Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Nama, tempat, semuanya cuma
khayalan aja..Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..
Minho masih memiliki rasa untuk melindungi
pejabat Geum dalam kasus ini. Ternyata, dia masih memiliki rasa trauma atas peristiwa masa lalunya
melihat keluarga mantan kekasihnya terdahulu terpaksa dihabisi karena
mengkhianati kerajaan. Baginya, tidak ingin terburu-buru menyimpulkan, bahwa
Geum menjadi salahsatu pengkhianat kerajaan.
Dae
Han bingung dengan pikiran Minho , sebab dia
mempunyai sebuah bukti kuat, yaitu sebuah cap kerajaan yang hanya dimiliki oleh
pejabat Geum. Raja memang memberikan cap berbeda-beda kepada setiap pejabat,
agar sekaligus mengetahui tindakan mereka, termasuk masalah apakah setia atau
tidak.
Dae Han menunduk hormat, memberikan cap
itu.
Minho tidak bisa lagi mengelak jika
begitu. Dia memandang sejenak cap yang bertuliskan nama yang dicetak dari
tulisan tangan pejabat Geum sendiri.. sebagaimana dia pun memilikinya.
Dae Han merasa, Minho sungguh tidak yakin
dengan kesungguhan profesinya sebagai seorang mata-mata, sementara, kerajaan
mengagumi kerjanya. Al hasil, dia malah jadi curiga.. ada hubungan apa antara
Minho dengan pejabat Geum?
Minho masih memegang cap kerajaan tersebut
dengan sapu tangannya. Karena, dia yakin, hanya satu orang yang memiliki cap,
tidak bisa diberikan kepada siapapun. Dia katakan itu pada Dae Han, jadi tidak
mungkin saat ini pejabat Geum memiliki dua cap.
”Ini cap ku...dan hanya aku yang bisa
memegangnya... bahkan, isteri ku pun sendiri tidak berhak... lantas.. kenapa
bisa cap pejabat Geum ada ditangan orang lain??,”
”saya sendiri.. tidak tahu pasti,
Jendral.. namun kami mendapatkan cap ini.. karena kami membunuh beberapa
orang,” jawab Daehan, masih menunduk hormat pada Minho.
Minho kaget, ada apa sebenarnya yang
terjadi... kenapa ada sampai bunuh membunuh??
”sehari sebelum kita bertemu.. kami
diserang beberapa orang yang memakai topeng, namun berbicara dengan bahasa Joseon,”
kata Daehan.
Minho heran lagi dan dia pun mengatakan,
bahwa dirinya diserang lima orang tidak dikenal dan terpaksa membunuh
salahsatunya.. dan dia menunjukkan kepada Daehan dan yang lain, apa yang
ditemukannya.
”mereka... berbahasa Joseon juga??,” tanya
Daehan.
Minho mengangguk. Dia lalu memberikan
sebuah bukti.
”Cap Pejabat Geum??,” Daehan membelalakkan
matanya.. mana mungkin seorang pejabat jadi banyak memiliki cap??
”itu sebabnya.. aku juga heran,” ujar
Minho. Sebab setahu dia, posisi apapun, cap jelas hanya satu.
Daehan meminta cap tersebut, akan dia bawa
pada seorang teman di kota itu yang ahli mengetahui mana yang palsu, mana yang
asli.
”aku tidak bisa berlama-lama memutuskan
ini.. perjalananku masih jauh.. masih harus menemui Yang Mulia Raja Hongzhi di Beijing..
sungguh perjalanan ini masih jauh,”
”Namun kita harus bisa juga memastikan
secepat ini.. siapa saja yang mencoba mengacaukan hubungan dua kerajaan besar
ini.. mereka segera akan di
cap sebagai pemberontak dan kita harus berhati-hati menentukan nama-nama ini”,
lanjutnya lagi. Dae Han juga jadi berfikir dengan pemaparan Minho. Dalam
Joseon, memang cap hanya dipegang orang yang diberikan khusus oleh Raja..
jadi.. jika begitu.. ada kemungkinan, cap pejabat Geum dipalsukan.. jika memang
begitu... siapa pelakunya?
Dia juga akan membawa Sim Hwang dalam
perjalanannya menuju ibukota kerajaan Ming itu, menemaninya sebagai penerjemah
bahasa.
”Kalau dilihat.. semua daftar nama ini
lebih cenderung ke nama-nama orang seputar daerah ini.. atau daerah Jurchen”,
balas Dae Han.
”pemberontakan.. umm,” gumam Minho.
”namun dugaanku pertama adalah: Pejabat
Geum hanya difitnah.. kita tetap harus waspada dengan nama-nama yang lain,”
”Ya, benar Jendral.. bisa saja mereka
ingin mendirikan dinasti baru,” balas Dae Han lagi.
”Jadi..dari sini.. mungkin saja ada dua
hal tentang cap pejabat Geum tadi: dipalsukan.. atau memang beliaulah pelakunya,” kata Minho.
Dalam hatinya, dia masih ragu... bagaimana
mungkin, pejabat setia itu berkhianat pada raja mereka?? Pejabat Geum juga
dekat dengan ayahnya.. apakah dia harus mengirim surat pada ayahnya di
Namyang.. agar sedikit bisa menggali informasi?
”apa kita hanya akan berada di seputar
Shenyang ini saja??? Kita dikejar waktu, Jendral,” kata Sim Hwang, salahsatu
anak buah Minho.
Minho berpikir, lalu...
”kita akan berada di sini sampai surat
dari ayahku akan segera datang,” katanya pada anak buahnya itu.
Dia merasa, dia tidak cukup menyiapkan ini
semua, gagal dalam pekerjaannya, namun tetap dia harus teruskan karena sudah
tugasnya, sampai menghadap raja Ming. Namun, hal ini tentu saja akan memakan
waktu beberapa hari. Tidak mungkin pula dia segera pergi ke rumah kedua
orangtuanya yang jauh.
”Apa.. Jendral tidak lebih baik, langsung
saja menuju Beijing?,” tanya Sim Hwang. Itu memang menghemat waktu, tenaga dan
juga pikiran.
Minho bergumam. Apa yang dikatakan anak
buahnya memang ada benarnya. Jika ia menunggu terlalu lama, tugasnya tidak akan pernah selesai.
”Antarkan aku melihat satu dari mereka,”
kata Minho. Yang dimaksud adalah mengintip satu dari orang yang dicurigai di
kota ini.
Dia melihat daftar kumpulan orang yang
dicurigai.
”ini..,” menunjuk pada sebuah nama:
Zhu Erlzhao.
”dia seorang pedagang, Jendral.. di duga,
punya kedekatan justru dengan raja Ming yang sekarang,” kata Dae Han yang masih
berada disitu.
”atau.. ini saja??,” dia menunjuk lagi
pada sebuah nama, apakah dia seorang Joseon atau Ming, karena namanya memang
membingungkan.
”Tan.. umm,” kata Dae Han. Dia bergumam
dan menjelaskan bahwa orang itu adalah Joseon.
”tapi dia mengusai beberapa bahasa orang
daerah sini,” lanjutnya lagi.
Minho hanya minta diberitahu, dimana letak
kediaman Tan itu. Dia tidak ingin seorang anak buahnya mengikutinya, biar dia
saja yang melakukan penyamaran dan pengamatan. Namun Sim Hwang memaksa dirinya
untuk ikut.
Sungai itu terasa deras walau tidak lebar.
Minho dengan kudanya menyebrangi. Sebelumnya, dia berpikir, kenapa
perjalanannya ini penuh dengan hambatan. Pernah dia mengawal beberapa surat
penting dan rahasia kerajaan, namun tidak selama ini. Pikirannya jelas juga ada
di Hanyang, tentang Taeyoung dan kesehatannya. Hanya Sin Hwang yang menemani
dia. Perjalanan diputuskan dilanjutkan, sampai ke Beijing.
”Jendral tidak biasanya seperti ini kalau
sedang tugas.. pikirannya
seperti kacau,” kata hatinya Sim.
Mereka terus saja menyebrangi sungai yang
tidak terlalu deras itu, lantas melintasi pinggiran sebuah bukit. Hujan pun
turun di sore menjelang malam itu. Sim meminta Minho tidak melanjutkan
perjalanan, membatalkan sebentar menunggu hujan deras turun untuk
menginvestigasi Tan, namun Minho mengindahkan keinginan bawahannya itu, dia
tetap melanjutkan perjalanan sampai melewati bukit dan Sim hanya mengikuti
saja. Baju mereka basah kuyup dan sesampainya dipinggir sebuah desa mereka
berteduh di sebuah kedai sambil minum sedikit arak.
”perjalanan kita tinggal sedikit lagi,
Jendral,” bisik Sim Hwang pada Minho, yang sedang minum arak.
Minho sedikit menunduk, menikmati araknya,
berfikir dan menoleh sedikit kepada sekeliling. Rasa curiganya muncul kenapa
kedai ini ramai sekali. Biasanya yang dia tahu, dalam hujan seperti ini, orang
lebih suka berada di dalam rumah mereka daripada keluar.
”sepanjang hari tadi.. hujan saja,
bukan??,” tanya nya pada Sim.
Bawahannya itu mengangguk, kurang mengerti
apa pertanyaan Minho yang terkesan sepele, padahal sebenarnya, rasa curiga ada
di dalam dada atasannya itu.
”sudah ada informasi, kalau surat dari
isteriku akan sampai??,” tanya Minho lagi.
”Belum, Daejang,” balas Sim, singkat.
Minho baru mengangkat kepalanya, duduk
bersikap biasa lagi. Minumannya sudah habis. Sedari tadi dia sedikit menunduk,
dia memperhatikan tingkah beberapa orang yang ada di kedai itu.
”sepertinya kita keluar saja.. hujan sudah
mulai turun,” kata Minho, kalem.
”tapi, Daejang..
baju Anda basah.. sebaiknya diganti dulu,” balas Sim.
Minho menggeleng, tidak ingin. Dia bilang
kalau urusannya harus cepat selesai, sampai nanti menemukan titik terang dari
orang yang akan mereka datangi.
Minho memanggil pelayan kedai, berapa
harga minuman yang harus mereka bayar dan Sim Hwang membantu menerjemahkan apa
yang dikatakannya kepada pemilik kedai itu. Dia mengeluarkan uangnya, lalu
mengajak bawahannya itu keluar dari kedai. Sim menuruti saja apa kata Minho.
Belum sampai di depan pintu mendadak semua
pintu tertutup sendiri.
Minho tanpa basa basi langsung
mengeluarkan pedang. Sedari awal, dia sudah curiga, bahwa akan ada jebakan lagi
yang bisa mengancam nyawanya. Sim hwang pun bersiaga, juga melindungi atasannya
dan menarik kedua pedang pendeknya.
”umm... sudah ku duga,” gumam Minho.
”Daejang... kita terkepung,” kata Sim
Hwang, dengan suara pelan.
Minho sama sekali tidak gentar. Baginya, sudah terbiasa diserang dengan
mendadak. Sikapnya tetap santai.
”Kalian bukan menginginkan Sim Hwang, kan??
Yang kalian inginkan... kepalaku,” senyum dingin Minho pada segerombolan orang
yang sudah memenuhi kedai itu. Pedangnya sudah siap, diam-diam dia mengeluarkan
ilmu kesaktiannya, untuk cepat menyelesaikan, jika terjadi pertarungan.
Seorang lelaki yang tingginya hampir sama
dengannya, menghampiri, berhadapan dengannya.
”Jendral Lee seorang yang muda, gagah dan
pemberani...,” senyum dingin lelaki itu.
”siapa kalian?? Apa.. suruhan dari Ming??,” tanya Sim Hwang dengan
dialek dan bahasa Ming, dengan nada yang tegas. Dia menodongkan pedang
pendeknya ke seseorang diantara mereka.
”Zhu Erlzhao,” kata orang yang berdiri di
depan Minho.
”jadi.. dia ini yang memang benar-benar
bagian dari mata-mata.. atau bahkan pemberontak??,” kata hatinya Minho.
Dia tetap berusaha tenang berhadapan
dengan puluhan orang yang sudah mengepungnya.
”ow... jadi.. kalian sudah tahu, kalau
kami akan ke desa ini,” senyum dan ujar Minho, kalem.
Zhu membalasnya dengan senyuman dingin. Walau satu nama keluarga dengan raja Ming,
dia bukanlah bagian dari keluarga kerajaan. Dia adalah pemberontak dari
perkumpulan Lotus putih. Perawakannya tinggi, gagah, terkesan lebih kuat dari
Minho. Namun, walau dilihat Minho seperti itu, dia berusaha untuk tenang.
”Jendral Lee.. tidak perlu sampai
mengeluarkan ilmu Anda,” senyum Zhu.
Dia tahu, diam-diam Minho mempersiapkan
dirinya dengan ilmu energy murni yang disalurkan melalui pedangnya.
”Kami ingin sekali bekerjasama dengan
Joseon.. supaya kedua kerajaan bisa menyatu,” kata Zhu.
Sim Hwang berteriak lantang, kalau mereka
bukanlah utusan kerajaan Ming, namun para pemberontak yang sebenarnya ingin
menghancurkan, baik Ming atau Joseon. Kerajaan Ming secara keamanan,
administrasi, kemajuan masyarakat, terbilang bagus. Kerajaan yang sudah sedikit
perang dan raja nya sibuk membangun sistem masyarakat dengan undang-undang,
infrastruktur yang hebat. Namun ternyata, ada pihak lain yang tetap tidak puas.
Beberapa tahun sebelumnya, seorang selir pernah melakukan pemberontakan karena anaknya
tidak bisa mendapatkan kekuasaan untuk menjadi raja, namun hal ini bisa
diatasi. Pemberontakan
selesai dengan membunuh orang-orang yang berhubungan darah dengan selir
tersebut. Akan tetapi, walau sudah terbilang cukup lama peristiwa itu berjalan,
bibit-bibit pemberontakan masih ada saja dari kelompok lain.
”Joseon tidak akan pernah bisa bekerja
sama dengan para pemberontak,” senyum Minho, nyinyir.
Zhu membalas lagi dengan sindiran pedas.
”Bukankah.. dinasti Joseon sendiri berawal
dari perebutan dan pemberontakan?? Dan.. kamu sendiri.. masih bagian dari keluarga Raja bukan??? Jadi.. kamu
sendiri sebenarnya juga bagian dari pemberontak pada Goryeo,”
”Tidak usah banyak bicara lagi, Tuan Zhu..
apa maunya dari ku dan dari Joseon??,” senyum Minho.
Zhu membalas dengan tatapan mata dingin,
senyum yang terkesan licik.
”tentu saja kamu, Tuan Lee... sebagai
umpan,”
Minho sudah tidak aneh dengan hal itu. Tantangannya
sebagai sepupu Raja memang pasti ada. Baginya, tidak ada hubungan tingkatan
dalam kerajaan. Walau dia
masih keluarga dekat Raja, melindungi kerajaan dan Raja sebagai panutan adalah
tugas utamanya.
”Kalau kamu berfikir.. dengan menjadikan
ku tameng untuk memaksa Joseon bekerjasama... salah besar, Tuan Zhu,” balas
Minho dengan santai.
Sim berbisik pada Minho, kalau lebih baik
mereka langsung meloncat membobol atap dan kabur. Minho tidak menanggapi
perkataan bawahannya itu.
Zhu tidak bicara lagi, dia langsung
memberikan tanda kepada gerombolan pengikutnya. Mereka pun langsung menyerbu
Minho dan Sim.
”HEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!,”
suara beberapa puluh orang dengan pedang mereka, menyerbu Minho dan Sim.
Minho menarik tangan Sim, meloncat ke
lantai dua kedai yang sangat pendek, lalu menerobos, menembus atap.
”KEJAR!!!,” teriak Zhu kepada para
pengikutnya.
Mereka mengejar Minho dan Sim yang berlari
dari atap ke atap. Sebagian gerombolan itu pun naik ke atap.
Minho senyum saja dengan mereka. Mereka
yang berada diatap langsung menyerang Minho dan Sim. Keduanya membela diri
dengan senjatanya masing-masing.
”TRANG!”
Suara adu senjata saling terjadi antara
Minho-Sim dengan para musuh.
”BUK!!,”
Minho berhasil menyabet dan menjatuhkan
lawan.
”Mereka makin banyak saja, Daejang!,”
teriak Sim dari dekat.
”Tetap bertahan!,” teriak Minho pada Sim.
Sim hanya menjawab dengan anggukan. Mereka berusaha membela diri, tidak perduli
harus membunuh.
”Trang!,”
”Buk!!!,”
”Mati kalian..............!!!!
Heaaaaaaaaaattttttttttttttttttttt!!!!,”
Ternyata, Minho berteriak dan mendadak
mengalirkan energi dari ilmu yang berada di telapak tangannya, kemudian
disalurkan ke pedangnya. Dari genggaman sampai ujung pedang, semua berkilat.
Wajahnya jadi memerah, beberapa urat
terlihat menonjol, matanya pun memerah.
”Daejang...,” kata Sim Hwang, dengan
sedikit terpana.
Sim menjadi bersemangat, dia tetap
menyerang para musuh.
Zhu melihat perubahan wajah pada Minho
yang drastis. Bukan takut, dia malah menyerbu bersama dengan para anak buahnya.
”Hiat!!,” teriakan lelaki itu langsung
ikut bergabung dengan para anak buahnya, menyerang Minho.
Pertarungan masih terus berlangsung....
--------------------------------------
”Nyonya.. ada surat dari Jendral Lee!,”
Han Hye berlari menuju ruang depan, dari
halaman besar rumah Minho. Taeyoung yang bertepatan sedang menikmati sinar
matahari pagi itu dan sedang duduk, langsung berdiri senang. Hari itu, sudah
dua minggu dia ditinggalkan Minho dan mereka hanya mengandalkan sepucuk surat
untuk saling berkomunikasi.
Dengan wajah ceria, dia langsung mengambil
surat itu dari tangan Han Hye dan segera membacanya.
”Jendral Lee sekarang mungkin sudah mau
sampai ke Beijing, Han Hye.. ”
”kalau urusannya selesai, dia bisa cepat
pulang.. ”, kata Taeyoung dengan mata berbinar ceria.
Dia
membaca surat
itu lagi.
”Taeyoung
cintaku.. semoga kamu dan anak kita tetap sehat…aku menulis surat disebuah penginapan sederhana. Malam
ini tidak mengenakkan karena sudah mulai ada yang mengincarku. Entah mereka
dari mana datangnya. Satu hal yang ketika menulis surat ini, masih ku pikirkan: pejabat Geum
masuk dalam urutan orang Joseon yang patut dicurigai. Dalam hati, aku merasa..
apa benar, seorang pejabat setia kepada kerajaan, sebelum Yang Mulia Jeong
bertahta, sudah mengabdi.. akan menjadi
seorang pengkhianat?? Apa yang kamu pikirkan tentang ini, wahai Taeyoung
cintaku?? Aku berfikir, apakah akan ada pemberontakan lagi, jika benar pejabat
Geum dan beberapa orang berkhianat lagi?? Aku akan khawatir dan memikirkan mu
jauh di sana .
Berhati-hatilah.. jangan menjauh dari rumah dan juga Han Hye. Salam cintaku
untukmu.. Jendral Lee Minho ”.
Taeyoung
memeluk surat
itu dengan penuh senang. Han Hye senang melihat wajah Nyonya majikannya itu
bahagia.
“tapi…ada
yang Jendral khawatirkan, Han Hye,” kata Taeyoung dengan nada sedikit cemas.
Dia jadi bercerita pada pembantunya itu
soal isi surat Minho padanya. Han Hye jadi berpikir, lalu bercerita tentang
Pejabat Geum yang dia tahu, kepada Taeyoung.
”kalau sudah begini... berat juga, Nyonya..
bisa-bisa.. semua keluarga pejabat Geum akan dihukum mati.. seperti yang
terjadi pada Pejabat Ryong beberapa tahun yang lalu, saat Yang Mulia Raja Jeong
belum menjadi raja yang sekarang,” kata Han Hye. Dia benar-benar lupa, kalau
tuannya, Minho, adalah mantan kekasih dari anak pejabat Ryong, tapi malah
bercerita soal masa lalu tuannya itu.
”apa.. pejabat Ryong itu.. orang yang
hebat dan juga setia??,” tanya Taeyoung.
Han Hye mengangguk. Namun pejabat itu
akhirnya memberontak karena raja yang lalu dianggap tidak adil. Taeyoung sama
sekali tidak curiga dengan cerita itu.
Tetapi...
”Namun... sebenarnya pemberontakan itu
jadi kisah pahit untuk Jendral Lee,”
”pahit?? Apa yang terjadi??,” tanya
Taeyoung, dengan mimik penasaran.
Han Hye lupa, lalu dia mengalihkan cerita
menjadi kembali menceritakan, bagaimana situasi yang terjadi pada saat itu.
”ah.. kamu bersembunyi dariku soal Jendral
Lee saat itu.. ada apa, Han
Hye??,”
Han Hye diam sejenak. Dia tidak ingin
menyakiti hati tuannya. Namun, Taeyoung tetap meminta menceritakan hubungan
antara Minho dengan pejabat Ryong.
”Pedang yang sekarang selalu dibawa oleh
Jendral Lee.. itu dari pejabat Ryong,” kata Han Hye.
Taeyoung senyum, dia anggap itu masih
wajar. Terkadang memang sesama prajurit atau untuk menghormati antar pejabat
kerajaan, wajar saja jika saling memberikan hadiah, termasuk pedang, bahkan
pedang kebanggaan sekalipun.
”ah.. itu biasa, Han Hye... ayahku pun
pernah memberikan pedang kebanggaannya kepada Daimyoo lain sebagai hadiah kerjasama.. atau.. ayah ku pun
memberikan kepada Yang Mulia Raja sebuah pisau emas... ah.. itu hal wajar,
hohoho,” kata Taeyoung dengan santainya.
Han Hye tertawa kecil.. menyembunyikan apa
yang sebenarnya kisah cinta yang pernah terjadi antara Minho dengan Ryong
Taeyoung.
”Mungkin karena Jendral dulu sahabat baik
Jendral Ryong... iya kan?? Pasti jalan ceritanya seperti itu.. beliau sedih
karena ternyata teman baiknya justru memberontak kepada ayah Yang Mulia Raja,”
”ya.. mungkin begitu, Nyonya,” balas Han
Hye, menutupi.
”atau... karena Jendral Lee.. punya kisah
cinta dengan anak pejabat Ryong??,” mendadak malah Taeyoung sendiri yang
menebak hal itu.
Han Hye mengelak. Sama sekali dia berpura-pura
tidak tahu hubungan itu. Baginya, ada banyak sisi Minho yang tidak layak untuk
diketahui sebagai tuannya.
Namun, Taeyoung malah mencium hal yang
berbeda dari apa yang dikatakan pembantu sekaligus prajurit mata-mata wanita
itu.
”Han Hye.. aku juga seorang Ninja...
seorang mata-mata,” senyum Taeyoung, jadi dingin.
”aku menemukan sesuatu yang janggal pada
ceritamu,”
Pembantu Minho itu diam sejenak. Dia
seperti takut menceritakan sesuatu. Tapi Taeyoung malah tertawa. Dia mengira
kalau Han Hye seorang yang terlalu takut dengannya, dibanding dengan Minho.
”ah.. aku harus belajar siap mendengarkan
soal apapun tentang masa lalu Jendral Lee... bahkan soal wanita sekalipun,”
kata Taeyoung. Dia berusaha untuk tenang. Teringat kembali apa yang dia bicarakan
dengan Maharani tentang ikatan perkawinan.
”sebelum aku ke tanah Joseon ini... kedua
orangtuaku sangat khawatir..,”
”bukan karena aku mungkin saja, hanya akan
jadi pasangan perhiasan kehidupan Jendral Lee... namun, bagi kami, menjadi
seorang pasangan, walau hasil dari politik sekalipun... kami harus tetap
setia..,”
”Bahkan.. jika Daimyoo atau Shogun
Ashikaga menginginkan perang dengan Kerajaan Joseon... hidupku ada di genggaman
Jendral Lee.. Daimyoo atau Shogun sekalipun tidak memiliki hak atas hidupku,”
Han Hye menunduk hormat pada Taeyoung. Dia
masih ragu untuk menceritakannya, takut menganggu pikiran majikannya yang
sedang berbadan dua itu. Dalam
satu minggu ini saja, Tabib diperintahkan oleh Maharani untuk memeriksa
kesehatan Taeyoung alias Takako Sadamori. Lalu, Raja Jeong pun mengirimkan
surat kepada Sadamori dan Ashikaga sebagai rasa bahagianya kalau kehamilan muda
Takako ini dianggap akan lebih mempererat hubungan kedua kerajaan besar. Tidak
lupa juga Raja mengirimkan beberapa makanan enak kepada Taeyoung, agar anak dia
dan Minho sehat.
”aku tidak ingin Nyonya sakit,” kata Han
Hye, dengan terbata-bata.
”apa... seperti antara Jendral Lee dengan
Geum Hee Kyung??,” senyum Taeyoung pada pembantunya itu.
Sekali lagi, Han Hye diam. Namun malah
dibalas tawa oleh Taeyoung.
”siapa nama perempuan itu??,”
Han Hye masih diam, sama sekali tidak
ingin menjawab...
”Ayolah, Han Hye.. aku hanya ingin tahu,”
”Ryong Taeyoung.... ,”
”cintanya Jendral Lee yang pertama...
bukan???”
”aku sudah bisa mengira loh,” kata Taeyoung, santaik, sebelum
Han Hye menjawabnya.
Lalu dia berdiri, menuju halaman yang
luas, berjalan ke barak. Seluruh anak buah Minho selama dia pergi, diserahkan
kepada Jendral Kwon.
Dia membuka pintu barak, lalu mengambil
dua buah pedang pendek. Lalu berjalan keluar, ke tengah di depan rumah
berhalaman besar itu.
Han Hye berlari menghampirinya.
”Nyonya tidak boleh latihan... Jendral Lee
melarang, bukan??,”
Taeyoung tidak peduli dengan perkataan
pembantunya itu. Dia membuka kedua sarung pedang pendek itu, lalu malah
mengeluarkan satu-dua jurus. Han Hye menepi, namun dia juga berteriak melarang,
tidak ingin tuannya kelelahan.
”Nyonya berhenti.. jangan nekat!,”
Tapi... Taeyoung tidak peduli.. dia tidak mendengar apa
kata Han Hye.
Han Hye jadi khawatir sekali tuannya itu
bisa jatuh dan membahayakan anak dalam kandungannya.
Han Hye pun duduk bersimpuh.
”Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran
Nyonya.. tapi tolong hentikan!”
Taeyoung seperti tidak mendengar perkataan
pembantunya itu.
Han Hye tetap dalam posisinya, sama sekali
tidak berubah.
Taeyoung terus saja berlatih, seperti
tidak peduli dengan dirinya sendiri yang telah berubah. Lantas, ketika sudah mulai lelah, dia pun
berhenti.
”Haaah.. sudah lama enggak latihan.. jangan sampai kalau ada perang.. aku tidak
bisa sama sekali bertarung lagi,” katanya dengan santai.
”Hentikan, Nyonya.. aku takut, Jendral Lee
marah dan menghukumku,” kata Han Hye, tetap di posisi yang sama.
Taeyoung berdiri di depan Han Hye,
sementara posisi perempuan itu masih tidak berubah.
”gwaenchanh-ayo..
geogjeonghaji maseyo,” senyum Taeyoung, dingin pada Han Hye.
”neomu
mian haeyo... hajiman nan dangsin
jeongmal geogjeong-ida,” balas Han Hye, dengan masih posisi bersimpuh.
Taeyoung menghela nafasnya, dia hampir
meneteskan air mata, namun di tahannya.
”naneun
seulpeuda.. Han Hye.. aku begitu takut...,”
”aku begitu takut dengan semua ini...
sampai ketika Geum Hee Kyung melihat wajahku dengan penuh kebencian... aku
takut aku hanya akan mati disini,”
Taeyoung lalu berjongkok, meminta Han Hye
untuk berdiri.
”apa.. memang takdirku harus jauh dari
keluargaku??,”
Han Hye menjawab dengan tenang, sambil
masih menunduk, bersimpuh.
”Aku hanya yakin... Nyonya akan
bahagia... ,”
Taeyoung
tersenyum. Sedari awal, dia memang tidak menyangka dirinya akan dikorbankan
shogun dan ayahnya sendiri untuk menjadi isteri seseorang yang jauh, yang tidak
dikenalnya. Perasaannya masih kalut, takut.
“aku
tidak ingin Jendral Lee meninggalkanku, Han Hye”.
Han
Hye baru berdiri.
“aku akan buatkan Nyonya sup yang hangat…
aku tidak ingin Nyonya khawatir.. kasihan juga nanti Jendral Lee”.
Taeyoung diam saja. Han Hye menunduk
hormat padanya sekali lalu pergi ke dalam rumah, menyiapkan makanan.
Taeyoung berdiri menantang langit. Dia
merasakan sinar matahari sudah mulai naik.
”Minho.. aku ingin kamu cepat kembali... aku
tidak perlu takut lagi jika kamu ada disini”.
Bersambung ke part 15....