya belum dewasa saja.
”aku tahu.. kamu sama sekali bukan lelaki pengecut, Minho kun... dan semua keputusan aku serahkan pada anakku dan kamu”.

Aiko begitu terharu dengan keputusan ibunya. Kumiko tersenyum pada adiknya itu. Dari awal juga dia hanya bersikap sebal saja dengan iparnya, namun tidak membencinya.
Kohashi masih sangat kecewa dengan keputusan anaknya sendiri. Aiko menangkap perasaan itu, dia pun meminta maaf saat itu juga dengan perasaan dalam.
”aku tahu ayah kecewa dengan keputusanku.. aku tahu ayah menginginkan kebahagiaan hidupku selanjutnya.... namun kebahagiaanku bersama Minho kun”.
”apa kamu ingin dilukai untuk yang kesekian kalinya??,” tanya Kohashi dengan nada pedas dan tegas.
Aiko menggeleng, dia katakan bahwa dia yakin, Minho tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan dia berani untuk diusir dari keluarga Kohashi jika memang Minho mengingkari janjinya.
Minho kaget dengan keputusan isterinya itu, mereka masih muda, masih 19 tahun, namun Aiko sudah berani mengambil keputusan yang berat.

Aiko menoleh pada Minho.
”aku ingin menjadi perempuan yang bersikap dewasa, memiliki keputusan sendiri.. dan keputusanku mempertahankanmu, Minho kun..”
Minho senyum, malah menunduk hormat kepada isterinya.
”terima kasih, Aiko chan.. aku menghargai itu”.
Kohashi benar-benar kecewa, dia melangkah keluar ruang sidang, benar-benar tanpa memperhatikan hakim yang masih berada di ruangan. Isterinya berlari mengejarnya, juga keluar dari ruangan itu.
Hakim pun mempertimbangkan hal itu. Dia dan kedua pengacara berbicara. Minho hanya menunduk di tempat duduknya, berharap, keputusan cerai benar-benar tidak terjadi. Setidaknya, walau dia akan berpisah tapi hanya lima tahun.. hal itu tidaklah lama.
Akhirnya, hakim memutuskan, bahwa mereka akan berpisah selama lima tahun, dan Minho tetap bertanggung jawab kepada isteri dan anaknya itu. Selama lima tahun itu, masing-masing mereka tetap akan meneruskan kuliahnya, sampai kemudian Aiko akan lulus, barulah mereka akan dipertemukan lagi.

Tanpa ba bi bu, Minho langsung menunduk hormat berterima kasih atas keputusan pengadilan dan dia langsung berlari memeluk Aiko.
Dipeluknya erat-erat pasangannya itu, dia berlinang air mata.
”aku cinta kamu, Aiko chan.. aku cinta kamu... maafkan kalau selama ini aku tidak dewasa.. aku janji.. aku tidak akan menelantarkanmu lagi.. walau aku harus kembali ke Seoul”
Aiko merasakan pelukan Minho hangat sekali, pelukan yang tidak lagi hambar semenjak satu tahun terakhir mereka sering bertengkar dan malah berujung ke pengadilan.
”aku akan menunggu... ini ujian kita, Minho kun”.
”aku yakin.. ujian ku yang ini akan lulus, Aiko chan... semua karena mu dan Sakurako chan,” balas Minho.
Aiko tertawa kecil melihat Minho menitikkan air mata. Dia lalu berjingkat dan membantu Minho menyeka air matanya itu.
”aku pasti tunggu.. lagipula..aku sibuk.. aku takut nanti Minho kun akan menggangguku kalau aku belajar”.
Minho membalas tawa kecil Aiko dengan pelukan.
Mereka saling berpelukan cukup lama, sampai setelah itu berterima kasih pada semuanya.

Esoknya, Minho memutuskan tidak lagi melanjutkan kuliahnya. Ken dan Makoto, dua sahabat mereka merelakan saja Minho pulang ke negara asalnya. Persahabatan tidak selesai sampai disitu dan dihari itu saja. Mereka akan tetap saling tertawa di video dan chat.

sayonara, Minho kun... baik-baik disana.. kalau kamu selingkuhi Aiko chan.. sudah pasti.. kami tidak akan lagi jadi sahabatmu!,” kata Ken, setengah teriak ketika Minho sudah masuk ke ruang tunggu.
Minho tertawa ringan sekali.
”Kalau kamu rebut isteriku.. kamu akan mati, Ken kun! Dan kamu juga, Makoto kun... awas!”.
Tto Bwayo... sampai jumpa lagi semuanya!,”
Dia melambaikan tangan pada semuanya.
Aiko menggendong Sakurako yang sedang tidur lelap. Bayi itu tidak tahu, ayahnya meninggalkannya untuk lima tahun kemudian, barulah mereka akan bertemu lagi. Pernikahan yang terlalu muda sudah sempat hampir menghancurkan kehidupan mereka bertiga.
Aiko menitikkan air mata ketika dia melihat Minho membelakangi mereka, berjalan masuk ke ruang tunggu, sebentar lagi pesawat akan segera pergi membawa Minho ke rumahnya di korea.
Ken dan Makoto menepuk-nepuk pundak Aiko dengan lembut.
”aku yakin, Minho kun tidak melanggar janjinya..,” kata Makoto.
Ken mengangguk mendukung perkataan sahabatnya itu.
”Minho kun.. dia orang yang setia kok.. tenang saja.. dia tidak tega padamu.. terutama pada Sakurako chan”.
                                                .................................
Suasana sore dibandara memang sibuk.. Aiko, yang sudah lulus, menggandeng seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun, manis sekali, berkuncir dua, rambut sebahu, berponi.
”apa kita sedang menunggu ayah?,” kata suara anak kecil itu yang ternyata adalah Sakurako.
Aiko mengangguk mantap dan tersenyum.
”Iya.. ayahmu berjanji datang hari ini.. dan langsung tinggal bersama kita”.
”aku hanya lihat ayah dan bicara dengannya lewat video.. apa ayahku ganteng sekali seperti di video itu??,” Sakurako malah tertawa kecil. Anak kecil itu sangat bahagia menjemput ayahnya.
Aiko malah berjongkok di depan anaknya.
”ayahmu lebih tampan dari sewaktu hanya bicara di video,”
Sakurako jadi tertawa-tawa kecil. Dia membayangkan kalau ayahnya seorang yang cakep, baik, ramah dan akan sangat sayang padanya.
Semasa mereka berpisah, memang Minho selalu menyempatkan dirinya bicara lewat video call dengan anaknya. Dia telah bersungguh-sungguh mempertahankan rumahtangga mereka walau jarak jauh.

Sakurako duduk diruang tunggu. Dia membawa buku bacaannya dan membuka-buka sambil mengayun-ayunkan kakinya, suara membacanya gembira. Perasaannya bahagia akan bertemu ayahnya.
Aiko melirik jamnya, waktunya memang pesawat dari Seoul ke Tokyo landing.
Lalu terdengarlah pengumuman itu.
”Itu pasti pesawat ayah!”, teriak Sakurako, senang sekali, dia turun dari kursinya dan menggoyang-goyang baju ibunya.
Aiko tertawa kecil, berjongkok padanya, mengangguk.
”iya... pesawat yang ditumpangi ayahmu sudah datang.. kita tunggu disini”.
Anak kecil itu teriak-teriak senang, sampai beberapa orang, baik lelaki dan perempuan menoleh padanya. Aiko sedikit malu dengan tingkah anaknya itu. Namun, beberapa wanita malah tersenyum dan senang bahkan sempat bertanya pada Sakurako, kenapa perasaannya begitu bahagia.
”aku ingin bertemu ayahku... ,” jawab Sakurako pada seorang perempuan muda yang bertanya padanya.

Aiko dan Sakurako berdiri di ruang kedatangan, dekat pintu.
Tak berapa lama, mereka melihat dari kejauhan, seorang lelaki tinggi, berkacamata hitam, membawa koper kecil ditangan kanannya, melangkah keluar ruangan besar diantara para penumpang pesawat yang juga keluar menuju pintu kedatangan.
Aiko berjongkok samping Sakurako, berbisik padanya.
”yang memakai kacamata hitam, bersweater coklat muda dan bercelana jeans.. membawa koper warna coklat tua itu... dia ayahmu...”.
Mata Sakurako terbelalak senang. Dia langsung berlari menuju kerumunan. Minho memang terlihat tinggi diantara banyak kerumunan orang yang keluar itu.
”AYAH MINO.. AKU DISINI!!,”
Dia melambaikan tangan mungilnya, berlari sambil berteriak nama Minho.
Minho berhenti, membuka kacamatanya, dikaitkan ke sweaternya.
”SAKURAKO CHAN!”.
Dia langsung berlari tanpa memperdulikan kopernya... langsung memeluk anaknya yang manis itu.
Minho berdiri, menggendong, memeluk dan mencium anaknya.
Aiko berjalan menuju mereka berdua, dengan senyumnya.
”Aku kangen ayah Mino...,” kata Sakurako, dia sudah hafal wajah ayahnya, walau hanya dia temukan di video chat.
Dia langsung mencium pipi Minho.
Aiko datang tepat di depan Minho, dia menunduk hormat pada lelaki itu.

Minho senyum padanya, masih menggendong anak mereka.
”aku tepati janjiku..... aku datang kembali... ditanggal yang sama... lima tahun dari yang lalu,”
Dia lalu menurunkan Sakurako dan memeluk Aiko.
”aku kangen padamu, kangen Sakurako-chan... aku menepati janjiku,”
Aiko merasakan lagi hangatnya pelukan Minho, sama seperti lima tahun lalu sebelum mereka berpisah.
”aku senang sekali, anata.. aku senang kita bisa berkumpul lagi... masa lalu, biar menjadi masa lalu... saat itu, aku hanya percaya, kamu akan menepati janji.. dan kembali berkumpul bersamaku dan Sakurako-chan...”.
Minho masih memeluknya, perasaan kangennya membuncah. Biasanya dia memang suka bermanja-manja pada Aiko.
”aku kangen banget deh pokoknya.. kangen masakan kamu, kangen pijatan kamu, semuanya... sekarang, kamu sudah jadi ibu dokter.. aku sudah jadi bapak animator”.
Aiko tertawa kecil. Dia minta Minho melepaskan pelukannya.
Minho menuruti saja dan mencium bibir pasangannya itu dengan cepat.
”Eh.. ayah Mino kacau sekali.. yang seperti ini hanya ada di dorama,” tiba-tiba Sakurako malah bicara seperti orang dewasa.
Minho menatap anaknya, berjongkok, lalu tertawa keras.
”ayah cinta banget sama ibu mu... jadi.. ya bagusnya begitu, hahahaha”.
”tapi... ayah juga cinta sama kamu kok.. chu”.
Dia mencium anak perempuannya yang mungil itu.
Aiko menggenggam gagang koper yang dibawa Minho.
Minho menggendong lagi anaknya dan mengajak mereka pulang. Aiko katakan bahwa ia sudah bisa mengendarai mobil.
Mereka jalan keluar, terus menuju parkiran.
”jadi.. hanya kamu saja dan Sakurako chan yang menjemputku??”.
Aiko mengangguk, dia katakan sebelumnya mengabarkan pada Ken dan Makoto.
”Ken kun.. sebentar lagi akan menikah.. dengan orang taiwan juga,” ujar Aiko, senyum pada Minho.
”berita yang menggembirakan... walau akhirnya dia kena kutukan sendiri.. bukannya dia bilang pada kita.. kalau dia ingin menikah umur 35 tahun saja?? Ingat tidak??,” Minho malah terkesan mentertawakan Ken, sahabatnya yang menurutnya kepo itu.
”Ah...biarlah kalau mereka tidak bisa datang menjemputku... akhirnya.. aku bisa juga kembali ke Tokyo,”
Minho memejamkan matanya, seolah dia menghirup udara kota itu, kota yang ditinggalkannya dengan berat, penuh kesedihan, namun berjanji akan kembali karena cintanya terlalu tajam menghujam, menjejak disini. Sepanjang perjalanan, dia bermain-main dengan Sakurako.
                                                ...........................................
Mereka sampai di flat sederhana. Aiko membuka kunci pintu.
Tadaima (kami kembali),” kata Minho dengan senyum.
Lalu, Aiko menyalakan lampu ruang depan.
Mendadak, mereka mendengar teriakan dua orang lelaki dan satu orang perempuan.
OKAERI, MINHO KUN!! (selamat datang),”
Berikut dengan suara terompet yang berisi kertas kertas hiasan.
”Tetttttttt......tottttttttttttt!!!!”.
”Wah.. paman Ken!!,” teriak Sakurako, senang dengan warna warni kertas hiasan yang keluar dari mulut terompet.
Ken tertawa keras.
”Akhirnya kamu kembali!”.
Dia langsung memeluk Minho, menepuk-nepuk keras pundak Minho.
Lalu kemudian disusul Makoto.
”aku pasti kembali.. aku sudah janji..!”, jawab Minho dengan penuh semangat.
Ken memperkenalkan tunangannya pada Minho. Mereka duduk-duduk bersama menikmati makanan dan minuman di dalam flat Minho dan Aiko yang sederhana itu.
Mereka puas tertawa mengingat kejadian masa lalu yang lucu. Sementara Sakurako yang masih sangat kangen pada ayahnya, duduk saja di pangkuan Minho mendengar percakapan mereka.
”Minho kun ini.. dulu idola di kampus animasi.. kamu lihat saja dia.. pantes banget jadi model,” kata Ken, bercanda pada pacarnya.
Xiao Yu hanya tertawa kecil.
”Tapi dia sayangnya hanya dengan Aiko-chan,” ujar Makoto, dengan suara sedikit memelas.
Sakurako langsung nyeletuk,”dan sayang aku juga dong, paman Makoto”.
Makoto tertawa lebar. Lantas, dia berani menceritakan isi hati yang sebenarnya lima tahun lalu tentang perasaannya pada Aiko.
Minho terbelalak.
Baka (bodoh),” ujar Minho singkat.
”aku sudah sangka.. kamu pasti suka juga pada isteriku..,” lanjutnya.
Makoto tertawa-tawa keras, salah tingkah, menggaruk-garuk kepalanya.
”tapi itu kan dulu, Minho kun... sekarang.. aku ini sahabat kalian, hahaha!”.
Minho memukul kepala temannya itu sampai Makoto mengaduh.
Aiko dan Sakurako justru malah kompak tertawa.
”aku tahu, Aiko chan menjadi incaran kalian.. termasuk incaran Ichirou kun.. hanya.. aku yang lebih cepat dari kalian.. aku enggak mau kehilangan orang yang sudah aku pastikan.. aku cinta dia..,” ujar Minho.
Ken memberikan isyarat pada Aiko, agar Sakurako segera tidur. Pembicaraan memang sudah mengarah ke permasalahan orang dewasa.

Sakurako pun ke kamarnya dan dia pergi tidur. Minho mengantarkan anaknya masuk kamar.
”teman-teman ayah ramah sekali,” katanya pada Minho, dengan suara mungil cerianya.
Minho mengangguk, senyum padanya dengan mantap.
”Ayah cinta mereka.. mereka bertiga orang yang baik... jadi, Sakurako-chan.. cinta juga pada teman-teman ayah,”
Anak kecil itu menjawab dengan anggukan kepastian.
Minho mencium kening anaknya, menarik selimut untuknya.
annyeonghi... oyasuminasai,” senyum Minho dengan lembut.
“Jadi… annyeonghi itu.. oyasuminasai??,” Sakurako malah penasaran dengan bahasa ayahnya.
Minho mengangguk. Anak kecil itu meminta ayahnya mengajarkannya bahasa kedua kakek-neneknya yang berbeda Negara. Hari pertama Minho bersamanya, dia merasa memang anak yang wajahnya mirip dengannya ini, pintar seperti ibunya.
“nanti.. akan ayah ajarkan bahasa Kakek Lee,” senyum Minho sambil mengelus rambut anaknya.
”yakusoku shimasu,” lanjut Minho dengan janjinya.
hai’.. yakusoku,” jawab Sakurako. Dia membalas mencium Minho dan memejamkan matanya.
Minho berdiri dan mematikan lampu kamar anaknya, lalu keluar lagi menuju tempat duduknya.

Minho duduk disamping Aiko dan merangkulnya. Seperti biasa, Ken suka sekali menggoda.
”kami tahu cemburumu besar sekali waktu itu pada Ichi kun,” goda Ken.
”aku memang begitu kok... kalau tidak cepat-cepat.. ya selamanya gak bakalan dapat Aiko chan..,” balas Minho dengan cuek.
Ken dan Makoto tertawa.
”kalian ingat tidak.. omongan kita seperti di cafe yang dulu.. kalau kamu sensitif sekali, Minho kun??,” goda Makoto.
Ken tertawa-tawa kencang sampai memegang perutnya. Baginya dan Makoto, Minho masih sangat sangat seperti anak kecil waktu itu, yang ketakutan sekali pacarnya direbut mereka.
”aku bisa membayangkan kembali kejadian itu, hahahaha!”, tawa Makoto begitu lepasnya, kemudian di susul Ken lagi.
”hey... kalau tidak begitu.. tentu salah satu dari kalian akan mengambil Aiko chan.. iya kan??,” bela Minho pada mereka.
Ken masih tertawa mendengar perkataan Minho baru saja.
Minho menggandeng pundak Aiko.
”betul gak, Aiko chan?? Kamu ini perempuan cerdas... kalau aku enggak bisa dapat kamu cepat-cepat... ya, keduluan mereka.. iya kan??”.
Aiko hanya senyum-senyum saja. Memang itu pula yang dia rasakan, itu pula yang menyebabkan mereka menikah dalam usia yang sangat muda.
”tapi aku rasa... anata paling cemburu dengan Ichi kun,” ujar Aiko dengan senyum dan polos.
Ken dan Makoto kembali tertawa terpingkal-pingkal.
”benar itu.. benar.. machigainai, Aiko chan, hahahaha!,” ujar Ken dengan keras.
Minho malah jadi bergumam tentang Ichirou. Baginya, lelaki muda itu sahabat dia pertama kali ketika datang ke Jepang, yang menolong dia dalam banyak hal.
”sebaiknya.. besok kita ke makam Ichi kun, dia harus juga merayakan kita berkumpul lagi,” kata Minho.
Suasana yang tadi penuh gelak tawa jadi serius.
Makoto mengangguk. Ichirou adalah sahabat sejati mereka, yang benar-benar hanya maut yang memisahkan mereka. Walau lelaki itu sudah tidak ada lagi secara fisik ditengah-tengah mereka, tapi memori tentang Ichi kun sudah lima tahun pun, masih mereka ingat.
                                                ........................................
Esoknya, mereka pergi ke pemakaman dimana Ichirou bersemayam disana. Mereka berdoa dengan khusyu.
”Ichi kun.. kami kumpul kembali.. tak enak rasanya tanpa dirimu... itu sebab, kami kemari,” kata hatinya Minho, sambil memejamkan matanya dan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
”Hai, Ichi kun.. Minho kun sudah kembali.. kamu harus tahu.. makanya kami kesini,” gumam pelan Ken.
”Kami enggak akan pernah melupakanmu, teman.. kamu sahabat sejati bagi kami,” gumam Makoto.
”Ichi kun... kami semua mencintaimu... aku rasa, disana kamu berdoa untuk aku, Minho kun dan lainnya... aku ingin bilang.. Minho kun sudah kembali, Ichi kun... aku akan hidup bersama lagi dengannya... tolong doakan kami bahagia.. karena aku tahu, semua pasti berkat doa mu...,” kata hatinya Aiko. Dia terharu berdoa di depan makam temannya itu, matanya benar-benar terpejam dan perasaannya dalam.
Sakurako memegang ujung baju Aiko dan Minho, anak itu berada di tengah-tengah kedua orangtuanya, memperhatikan sebuah nisan tinggi dari batu bertuliskan nama sahabat kedua orangtua dan teman-teman orangtuanya itu.
Selesai mereka berdoa, lalu menunduk hormat pada makam Ichirou dan pulang.

Ken dan Makoto sepanjang jalan tertawa-tawa dengan Sakurako.
Minho menggenggam dengan lembut tangan Aiko sepanjang jalan.
”dulu kita kalau berjalan seperti ini ke kampus... mau kembali lagi ke kampus???,” toleh dan senyum Minho pada Aiko.
Ken berbisik pada Sakurako,” Hey, Sakurako-chan.. kamu tidak boleh mengganggu kedua orangtua mu yang sedang pacaran.. jadi, kita makan es krim saja.. okay??”
Minho lalu langsung menoleh pada Ken.
”Mau menyogok anakku ya?? Awas.. dia lebih pintar dari aku,”
Ken tertawa pada Minho.
”Kalian masih saja pacaran.. nanti Sakurako chan kesepian”.
Minho langsung menghampiri anaknya itu dan menggendongnya.
”kamu boleh mengambil es krim dari Ken ojichan.. tapi tidak boleh tergoda olehnya ya.. paman Ken genit”, katanya, menyindir sahabatnya itu.
Ken tertawa-tawa, Minho memang belum lepas dari sisi kekanak-kanakannya, walau sudah punya anak.
”ayo kita jalan ke kampus... ruangan dulu kita kumpul masih kosong.. sepertinya memang itu ruangan kramat hanya untuk kelompok kita, hehe,” ujar Makoto.
                                                .............................
Kampus terlihat sepi, karena memang sedang dalam suasana liburan.
”Kreek...,” Minho membuka pintu ruangan animasi yang tidak terpakai lagi, itu memang ruangan dulu tempat mereka suka berkumpul.
”berdebu sekali,” dia lalu menyalakan saklar lampu dan masuk, kemudian disusul yang lainnya.
Aiko mengoles ujung jarinya ke atas penutup kain sebuah piano,” iya, berdebu... aku masih ingat, pernah main piano ini sewaktu menunggu kalian kumpul”.
”mainkan lagi saja,” ujar Minho. Dia mengibas-kibas tangannya pada sofa panjang, lalu meminta Sakurako duduk di pangkuannya.
”Lihat ibumu bermain piano ya.. dia memang pintar dan hebat... kamu juga pasti hebat.. chu,” kata Minho pada anaknya, lalu mencium pipinya.
Aiko pun memainkan sebait lagu instrumental yang dia masih ingat, semua mendengarkan.
Selesai, mereka bertepuk tangan.
”Entah.. apa dalam waktu waktu berikutnya, kita masih akan bertemu lagi,” kata Ken. Dia lalu mengemukakan masa depannya kalau akan kembali bersama Xiao Yu ke Taiwan, yang memang negara kelahirannya.
”kita akan tetap jadi sahabat,” senyum Minho, lalu dia berdiri.
Dia memanjangkan tangannya.
”dulu.. kita suka begini kan?? Ayo lakukan lagi!”.
Mereka saling memanjangkan tangan, menyatukan telapak tangan mereka.
”bagaimanapun.. kita adalah sahabat... Ichi kun pun sahabat kita, walau tidak lagi disini... ruangan ini selalu jadi saksi.. walau Ken kun akan kembali ke Taiwan, atau Makoto kun akan temukan soulmate nya dan aku akan bahagia dengan keluargaku,” ujar Minho.
YES!,” teriak mereka bersama dengan penuh semangat.
                                                .........................................
Tadaima,” ujar Minho di depan pintu flat mereka. Masing-masing dari kampus, akhirnya pulang malam hari.
Minho menutup pintu flat, lalu menggenggam tangan Aiko, mencegahnya jalan masuk ruang tamu.
”ada apa??,” Aiko menoleh dan senyum padanya.
Minho malah memeluknya.
”setiap detik, selama lima tahun.. aku menunggu, terus berharap kita bisa berkumpul kembali...”.
Minho mulai lagi melankolisnya. Aiko tersenyum dan membalas pelukan Minho.
”aku juga begitu.. aku menunggu mu... juga Sakurako chan.. setiap kali sehabis video chat.. dia selalu bertanya, kapan anata akan kesini.. ”.
Sakurako chan melihat kedua orangtuanya di lorong antara pintu dan ruang tamu saling berpelukan.
”kalau dulu kita tidak saling berjuang.. sudah pasti ayah akan memisahkan kita,” kata Minho lagi.
Aiko mengangguk. Minho melepaskan pelukan lembutnya lalu mencium Aiko.. di depan Sakurako.
”Ayah... romantis sekali,” Sakurako menutup mulutnya, tercengang dengan ciuman mesra Minho ke Aiko.
Minho langsung menoleh pada anaknya, dia langsung menggendong Sakurako.
”Ah.. Sakurako chan.. juga bisa ayah cium! Ini.. chu! Cium sayang ayah pada kamu,” kata Minho, mencium pipi kiri, kanan dan kening anak perempuannya itu.
Aiko tertawa sampai terlihat giginya.
”Sakurako chan.. memang anak yang kritis.. aku suka kewalahan dengan segala pertanyaannya, anata,”
Minho tertawa keras, sampai gigi geligi putihnya terlihat.
”Tapi aku suka, hahaha!”
”Apa kamu tidak ingat.. kamu sendiri bergitu kritis... sampai aku dibuat bingung jadi ketua kelompok.. uh.. masak iya tidak ingat sama sekali??,”
Aiko tertawa kecil, menutup mulutnya.
Gomennasai.. mungkin karena pembawaanku yang kuliah medis,”
Sakurako mengelus-elus pipi Minho yang memang halus.
”Ayah memang tampan loh... ,” katanya dengan polos.
Minho senyum anaknya memuji dirinya.
”ayah ini dulu seorang model.. ,” katanya pada Sakurako.
”ayah harus mengantarku ke sekolah besok loh,” pinta anak itu padanya.
”pasti.. chu.. sekarang, kamu harus tidur.. sudah malam,” Minho membawanya ke kamarnya. Aiko mengikuti dari belakang.
Mereka berdua mencium pipi kiri dan kanan Sakurako sebelum keluar dari kamar tidur itu.

”kembali lagi ke sini... ingin lagi aku bisa bersama kamu.. bedanya.. sekarang Sakurako chan bersama kita,” senyum Minho di dalam kamar mereka.
Aiko mengangguk senyum. Minho merangkulnya.
”kita pacaran lagi yuk.. ,” senyumnya pada Aiko genit sekali.
Aiko terkekeh dengan apa yang baru saja diucapkan Minho.
Minho cemberut, memang kalau sudah ada maunya, dia minta dituruti, dan Aiko sudah mengerti itu.
Malam itu, Minho berbaring di samping Aiko.
”Aku akan bahagia denganmu... aku tak kan lagi ingin kehilanganmu, Aiko chan...,”
Minho mencium kening Aiko yang tertidur dengan lembut.
Dia memeluk perempuan itu, merasakan kehangatan kulit dan hatinya.
”biarlah semua yang lalu telah berlalu... aku akan tetap disampingmu..selamanya...kita bangun kebahagiaan ini,”
Aiko hanya bergumam saja dalam tidurnya ketika Minho kembali menciumnya, dia sudah terlalu lelah.
Minho tersenyum melihat wajah pasangannya itu, memeluknya kembali.. lalu tertidur..sampai sinar mentari muncul kembali... dia percaya, bahwa Aiko lah satu-satunya perempuan yang dapat membahagiakannya.. dan ketidakdewasaannya di masa lalu menjadi pelajaran untuk kehidupan berikutnya... mulai malam itu...sampai akhir kehidupan mereka...

========================= End ================================

Ah.. akhirnya.. bisa tamat juga cerita ini.. padahal awalnya bingung dengan nama siapa perempuan yang dianggap pantas di cerita ini. Nama Aiko sebenarnya sih hanya kebetulan saja, sebab Aiko sendiri artinya ”beloved child”, anak yang berbagi cinta, jadi diharapkan di cerita ini, Aiko memang seorang perempuan yang lembut, penuh kasih, cinta pada Minho tanpa banyak meminta, walau masih ke kanak-kanakan. Enggak tahu juga sih... apa di jaman yang sudah semakin modern ini.. ada kisah cinta seperti ini?? Ditengah-tengah maraknya perceraian yang begitu mudah terjadi.. malah aku buat cerita yang mendukung bahwa pernikahan sebaiknya dipertahankan jika memang masih bisa diatasi masalahnya. Dan.. umur memang menentukan banget ya, buat kedewasaan tahapan kehidupan ini.. kalau bisa, memang jangan nikah terlalu muda deh... kuliah dulu sampai selesai... semoga ada pelajaran dari cerita ini ya... masih ada banyak cerita imajinasi ku yang lain tentang Minho...