This is me....

Minggu, Oktober 16, 2016

Heal Me, Doc, season II (Part 8: Semoga Tidak Terjadi)

Cerita ini cuma iseng saja, fiksi imajinasi...

Jerry pun kembali datang ke Jepang, dia sangat kangen dengan Negara itu, yang sudah lebih dari dua tahun ditinggalkannya. Tidak lama dia berada di apartemennya, langsung menuju ke rumah sakit di hari itu, khusus bertemu dengan Minho yang sudah menjadi atasannya, namun ternyata pikiran kepala rumah sakit Eisei berubah. Seperti biasa, basa-basinya masih terlihat basi dengan sahabat, Jerry memang seseorang yang memiliki sifat easy going.
“Waktu mu masih besok baru kerja full time.. jadi, kesini buat apa... kangen denganku?? Aku bukan homo,” sindir Minho, yang aslinya bercanda.

”Matsumura-san awalnya sudah menyetujui seluruh pergeseran jadwal dengan kedatanganmu... tapi sekarang kamu tidak lagi menjadi bawahanku.. aku malah yang akan membutuhkan kamu jadi konsultan..,” lanjutnya.
Jerry cengengesan. Dia juga tidak menyangka pendidikannya yang lalu sebagai spesialis kejiwaan justeru di rumah sakit ini tidak terpakai penuh, malah akan menjadi konsultan tenaga bantu bagi divisi dibawah Minho.
”Padahal.. akyu sudah cinta mati dengan divisi kejiwaan.. apalagi ada dokter ganteng dan pintar macam kamyu jadi ketuanya, Minho kun,” balasnya dengan kata-kata sedikit genit yang mengikuti gaya Kaito, banci yang dahulu jadi teman Chie Nakamura.
Kalau sudah begitu, yang paling tertawa kencang adalah Ken. Dia memang penasaran bagaimana wujud Kaito dan belum pernah ketemu walau sudah 3 tahun lebih berlalu.
”Ganteng kalau banyak masalah.. aku bisa butuh risperidone,” gerutu Minho, bercanda sinis.
”Aku mengerti.. aku mengerti,” Jerry menepuk pundak Minho.
Cerita yang sudah panjang lebar antara dua keluarga itu, terakhir ini memang belum sampai telak diketahui oleh Kenji, dari pihak Nakamura. Kenji selalu percaya bahwa keluarga Minho baik dengan anak perempuannya itu.
”Hanya ibuku yang otaknya mesti diperbaiki,” kata Minho, jadi sinis.
Jerry mendecak. Dia katakan, kalau sebaiknya diselesaikan dengan mengambil cuti kembali, lalu selesai sekaligus, tidak membahas macam-macam kecuali perjanjian itu dan kesehatan Chie.

”Dia sudah mulai membaik, para dokter gizi sudah memberikan ku banyak saran dan Matsuda-san akan membantuku, supaya darahnya tidak perlu dibuang jika terlalu tinggi dan terlalu kental,” kata Minho.
”Yang penting dia sehat... dan jangan sampai dia tahu, kalau ibu mu protes soal kehamilannya,” balas Jerry.
”Yang pasti.. aku belum membahas khusus dengan mertuaku,” balas Minho.
Mereka jadi mengira, bagaimana perasaan mertua Minho ketika tahu tentang perjanjian itu.
”Mana ada sih.. orangtua yang mau anaknya susah?? Walau sekondisi Nakamura Chie sekalipun,” kata Ken, dengan intonasi santai.
Jerry mengangguk saja,” Kita yang semestinya faham soal begini… bukan orang seperti Chie yang harus mengikuti pola hidup kita...”.
”Tapi.. aku paham bagaimana ibu mu.. semestinya ayahmu berikan ibu mu itu obat... supaya dia tidak berpikir sejauh itu,”
Berpikir sejauh itu.. sejak awal pernikahan mereka, ibunya Minho memang tidak setuju. Takut begini, takut begitu. Terakhir dia hanya tahu, kakaknya, Marisa sudah menceritakan semuanya, dan menyuruh dia pulang. Namun Minho katakan, kalau kondisi Chie masih tidak menentu dan tidak bisa dia pulang kampung seenaknya. Hari-hari yang cepat berlalu, membuat Chie masih terus dikontrol kesehatannya, sama sekali tidak boleh salah makan, dan kehamilannya pun dipantau terus.
”Dia sudah tidak mengeluh lelah lagi, sih... tidak juga mengeluh sakit ini, itu... dan bisa dipastikan, setiap minggu.. aku harus periksa darahnya,” kata Minho.
”Kalau semua orang khawatir tentang anak kalian nanti.. bisa dipastikan tidak ada yang khawatir tentang perkembangan dirinya... dan aku lebih setuju kalian membuat Chie sehat selalu,” kata Ken.
Kondisi darah yang cepat mengental, namun juga cepat turun Hb nya, membingungkan para dokter. Yang paling bekerja keras otomatis dokter gizi dan hematologi.
”Kalau dia tidak menandakan ke arah leukemia, shinpai shinaide kure ,” kata Ken lagi, santai.
Minho mengangguk. Terakhir ketika darah isterinya itu diperiksa lagi, masih dalam kadar yang diperbolehkan. Itu semua karena bimbingan dokter gizi, dokter Higa.
”Dan anehnya.. kenapa orang seperti itu.. juga mudah sekali punya kelainan jantung, ya?,” tanya Jerry.
Mungkin karena beberapa kali, dia menemukan orang dengan beberapa syndrome, mulai dari down syndrome, anxiety disorder, anak yang lahir karena terkena sindrom peminum alkohol, dan sebagainya. Namun Minho mengatakan, kondisi jantung Chie masih stabil. Hanya, jika darahnya terlalu mengental, dikhawatirkan ada pembentukan benang-benang dan keping darah disekitar pembuluhnya.
The cause is still unknown,” Ken menjawab dengan nada santai.
Jerry malah jadi bercanda,” Hush.. itu jaman kuliah, haha.”
“Tapi yang penting, kamu selesaikan dulu masalah ini, Minho-kun.. aku minta maaf banget ternyata tidak bisa menjadi dibawahmu..,” lanjutnya.
Keputusan Matsumura untuk meletakkan Jerry menjadi kepada dokter radiologi memang membuat Minho kaget. Awalnya tidak ada rencana kesana dan divisinya sendiri kehilangan dokter yang asik, bisa diajak kerjasama dan tentunya pintar. Namun Matsumura meminta Jerry cukup menjadi konsultan tambahan, karena sekitar 2 tahun lalu, banyak orangtua yang percaya Jerry sebagai dokter yang mampu menangani masalah anak-anak mereka.
Mereka bertiga berjanji akan kumpul bareng lagi di rumah Minho untuk menjenguk Chie. Selain juga, Ken dan Jerry akan membawa pacar mereka. Sudah sekitar 3 tahun lebih mereka tidak merasakan lagi berkumpul bersama.
                                                --------------------------
Minho masih mengendarai mobilnya, pulang sehabis bekerja sampai malam setelah dia rapat dengan para dokter yang berada di bawah pengawasannya. Smartphonenya berdering, dia memeriksa, dari siapa? Ternyata ayahnya sendiri yang telepon.
Yeoboseyo..neo eodiya??,” sapa ayahnya di telepon.
”Ah.. Appa.. naega yeojeonhi unjeonhago.. aku masih di jalan,” balas Minho, dia lalu menepi.
Tidak biasanya ayahnya menelepon, pastilah ada hal penting yang akan dibicarakan saat ini juga.
Benar saja, ayahnya mengabarkan tentang kondisi ibunya yang sedang sakit karena memikirkan soal perjanjian.
”Kamu bicara panjang lebar dengan Marisa?? Kakak mu itu membuat ibumu jadi sakit.”
Sebenarnya, Minho hanya minta tolong pada kakaknya agar menunda dan membatalkan perjanjian, yang ayahnya bahkan awalnya belum tahu. Dia menceritakan semua kembali ke ayahnya.
ihae haess-eo.. hajiman geu swiun il-i anida.. dasar,” balas ayahnya dengan cepat.
Ibu mereka memang mempunyai masalah dengan mudah khawatir, mudah sekali semua dipikirkan terlalu mendalam, dan akhirnya malah membutuhkan obat. Tepat seperti apa yang dikatakan Jerry siang itu.
Minho mengeluh, bagaimanapun juga, tidak bisa dia menyalahkan kakaknya sendiri, karena dia hanya mau membantu apa yang sedang dialami adiknya. Minho akhirnya meminta ijin, apa perlu dia kembali ke Hiroshima dalam waktu dekat.
Mueos?? Menantuku juga sakit??,” akhirnya, ayahnya Minho juga jadi kaget sendiri.
”Sudah dua minggu lebih sedikit, Appa.. sengaja tidak kuberitahu keluarga disana, agar Eomma tidak semakin banyak pikiran,” balas Minho.
Ibunya memang mempunyai rasa khawatir yang terlalu tinggi. Sejak Lee Jae Hoon tahu apa yang terjadi dengan kejiwaan kekasihnya itu, yang sekarang menjadi isterinya dan menemaninya sudah 40 tahun lebih, dia tidak terlalu perduli, asalkan bisa dikurangi bahkan disembuhkan. Namun dengan tindakan Minho yang berani ambil resiko dan keputusannya sangat tidak populer dalam keluarga, isterinya kumat lagi kebiasaan lamanya.
”Ya.. keputusanmu tidak memberitahu kami.. itu sudah tepat... bagaimana kalau pikiranku kacau berpikir disini dan disana..,” kata ayahnya.
”Aku ingin mengakhiri segera masalah ini, Appa.. kalau Eomma sudah begini.. bagaimana semua nya bisa selesai??.”
”Apa Appa setuju dengan apa yang sudah dilakukan Eomma??,”
Minho ingin tahu pendapat ayahnya. Sebenarnya dengan sudah mengetahui panjang lebar apa yang diberitahukan kakaknya, ayahnya bisa membantunya mengambil keputusan.
Dang-yeonhi aniji, ba-bo,” Ayahnya kesal sampai berkata bahwa Minho bodoh kalau dia menyetujui tindakan isterinya.
Minho tersenyum dari kejauhan. Dia tahu, ayahnya akan memahami masalah ini. Ayahnya memintanya menyehatkan kondisi kehamilan menantunya itu, barulah hal ini akan dibahas.
”Ibu mu memang begitu daridulu... sementara aku tidak pernah khawatir cucuku sama dengan ibunya.. ,” kata Jae Hoon. Karena anak pertamanya, Yuuki, juga biasa saja dan cucu nya dari Yuuki pun biasa saja.
“Tidak ada yang mengikuti ibu mu... hanya dia memang perlu berobat lagi,” kata ayahnya.
Minho merasa menang. Ayahnya tidak membolehkan dia kembali ke Hiroshima, perjanjian itu akan dibatalkan, kecuali Chie sudah melahirkan dan boleh mereka kembali ke kota itu.
“Bagaimana bisa akan semakin baik kondisi kesehatannya kalau nanti menantuku juga berfikir aneh-aneh??,” tanya Jae Hoon.
Minho menuruti saja apa kata ayahnya sendiri. Jikalau ibunya sudah lebih baik dan menelepon dia, tidak perlu lagi membicarakan masalah ini, dan anggap saja Chie dalam keadaan baik-baik saja.
Minho diam sejenak setelah ayahnya mengakhiri percakapan. Antara sedih dan senang, dia berusaha fokus menyetir, pulang ke rumah.
                                                ---------------------------------
Sampai di rumah, dia menemukan Chie dan Matsuda menyambutnya dengan hangat. Minho heran, kenapa pasangannya itu belum juga tidur karena hari sudah larut malam.
”Minho kun.. okaerinasai...Anata ga nani ka o wasurete imasu ka??,” Chie bertanya, apa Minho melupakan sesuatu darinya.
Minho memeluk pinggangnya dan menciumnya dengan lembut.
Nani desu ka?? Tasukete itadakemasu ka??,” Minho selalu menggunakan bahasa standar yang baku, meminta Chie mengingat kembali, ada apa dihari itu, agar percakapan menjadi mudah dimengerti.
”Hari ini.. tiga tahun kita bertemu,” katanya dengan suara lembut.
Minho benar-benar lupa, tapi tidak mungkin dia berkata,” Maaf, aku lupa,” dia tidak ingin merusak mood baik pasangannya.
Dia gembira sekali Chie mudah mengingat peristiwa yang penting bagi mereka. Lalu Minho bertanya, apa Chie mau sesuatu darinya?? Misalnya perayaan, atau makan bersama malam ini?? Dia sebenarnya sudah makan malam dengan Jerry, Ken, Makoto dan Kitahara, berkumpul seperti tiga tahun lebih yang lalu. Hanya, jika isterinya itu mau makan, akan dia temani.
Matsuda katakan bahwa memang dia dan Chie sudah menyiapkan makan malam. Minho bertanya, apa Chie sudah makan terlebih dahulu? Dan ternyata, dia menunggu Minho, sama sekali makanan itu tidak disentuhnya.
Minho memeluknya dengan lembut, meminta maaf kalau dia terlambat karena ada banyak hal yang dibicarakan dan mereka harus lekas makan agar Chie tidak kelaparan.

Wajah perempuan itu sangat ceria dengan perayaan sederhana pertemuan mereka, tiga tahun yang lalu.
Minho mencoba makan kue yang ternyata dibuat bersama Chie dan Matsuda, untuk menyenangkan hati pasangannya. Dia memandang wajah Chie yang sedang asik makan, dengan lembut.
”Makannya tidak berantakan sama sekali.. tidak ada penurunan kognitif,” kata hatinya Minho.
Yang dipusingkan memang jika salah makan, diliputi perasaaan menderita, beberapa trigger/penekan, yang ada saja membuat kemampuan menurun, walau bisa kembali lagi dalam beberapa hari atau minggu kemudian.
”Apa chichiue (ayah) sudah tahu.. kalau hari ini, kita ada perayaan??,” tanya Minho pada Chie.
Chie berani menatap mata Minho, malah dengan pandangan genit,” Iie.. Mada Chihiue ni iwarete imasen to denwa shimasen.
Bahwa dia belum mengatakan atau menelepon ayahnya. Dia lalu malah genit membelai-belai pipi Minho.
Kono aka chan wa kyou genki deshita ne, Minho kun,” dia laporan kalau bayi mereka dirasa sehat-sehat saja.
Yokatta na.. Chie Chan.. anata wa hontou ni subarashii tsuma desu... motto aishiteru,” Minho memujinya. Membuat wajah Chie jadi malu.
Minho menoleh pada Matsuda, apa pagi ini, Chie memang diajak jalan-jalan, sehingga wajahnya dilihat tidak terlalu pucat seperti kemarin-kemarin. Kesibukannya membuat dia meminta Matsuda ekstra hati-hati karena sudah tengah trimester kedua. Matsuda menceritakan kegiatan harian Chie. Ternyata, dia diundang hari minggu sebagai tamu kehormatan sebuah acara.
Minho kaget, karena Matsuda tidak mengabarkannya dan apakah Chie bisa menerima undangan tersebut.
”Dia menyanggupinya, Lee-san.. saya tidak berkata banyak,” balas Matsuda.
”Dia bisa menjawab semuanya?? Mau datang.. maksudku??,” tanya Minho, heran.
Sementara, Chie sedang asik makan. Dia harus makan, karena sudah 3 jam menunggu Minho dan perutnya lapar sekali.
Matsuda mengangguk. Biasanya memang setiap ada kegiatan, kepanitiaan akan menyerahkan obrolan kepada Minho, supaya nanti akan diteruskan kepada Chie, apakah dia siap atau tidak. Namun hari ini, diluar dugaan, ternyata Chie menyanggupi sendiri.

”Apakah benar.. hari minggu ini.. akan ada undangan, Chie chan??,” tanya Minho, pelan-pelan.
Minho menunggu agak sedikit lama dan mengulang kembali pertanyaannya yang sama, sampai Chie menegakkan kepalanya.
”Oh, Minho kun.. aku sangat lupa.. ya, memang.. seseorang bernama Isegawa-san meneleponku siang tadi,” katanya dengan ekspresi semangat.
”Boleh aku pinta nomor teleponnya??,” tanya Minho, masih kepada Chie.
Chie hanya menyerahkan smartphone nya pada Minho, meminta dia sendiri yang mencarinya.
Minho lalu mencari seseorang dengan nomor telepon terakhir yang terlihat dan menghubungi orang itu, ternyata memang benar, dari Isegawa, yang meminta Chie membuka acara pameran khusus.
”Dengan senang hati kami akan berusaha membantu, Isegawa-san.. ada berapa peserta yang sekiranya hadir??,” tanya Minho. Dia minta persyaratan agar tidak terlalu banyak, karena terkadang Chie sangat sensitif dengan suara bingar.
Minho mengajukan beberapa syarat yang kemudian akan berusaha disanggupi oleh Isegawa. Dia puas dan senyum dengan Chie.
”Lukisanmu juga akan berada disana,” senyum Minho.
Chie bangun dari kursinya, yang berada di depan Minho dan langsung memeluknya.
”Selamat hari ulang tahun ke tiga,” kata Minho dengan lembut.
Matsuda hanya tersenyum melihat anak asuhnya bersikap manja itu.
Malam itu, Minho tidak jadi berbicara dengan keluarga Nakamura, mengurungkannya esok saja, sekaligus meminta bantuan Kenji, sang mertua, menemani anaknya pameran.
                       
Chie duduk diatas tempat tidur. Minho bercanda padanya dengan mengelus-elus perut pasangannya itu, seolah-olah dia berbicara dengan sang bayi.
Ne, Minho kun...,” kata Chie, memulai pembicaraan.
Nan desu ka??,” balas Minho, sambil masih mendengarkan gerakan bayi mereka. Lalu dia duduk dan menatap mata Chie di depannya.
”Ibu.. apa kabarnya??,” tanya Chie.
Minho heran, kenapa mendadak Chie bertanya tentang kabar ibunya. Bukannya beberapa waktu lalu, dia sangat sedih, karena dianggap tidak ada oleh mertuanya sendiri? Dan menganggap mertuanya itu tidak sayang dengan dirinya?
Namun, Minho menjawab dengan diplomatis,” Ibu, baik-baik saja.. hanya, tadi sebelum tiba disini.. aku bicara dengan ayahku.”
Minho hanya bercerita, bahwa keluarga di Hiroshima sangat kangen dengan isterinya itu, berharap mereka akan datang, padahal tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang dibahas malam ini.
”Janjiku untuk melukis kuil Itsukushima belum juga bisa, Minho-kun.. kadang, kalau aku ingat itu.. aku tidak menepati janjiku sendiri,” kata Chie.
Isukushima sebuah kuil yang sangat indah di pinggir lautan di Hiroshima. Mereka sempat pergi ke sana dan berdoa. Minho senyum saja dengan perkataan itu, baginya, itu bukan sebuah janji yang harus ditepati, kapan-kapan saja, Chie bisa melukisnya.
”Aku masih ingat sekali dengan kuil itu.. ah.. aku ingin melukisnya,” kata Chie. Lantas dia hampir melompat dari tempat tidur, namun Minho melarangnya.
”Kita sebaiknya tidur, hari sudah malam,” Minho menunjuk jam di dinding yang sudah pukul 23.00.
”Aka-chan pasti lelah.. dan aku juga mengantuk, Chie chan,” lanjutnya.
Chie menurut saja apa kata Minho. Dia lalu minta diceritakan soal keluarga mertuanya di Hiroshima. Minho hanya menyampaikan kalau pembicaraan dirinya dengan ayahnya seputar mencari cuti kedua dan meminta mereka datang lagi.
”Ayah dan ibu serta semua kakakku, mereka baik-baik saja disana,” kata Minho lagi. Dia sudah sangat mengantuk, lalu membaringkan Chie dan membujuknya untuk tidur.
”Minho kun.. aku jadi teringat sesuatu,” katanya, sambil mengelus rambut Minho.
”Apa??,” Minho mencoba memejamkan matanya. Dia harus tidur, karena Chie akan mengikutinya tidur.
Tsukareta kara, nemui kudasai desu,” kata Minho, meminta Chie tidur, dia sudah sangat lelah.
Chie meminta waktunya sebentar dan Minho menyanggupinya. Dia lalu bercerita ketika berkonsultasi dengan dokter Higa.
Higa-sensei wa, watashi no jiheishou wa kaifuku dekinai desu, to iimashita,”
Minho malah jadi menggerutu dalam hatinya, apa yang sebenarnya sudah dibicarakan isterinya dengan Higa itu, sehingga keluar pernyataan seperti itu dari mulut Chie.
”sembuh atau tidak sembuh.. Chie kan tetap isteriku yang manis dan setia,” puji Minho. Dia mengatakan pelan-pelan, kalau tidak bisa sembuh, bukan berarti selamanya sakit. Chie hanya perlu makan yang baik dan sehat, rajin berolahraga, tidak banyak pikiran dan tidak perlu bersedih kalau semuanya tidak bisa dilakukan.
”Kenapa Higa sensei jadi berbicara berat padanya?,” kata Minho dalam hatinya.
”Tidak penting bicara seperti itu pada Chie chan,” tambahnya.
“Aku apa benar tidak bisa sembuh, Minho kun??,” tanya Chie lagi, memastikan dirinya berkali-kali.
Minho sudah sangat mengantuk. Dia lalu memeluk Chie, tapi matanya terpejam.
“Memang tidak bisa sembuh.. kata siapa bisa?? Ya.. Higa sensei benar,”
Chie malah menangis mendengar Minho mengatakan itu. Dia takut, ibu mertuanya (ibunya Minho) akan tambah tidak menyukainya. Minho akhirnya membuka matanya dan menciumnya.
”Bukan berarti ibu tidak suka, Chie chan.. tidak seperti itu.. maksud dari Higa sensei adalah... bahwa Chie chan tetap sebaiknya hidup sehat, makan yang baik... Higa sensei tidak menyuruh untuk sembuh.. tapi Higa sensei tidak menjahati kamu.”
”Ibu juga tetap suka Chie chan... Chie tidak sakit.. Higa sensei hanya salah berkata.”
”Berarti.. besok aku harus katakan pada Higa sensei.. kalau dia salah mengucapkan,” balas Chie, dengan penuh semangat. Besok dia memang akan kembali konsultasi dengan Higa dan juga periksa darah.
”Ya.. besok akan ku temani Chie chan.. dan kita katakan, kalau Higa sensei salah,” balas Minho.
”Tapi.. apa kalau aku tidak sembuh.. Ibu akan tetap suka aku??,” kembali dia bertanya itu.
Minho rasanya sudah bete dengan pertanyaan berulang-ulang dan harus dijawab dengan redaksi yang sama.
Dia lalu membuka matanya,” Aku sudah sangat mengantuk.. Chie chan.. paling lambat tidur jam 23.00 kan?? Bagaimana bisa kalau terlambat tidur?? Aka-chan sudah lelah.. terasa kan?? Kamu bisa sakit kepala.. ingat jadwal tidur.”
Chie mengangguk. Minho lalu membantunya tidur dengan menarik selimut mereka.

Dalam lamunan Chie, dia memaksa dirinya akan segera sembuh, dan sang ibu mertua akan mencintainya setulus hati. Dia bermimpi, seperti terbang ke sebuah tempat yang sangat putih, banyak orang yang tidak dikenalnya, tersenyum padanya, termasuk ibunya yang telah tiada. Dia sibuk memanggil-manggil nama ibunya, meminta pergi bersamanya.
Minho bangun karena merasa teriakan Chie begitu kencangnya.
Chie memeluk Minho dengan erat,” Aku bertemu ibuku, Minho kun.. dia tersenyum padaku.”
Minho aslinya takut dengan mimpi seperti itu, hanya, dia berusaha menenangkan Chie agar tidak terus memimpikan mendiang ibunya itu.
Okaasan (ibu) mungkin kangen padamu, Chie chan.. dan dia senang, kamu bisa punya anak suatu hari nanti,” hibur Minho dini hari itu.
”Rasanya.. senyuman Okaasan sama dengan ketika aku kecil, Minho kun,” balas Chie. Pipinya masih penuh air mata.
Minho melepas pelukannya dan mengusap air matanya,” Ah.. Okaasan memang kangen padamu.. minggu sehabis pameran.. kita datangi makamnya.. mungkin Okaasan mau melihatmu tersenyum.”
Chie minta Minho berbaring dan dia tidur didekat pundaknya, sambil memeluknya. Minho membiarkan saja pasangannya itu berusaha tidur lelap. Sampai benar-benar dia merasakan nafas Chie yang sudah lelap terlebih dahulu.
”Moga.. mimpi itu bukan pertanda buruk... aku tidak mau kehilanganmu begitu cepat,”
Minho menatap wajah Chie yang tertidur, dia mencium kedua mata perempuan itu, lantas tidur kembali.

Bersambung ke part 9...