This is me....

Sabtu, Maret 12, 2016

Cinta Dokter Cute (Part 17: Ulineun Dasi Mannal Ttaekkaji...)

Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won

Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Nama, tempat, semuanya cuma khayalan aja..Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh.. 18+...

Minho melewati hari itu meeting dengan beberapa dokter gigi senior lainnya untuk program per semester rumah sakit itu. Dia berpikir, memang menyibukkan diri sebelum mencari Shin Young, jauh lebih baik daripada pusing memikirkan tingkah laku Hye Rim yang semakin memuakkan di matanya. Waktu terus berjalan, keinginannya untuk bertemu Shin Young semakin menggebu-gebu.
“sepertinya mood kamu lagi bagus banget ya, chingu??,” sapa Seol dengan ramah.
“aku benar-benar temukan dia,” balas Minho dengan nada suara bersemangat.
Mereka berdua jalan di sepanjang koridor. Dalam beberapa hari, memang mereka bisa praktek dalam waktu yang bersamaan.
“siapa??,” tanya Seol, heran.
“Tunggu dulu.. Shin Young maksud kamu??,”
Minho mengangguk mantap,” Siapa lagi, chingu?? Kemarin salah seorang senior model membantuku mencarikan dimana dia”

Seol senang juga dengan apa yang akan terjadi. Dia memang tahu juga, sebagai seorang teman sejawat, bagaimana sedikit kehidupan cinta temannya itu.
“Lelaki sejati.. kalau sudah cinta dan sayang... mestinya kejar cewek impianmu,”
Minho katakan, kalau dia sudah menyusun jadwal dan semestinya Seol tahu itu. Teman Minho itu menyangka kalau dia cuti untuk urusan kerja. Minho tertawa ringan, kalau sebenarnya tidak hanya untuk urusan seminar memang, tetapi juga mengejar Shin Young.
Seol tertawa keras mendengar “kelicikan” teman sejawatnya itu. Dia memang bukan cowok tipe pengejar.
“Tapi... bagaimana dengan tunanganmu nanti... Min Hye Rim itu??,”
“walau kepala ku pusing sekali karena pernikahan semakin dekat saja... yang kupikirkan justru bukan tentang pernikahanku... tapi pencarianku terhadap Shin Young,” balas Minho.
“cinta memang susah ditebak, haha,” tawa Seol menggema di seluruh ruangan yang mereka masuki.
Dalam pikiran Seol sebagai temannya Minho, kisah cinta ini menarik dan penuh perjuangan. Cinta memang jika ingin dianggap sejati, bukan yang manja, namun penuh daya juang, untuk bersama orang yang dicintai.
“pikiran dan perasaanmu benar-benar penuh sama cewek itu ya??,” tanya Seol dengan polosnya.
Minho hanya bisa nyengir kuda, karena tentunya Seol sudah tahu semua itu. Tabiatnya memang kalau sudah punya mau dan ada peluang untuk dapat keinginannya itu.
“Aku tetap akan mengejar dia.. ,” ujar Minho, mantap.
“nekat sekali,” kata Seol, singkat.
                                    -------------------------------------------
Song Yu menelepon Minho, apakah besok dia memang akan nekat ke Busan. Jawabannya jelas: ya, Minho akan pergi ke sana. Namun yang dibicarakan perempuan itu lagi-lagi adalah sikap Min Hye Rim.
“aku sama sekali tidak memberitahukannya, Noona.. kalau iya, pasti dia akan marah besar,” balas Minho di telepon.
“dia berulah lagi... baru saja dia menggampar Mina,” kata Song Yu dari kejauhan.
Minho sudah pasti malas dengan tindakan tunangannya yang sanget menyusahkan itu. Baginya sudah lelah, sudah tidak ingin lagi mempermasalahkan itu. Jika dia sudah merasa begitu, maka dia tidak akan lagi ingin tahu apapun, segalanya, mengenai tunangannya itu.
“aku rasa.. tidak bisa begitu juga, Minho.. bisa kacau kehidupanmu.. segalanya bisa dibicarakan, bukan??,”
Minho mengiyakan. Akhirnya, dia bercerita pada senior modelnya itu, kalau dia sudah berdebat habis dengan kedua orangtuanya. Semuanya sudah terlanjur tidak bisa lagi diubah. Tapi, dia akan tetap bersikeras mencari pujaan hatinya itu.
Song Yu malah bercanda padanya, bersyukur sekali kalau dia yang menjadi Shin  Young. Meningat masa lalu dia yang dicampakkan oleh seorang cowok, sehingga dia hidup sempat sengsara batin, depresi.
“aku doakan kamu bisa bertemu dengan Shin Young.. alamatnya sudah jelas.. kalau butuh bantuan temanku.. akan aku bicarakan dengannya,”
Minho senang senior modelnya itu memperhatikannya.

Pulang ke rumah, dia bersiap-siap untuk berangkat. Semua hal yang berhubungan dengan seminarnya juga disiapkan. Tiada yang curiga, termasuk kedua orangtuanya, kalau dia akan berusaha mencari Shin Young. Kedua orangtuanya hanya tahu, dia akan mengisi seminar. Wajahnya sudah mulai bersemangat, ceria, mata berbinar, optimis semua akan dilaluinya dengan lancar.
“aku berangkat,” katanya pada ibunya, dengan ceria.
Sang ibu hanya tersenyum lalu membalas ciuman pipi anaknya.
Minho lekas pergi dengan menggunakan taxi. Ternyata, dia juga berhubungan dengan salahseorang teman Song Yu yang berjanji akan menunjukkannya jalan.
Pikirannya terus terasa sudah berada disana.
                                                ----------------------------
Hyeon duduk, diam saja di taman belakang rumahnya. Dia melihat Im, anak perempuan satu-satunya sedang sibuk bermain boneka. Im sudah ditinggal ibunya sejak beberapa tahun lalu ketika Hyeon memergoki mantan isterinya berselingkuh. Hatinya hancur, dia sulit untuk melupakan, namun juga sulit mencari pengganti. Dia bukan lelaki yang gampang berpisah dan gampang mencari yang baru. Fokus hidupnya ada pada Im, yang harus dia besarkan dengan baik.
Im menoleh, melihat ayahnya sedang termenung, lalu dia menghampiri.
“hai, Appa.. besok.. guru ku meminta aku menggambar Appa,” katanya dengan lembut.
Hyeon langsung tertawa renyah dengan penuturan anak satu-satunya itu. Dia mencium kedua pipi anaknya dengan lembut.
“Appa ajarkan kamu menggambar wajah Appa sendiri”.
Im langsung mengambil buku dan alat gambarnya, meminta ayahnya menggambar untuknya.
Im senang sekali ayahnya sangat perhatian padanya. Hyeon memang tipe ayah sayang anak. Dia sadar, jika tidak cukup memberikan kasih sayang kepada anak perempuan itu, maka kehidupannya akan semakin hancur.
Orangtua Hyeon sama sekali tidak mempermasalahkan kehidupan rumahtangganya selanjutnya. Hanya harapan mereka agar Im bisa bahagia.
“Ah.. Appa curang banget.. ini kan enggak mirip,” kata Im dengan cemberut.
Lepas terlihat semua gigi geligi Hyeon, dia tertawa keras mendengar kata-kata anak kesayangannya itu. Lalu dia memeluk anaknya itu dengan lembut. Dalam pikirannya, dia malah membayangkan tentang Ae Cha.
“Im.. kalau Appa suka dengan seseorang... apa.. kamu mau menganggap dia Eomma kamu??,”
Anak perempuan kecil itu menoleh pada ayahnya.
“Jadi.. Appa sedang suka seorang wanita ya?,” tanya nya, dengan nada genit.
Hyeon hanya senyum saja di depan anaknya. Tapi, Im bisa membaca raut wajah ayahnya itu.
“aku tidak ingin punya Eomma seperti yang lalu,” kata anak kecil itu, polos.
Anak itu memang terasa disakiti oleh ibunya sendiri yang tega meninggalkan dirinya yang masih membutuhkan kasih sayang. Ya.. ditinggal begitu saja oleh orang tempat dia bernaung, dalam usia yang masih sangat kecil. Bagaimana bisa dia berfikir lain selain mengatakan bahwa ibunya sendiri jahat padanya?

Hyeon tidak ingin kejadian kedua terulang kembali, tidak ingin menyakiti anak perempuan kesayangannya itu lagi. Tebayang bagaimana dulu anaknya mencari-cari ibunya sendiri, sementara sang ibu asik dengan lelaki lain. Rasanya, hidupnya seperti tidak berguna, dicampakkan begitu saja. Apa profesinya sebagai seorang dokter kurang memberikan banyak hal kepada mantan isterinya itu...sehingga dia mudah tertarik kepada lelaki lain?
“ah.. Appa hanya bertanya kok.. ,”
Im memandang wajah ayahnya dengan serius. Anak kecil itu merasakan kalau ayahnya sedang jatuh cinta, namun tidak ingin menyakitinya.
“Appa..rasanya aku tidak ingin punya Eomma yang jahat lagi,”
Hyeon mencoba mengerti. Dia lalu meminta Im memeluknya.
Sementara itu, beberapa kali misscall dari seseorang dibiarkan saja. Hyeon mencoba menghibur anaknya. Dia berjanji akan tidak dulu membicarakan hal ini. Dia tidak ingin membangkitkan luka lama mereka.
Sementara, smartphone Hyeon masih saja berdering beberapa kali. Sampai akhirnya, dia mengangkat telepon itu.
Wajahnya seketika berubah menjadi kusut serta pucat. Im bingung dengan perubahan itu.
“Ada apa, Appa???,”
Hyeon langsung berteriak memanggil-manggil ibunya, menarik tangan Im agar anak itu bersama orangtuanya.
Ibunya kaget, bertanya pada anaknya, namun sama sekali tidak ditanggapi.
Hyeon langsung saja berlari keluar rumah, pergi ke garasi.
Im berteriak memanggil namanya, namun sama sekali tidak diperdulikan. Dia tetap saja berjalan menuju garasi...dan melarikan mobilnya.
Sementara, Minho menelepon Hyeon beberapa kali... tidak mendapatkan jawaban....
                                    -------------------------------------
Pagi itu, Shin Young sedang sibuk mengatur bunga. Beberapa orang lalu lalang melihat, berbicara ramah dengannya tetang bunga, dan akhirnya membeli. Hari itu, sama sekali dia tidak akan tahu, kalau Minho pergi ke Busan, mencari Toko bunga itu, untuk bertemu dengannya. Dia tetap saja asik bernyanyi-nyanyi kecil, sementara Min Suh, sahabatnya sedang merangkai bunga.
“Apa..ada sesuatu yang bikin kamu bahagia hari ini, Shin Young?,”
“Ah.. aku tidak tahu sih...,” balas Shin Young, dengan suara lembutnya.
Min Suh malah tertawa dengan kejadian aneh hari ini. Yang dia tahu, memang tidak biasanya Shin Young justru malah bernyanyi. Sementara sepanjang mereka tinggal bersama, Min Suh belum pernah menemukan Shin Young bernyanyi, bahkan walau hanya bersenandung sekalipun.
“Oh, hehe.. aku benar-benar enggak tahu, Min Suh.. kenapa hari ini aku merasa bahagia,” jawabnya dengan santai.
“hari ini juga aku masak makanan yang belum pernah kita makan.. semoga kamu suka,” lanjutnya lagi, sambil menoleh pada temannya itu dan tersenyum.
“jangan jangan...rejeki kita hari ini akan untung besar,” kata Min Suh, menebak-nebak.
Min Suh lalu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Shin Young yang masih sibuk mengatur dan mengelompokkan bunga-bunga.

“apa.. kedua orangtuamu terakhir.. ada menghubungi mu lagi, Shin Young??,”
Shin Young tersenyum, lalu menggeleng. Ya, sepertinya memang orangtuanya sudah tidak perduli lagi, dimana dia berada. Pikiran dan perasaannya hanya mengatakan, dia bukan anak kandung mereka, yang patut dibahagiakan adalah Min Hye Rim, kakaknya.
“dan.. bagaimana dengan kakakmu itu... apa dia mau memaafkan kamu???,” tanya Min Suh lagi.
“aku tidak tahu,” mendadak intonasi suara Shin Young berubah.
“aku mengerti...,” kata Min Suh, singkat.
Shin Young lalu duduk. Dia lantas bercerita pada sahabatnya itu, apa yang dia rasakan dan pikirkan sekarang. Min Suh mendengarkan saja. Memang, mungkin saja saat ini Minho dan Hye Rim sudah bahagia. Sementara, dia selamanya terbuang di keluarga Min, karena cinta yang tidak sepatutnya dilakukan.
“aku tidak ingin lagi memaksa takdir, Min Suh.. aku pastikan.. aku tidak akan bisa pulang,”
Dia memang sangat merasa bersalah dengan kejadian masa lalunya dengan Minho. Lelaki itu, walau mencintainya, Shin Young tidak ingin menyakiti keluarganya. Pengorbanan keluarga Min baginya sangat banyak, tak terhitung.. apa jadinya jika dia memiliki Minho, sementara kakaknya justru sangat mencintai lelaki itu?
“sudahlah, Shin Young.. aku tetap menerima mu disini.. ,” senyum Min Suh.
Shin Young tersenyum, lantas dia katakan, kalau dia ingin menyiapkan makan malam mereka, takut nanti terlambat makan. Min Suh mempersilahkan, sementara dia akan diluar saja, kalau-kalau nanti akan ada pembeli. Shin Young pun masuk ke dalam rumah.
“untung kamu ke sini ya, temanku... aku enggak bisa bayangkan kalau kamu hanya luntang-lantung enggak tentu arah,” kata Min Suh dalam hatinya.

Tak berapa lama, seorang lelaki masuk ke dalam toko itu, melihat-lihat banyak bunga. Min Suh melayaninya dengan ramah.
“jadi...pacarmu ada di kota ini??,” tanya Min Suh dengan wajah cerianya. Mereka ternyata sudah mengobrol cukup lama. Lelaki itu membeli setangkai bunga lily.
“Wah... ternyata, walau kamu belum pernah kasih bunga ke cewekmu itu... tapi tahu banget bunga kesukaannya apa.. pasti kamu cowok romantis ya!”.
“ah.. aku biasa saja kok.. hanya.. memang aku harus bertemu dia disini,” kata lelaki itu dengan senyum manisnya.
Min Suh tertawa ringan dengan ekspresi lelaki muda itu. Sudah lama dia tidak merasa mendengar cerita romantis seorang lelaki yang sedang jatuh cinta berat dan sungguh-sungguh dengan ceweknya, mencari kemana cewek itu pergi, demicinta kuatnya.
“Rasanya kupikir tidak ada yang seperti itu...namun ternyata ada juga,”
“mungkin seperti hanya di negeri dongeng,” kata lelaki itu dengan ramahnya.
Min Suh tertawa. Mereka akhirnya malah bercerita soal negeri dongeng yang sama sekali hanya dianggap mimpi oleh keduanya.
Puas melihat-lihat bunga, lelaki itu pun membayar bunga yang dibelinya, lalu pamit kepada Min Suh.
“Nanti sore.. aku akan kembali lagi... tuk beli bunga yang sama!,” kata lelaki itu, melambaikan tangannya.
Min Suh membalas dengan lambaian dan ramah terhadapnya.
“ya.. kami tunggu.. hati-hati dijalan!”.
Dan.. lelaki muda itu pun pergi dengan taxi, menuju suatu tempat.
                                                --------------------------------------
Hyeon begitu panik dengan berita yang didapatnya baru saja. Dia langsung melarikan dirinya ke rumah sakit dengan perasaan bercampur aduk. Dilihatnya, waktu seperti cepat berputar, detik demi detik.
Ketika dia sampai di rumah sakit, dia hanya mematung melihat sosok Ae Cha yang sudah terbaring lemah.
“BODOH SEKALI!!!!,” teriaknya pada Seung Won, langsung menonjoknya saat itu juga, tanpa lagi melihat persahabatan mereka.
Seung sama sekali tidak melawan dipukul oleh Hyeon. Dia bangun lagi, lalu dipukul lagi. Berkali-kali, sampai pipi dan hidungnya berdarah.
Ayah perempuan itu sama sekali tidak melerai. Dia memang sedari awal tidak ingin Seung Won dekat dengan anaknya. Dia menganggap lelaki itu sudah tidak lagi menghargai diri dan anaknya, jadi... matipun tidak mengapa. Sama sekali dia tidak panik, tidak meminta tolong kepada petugas atau perawat rumah sakit sekalipun. Ae Cha pun sama sekali tidak bergeming dari posisi tidurnya, tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka.
Seung berusaha bangun dengan wajah babak belur. Tangan Hyeon sakit sekali karena dia terus tadi menonjok wajah sahabatnya itu. Seung benar-benar tidak melawan.
“Kamu apakan dia??!!!,” masih Hyeon berteriak dengan lantang, kembali mengangkat badan Seung dan ingin memukulnya lagi.
“Sudah.. ini memang salahku!,” balas dan teriak Seung. Dia mundur beberapa langkah dari Hyeon, masih mengelap mulutnya yang berdarah. Sementara, ayahnya Ae Cha tetap tidak bergeming dari tempatnya... diam saja.
“Apa kamu masih kurang puas mengkhianati dia???,” teriak Hyeon.
“aku minta maaf, Hyeon... ,” kata Seung, dengan suara berat, menahan luka.
“PERSETAN DENGAN MAAFMU ITU!!,” Teriak Hyeon sekali lagi.. dan dia mencoba menonjok lagi muka sahabatnya itu.
Tapi, tangannya terlanjur ditangkap oleh ayah Ae Cha, sebelum bersarang di depan wajah Seung Won.
“HENTIKAN.. KALIAN TIDAK PANTAS MENGANGGU ANAKKU!,”

Hyeon langsung menghentikan keinginannya untuk memukul Seung lagi. Dia menurunkan tangannya dan malah menunduk hormat kepada ayah perempuan itu.
“Maafkan aku, Tuan..,” katanya dengan penuh penyesalan, karena sudah berbuat gaduh.
“aku mungkin memaafkanmu.. tapi tidak dengan dia,” jawab orangtua itu.
Seung memang salah. Dia berani berbuat, namun tidak berani bertanggungjawab. Sekarang yang mereka lihat adalah sosok perempuan lemah yang masih dalam keadaan hamil, beberapa waktu lalu mencoba bunuh diri, sekarang kekurangan darah dan hanya diam, bergelut dengan nadi yang sangat lemah.
Hyeon tidak bicara lagi, dia menyudahi kekesalannya pada sahabatnya itu. Begitu juga dengan ayahnya Ae Cha.
“Saya harap.. kamu mau pergi... dan jangan pernah lagi melihat, bahkan bertemu dengan anakku lagi..”
“dia sudah cukup menderita dengan kamu.. sama sekali kamu tidak pernah berfikir untuk membahagiakan anak saya,”
Suara orangtua itu dingin, menderita. Dia sangat kecewa dengan keputusan anaknya untuk mempertahankan hubungannya dengan Seung Won, yang justru berakhir dengan percobaan bunuh diri, putus asa dengan tingkahlaku Seung yang terkesan meremehkan anaknya itu.

Hyeon malah menghampiri tubuh perempuan cinta dahulunya itu, lalu duduk dan menggenggam kedua tangannya.
“apa yang aku pikirkan akhirnya terjadi juga... ,”
“aku tidak mengerti, kenapa kamu berani melakukan ini,”
Ae Cha sama sekali tidak menjawab, dia memang dalam keadaan koma. Hyeon hanya mendengar suara nafasnya satu satu, serasa, perempuan itu tidak akan lama lagi di dunia ini.
Dalam hati lelaki itu, dia sebenarnya sudah bertekad ingin melanjutkan hidupnya bersama perempuan yang pernah membully nya, yang pernah ngerjain dia sewaktu masa kuliah.
“bertahanlah.. apapun kondisimu,” lirih Hyeon.
Air mata ayah perempuan itu keluar juga, tak bisa ditahan-tahannya.
Seung yang melihat itu antara menyesal dan egois dengan emosi dan keinginan hidupnya sendiri.
“sekarang pergi.. jangan pernah berharap apapun tentang anakku lagi,”
Ayah Ae Cha langsung memukul sekali wajah Seung. Seung sama sekali tidak menangkis pukulan itu. Dia langsung menunduk hormat, dan pergi dari ruangan itu.
Ayah perempuan malang yang sedang koma itu lantas terduduk, menangis dengan keras, menyesali keputusan anaknya yang mencoba bunuh diri... dan sekarang antara hidup dan mati.
Sementara, Hyeon masih menggenggam tangan Ae Cha, berharap, perempuan itu sadar.
                                                -----------------------------------
Hye Rim sama sekali tidak bisa menghubungi Minho sampai sore itu. Yang dia tahu, lelaki itu memang sedang pergi ke luar kota, mengurusi pekerjaannya. Namun, ternyata, sikap selalu mengintai kegiatan Minho, tidak dapat dia urungkan juga. Rasa kesalnya tetap ada karena Minho tidak dapat dihubunginya sama sekali. Dia lalu duduk, menenggak beberapa pil.
“Busan.. dia bisa saja mencari anak sialan itu,” gerutunya, dengan kepala yang sakit sekali. Yang dimaksud jelas pada Shin Young.
Lalu, dia bergegas mengambil smartphone nya lagi. Kali ini mencoba menghubungi adik angkatnya itu.
“apa Minho ada bersamamu?,” Kalimatnya langsung meluncur tidak ramah dengan adik tirinya itu.
Tentu saja Shin Young kaget, dia memang tidak bertemu Minho satu detikpun. Dia mengelak pada kakak tirinya itu. Lagi-lagi, Hye Rim tidak percaya dengan apa yang telah diucapkannya, lalu keluarlah semua kata kekesalannya.
“aku yakin.. Minho akan mencarimu,”
“awas  kalau kamu bertemu dengannya.. aku benar-benar akan membunuhmu,” ancam Hye Rim. Dia tetap memegang kepalanya, sangat nyeri. Sepertinya, obat yang dia minum sama sekali tidak mengurangi sakit kepalanya itu.
“aku tidak tahu sama sekali kalau dia akan kesini, Eonni.. sungguh aku tidak tahu,” balas Shin Young. Dia memang perempuan jujur, apa yang dikatakannya adalah kenyataan.
Hye Rim sekali lagi mengancam adik angkatnya itu. Orangtua mereka bukan berarti tidak mengetahui dimana keberadaan Shin Young, namun agar hubungan keluarga Min dengan keluarga Lee tetap berjalan lancar dan Minho tidak mengetahui dimana keberadaan anak angkat mereka, Min memang sengaja menutupinya.
“aku bisa saja menyuruh oranglain untuk membunuhmu... Appa dan Eomma sama sekali sudah tidak menganggapmu sebagai anak,” ketus Hye Rim padanya.
Hati Shin Young sedih sekali mendengar kalimat itu. Bagaimana dia pergi untuk menghindari Minho, namun ketika tahu, bahwa orangtua angkatnya membuang dan menutupi dirinya, rasanya, dia ingin menangis saat itu.
Min Hye Rim tertawa-tawa setelah berkata itu. Dia merasa menang dengan ketakutan yang ada di diri adik angkatnya itu. Ya.... suara Shin Young seperti orang ketakutan sekaligus sedih ketika dia berjanji tidak akan bertemu dengan Minho, walau lelaki itu sedang berada di satu kota saat ini. Hye Rim merasa puas, dirinya menang, tidak akan ada lagi Shin Young yang bisa merebut hati Minho.
Dia tertawa terbahak-bahak, keras sekali, lalu menutup percakapannya dengan Shin Young. Di sana, adik angkatnya itu menangis pelan. Bukan karena Minho, tetapi karena dirinya sudah dianggap tidak ada oleh kedua orangtua angkatnya, yang selama ini dicintainya.

Min Suh menemukan Shin Young sedang duduk menangis pelan.
“Apa kamu..tadi diganggu oleh kakak angkatmu itu??,” tanya Min Suh, dia duduk di depan Shin Young.
Shin Young menggeleng, dia lalu menceritakan percakapan terakhirnya itu. Min Suh kasihan dengan Shin Young. Min Suh seorang perempuan mandiri, yang akhirnya luluh juga air matanya dengan kehidupan sahabatnya ini.
Namun, dia mencoba untuk menghibur sahabatnya itu, agar tetap tegar dengan apa yang terjadi.
Shin Young mencoba tersenyum.
Tak berapa lama, terdengar suara seseorang dari luar.
Annyeong haseyo... apa..masih buka??,”
Min Suh bangun dari kursinya, namun Shin Young lebih cepat darinya. Sambil mengusap air matanya dia hanya mengatakan.
“aku saja yang keluar.. kamu sudah terlalu capek, Min Suh.. hari ini.. aku di dalam ruangan terus.. maaf ya??”.
Min Suh tersenyum padanya.
“Sudah sore.. tapi masih ada yang butuh kita”.
“Hello.. apa.. toko ini sudah mau tutup????!!!??,” kata seseorang di luar.
“Sebentar.. !!,” teriak Shin Young, lalu dia keluar.
“Kami belum tutup...,” katanya dengan senyum.
Tetapi....
“Min..Ho???,”
Shin Young begitu terkejut, ternyata orang yang masuk ke dalam toko bunga sahabatnya itu adalah Minho.
“Shin Young... jadi.. kamu benar-benar disini!,” balas Minho.
Wajah Shin Young bukan senang, malah pucat. Sama sekali, dia tidak ingin mengingkari perkataan kakak angkatnya... bahwa dia tidak ingin bertemu Minho lagi...

Bersambung ke part 18...