Aisha tetap mengikuti pengajian itu sampai
selesai. Sesekali dia hanya menjawab pesan dari Shin dan juga beberapa
temannya. Shin langsung bertanya, apa Johny ada di acara tersebut atau tidak.
”Tidak,” jawab Aisha, berbohong. Karena
dia tahu, kalau menjawab jujur, bisa saja lelaki itu mendadak cemberut.
”Oh,
Thanks God,” balas Shin. Dia percaya saja dengan ketikan Aisha.
Aisha tidak ingin memperpanjang perkara.
Dia ingin fokus untuk acara ini sampai sore. Dia sibuk memperhatikan ceramah,
lalu dilanjutkan dengan tanya jawab. Dilihatnya, Nuraini masih lebih sibuk
jalan-jalan kesana kemari, karena dia panitia utama.
Saat pembagian parcel dan uang untuk anak
yang tidak mampu, Aisha lekas memfoto beberapa anak dan mengirimkannya pada
Shin.
”Thank
you on behalf of them,” kata Aisha, berterima kasih atas bantuan yang sudah
diberikan lelaki itu.
“ My pleasure...Just enjoy your time… ,” balas Shin, senang dia mendapatkan bukti
dari apa yang sudah dibantunya.
Tidak lama, Nuraini menghampiri Aisha,
bercanda padanya.
“Ekhm.. pacarmu bilang apa, sist??,”
”Dia bilang: sama-sama dan supaya aku lebih konsentrasi ikut
acaranya,” jawab dan senyum Aisha.
Nuraini lalu duduk setengah berdiri
disampingnya, mengambil beberapa foto untuk dokumentasi acara. Lalu setelah
usai sesi acara tersebut, dia duduk lagi.
”Tadi.. kamu biasa aja kan... dengan
Johny?,” tanya dia, seperti antara penasaran dan berharap tidak ada sesuatu
yang sebaiknya dikhawatirkan.
”Biasa aja... ,” balas Aisha, singkat.
Padahal dalam hatinya, dia eneg banget lihat cowok itu, cowok yang sudah
meledek Shin macam-macam. Dan, beberapa kali cowok itu melihat dirinya. Tanpa
sadar, ketika dilihat, Aisha otomatis juga melihat cowok itu. Jelas, tanpa
Nuraini ketahui.
”Ya.. syukurlah... karena sebenarnya dia
enggak sejahat itu kok, sist,” kata Nuraini.
Aisha senyum saja, namun seperti sedikit
dipaksakan. Dia terus mengingat kata-kata yang lolos dari pengawasan Shin,
namun sebenarnya kalau lelaki itu tahu, akan sangat menyakitkannya.
Dalam
hati, dia hanya berkata,” Wish you knew
it, Nuraini... you will know who he is….”. Hanya, dia diam saja, ingin
menenangkan dirinya, karena pergi pengajian, bukan untuk ribut.
Masing-masing
tetap sibuk dengan acaranya, sampai akhirnya selesai dan hanya tinggal panitia
yang masih tetap berada di sana ,
karena anak makan sore bersama dengan kepala desa.
“ Yah.. disini ya begini ini… Mas-mas.. Mbak-mbak… seadanya aja
dimakan,” basa-basi kepala desa.
Mereka makan bersama di rumah kepada desa,
lengkap dengan lauk pauk sederhana.
”Ah.. gak apa, Pak... kita suka kok
makanan begini,” kata Syahril, santai.
Pak kepala desa mempersilahkan mereka
makan. Syahril dan teman-temannya langsung menyerbu makanan nasi dan lauk pauk
yang beralaskan daun pisang itu. Begitu juga di sisi perempuan. Senda gurau
menyelimuti acara makan-makan tersebut. Saling berbicara tentang kegiatan
harian antara mereka dengan Bapak kepala desa dan isteri.
”Oh.. jadi Mas-mas dan Mbak-mbak ini tidak
semuanya dari Bekasi?? Ada juga yang dari Jakarta??,” tanya Bu kepala desa.
Syahril menunjuk Aisha yang memang hanya
satu-satunya yang dari Jakarta.
”Kalian enggak tahu ya?? Kalau pacarnya
dia nyumbang loh,” kata Nuraini.
Malah mendadak Johny yang membalas
perkataan Nuraini,” Masak sih, Nur??”.
Lalu dia menoleh pada Aisha, ”Bukannya
pacar lu non muslim ya??”.
Aisha menjawab dengan mengangguk saja. Dia
malas ada kalimat atau bahkan percakapan lanjutan soal hubungannya. Namun
justru malah membuat Bapak dan Ibu kepala desa jadi penasaran. Mereka dan
beberapa warga malah jadi tanya macam-macam.
”Beneran gitu, Mbak?? Trus.. orang
mana??,” tanya Pak kepala desa.
Aisha agak ragu ingin menjawab. Tapi malah
Syahril yang menjawab.
”Orang jauh, Pak... jauuuhhhh banget...
orang luar negeri,” kata Syahril, antara semangat, beda tipis dengan iseng.
Pak dan Ibu kepala desa malah jadi kagum. Lalu bertanya, orang mana luar negerinya. Lagi-lagi,
Johny dengan nada antara menggoda beda tipis dengan menyindir, menjawab
pertanyaan Bu kepala desa.
”Pacarnya keren, Bu.. orang korea... dia
susah pacaran sama orang indonesia.”
Aisha merasa tersindir dengan apa yang
dikatakan Johny. Hanya, dia berusaha membalas dengan senyum.
”Iya, Pak.. Bu.. memang orang sana... Tapi bukan saya kok yang duluan mau sama
dia.. tapi dia duluan, hehe...”.
”Wah... hebat dong, Mbak... pasti ganteng pisan (banget-red) ya???,” tanya bu
Lurah.
Aisha hanya tertawa kecil. Namun,
lagi-lagi, Johny seperti menyindir dia.
”Ganteng banget, Bu.. tapi malah menurut
saya.. mirip perempuan.”
Aisha tidak memandang Johny, tapi justru
dia menoleh kepada Nuraini, seperti menyampaikan sinyal ”Urus pacarmu yang
benar, jangan enggak sopan”.
Nuraini merasa tidak enak hati, dia
menangkap perasaan Aisha tersinggung dengan kata-kata tunangannya itu. Tapi, dia tidak membalas apapun.
”Mirip perempuan apaan?? Dia laki-laki
kok.. ,” kata Aisha, berani membalas pernyataan Johny. Bahkan dalam hatinya,
dia ingin sekali langsung debat dengan cowok itu saat itu dan disitu juga. Dia
urungkan karena tidak enak hati. Bapak dan Ibu kepala desa dan juga beberapa dari panitia jelas tidak tahu
masalah apa yang terjadi antara dia dan cowok itu.
Syahril lantas memotong pembicaan
keduanya, karena takut menjadi ribut. Dia malah nyeletuk,” Ya pasti lelaki lah,
Aish... cuma mungkin karena cowok lu manis banget kali ya... jadi dia becandain
lu... Guyon, Neng... kagak usah dimasukin hati.”
Aisha harus menahan amarahnya, dia tidak
ingin menyusahkan orang lain yang ada di situ. Akhirnya, dia pilih diam saja.
Johny senyum-senyum saja.
Mereka semua ngobrol sampai acara selesai
dan pulang ke rumah masing-masing.
Sampai dirumah, Syahril mencoba inbox
dengan Aisha, menanyakan tentang obrolan terakhir tadi sore.
“Pasti lu tadi sensi banget sama si Johny
ye?? Gue berasa banget,”
tanya Syahril.
”Jago kalau enggak,” balas Aisha, singkat.
Syahril malah meledek, bisa aja sebenarnya
cowok yang katanya sahabatnya itu mungkin suka dengan Aisha, tapi dengan cara
menggoda dia.
”Lu enggak mikir.. kalau Nuraini
tunangannya?? Cowok gimana ceritanya bisa begitu sama cewek lain.. sementara
tunangannya ada di depan matanya?? Memang dia enggak mikir perasaan hati
Nuraini??,” tanya Aisha, tanpa basa basi men-skak mat candaan Syahril.
Syahril sempat diam sejenak, entah apa
yang dilakukannya di sana, tidak langsung menjawab ketikan Aisha.... Cukup
lama.... Lantas dia hanya
bisa menjawab, kalau temannya itu memang suka bercanda dan Nuraini rasanya
sudah sangat maklum dengan sikapnya yang seperti itu.
”Maklum?? Oh mungkin karena gue enggak
bisa begitu.. makanya gue memandang itu sama sekali enggak maklum,” balas
Aisha.
Syahril malah mentertawakan Aisha. Dia pikir perempuan itu sangat sensitif
dengan sahabatnya itu.
”Lu tu ye.. bini gue ngobrol sama dia
panjang lebar... gue biasa aja tuh.. dasar cewek sensitif lo,” katanya.
“Untung ya.. dia enggak buat gue
tantrum... coba kalau iya.. habis semua barang gue banting, kesal,” balas
Aisha.
Aisha ternyata saat itu juga sedang
melihat inbox si Johny masuk, namun belum dia layani. Hanya dia diamkan saja,
namun si Johny tahu, bahwa Aisha hanya cukup membacanya, sama sekali tidak
membalas.
“Walah.. ternyata segitu aja beraninya ya..
cewek yang pacarnya orang korea ini, hahaha!,” ketiknya kepada Aisha,
benar-benar ditangkap sebagai sebuah ejekan yang sangat dalam.
Aisha mendiamkan saja, hanya membaca satu
persatu bait ejekan Johny untuknya.
“Gue pikir cewek cantik, super gitu”
“Kok bisa ya.. itu cowok banci suka sama lu?”
”Eh tapi dasar.. elu emang cewek aneh.. sukanya sama cowok gak berti-tit, hahaha”.
”Mendingan lu kawin sama gue, say..... gue
cowok asli, bukan bencong beti-tit”.
Sebenarnya, Aisha ingin sekali menyalin
semua ketikan Johny itu pada Syahril. Tapi sekali lagi, dia menunggu tanggapan
cowok itu terhadap perilaku orang yang dia anggap sahabatnya itu.
”Trus.. kalau sahabat lu itu misalnya
sangat suka ngeledekin orang...sampai bikin sakit hati... gimana?? Lu mau punya
sahabat model gitu??,” tanya Aisha, memancing.
”Ya enggak lah.. lu lagi,” balas Syahril.
Dan.. dengan jawaban seperti itu, Aisha
lantas menyalin segala percakapan yang sudah disampaikan Johny kepadanya dan
menunggu reaksi Syahril.
”Menurut lu?? Ini gue copy paste, dan percuma kalau gue bohong sengaja edit tulisan..
bukan gua banget,” kata Aisha.
Syahril membaca itu, lantas dia malah
menertawakan Aisha,” Jangan-jangan emang teman gue naksir elo, hahaha”.
”Naksir?? Hello.. jangan ngetik kasar kalau naksir gue.. gue
makin mau muntah sama cowok gak punya manner..
noted and notice it,” balas Aisha.
Baginya, lelaki bermulut kasar dan
bercanda tidak bermoral sudah masuk dalam coretan kriterianya. Terserah juga
dia mau suka dengan siapa saja, tetapi lelaki yang bermulut seperti itu lebih
baik jauh-jauh dari dirinya.
”Bilang ya sama sahabat lo itu.. gue ENEG sama kelakuannya..,” ketik Aisha.
”Dan lagi.. dia udah ada tunangan.. gak
pantes ngetik begitu sama cewek,” lanjutnya.
Syahril menanggapinya dengan santai saja.
Dia janji akan bicarakan itu dengan sahabatnya itu.
“Dan sorry.. gue enggak mau balas chat
dia.. kalau perlu, gue bakalan copy paste
in ke cowok gue..,” kata Aisha lagi.
“Eh..santai dong, Neng Aisha… gak usah
sensi kayak begitu.. nanti bakalan gue bilangin,” balas Syahril.
“Lebih cepat lebih baik...sebelum gue
makin panas hati,” balas Aisha.
Mereka tidak melanjutkan lagi
percakapannya, tidak tahu apa yang Syahril akan lakukan dengan copy paste itu.
Aisha sudah sangat kesal. Dalam
pikirannya, sedang bertunangan sekalipun, tidak pantas seorang cowok mengetik
seperti itu. Bisa jadi perang
dunia ketiga kalau dia melaporkan chat terakhir pada Nuraini. Dia tidak ingin melakukan itu, karena
ingat dengan perkataan cewek itu. Dia tidak ingin merusak hubungan mereka.
Dalam hatinya, dia hanya bilang,” Tunangan
lu mesti belajar sopan santun, Nur... jangan dianggap enteng sikap seperti
itu.”
-----------------------
Aisha pada akhirnya malas menulis atau
apapun yang berhubungan dengan jejaring sosial itu. Namun, dia meng-screen shot
segala percakapan dirinya dengan Johny, lalu dia hapus dengan cepat, agar Shin
tidak curiga.
”Jadi lu beneran ketemu Si Johny itu??,”
tanya Risa, penasaran.
Aisha mengangguk.
Risa tertawa terbahak-bahak, ”Enggak bisa
gue bayangin.. gimana tampang jelek cowok sok kegantengan gitu, hahahahaha!.”
”Tau banget lu..kalau dia emang sok
ganteng.. gue udah screen shot kata-kata dia yang menjijikkan,” balas Aisha.
Risa penasaran sekali dan dia minta
ditunjukkan semuanya hasil screen shot itu. Dia berdecak, tidak menyangka ada
lelaki bermulut seperti perempuan.
”Padahal udah tunangan ya... mana lu
ketemu tunangannya lagi.. heran
gua, ckckckckck.”
”Ya.. gitu deh... ,” balas Aisha, dengan
ekspresi kesal.
Aisha perempuan yang tipenya tidak suka
hubungannya diganggu dan ingin serius. Dia sendiri sebenarnya sadar, dia sudah
mengganggu hubungan Shin dengan isterinya. Namun, kata-kata kasar cowok bernama
Johny itu tidak bisa dia terima.
“Gue juga gak suka cowok mulut ember mirip
perempuan gitu... pokoknya enggak usah lu layanin.. titik.. gak pake lama,”
kata Risa.
Aisha mengangguk. Untuk beberapa saat, dia
mau diam, tidak ingin komentar apapun di jejaring sosial supaya lelaki itu
tidak mengganggunya lagi. Dia sudah marah, dan berjanji, jika masih diganggu,
akan lapor ke polisi.
“Ah..semoga enggak terjadi kayak gitu,”
balas Risa.
Tapi Risa merasa seru juga dengan ancaman
yang diberikan Shin pada Johny. Memang hari gini sepertinya yang namanya
selingkuh di pacaran udah biasa. Tapi bagi Aisha, itu tidak biasa. Apalagi, dia
sudah mendengar bagaimana Nuraini berharap, kalau Johny tidak macam-macam lagi
dengan setiap perempuan.
”Lagian si Nuraini aneh deh.. mau banget
sama cowok model gitu... biar dulu gue badung.. najis banget sama cowok model
begitu.. peh,” kata Risa.
”Gue enggak tahu deh.. mungkin ada rahasia
yang enggak terungkap.. hanya saja.. memang ada tipe perempuan yang sudah
disakitin, masih bisa bertahan... yeah.. demi sang kekasih,” kata Aisha.
Risa tertawa. Dia yang mantan playgirl tidak pernah mengalami pacaran
yang sampai harus berkorban banyak walau sudah disakiti. Baginya, sangat mudah
menarik lelaki, sangat mudah juga membuangnya. Tapi baginya, jika Nuraini
bertindak sampai seperti itu, dia merasa, perempuan itu ada kejanggalan.
”Yah.. tapi enggak boleh juga sih.. kita ikut campur urusan dalam negeri
mereka... ngapain juga?? Enggak penting amat,” kata Risa.
Akhirnya mereka membicarakan lagi hubungan
Aisha dengan Shin, akan seperti apa dalam waktu dekat.
”Kelamaan banget sih dia kemari.. memang
mau kapan kalian ada kejelasan??,” tanya Risa.
”Dia lagi sibuk.. gue juga cuma say hi aja
dengan dia.. katanya lagi ada
proyek makanan apa deh.. gue enggak ngerti sana,” balas Aisha.
”Tapi.. masih mau lanjut kan??,” tanya
Risa lagi.
Aisha hanya mengangguk saja. Terakhir
mereka hanya membicarakan soal santunan anak-anak kurang mampu saja, belum ada
pembahasan yang serius.
”Ih gila ya... gue rasa cowok lu itu tipe
pekerja keras, so perfecto gitu,”
kata Risa.
Mungkin budaya nya orang sana harus
bekerja keras, mencapai target dan tidak mau diganggu dengan apapun kala
konsentrasi, fokus untuk kemajuan pekerjaan. Akhirnya mereka hanya
cerita-cerita tentang rumahtangga Risa.
-------------------------------
“Eh... gue di tag apa??,”
Aisha keheranan ketika dia masuk jejaring
sosialnya. Sore menjelang malam itu, dia memang janji akan ngobrol dengan Shin,
karena sudah beberapa hari mereka tidak komunikasi. Namun ternyata, dia malah
mendapatkan pesan kalau mereka tidak bisa chat bareng karena target kerja Shin
ternyata belum selesai juga. Akhirnya, dia kembali ke sebuah jejaring sosial
dimana teman-temannya lebih berkumpul di sana. Dilihatnya sebuah tag tentang ”mencari pasangan
hidup”, namun dalam bentuk meme. Dan yang men-tag adalah.... Johny! Lengkap
juga disana di-tag nama Nuraini, Syahril, Aisha dan beberapa teman yang tidak terlalu
banyak atau bahkan tidak diketahui Aisha, siapa mereka.
”Apa-apaan lagi nih??,” tanya hatinya
Aisha, dia mengendus sesuatu yang tidak enak.
Dilihatnya, ada sebuah meme soal lelaki. Kata
meme itu, lelaki itu macho berjenggot,
bukan polos ala boyband.
Awalnya, Aisha mendiamkan saja meme
seperti itu. Dia pikir, buat
apa juga peduli dengan meme seperti itu. Notifikasi semakin banyak. Nuraini
langsung masuk ke inbox percakapannya.
Dia berbasa-basi, menanyakan kabar Aisha setelah tiga hari selepas pengajian
itu, mereka tidak bertemu lagi.
“Aku baik, Alhamdulillah,” Aisha menyapa
balik, mencoba ramah. Baginya, memang bukan Nuraini yang bersalah, tapi
tunangannya itu. Gantian dia berbasa-basi dengan Nuraini. Tidak berapa lama, Nuraini
berkata, bahwa dia akan menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan Johny itu.
“Kenapa lagi dia, Mbak??,” tanya Aisha.
“Entah kenapa... kok rasanya aku enggak
bisa putus dari lelaki macam itu yo, mbak??,” tanya balik Nuraini pada Aisha.
Dalam hati Aisha berkata,” Mana aku tahu??
Itu kan perasaanmu... tidak
bisa aku mencampurinya.”
Tapi Aisha hanya bisa mengetik,” Memang kenapa??.”
Nuraini pun lalu menceritakan kembali
saat-saat dia bertemu dengan Johny. Aisha hanya menyimak saja panjang lebar
perempuan itu mengetik. Perkenalan dan juga sifat Nuraini yang tidak bisa
menolak, membuat dia seperti tersiksa keadaan. Jadi, buah simalakama lah yang
dia makan.
”Sebenarnya, kamu masih punya kesempatan
untuk menolak,” balas ketik Aisha padanya.
”Kalau dia punya sifat genit seperti itu..
aku tidak mau gede rasa... hanya.. aku sangat terganggu dengan sifatnya.. lihat
saja di tag gambar itu.. gambar itu sudah menyinggungku, sist...,” lanjutnya
lagi.
”Dan.. bukan kamu yang seharusnya minta
maaf pada saya, atau kepada Shin.. tapi dia.. lha wong bukan kamu yang kurang
ajar ke kami berdua.”
Aisha melihat lagi ketikan-ketikan
orang-orang yang di tag oleh cowok itu.
”Ana sih tetap suka ikhwan ada jenggotnya,”
ketik salah seorang ID perempuan.
Johny mengetik icon tertawa dengan ketikan
sang perempuan tadi. Dia lalu mengetik kalau ada perempuan yang sudah aja
dengan pria-pria berjawah cling yang sibuk urus badan, mirip perempuan.
”Model begitu namanya cowok metroseksual,
cuy,” ketik Syahril, tidak ingin menyalahkan siapapun.
”Memang siapa yang cowoknya kayak
begini??,” ketik Aisha. Dia sengaja memancing cowok itu supaya bisa mengetahui,
sampai sejauh mana di tag itu, akan menyindir dia.
”Just take a look at that tag, sist..,”
ketik Aisha kepada Nuraini.
“Look what will happen,” lanjutnya.
“Kagak
nyadar banget si Aisha.. cowok lu jenggotan gak??,” ketik dan sindir Johny.
Yang lain jadi ikut-ikutan ketik tertawa
dan icon tertawa.
Aisha masih diam saja, belum panas hati.
”Cowok gue kan emang bukan muslim... jadi
enggak masalah juga kan.. kalau enggak ada jenggotnya buat dia???,” balas ketik
Aisha.
Lalu, dia mengetik inbox dengan Nuraini,” See?? Aku sudah tahu.. dia akan
menyindirku.. aku enggak tahu, aku punya salah apa sama dia dan kenapa
sepertinya dia, seperti dendam sama aku,”
”Seperti inilah cowok mu dengan ku,
Sist... tapi.. ada yang lebih lagi kata-katanya,”
Nuraini penasaran. Dia meminta Aisha menunjukkannya. Dengan
berani, Aisha pun mengirimkan banyak kata-kata yang sama sekali tidak dia edit.
Perempuan itu terperangah.
”Kenapa.. kaget??,” tanya Aisha.
Nuraini bercerita, kalau dia sebenarnya
sudah tidak mau lagi membahas masalah ini, ingin rasanya tidak lagi berhubungan
dengan cowok itu. Dia juga
aslinya tidak tahan dengan mulut kasar dan nyinyirnya.
Aisha lalu kembali ke chat ramai-ramai,
masih dengan tag gambar itu.
”Gimana... gak masalah kan, sebenarnya
kalau non muslim itu enggak punya jenggot??,” ketiknya pada mereka.
”Tapi bukannya banyak grup barat.. lu kan
suka banget tuh musik cadas.. mereka non muslim juga jenggotnya panjang-panjang
ya???,”
Aisha masih menyindir balik. Sebenarnya
dia memang bukan perempuan yang menyukai cowok yang memperhatikan penampilan.
Dia hanya tidak suka, orang lain ribut membicarakan hubungannya. Dan baginya,
tidak ada urusan antara hubungan dia-Shin dengan mereka. Jadi, mereka tidak
perlu kepo dan harus tahu, darimana asalnya Shin, apalagi sampai membahas soal
jenggot dan boysband segala.
Belum ada lagi komentar berkaitan dengan
gambar tersebut. Johny lalu kembali masuk ke dalam inbox percakapannya.
”Marah lo ya, gue sindir?,” ketiknya.
Aisha diam, belum menjawab. Dia malas
melayani lelaki yang cerewet dan kepo soal urusan pribadi orang lain.
Sementara, Nuraini masih termangu dengan copy paste yang diberikan Aisha
kepadanya.
“Aku kepengen putus dari dia, sist...
gimana caranya?,”
”Itu terserah kamu, sist... well.. kita
sedang berada di dunia maya, persepsi bisa berbeda.. dan aku hanya memberikan kamu
ketikan-ketikannya... aku enggak bisa paksa kamu sama sekali,” balas Aisha.
”And... biasanya sih.. memang kalau orang
mau menikah.. suka ada halangannya.. pastikan dulu dengan berdoa.. apakah dia
memang benar-benar cowok yang bisa hidup denganmu atau tidak.”
Sementara, Johny mengetik,” Makanya lo
jadi cewek jangan belagu... sok-sokan banget segala pakai cari cowok dari korea
lah... cih... cowok jablay boysband aja lu suka.”
Aisha diam saja, walau dia buka chat box
itu. Dia lebih baik tidak melayani panjang lebar sindiran yang lebih mengarah
ke caci maki itu.
Lantas, dia kembali ke tag gambar itu dan
ngetik,” Jadi orang alim semestinya tidak kepo dengan urusan hidup orang
lain.... mau berjenggot atau tidak.. manusia yang dilihat perilaku dan
kebaikannya.. sudah dulu, Wassalam”.
Tidak ada lagi ID yang mengomentari
ketikannya. Dia pun akhirnya menutup jejaring sosial itu, membiarkan saja
Nuraini disana, entah berpikir apa.
Hari itu, toh dia juga tidak bisa bicara
dengan Shin, karena lelaki itu sibuk bekerja. Dia berusaha menenangkan dirinya
di dunia nyata, walau kepikiran tentang kata-kata kasar dan nyinyir yang
diketik si Johny.
Bersambung ke part 12...