This is me....

Selasa, Februari 23, 2016

Aku Isteri Jendral Lee! (Part 14: Akankah Dia Berkhianat...???)

Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Nama, tempat, semuanya cuma khayalan aja..Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..

Minho masih memiliki rasa untuk melindungi pejabat Geum dalam kasus ini. Ternyata, dia masih memiliki rasa trauma atas peristiwa masa lalunya melihat keluarga mantan kekasihnya terdahulu terpaksa dihabisi karena mengkhianati kerajaan. Baginya, tidak ingin terburu-buru menyimpulkan, bahwa Geum menjadi salahsatu pengkhianat kerajaan.
Dae Han bingung dengan pikiran Minho, sebab dia mempunyai sebuah bukti kuat, yaitu sebuah cap kerajaan yang hanya dimiliki oleh pejabat Geum. Raja memang memberikan cap berbeda-beda kepada setiap pejabat, agar sekaligus mengetahui tindakan mereka, termasuk masalah apakah setia atau tidak.

Dae Han menunduk hormat, memberikan cap itu.
Minho tidak bisa lagi mengelak jika begitu. Dia memandang sejenak cap yang bertuliskan nama yang dicetak dari tulisan tangan pejabat Geum sendiri.. sebagaimana dia pun memilikinya.
Dae Han merasa, Minho sungguh tidak yakin dengan kesungguhan profesinya sebagai seorang mata-mata, sementara, kerajaan mengagumi kerjanya. Al hasil, dia malah jadi curiga.. ada hubungan apa antara Minho dengan pejabat Geum?
Minho masih memegang cap kerajaan tersebut dengan sapu tangannya. Karena, dia yakin, hanya satu orang yang memiliki cap, tidak bisa diberikan kepada siapapun. Dia katakan itu pada Dae Han, jadi tidak mungkin saat ini pejabat Geum memiliki dua cap.
”Ini cap ku...dan hanya aku yang bisa memegangnya... bahkan, isteri ku pun sendiri tidak berhak... lantas.. kenapa bisa cap pejabat Geum ada ditangan orang lain??,”
”saya sendiri.. tidak tahu pasti, Jendral.. namun kami mendapatkan cap ini.. karena kami membunuh beberapa orang,” jawab Daehan, masih menunduk hormat pada Minho.
Minho kaget, ada apa sebenarnya yang terjadi... kenapa ada sampai bunuh membunuh??
”sehari sebelum kita bertemu.. kami diserang beberapa orang yang memakai topeng, namun berbicara dengan bahasa Joseon,” kata Daehan.
Minho heran lagi dan dia pun mengatakan, bahwa dirinya diserang lima orang tidak dikenal dan terpaksa membunuh salahsatunya.. dan dia menunjukkan kepada Daehan dan yang lain, apa yang ditemukannya.
”mereka... berbahasa Joseon juga??,” tanya Daehan.
Minho mengangguk. Dia lalu memberikan sebuah bukti.
”Cap Pejabat Geum??,” Daehan membelalakkan matanya.. mana mungkin seorang pejabat jadi banyak memiliki cap??
”itu sebabnya.. aku juga heran,” ujar Minho. Sebab setahu dia, posisi apapun, cap jelas hanya satu.
Daehan meminta cap tersebut, akan dia bawa pada seorang teman di kota itu yang ahli mengetahui mana yang palsu, mana yang asli.

”aku tidak bisa berlama-lama memutuskan ini.. perjalananku masih jauh.. masih harus menemui Yang Mulia Raja Hongzhi di Beijing.. sungguh perjalanan ini masih jauh,”
”Namun kita harus bisa juga memastikan secepat ini.. siapa saja yang mencoba mengacaukan hubungan dua kerajaan besar ini.. mereka segera akan di cap sebagai pemberontak dan kita harus berhati-hati menentukan nama-nama ini”, lanjutnya lagi. Dae Han juga jadi berfikir dengan pemaparan Minho. Dalam Joseon, memang cap hanya dipegang orang yang diberikan khusus oleh Raja.. jadi.. jika begitu.. ada kemungkinan, cap pejabat Geum dipalsukan.. jika memang begitu... siapa pelakunya?
Dia juga akan membawa Sim Hwang dalam perjalanannya menuju ibukota kerajaan Ming itu, menemaninya sebagai penerjemah bahasa.
”Kalau dilihat.. semua daftar nama ini lebih cenderung ke nama-nama orang seputar daerah ini.. atau daerah Jurchen”, balas Dae Han.
”pemberontakan.. umm,” gumam Minho.
”namun dugaanku pertama adalah: Pejabat Geum hanya difitnah.. kita tetap harus waspada dengan nama-nama yang lain,”
”Ya, benar Jendral.. bisa saja mereka ingin mendirikan dinasti baru,” balas Dae Han lagi.
”Jadi..dari sini.. mungkin saja ada dua hal tentang cap pejabat Geum tadi: dipalsukan.. atau memang beliaulah pelakunya,” kata Minho.
Dalam hatinya, dia masih ragu... bagaimana mungkin, pejabat setia itu berkhianat pada raja mereka?? Pejabat Geum juga dekat dengan ayahnya.. apakah dia harus mengirim surat pada ayahnya di Namyang.. agar sedikit bisa menggali informasi?
”apa kita hanya akan berada di seputar Shenyang ini saja??? Kita dikejar waktu, Jendral,” kata Sim Hwang, salahsatu anak buah Minho.
Minho berpikir, lalu...
”kita akan berada di sini sampai surat dari ayahku akan segera datang,” katanya pada anak buahnya itu.
Dia merasa, dia tidak cukup menyiapkan ini semua, gagal dalam pekerjaannya, namun tetap dia harus teruskan karena sudah tugasnya, sampai menghadap raja Ming. Namun, hal ini tentu saja akan memakan waktu beberapa hari. Tidak mungkin pula dia segera pergi ke rumah kedua orangtuanya yang jauh.

”Apa.. Jendral tidak lebih baik, langsung saja menuju Beijing?,” tanya Sim Hwang. Itu memang menghemat waktu, tenaga dan juga pikiran.
Minho bergumam. Apa yang dikatakan anak buahnya memang ada benarnya. Jika ia menunggu terlalu lama, tugasnya tidak akan pernah selesai.
”Antarkan aku melihat satu dari mereka,” kata Minho. Yang dimaksud adalah mengintip satu dari orang yang dicurigai di kota ini.
Dia melihat daftar kumpulan orang yang dicurigai.
”ini..,” menunjuk pada sebuah nama: Zhu  Erlzhao.
”dia seorang pedagang, Jendral.. di duga, punya kedekatan justru dengan raja Ming yang sekarang,” kata Dae Han yang masih berada disitu.
”atau.. ini saja??,” dia menunjuk lagi pada sebuah nama, apakah dia seorang Joseon atau Ming, karena namanya memang membingungkan.
”Tan.. umm,” kata Dae Han. Dia bergumam dan menjelaskan bahwa orang itu adalah Joseon.
”tapi dia mengusai beberapa bahasa orang daerah sini,” lanjutnya lagi.
Minho hanya minta diberitahu, dimana letak kediaman Tan itu. Dia tidak ingin seorang anak buahnya mengikutinya, biar dia saja yang melakukan penyamaran dan pengamatan. Namun Sim Hwang memaksa dirinya untuk ikut.
                       
Sungai itu terasa deras walau tidak lebar. Minho dengan kudanya menyebrangi. Sebelumnya, dia berpikir, kenapa perjalanannya ini penuh dengan hambatan. Pernah dia mengawal beberapa surat penting dan rahasia kerajaan, namun tidak selama ini. Pikirannya jelas juga ada di Hanyang, tentang Taeyoung dan kesehatannya. Hanya Sin Hwang yang menemani dia. Perjalanan diputuskan dilanjutkan, sampai ke Beijing.
”Jendral tidak biasanya seperti ini kalau sedang tugas.. pikirannya seperti kacau,” kata hatinya Sim.
Mereka terus saja menyebrangi sungai yang tidak terlalu deras itu, lantas melintasi pinggiran sebuah bukit. Hujan pun turun di sore menjelang malam itu. Sim meminta Minho tidak melanjutkan perjalanan, membatalkan sebentar menunggu hujan deras turun untuk menginvestigasi Tan, namun Minho mengindahkan keinginan bawahannya itu, dia tetap melanjutkan perjalanan sampai melewati bukit dan Sim hanya mengikuti saja. Baju mereka basah kuyup dan sesampainya dipinggir sebuah desa mereka berteduh di sebuah kedai sambil minum sedikit arak.

”perjalanan kita tinggal sedikit lagi, Jendral,” bisik Sim Hwang pada Minho, yang sedang minum arak.
Minho sedikit menunduk, menikmati araknya, berfikir dan menoleh sedikit kepada sekeliling. Rasa curiganya muncul kenapa kedai ini ramai sekali. Biasanya yang dia tahu, dalam hujan seperti ini, orang lebih suka berada di dalam rumah mereka daripada keluar.
”sepanjang hari tadi.. hujan saja, bukan??,” tanya nya pada Sim.
Bawahannya itu mengangguk, kurang mengerti apa pertanyaan Minho yang terkesan sepele, padahal sebenarnya, rasa curiga ada di dalam dada atasannya itu.
”sudah ada informasi, kalau surat dari isteriku akan sampai??,” tanya Minho lagi.
”Belum, Daejang,” balas Sim, singkat.
Minho baru mengangkat kepalanya, duduk bersikap biasa lagi. Minumannya sudah habis. Sedari tadi dia sedikit menunduk, dia memperhatikan tingkah beberapa orang yang ada di kedai itu.
”sepertinya kita keluar saja.. hujan sudah mulai turun,” kata Minho, kalem.
”tapi, Daejang.. baju Anda basah.. sebaiknya diganti dulu,” balas Sim.
Minho menggeleng, tidak ingin. Dia bilang kalau urusannya harus cepat selesai, sampai nanti menemukan titik terang dari orang yang akan mereka datangi.
Minho memanggil pelayan kedai, berapa harga minuman yang harus mereka bayar dan Sim Hwang membantu menerjemahkan apa yang dikatakannya kepada pemilik kedai itu. Dia mengeluarkan uangnya, lalu mengajak bawahannya itu keluar dari kedai. Sim menuruti saja apa kata Minho.

Belum sampai di depan pintu mendadak semua pintu tertutup sendiri.
Minho tanpa basa basi langsung mengeluarkan pedang. Sedari awal, dia sudah curiga, bahwa akan ada jebakan lagi yang bisa mengancam nyawanya. Sim hwang pun bersiaga, juga melindungi atasannya dan menarik kedua pedang pendeknya.
”umm... sudah ku duga,” gumam Minho.
”Daejang... kita terkepung,” kata Sim Hwang, dengan suara pelan.
Minho sama sekali tidak gentar. Baginya, sudah terbiasa diserang dengan mendadak. Sikapnya tetap santai.
”Kalian bukan menginginkan Sim Hwang, kan?? Yang kalian inginkan... kepalaku,” senyum dingin Minho pada segerombolan orang yang sudah memenuhi kedai itu. Pedangnya sudah siap, diam-diam dia mengeluarkan ilmu kesaktiannya, untuk cepat menyelesaikan, jika terjadi pertarungan.
Seorang lelaki yang tingginya hampir sama dengannya, menghampiri, berhadapan dengannya.
”Jendral Lee seorang yang muda, gagah dan pemberani...,” senyum dingin lelaki itu.
”siapa kalian?? Apa.. suruhan dari Ming??,” tanya Sim Hwang dengan dialek dan bahasa Ming, dengan nada yang tegas. Dia menodongkan pedang pendeknya ke seseorang diantara mereka.
”Zhu Erlzhao,” kata orang yang berdiri di depan Minho.
”jadi.. dia ini yang memang benar-benar bagian dari mata-mata.. atau bahkan pemberontak??,” kata hatinya Minho.
Dia tetap berusaha tenang berhadapan dengan puluhan orang yang sudah mengepungnya.
”ow... jadi.. kalian sudah tahu, kalau kami akan ke desa ini,” senyum dan ujar Minho, kalem.
Zhu membalasnya dengan senyuman dingin. Walau satu nama keluarga dengan raja Ming, dia bukanlah bagian dari keluarga kerajaan. Dia adalah pemberontak dari perkumpulan Lotus putih. Perawakannya tinggi, gagah, terkesan lebih kuat dari Minho. Namun, walau dilihat Minho seperti itu, dia berusaha untuk tenang.

”Jendral Lee.. tidak perlu sampai mengeluarkan ilmu Anda,” senyum Zhu.
Dia tahu, diam-diam Minho mempersiapkan dirinya dengan ilmu energy murni yang disalurkan melalui pedangnya.
”Kami ingin sekali bekerjasama dengan Joseon.. supaya kedua kerajaan bisa menyatu,” kata Zhu.
Sim Hwang berteriak lantang, kalau mereka bukanlah utusan kerajaan Ming, namun para pemberontak yang sebenarnya ingin menghancurkan, baik Ming atau Joseon. Kerajaan Ming secara keamanan, administrasi, kemajuan masyarakat, terbilang bagus. Kerajaan yang sudah sedikit perang dan raja nya sibuk membangun sistem masyarakat dengan undang-undang, infrastruktur yang hebat. Namun ternyata, ada pihak lain yang tetap tidak puas. Beberapa tahun sebelumnya, seorang selir pernah melakukan pemberontakan karena anaknya tidak bisa mendapatkan kekuasaan untuk menjadi raja, namun hal ini bisa diatasi. Pemberontakan selesai dengan membunuh orang-orang yang berhubungan darah dengan selir tersebut. Akan tetapi, walau sudah terbilang cukup lama peristiwa itu berjalan, bibit-bibit pemberontakan masih ada saja dari kelompok lain.
”Joseon tidak akan pernah bisa bekerja sama dengan para pemberontak,” senyum Minho, nyinyir.
Zhu membalas lagi dengan sindiran pedas.
”Bukankah.. dinasti Joseon sendiri berawal dari perebutan dan pemberontakan?? Dan.. kamu sendiri.. masih bagian dari keluarga Raja bukan??? Jadi.. kamu sendiri sebenarnya juga bagian dari pemberontak pada Goryeo,”
”Tidak usah banyak bicara lagi, Tuan Zhu.. apa maunya dari ku dan dari Joseon??,” senyum Minho.
Zhu membalas dengan tatapan mata dingin, senyum yang terkesan licik.
”tentu saja kamu, Tuan Lee... sebagai umpan,”
Minho sudah tidak aneh dengan hal itu. Tantangannya sebagai sepupu Raja memang pasti ada. Baginya, tidak ada hubungan tingkatan dalam kerajaan. Walau dia masih keluarga dekat Raja, melindungi kerajaan dan Raja sebagai panutan adalah tugas utamanya.
”Kalau kamu berfikir.. dengan menjadikan ku tameng untuk memaksa Joseon bekerjasama... salah besar, Tuan Zhu,” balas Minho dengan santai.
Sim berbisik pada Minho, kalau lebih baik mereka langsung meloncat membobol atap dan kabur. Minho tidak menanggapi perkataan bawahannya itu.

Zhu tidak bicara lagi, dia langsung memberikan tanda kepada gerombolan pengikutnya. Mereka pun langsung menyerbu Minho dan Sim.
”HEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!,” suara beberapa puluh orang dengan pedang mereka, menyerbu Minho dan Sim.
Minho menarik tangan Sim, meloncat ke lantai dua kedai yang sangat pendek, lalu menerobos, menembus atap.
”KEJAR!!!,” teriak Zhu kepada para pengikutnya.
Mereka mengejar Minho dan Sim yang berlari dari atap ke atap. Sebagian gerombolan itu pun naik ke atap.
Minho senyum saja dengan mereka. Mereka yang berada diatap langsung menyerang Minho dan Sim. Keduanya membela diri dengan senjatanya masing-masing.
”TRANG!”
Suara adu senjata saling terjadi antara Minho-Sim dengan para musuh.
”BUK!!,”
Minho berhasil menyabet dan menjatuhkan lawan.
”Mereka makin banyak saja, Daejang!,” teriak Sim dari dekat.
”Tetap bertahan!,” teriak Minho pada Sim. Sim hanya menjawab dengan anggukan. Mereka berusaha membela diri, tidak perduli harus membunuh.
”Trang!,”
”Buk!!!,”
”Mati kalian..............!!!! Heaaaaaaaaaattttttttttttttttttttt!!!!,”
Ternyata, Minho berteriak dan mendadak mengalirkan energi dari ilmu yang berada di telapak tangannya, kemudian disalurkan ke pedangnya. Dari genggaman sampai ujung pedang, semua berkilat.
Wajahnya jadi memerah, beberapa urat terlihat menonjol, matanya pun memerah.
”Daejang...,” kata Sim Hwang, dengan sedikit terpana.
Sim menjadi bersemangat, dia tetap menyerang para musuh.
Zhu melihat perubahan wajah pada Minho yang drastis. Bukan takut, dia malah menyerbu bersama dengan para anak buahnya.
”Hiat!!,” teriakan lelaki itu langsung ikut bergabung dengan para anak buahnya, menyerang Minho.
Pertarungan masih terus berlangsung....
                                                --------------------------------------

”Nyonya.. ada surat dari Jendral Lee!,”
Han Hye berlari menuju ruang depan, dari halaman besar rumah Minho. Taeyoung yang bertepatan sedang menikmati sinar matahari pagi itu dan sedang duduk, langsung berdiri senang. Hari itu, sudah dua minggu dia ditinggalkan Minho dan mereka hanya mengandalkan sepucuk surat untuk saling berkomunikasi.
Dengan wajah ceria, dia langsung mengambil surat itu dari tangan Han Hye dan segera membacanya.
”Jendral Lee sekarang mungkin sudah mau sampai ke Beijing, Han Hye.. ”
”kalau urusannya selesai, dia bisa cepat pulang.. ”, kata Taeyoung dengan mata berbinar ceria.
Dia membaca surat itu lagi.
”Taeyoung cintaku.. semoga kamu dan anak kita tetap sehat…aku menulis surat disebuah penginapan sederhana. Malam ini tidak mengenakkan karena sudah mulai ada yang mengincarku. Entah mereka dari mana datangnya. Satu hal yang ketika menulis surat ini, masih ku pikirkan: pejabat Geum masuk dalam urutan orang Joseon yang patut dicurigai. Dalam hati, aku merasa.. apa benar, seorang pejabat setia kepada kerajaan, sebelum Yang Mulia Jeong bertahta, sudah mengabdi..  akan menjadi seorang pengkhianat?? Apa yang kamu pikirkan tentang ini, wahai Taeyoung cintaku?? Aku berfikir, apakah akan ada pemberontakan lagi, jika benar pejabat Geum dan beberapa orang berkhianat lagi?? Aku akan khawatir dan memikirkan mu jauh di sana. Berhati-hatilah.. jangan menjauh dari rumah dan juga Han Hye. Salam cintaku untukmu.. Jendral Lee Minho”.
Taeyoung memeluk surat itu dengan penuh senang. Han Hye senang melihat wajah Nyonya majikannya itu bahagia.
“tapi…ada yang Jendral khawatirkan, Han Hye,” kata Taeyoung dengan nada sedikit cemas.
Dia jadi bercerita pada pembantunya itu soal isi surat Minho padanya. Han Hye jadi berpikir, lalu bercerita tentang Pejabat Geum yang dia tahu, kepada Taeyoung.
”kalau sudah begini... berat juga, Nyonya.. bisa-bisa.. semua keluarga pejabat Geum akan dihukum mati.. seperti yang terjadi pada Pejabat Ryong beberapa tahun yang lalu, saat Yang Mulia Raja Jeong belum menjadi raja yang sekarang,” kata Han Hye. Dia benar-benar lupa, kalau tuannya, Minho, adalah mantan kekasih dari anak pejabat Ryong, tapi malah bercerita soal masa lalu tuannya itu.
”apa.. pejabat Ryong itu.. orang yang hebat dan juga setia??,” tanya Taeyoung.
Han Hye mengangguk. Namun pejabat itu akhirnya memberontak karena raja yang lalu dianggap tidak adil. Taeyoung sama sekali tidak curiga dengan cerita itu.

Tetapi...
”Namun... sebenarnya pemberontakan itu jadi kisah pahit untuk Jendral Lee,”
”pahit?? Apa yang terjadi??,” tanya Taeyoung, dengan mimik penasaran.
Han Hye lupa, lalu dia mengalihkan cerita menjadi kembali menceritakan, bagaimana situasi yang terjadi pada saat itu.
”ah.. kamu bersembunyi dariku soal Jendral Lee saat itu.. ada apa, Han Hye??,”
Han Hye diam sejenak. Dia tidak ingin menyakiti hati tuannya. Namun, Taeyoung tetap meminta menceritakan hubungan antara Minho dengan pejabat Ryong.
”Pedang yang sekarang selalu dibawa oleh Jendral Lee.. itu dari pejabat Ryong,” kata Han Hye.
Taeyoung senyum, dia anggap itu masih wajar. Terkadang memang sesama prajurit atau untuk menghormati antar pejabat kerajaan, wajar saja jika saling memberikan hadiah, termasuk pedang, bahkan pedang kebanggaan sekalipun.
”ah.. itu biasa, Han Hye... ayahku pun pernah memberikan pedang kebanggaannya kepada Daimyoo lain sebagai hadiah kerjasama.. atau.. ayah ku pun memberikan kepada Yang Mulia Raja sebuah pisau emas... ah.. itu hal wajar, hohoho,” kata Taeyoung dengan santainya.
Han Hye tertawa kecil.. menyembunyikan apa yang sebenarnya kisah cinta yang pernah terjadi antara Minho dengan Ryong Taeyoung.
”Mungkin karena Jendral dulu sahabat baik Jendral Ryong... iya kan?? Pasti jalan ceritanya seperti itu.. beliau sedih karena ternyata teman baiknya justru memberontak kepada ayah Yang Mulia Raja,”
”ya.. mungkin begitu, Nyonya,” balas Han Hye, menutupi.

”atau... karena Jendral Lee.. punya kisah cinta dengan anak pejabat Ryong??,” mendadak malah Taeyoung sendiri yang menebak hal itu.
Han Hye mengelak. Sama sekali dia berpura-pura tidak tahu hubungan itu. Baginya, ada banyak sisi Minho yang tidak layak untuk diketahui sebagai tuannya.
Namun, Taeyoung malah mencium hal yang berbeda dari apa yang dikatakan pembantu sekaligus prajurit mata-mata wanita itu.
”Han Hye.. aku juga seorang Ninja... seorang mata-mata,” senyum Taeyoung, jadi dingin.
”aku menemukan sesuatu yang janggal pada ceritamu,”
Pembantu Minho itu diam sejenak. Dia seperti takut menceritakan sesuatu. Tapi Taeyoung malah tertawa. Dia mengira kalau Han Hye seorang yang terlalu takut dengannya, dibanding dengan Minho.
”ah.. aku harus belajar siap mendengarkan soal apapun tentang masa lalu Jendral Lee... bahkan soal wanita sekalipun,” kata Taeyoung. Dia berusaha untuk tenang. Teringat kembali apa yang dia bicarakan dengan Maharani tentang ikatan perkawinan.
”sebelum aku ke tanah Joseon ini... kedua orangtuaku sangat khawatir..,”
”bukan karena aku mungkin saja, hanya akan jadi pasangan perhiasan kehidupan Jendral Lee... namun, bagi kami, menjadi seorang pasangan, walau hasil dari politik sekalipun... kami harus tetap setia..,”
”Bahkan.. jika Daimyoo atau Shogun Ashikaga menginginkan perang dengan Kerajaan Joseon... hidupku ada di genggaman Jendral Lee.. Daimyoo atau Shogun sekalipun tidak memiliki hak atas hidupku,”

Han Hye menunduk hormat pada Taeyoung. Dia masih ragu untuk menceritakannya, takut menganggu pikiran majikannya yang sedang berbadan dua itu. Dalam satu minggu ini saja, Tabib diperintahkan oleh Maharani untuk memeriksa kesehatan Taeyoung alias Takako Sadamori. Lalu, Raja Jeong pun mengirimkan surat kepada Sadamori dan Ashikaga sebagai rasa bahagianya kalau kehamilan muda Takako ini dianggap akan lebih mempererat hubungan kedua kerajaan besar. Tidak lupa juga Raja mengirimkan beberapa makanan enak kepada Taeyoung, agar anak dia dan Minho sehat.
”aku tidak ingin Nyonya sakit,” kata Han Hye, dengan terbata-bata.
”apa... seperti antara Jendral Lee dengan Geum Hee Kyung??,” senyum Taeyoung pada pembantunya itu.
Sekali lagi, Han Hye diam. Namun malah dibalas tawa oleh Taeyoung.

”siapa nama perempuan itu??,”
Han Hye masih diam, sama sekali tidak ingin menjawab...
”Ayolah, Han Hye.. aku hanya ingin tahu,”
”Ryong Taeyoung.... ,”
”cintanya Jendral Lee yang pertama... bukan???”
”aku sudah bisa mengira loh,” kata Taeyoung, santaik, sebelum Han Hye menjawabnya.
Lalu dia berdiri, menuju halaman yang luas, berjalan ke barak. Seluruh anak buah Minho selama dia pergi, diserahkan kepada Jendral Kwon.
Dia membuka pintu barak, lalu mengambil dua buah pedang pendek. Lalu berjalan keluar, ke tengah di depan rumah berhalaman besar itu.
Han Hye berlari menghampirinya.
”Nyonya tidak boleh latihan... Jendral Lee melarang, bukan??,”
Taeyoung tidak peduli dengan perkataan pembantunya itu. Dia membuka kedua sarung pedang pendek itu, lalu malah mengeluarkan satu-dua jurus. Han Hye menepi, namun dia juga berteriak melarang, tidak ingin tuannya kelelahan.
”Nyonya berhenti.. jangan nekat!,”
Tapi... Taeyoung tidak peduli.. dia tidak mendengar apa kata Han Hye.
Han Hye jadi khawatir sekali tuannya itu bisa jatuh dan membahayakan anak dalam kandungannya.
Han Hye pun duduk bersimpuh.
”Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Nyonya.. tapi tolong hentikan!”
Taeyoung seperti tidak mendengar perkataan pembantunya itu.
Han Hye tetap dalam posisinya, sama sekali tidak berubah.
Taeyoung terus saja berlatih, seperti tidak peduli dengan dirinya sendiri yang telah berubah. Lantas, ketika sudah mulai lelah, dia pun berhenti.
”Haaah.. sudah lama enggak latihan.. jangan sampai kalau ada perang.. aku tidak bisa sama sekali bertarung lagi,” katanya dengan santai.
”Hentikan, Nyonya.. aku takut, Jendral Lee marah dan menghukumku,” kata Han Hye, tetap di posisi yang sama.
Taeyoung berdiri di depan Han Hye, sementara posisi perempuan itu masih tidak berubah.
gwaenchanh-ayo.. geogjeonghaji maseyo,” senyum Taeyoung, dingin pada Han Hye.
neomu mian haeyo... hajiman nan dangsin jeongmal geogjeong-ida,” balas Han Hye, dengan masih posisi bersimpuh.
Taeyoung menghela nafasnya, dia hampir meneteskan air mata, namun di tahannya.
naneun seulpeuda.. Han Hye.. aku begitu takut...,”
”aku begitu takut dengan semua ini... sampai ketika Geum Hee Kyung melihat wajahku dengan penuh kebencian... aku takut aku hanya akan mati disini,”
Taeyoung lalu berjongkok, meminta Han Hye untuk berdiri.
”apa.. memang takdirku harus jauh dari keluargaku??,”
Han Hye menjawab dengan tenang, sambil masih menunduk, bersimpuh.
”Aku hanya yakin... Nyonya akan bahagia... ,”
Taeyoung tersenyum. Sedari awal, dia memang tidak menyangka dirinya akan dikorbankan shogun dan ayahnya sendiri untuk menjadi isteri seseorang yang jauh, yang tidak dikenalnya. Perasaannya masih kalut, takut.
“aku tidak ingin Jendral Lee meninggalkanku, Han Hye”.
Han Hye baru berdiri.
“aku akan buatkan Nyonya sup yang hangat… aku tidak ingin Nyonya khawatir.. kasihan juga nanti Jendral Lee”.
Taeyoung diam saja. Han Hye menunduk hormat padanya sekali lalu pergi ke dalam rumah, menyiapkan makanan.
Taeyoung berdiri menantang langit. Dia merasakan sinar matahari sudah mulai naik.
”Minho.. aku ingin kamu cepat kembali... aku tidak perlu takut lagi jika kamu ada disini”.


Bersambung ke part 15....