Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura
sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won
Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka... Nama, tempat, semuanya cuma
khayalan aja..Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh.. 18+...
Minho melewati hari itu meeting dengan
beberapa dokter gigi senior lainnya untuk program per semester rumah sakit itu.
Dia berpikir, memang menyibukkan diri sebelum mencari Shin Young, jauh lebih
baik daripada pusing memikirkan tingkah laku Hye Rim yang semakin memuakkan di
matanya. Waktu terus berjalan, keinginannya untuk bertemu Shin Young semakin
menggebu-gebu.
“sepertinya mood kamu lagi bagus banget
ya, chingu??,” sapa Seol dengan
ramah.
“aku benar-benar temukan dia,” balas Minho
dengan nada suara bersemangat.
Mereka berdua jalan di sepanjang koridor.
Dalam beberapa hari, memang mereka bisa praktek dalam waktu yang bersamaan.
“siapa??,” tanya Seol, heran.
“Tunggu dulu.. Shin Young maksud kamu??,”
Minho mengangguk mantap,” Siapa lagi,
chingu?? Kemarin salah seorang senior model membantuku mencarikan dimana dia”
Seol senang juga dengan apa yang akan
terjadi. Dia memang tahu juga, sebagai seorang teman sejawat, bagaimana sedikit
kehidupan cinta temannya itu.
“Lelaki sejati.. kalau sudah cinta dan
sayang... mestinya kejar cewek impianmu,”
Minho katakan, kalau dia sudah menyusun
jadwal dan semestinya Seol tahu itu. Teman Minho itu menyangka kalau dia cuti
untuk urusan kerja. Minho tertawa ringan, kalau sebenarnya tidak hanya untuk
urusan seminar memang, tetapi juga mengejar Shin Young.
Seol tertawa keras mendengar “kelicikan”
teman sejawatnya itu. Dia memang bukan cowok tipe pengejar.
“Tapi... bagaimana dengan tunanganmu
nanti... Min Hye Rim itu??,”
“walau kepala ku pusing sekali karena
pernikahan semakin dekat saja... yang kupikirkan justru bukan tentang
pernikahanku... tapi pencarianku terhadap Shin Young,” balas Minho.
“cinta memang susah ditebak, haha,” tawa
Seol menggema di seluruh ruangan yang mereka masuki.
Dalam pikiran Seol sebagai temannya Minho,
kisah cinta ini menarik dan penuh perjuangan. Cinta memang jika ingin dianggap
sejati, bukan yang manja, namun penuh daya juang, untuk bersama orang yang
dicintai.
“pikiran dan perasaanmu benar-benar penuh
sama cewek itu ya??,” tanya Seol dengan polosnya.
Minho hanya bisa nyengir kuda, karena tentunya Seol sudah tahu semua itu. Tabiatnya
memang kalau sudah punya mau dan ada peluang untuk dapat keinginannya itu.
“Aku tetap akan mengejar dia.. ,” ujar
Minho, mantap.
“nekat sekali,” kata Seol, singkat.
-------------------------------------------
Song Yu menelepon Minho, apakah besok dia
memang akan nekat ke Busan. Jawabannya jelas: ya, Minho akan pergi ke sana.
Namun yang dibicarakan perempuan itu lagi-lagi adalah sikap Min Hye Rim.
“aku sama sekali tidak memberitahukannya, Noona.. kalau iya, pasti dia akan marah
besar,” balas Minho di telepon.
“dia berulah lagi... baru saja dia
menggampar Mina,” kata Song Yu dari kejauhan.
Minho sudah pasti malas dengan tindakan
tunangannya yang sanget menyusahkan itu. Baginya sudah lelah, sudah tidak ingin
lagi mempermasalahkan itu. Jika dia sudah merasa begitu, maka dia tidak akan
lagi ingin tahu apapun, segalanya, mengenai tunangannya itu.
“aku rasa.. tidak bisa begitu juga,
Minho.. bisa kacau kehidupanmu.. segalanya bisa dibicarakan, bukan??,”
Minho mengiyakan. Akhirnya, dia bercerita
pada senior modelnya itu, kalau dia sudah berdebat habis dengan kedua
orangtuanya. Semuanya sudah terlanjur tidak bisa lagi diubah. Tapi, dia akan
tetap bersikeras mencari pujaan hatinya itu.
Song Yu malah bercanda padanya, bersyukur
sekali kalau dia yang menjadi Shin
Young. Meningat masa lalu dia yang dicampakkan oleh seorang cowok,
sehingga dia hidup sempat sengsara batin, depresi.
“aku doakan kamu bisa bertemu dengan Shin
Young.. alamatnya sudah jelas.. kalau butuh bantuan temanku.. akan aku
bicarakan dengannya,”
Minho senang senior modelnya itu
memperhatikannya.
Pulang ke rumah, dia bersiap-siap untuk
berangkat. Semua hal yang berhubungan dengan seminarnya juga disiapkan. Tiada
yang curiga, termasuk kedua orangtuanya, kalau dia akan berusaha mencari Shin
Young. Kedua orangtuanya hanya tahu, dia akan mengisi seminar. Wajahnya sudah
mulai bersemangat, ceria, mata berbinar, optimis semua akan dilaluinya dengan
lancar.
“aku berangkat,” katanya pada ibunya,
dengan ceria.
Sang ibu hanya tersenyum lalu membalas
ciuman pipi anaknya.
Minho lekas pergi dengan menggunakan taxi.
Ternyata, dia juga berhubungan dengan salahseorang teman Song Yu yang berjanji
akan menunjukkannya jalan.
Pikirannya terus terasa sudah berada
disana.
----------------------------
Hyeon duduk, diam saja di taman belakang
rumahnya. Dia melihat Im, anak perempuan satu-satunya sedang sibuk bermain
boneka. Im sudah ditinggal ibunya sejak beberapa tahun lalu ketika Hyeon
memergoki mantan isterinya berselingkuh. Hatinya hancur, dia sulit untuk
melupakan, namun juga sulit mencari pengganti. Dia bukan lelaki yang gampang
berpisah dan gampang mencari yang baru. Fokus hidupnya ada pada Im, yang harus
dia besarkan dengan baik.
Im menoleh, melihat ayahnya sedang
termenung, lalu dia menghampiri.
“hai, Appa..
besok.. guru ku meminta aku menggambar Appa,” katanya dengan lembut.
Hyeon langsung tertawa renyah dengan
penuturan anak satu-satunya itu. Dia mencium kedua pipi anaknya dengan lembut.
“Appa ajarkan kamu menggambar wajah Appa
sendiri”.
Im langsung mengambil buku dan alat
gambarnya, meminta ayahnya menggambar untuknya.
Im senang sekali ayahnya sangat perhatian
padanya. Hyeon memang tipe ayah sayang anak. Dia sadar, jika tidak cukup
memberikan kasih sayang kepada anak perempuan itu, maka kehidupannya akan
semakin hancur.
Orangtua Hyeon sama sekali tidak
mempermasalahkan kehidupan rumahtangganya selanjutnya. Hanya harapan mereka
agar Im bisa bahagia.
“Ah.. Appa curang banget.. ini kan enggak
mirip,” kata Im dengan cemberut.
Lepas terlihat semua gigi geligi Hyeon,
dia tertawa keras mendengar kata-kata anak kesayangannya itu. Lalu dia memeluk
anaknya itu dengan lembut. Dalam pikirannya, dia malah membayangkan tentang Ae
Cha.
“Im.. kalau Appa suka dengan seseorang...
apa.. kamu mau menganggap dia Eomma kamu??,”
Anak perempuan kecil itu menoleh pada
ayahnya.
“Jadi.. Appa sedang suka seorang wanita
ya?,” tanya nya, dengan nada genit.
Hyeon hanya senyum saja di depan anaknya.
Tapi, Im bisa membaca raut wajah ayahnya itu.
“aku tidak ingin punya Eomma seperti yang
lalu,” kata anak kecil itu, polos.
Anak itu memang terasa disakiti oleh
ibunya sendiri yang tega meninggalkan dirinya yang masih membutuhkan kasih
sayang. Ya.. ditinggal begitu saja oleh orang tempat dia bernaung, dalam usia
yang masih sangat kecil. Bagaimana bisa dia berfikir lain selain mengatakan
bahwa ibunya sendiri jahat padanya?
Hyeon tidak ingin kejadian kedua terulang
kembali, tidak ingin menyakiti anak perempuan kesayangannya itu lagi. Tebayang
bagaimana dulu anaknya mencari-cari ibunya sendiri, sementara sang ibu asik
dengan lelaki lain. Rasanya, hidupnya seperti tidak berguna, dicampakkan begitu
saja. Apa profesinya sebagai seorang dokter kurang memberikan banyak hal kepada
mantan isterinya itu...sehingga dia mudah tertarik kepada lelaki lain?
“ah.. Appa hanya bertanya kok.. ,”
Im memandang wajah ayahnya dengan serius.
Anak kecil itu merasakan kalau ayahnya sedang jatuh cinta, namun tidak ingin
menyakitinya.
“Appa..rasanya aku tidak ingin punya Eomma
yang jahat lagi,”
Hyeon mencoba mengerti. Dia lalu meminta
Im memeluknya.
Sementara itu, beberapa kali misscall dari
seseorang dibiarkan saja. Hyeon mencoba menghibur anaknya. Dia berjanji akan tidak
dulu membicarakan hal ini. Dia tidak ingin membangkitkan luka lama mereka.
Sementara, smartphone Hyeon masih saja
berdering beberapa kali. Sampai akhirnya, dia mengangkat telepon itu.
Wajahnya seketika berubah menjadi kusut
serta pucat. Im bingung dengan perubahan itu.
“Ada apa, Appa???,”
Hyeon langsung berteriak memanggil-manggil
ibunya, menarik tangan Im agar anak itu bersama orangtuanya.
Ibunya kaget, bertanya pada anaknya, namun
sama sekali tidak ditanggapi.
Hyeon langsung saja berlari keluar rumah,
pergi ke garasi.
Im berteriak memanggil namanya, namun sama
sekali tidak diperdulikan. Dia tetap saja berjalan menuju garasi...dan
melarikan mobilnya.
Sementara, Minho menelepon Hyeon beberapa
kali... tidak mendapatkan jawaban....
-------------------------------------
Pagi itu, Shin Young sedang sibuk mengatur
bunga. Beberapa orang lalu lalang melihat, berbicara ramah dengannya tetang
bunga, dan akhirnya membeli. Hari itu, sama sekali dia tidak akan tahu, kalau
Minho pergi ke Busan, mencari Toko bunga itu, untuk bertemu dengannya. Dia
tetap saja asik bernyanyi-nyanyi kecil, sementara Min Suh, sahabatnya sedang
merangkai bunga.
“Apa..ada sesuatu yang bikin kamu bahagia
hari ini, Shin Young?,”
“Ah.. aku tidak tahu sih...,” balas Shin
Young, dengan suara lembutnya.
Min Suh malah tertawa dengan kejadian aneh
hari ini. Yang dia tahu, memang tidak biasanya Shin Young justru malah
bernyanyi. Sementara sepanjang mereka tinggal bersama, Min Suh belum pernah
menemukan Shin Young bernyanyi, bahkan walau hanya bersenandung sekalipun.
“Oh, hehe.. aku benar-benar enggak tahu,
Min Suh.. kenapa hari ini aku merasa bahagia,” jawabnya dengan santai.
“hari ini juga aku masak makanan yang
belum pernah kita makan.. semoga kamu suka,” lanjutnya lagi, sambil menoleh
pada temannya itu dan tersenyum.
“jangan jangan...rejeki kita hari ini akan
untung besar,” kata Min Suh, menebak-nebak.
Min Suh lalu berdiri dari tempat duduknya
dan berjalan menghampiri Shin Young yang masih sibuk mengatur dan mengelompokkan
bunga-bunga.
“apa.. kedua orangtuamu terakhir.. ada
menghubungi mu lagi, Shin Young??,”
Shin Young tersenyum, lalu menggeleng. Ya,
sepertinya memang orangtuanya sudah tidak perduli lagi, dimana dia berada.
Pikiran dan perasaannya hanya mengatakan, dia bukan anak kandung mereka, yang
patut dibahagiakan adalah Min Hye Rim, kakaknya.
“dan.. bagaimana dengan kakakmu itu... apa
dia mau memaafkan kamu???,” tanya Min Suh lagi.
“aku tidak tahu,” mendadak intonasi suara
Shin Young berubah.
“aku mengerti...,” kata Min Suh, singkat.
Shin Young lalu duduk. Dia lantas
bercerita pada sahabatnya itu, apa yang dia rasakan dan pikirkan sekarang. Min
Suh mendengarkan saja. Memang, mungkin saja saat ini Minho dan Hye Rim sudah
bahagia. Sementara, dia selamanya terbuang di keluarga Min, karena cinta yang
tidak sepatutnya dilakukan.
“aku tidak ingin lagi memaksa takdir, Min
Suh.. aku pastikan.. aku tidak akan bisa pulang,”
Dia memang sangat merasa bersalah dengan
kejadian masa lalunya dengan Minho. Lelaki itu, walau mencintainya, Shin Young
tidak ingin menyakiti keluarganya. Pengorbanan keluarga Min baginya sangat
banyak, tak terhitung.. apa jadinya jika dia memiliki Minho, sementara kakaknya
justru sangat mencintai lelaki itu?
“sudahlah, Shin Young.. aku tetap menerima
mu disini.. ,” senyum Min Suh.
Shin Young tersenyum, lantas dia katakan,
kalau dia ingin menyiapkan makan malam mereka, takut nanti terlambat makan. Min
Suh mempersilahkan, sementara dia akan diluar saja, kalau-kalau nanti akan ada
pembeli. Shin Young pun masuk ke dalam rumah.
“untung kamu ke sini ya, temanku... aku
enggak bisa bayangkan kalau kamu hanya luntang-lantung enggak tentu arah,” kata
Min Suh dalam hatinya.
Tak berapa lama, seorang lelaki masuk ke
dalam toko itu, melihat-lihat banyak bunga. Min Suh melayaninya dengan ramah.
“jadi...pacarmu ada di kota ini??,” tanya
Min Suh dengan wajah cerianya. Mereka ternyata sudah mengobrol cukup lama.
Lelaki itu membeli setangkai bunga lily.
“Wah... ternyata, walau kamu belum pernah
kasih bunga ke cewekmu itu... tapi tahu banget bunga kesukaannya apa.. pasti
kamu cowok romantis ya!”.
“ah.. aku biasa saja kok.. hanya.. memang
aku harus bertemu dia disini,” kata lelaki itu dengan senyum manisnya.
Min Suh tertawa ringan dengan ekspresi
lelaki muda itu. Sudah lama dia tidak merasa mendengar cerita romantis seorang
lelaki yang sedang jatuh cinta berat dan sungguh-sungguh dengan ceweknya,
mencari kemana cewek itu pergi, demicinta kuatnya.
“Rasanya kupikir tidak ada yang seperti
itu...namun ternyata ada juga,”
“mungkin seperti hanya di negeri dongeng,”
kata lelaki itu dengan ramahnya.
Min Suh tertawa. Mereka akhirnya malah
bercerita soal negeri dongeng yang sama sekali hanya dianggap mimpi oleh
keduanya.
Puas melihat-lihat bunga, lelaki itu pun
membayar bunga yang dibelinya, lalu pamit kepada Min Suh.
“Nanti sore.. aku akan kembali lagi... tuk
beli bunga yang sama!,” kata lelaki itu, melambaikan tangannya.
Min Suh membalas dengan lambaian dan ramah
terhadapnya.
“ya.. kami tunggu.. hati-hati dijalan!”.
Dan.. lelaki muda itu pun pergi dengan
taxi, menuju suatu tempat.
--------------------------------------
Hyeon begitu panik dengan berita yang
didapatnya baru saja. Dia langsung melarikan dirinya ke rumah sakit dengan
perasaan bercampur aduk. Dilihatnya, waktu seperti cepat berputar, detik demi
detik.
Ketika dia sampai di rumah sakit, dia
hanya mematung melihat sosok Ae Cha yang sudah terbaring lemah.
“BODOH SEKALI!!!!,” teriaknya pada Seung
Won, langsung menonjoknya saat itu juga, tanpa lagi melihat persahabatan mereka.
Seung sama sekali tidak melawan dipukul
oleh Hyeon. Dia bangun lagi, lalu dipukul lagi. Berkali-kali, sampai pipi dan
hidungnya berdarah.
Ayah perempuan itu sama sekali tidak
melerai. Dia memang sedari awal tidak ingin Seung Won dekat dengan anaknya. Dia
menganggap lelaki itu sudah tidak lagi menghargai diri dan anaknya, jadi...
matipun tidak mengapa. Sama sekali dia tidak panik, tidak meminta tolong kepada
petugas atau perawat rumah sakit sekalipun. Ae Cha pun sama sekali tidak
bergeming dari posisi tidurnya, tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka.
Seung berusaha bangun dengan wajah babak
belur. Tangan Hyeon sakit sekali karena dia terus tadi menonjok wajah
sahabatnya itu. Seung benar-benar tidak melawan.
“Kamu apakan dia??!!!,” masih Hyeon berteriak
dengan lantang, kembali mengangkat badan Seung dan ingin memukulnya lagi.
“Sudah.. ini memang salahku!,” balas dan
teriak Seung. Dia mundur beberapa langkah dari Hyeon, masih mengelap mulutnya
yang berdarah. Sementara, ayahnya Ae Cha tetap tidak bergeming dari
tempatnya... diam saja.
“Apa kamu masih kurang puas mengkhianati
dia???,” teriak Hyeon.
“aku minta maaf, Hyeon... ,” kata Seung,
dengan suara berat, menahan luka.
“PERSETAN DENGAN MAAFMU ITU!!,” Teriak
Hyeon sekali lagi.. dan dia mencoba menonjok lagi muka sahabatnya itu.
Tapi, tangannya terlanjur ditangkap oleh ayah
Ae Cha, sebelum bersarang di depan wajah Seung Won.
“HENTIKAN.. KALIAN TIDAK PANTAS MENGANGGU
ANAKKU!,”
Hyeon langsung menghentikan keinginannya
untuk memukul Seung lagi. Dia menurunkan tangannya dan malah menunduk hormat
kepada ayah perempuan itu.
“Maafkan aku, Tuan..,” katanya dengan
penuh penyesalan, karena sudah berbuat gaduh.
“aku mungkin memaafkanmu.. tapi tidak
dengan dia,” jawab orangtua itu.
Seung memang salah. Dia berani berbuat,
namun tidak berani bertanggungjawab. Sekarang yang mereka lihat adalah sosok
perempuan lemah yang masih dalam keadaan hamil, beberapa waktu lalu mencoba
bunuh diri, sekarang kekurangan darah dan hanya diam, bergelut dengan nadi yang
sangat lemah.
Hyeon tidak bicara lagi, dia menyudahi
kekesalannya pada sahabatnya itu. Begitu juga dengan ayahnya Ae Cha.
“Saya harap.. kamu mau pergi... dan jangan
pernah lagi melihat, bahkan bertemu dengan anakku lagi..”
“dia sudah cukup menderita dengan kamu..
sama sekali kamu tidak pernah berfikir untuk membahagiakan anak saya,”
Suara orangtua itu dingin, menderita. Dia
sangat kecewa dengan keputusan anaknya untuk mempertahankan hubungannya dengan
Seung Won, yang justru berakhir dengan percobaan bunuh diri, putus asa dengan
tingkahlaku Seung yang terkesan meremehkan anaknya itu.
Hyeon malah menghampiri tubuh perempuan
cinta dahulunya itu, lalu duduk dan menggenggam kedua tangannya.
“apa yang aku pikirkan akhirnya terjadi
juga... ,”
“aku tidak mengerti, kenapa kamu berani
melakukan ini,”
Ae Cha sama sekali tidak menjawab, dia
memang dalam keadaan koma. Hyeon hanya mendengar suara nafasnya satu satu,
serasa, perempuan itu tidak akan lama lagi di dunia ini.
Dalam hati lelaki itu, dia sebenarnya
sudah bertekad ingin melanjutkan hidupnya bersama perempuan yang pernah
membully nya, yang pernah ngerjain
dia sewaktu masa kuliah.
“bertahanlah.. apapun kondisimu,” lirih
Hyeon.
Air mata ayah perempuan itu keluar juga,
tak bisa ditahan-tahannya.
Seung yang melihat itu antara menyesal dan
egois dengan emosi dan keinginan hidupnya sendiri.
“sekarang pergi.. jangan pernah berharap
apapun tentang anakku lagi,”
Ayah Ae Cha langsung memukul sekali wajah
Seung. Seung sama sekali tidak menangkis pukulan itu. Dia langsung menunduk
hormat, dan pergi dari ruangan itu.
Ayah perempuan malang yang sedang koma itu
lantas terduduk, menangis dengan keras, menyesali keputusan anaknya yang
mencoba bunuh diri... dan sekarang antara hidup dan mati.
Sementara, Hyeon masih menggenggam tangan
Ae Cha, berharap, perempuan itu sadar.
-----------------------------------
Hye Rim sama sekali tidak bisa menghubungi
Minho sampai sore itu. Yang dia tahu, lelaki itu memang sedang pergi ke luar
kota, mengurusi pekerjaannya. Namun, ternyata, sikap selalu mengintai kegiatan
Minho, tidak dapat dia urungkan juga. Rasa kesalnya tetap ada karena Minho
tidak dapat dihubunginya sama sekali. Dia lalu duduk, menenggak beberapa pil.
“Busan.. dia bisa saja mencari anak sialan
itu,” gerutunya, dengan kepala yang sakit sekali. Yang dimaksud jelas pada Shin
Young.
Lalu, dia bergegas mengambil smartphone
nya lagi. Kali ini mencoba menghubungi adik angkatnya itu.
“apa Minho ada bersamamu?,” Kalimatnya
langsung meluncur tidak ramah dengan adik tirinya itu.
Tentu saja Shin Young kaget, dia memang
tidak bertemu Minho satu detikpun. Dia mengelak pada kakak tirinya itu.
Lagi-lagi, Hye Rim tidak percaya dengan apa yang telah diucapkannya, lalu
keluarlah semua kata kekesalannya.
“aku yakin.. Minho akan mencarimu,”
“awas
kalau kamu bertemu dengannya.. aku benar-benar akan membunuhmu,” ancam
Hye Rim. Dia tetap memegang kepalanya, sangat nyeri. Sepertinya, obat yang dia
minum sama sekali tidak mengurangi sakit kepalanya itu.
“aku tidak tahu sama sekali kalau dia akan
kesini, Eonni.. sungguh aku tidak tahu,” balas Shin Young. Dia memang perempuan
jujur, apa yang dikatakannya adalah kenyataan.
Hye Rim sekali lagi mengancam adik
angkatnya itu. Orangtua mereka bukan berarti tidak mengetahui dimana keberadaan
Shin Young, namun agar hubungan keluarga Min dengan keluarga Lee tetap berjalan
lancar dan Minho tidak mengetahui dimana keberadaan anak angkat mereka, Min
memang sengaja menutupinya.
“aku bisa saja menyuruh oranglain untuk
membunuhmu... Appa dan Eomma sama sekali sudah tidak menganggapmu sebagai
anak,” ketus Hye Rim padanya.
Hati Shin Young sedih sekali mendengar
kalimat itu. Bagaimana dia pergi untuk menghindari Minho, namun ketika tahu,
bahwa orangtua angkatnya membuang dan menutupi dirinya, rasanya, dia ingin
menangis saat itu.
Min Hye Rim tertawa-tawa setelah berkata
itu. Dia merasa menang dengan ketakutan yang ada di diri adik angkatnya itu.
Ya.... suara Shin Young seperti orang ketakutan sekaligus sedih ketika dia
berjanji tidak akan bertemu dengan Minho, walau lelaki itu sedang berada di
satu kota saat ini. Hye Rim merasa puas, dirinya menang, tidak akan ada lagi
Shin Young yang bisa merebut hati Minho.
Dia tertawa terbahak-bahak, keras sekali,
lalu menutup percakapannya dengan Shin Young. Di sana, adik angkatnya itu
menangis pelan. Bukan karena Minho, tetapi karena dirinya sudah dianggap tidak
ada oleh kedua orangtua angkatnya, yang selama ini dicintainya.
Min Suh menemukan Shin Young sedang duduk
menangis pelan.
“Apa kamu..tadi diganggu oleh kakak
angkatmu itu??,” tanya Min Suh, dia duduk di depan Shin Young.
Shin Young menggeleng, dia lalu
menceritakan percakapan terakhirnya itu. Min Suh kasihan dengan Shin Young. Min
Suh seorang perempuan mandiri, yang akhirnya luluh juga air matanya dengan
kehidupan sahabatnya ini.
Namun, dia mencoba untuk menghibur
sahabatnya itu, agar tetap tegar dengan apa yang terjadi.
Shin Young mencoba tersenyum.
Tak berapa lama, terdengar suara seseorang
dari luar.
“Annyeong
haseyo... apa..masih buka??,”
Min Suh bangun dari kursinya, namun Shin
Young lebih cepat darinya. Sambil mengusap air matanya dia hanya mengatakan.
“aku saja yang keluar.. kamu sudah terlalu
capek, Min Suh.. hari ini.. aku di dalam ruangan terus.. maaf ya??”.
Min Suh tersenyum padanya.
“Sudah sore.. tapi masih ada yang butuh
kita”.
“Hello.. apa.. toko ini sudah mau
tutup????!!!??,” kata seseorang di luar.
“Sebentar.. !!,” teriak Shin Young, lalu
dia keluar.
“Kami belum tutup...,” katanya dengan
senyum.
Tetapi....
“Min..Ho???,”
Shin Young begitu terkejut, ternyata orang
yang masuk ke dalam toko bunga sahabatnya itu adalah Minho.
“Shin Young... jadi.. kamu benar-benar
disini!,” balas Minho.
Wajah Shin Young bukan senang, malah
pucat. Sama sekali, dia tidak ingin mengingkari perkataan kakak angkatnya...
bahwa dia tidak ingin bertemu Minho lagi...
Bersambung ke part 18...