Lee Minho sebagai Matsuo Masahiro aka Hiro
Tatsuya Fujiwara sebagai Ryouji Matsuyama aka Ryo
Shun Oguri sebagai Takumi Ishimaru aka Taku
Cerita ini hanya imajinasi belaka.. jangan terlalu
dimasukkan ke hati.. nama tempat juga fiksi belaka..
“Yosh..
akhirnya.. liburan tiba juga!,” Hiro mengangkat tangannya tinggi-tinggi,
menggeliat, ekspresinya senang hari itu ujian terakhir mereka. Besok, mereka
harus mempersiapkan diri pergi ke Nara.
”kamu bisa bayangin.. buatku.. sekolah
seperti ini enggak berguna.. lebih baik aku langsung kuliah,” katanya yang
berjalan di depan teman-temannya: Ryo, Takumi, Sara dan Natsumi.
”Enggak usah norak deh, Hiro-kun.. ujianmu
sudah biasa lebih jelek dari kita.. jangan banyak alasan,” ujar Ryo, santai.
Hiro berjalan mundur dan cengengesan pada
mereka. Di sekolah, dia memang bukan tipe cowok pintar, biasa saja. Hanya
pesona kecakepan, kekayaan orangtua dan ke Ge eR an nya yang membuat dia
terkenal di kalangan para cewek.
Liburan ini, akan menjadi liburan untuk
mengusir arwah yang meneror keturunan keluarga Natsumi. Bagi mereka, hal itu
tidak wajar, maka mereka akan menuntut balas terhadap ini semua.
Dia lalu menunjukkan tiket kereta yang
sudah di pesan online.
”tinggal berangkat,” katanya, santai.
Ryo lantas berfikir jauh. Mereka harus
segera mengejar waktu. Besok, mereka segera pergi dan sekarang menyusun
rencana.
”Jika nanti kita tidak bisa menemukan cara
di Osaka, langsung saja kita ke Nara,” katanya, setelah menceritakan, bagaimana
membujuk seorang pendeta di sebuah kuil di Osaka untuk membantu mereka.
”apa bisa??,” tanya Natsumi dengan cemas.
Ryouji mencoba meyakinkan Natsumi, kalau
semuanya sudah dia pikirkan dan semoga akan berjalan lancar, dan yang pasti,
iblis yang sudah menguasai beberapa jiwa leluhur Natsumi, bisa dibunuh dan
tidak lagi mengganggu dia dan keturunannya nanti.
----------------------------
Hiro berpikir serius sambil dia melukis
sore itu. Besok, mereka akan berangkat menuju Osaka, ke sebuah kuil. Dia melukis
kuil itu dengan ”mata” nya yang lain.
Hitomi adiknya memperhatikan saja kakaknya
serius sekali, tidak seperti biasanya.
”Ani
chan.. doushite son’nani shinkoku desu ka? Dou shita no? (Abang, kenapa serius sekali? Ada apa?),” kata anak kecil 5 tahun itu, jadi
ikutan serius juga.
Lalu dia memandang lukisan itu.
”heeeh.. itu kuil apa??,”
”menyeramkan sekali.. kowaii (takut),” katanya, polos pada Hiro.
Hiro tersenyum padanya. Adiknya yang satu
itu memang mirip dengannya, punya kemampuan supranatural yang mirip pula.
”memang... kamu lihat apa di kuil itu??,”
tanya Hiro pada adiknya.
Dengan gaya yang sok dewasa, Hitomi
menjelaskan, kalau dia merasakan ”hawa” yang tidak enak pada kuil itu dengan
ekspresi yang sedikit lebay. Dia
katakan bahwa di kuil itu sebenarnya banyak monster dengan bentuk yang
mengerikan, yang mungkin orang akan sangat ketakutan jika melihat mereka dengan
mata telanjang. Yang menarik bagi Hiro ketika adiknya menceritakan itu, dia
menarik sebuah tokoh yang sama dengan apa yang dilihat Hiro: seperti seorang
pendeta yang wajahnya arif dan bijaksana, namun sebenarnya, itu iblis.
Terang saja Hiro penasaran dengan apa yang
dilihat adiknya.
” pendeta itu sebenarnya cakep, Ani chan..
tapi ternyata di dalam dadanya.. ada iblis berkepala 6,” wajah Hitomi terlihat
seperti ketakutan.
”apa?? Berkepala 6??,” tanya Hiro kaget. Dia sendiri tidak melihat sampai sejauh
itu.. atau.. memang hanya ilusi adik nya saja yang kebanyakan suka baca komik
horor??
Hitomi dengan gaya ketakutan seperti cewek
ala drama, dia memeluk kakaknya dan menceritakan kembali sosok iblis berkepala
6 itu. Hiro terus membiarkan
adiknya bercerita, antara percaya dan tidak, sampai dengan detail.
”kulitnya merah, ekornya seperti api,
kepalanya benar-benar enam. Dia seperti memegang tongkat yang juga dari bara
api... sungguh mengerikan, Ani chan.. ”.
”manusia??,” tanya Hiro.
”aku enggak tahu, Ani chan... ,” jawab
Hitomi.
Hiro bergumam saja. Dia berpikir, kalau
memang benar, berarti nanti... iblis itulah yang akan mereka hadapi.
Dia malah bercanda dengan adiknya, kalau
iblis itu tidak akan menganggu adiknya itu, karena jauh dari Tokyo ke Osaka.
Hitomi akhirnya berbicara soal kegemarannya membaca komik dan Hiro membantu
membacakannya. Padahal... aslinya dia berfikir...
-------------------------------------------
Malamnya, justru Hiro meminta bertemu
dengan geng mainnya sebelum mereka besok pergi dengan kereta pagi.
”menurut kalian.. benar tidak sih yang
dikatakan adikku?,”
Dia jadi sangat penasaran. Sikapnya jadi
sok dewasa yang biasanya kekanak-kanakan dan genit.
Ryo bergumam. Keluarga Matsuo memang kuat
dari sisi supranatural, terutama Hiro dan adiknya, Hitomi.
”Bisa jadi sih...,” ujar Ryo.
Takumi dan yang lain juga mengangguk
kompak.
”Jadi.. kita lebih baik besok mengalir
saja deh.. ,” kata Ryo lagi.
”aku tidak menyiapkan apa-apa loh.. hanya
membawa jimat ini saja,” kata Hiro, dia memang berjanji akan membawa jimat yang
isinya naga emas itu, sebagai bala bantuan.
”yang perlu banyak makan itu kamu.. dan
kamu,” kata Ryo, menunjuk kepada Hiro dan Sara.
Yang terlihat khawatir adalah Sara. Dia
merasakan hal yang tidak enak. Ryo berusaha menenangkannya. Anggap saja esok
liburan.
”Tidak bisa seperti itu dong, Ryo-kun...
,” kata Natsu.
Hiro memandang mata Natsumi, yang
dilihatnya lebih mirip penolakan untuk esok. Rasa curiganya itu dia sembunyikan saja. Entah
mengapa, dia merasa, seperti ada orang yang mengendalikan Natsumi.
”Aku tidak bisa melihat kalian nanti
menderita karena ku.. kadang aku merasa.. ah.. tidak perlu kalian berkorban
sesusah ini demi aku”.
Natsumi memang cewek mellow. Dia langsung
membayangkan akan ada pertarungan besar antara mereka dengan salahsatu
leluhurnya yang bisa saja membuat mereka tertawa. Ryouji mentertawakannya,
merasa bahwa Natsumi terpengaruh oleh cerita Hiro soal apa yang dilihat
adiknya.
”diantara kami.. kan kamu yang bisa
melihat selain Hiro-kun.. jadi itu, yang buat kamu takut??”, tanya Ryouji.
Natsumi mengangguk, ditambahnya lagi bahwa
mendadak dia jadi tidak siap. Hiro dan Ryouji mendadak curiga, ada apa sebenarnya
dengan sahabat mereka ini?
Sara berusaha menghibur Natsumi, kalau
besok dibawa santai saja, tidak akan ada yang menderita atau apapun.. sebab
mereka akan meminta bantuan pada pendeta setempat.
Hiro bergumam-gumam dengan penjelasan
Ryouji, menuruti saja apa katanya, padahal.. samar-samar dia seperti melihat
ada sosok lain di samping kanan dan kiri Natsumi.
Dia sedikit membelalakkan matanya, lalu mengedip..
apa benar yang dia lihat??
Atau memang dia terpersepsi tadi sore dengan obrolan adiknya? Seolah olah
mahluk itu berada di hadapan mereka?
”kenapa pacarku??,” Ryo mendadak memukul
kepalanya.
Sara cemberut, dia tidak ingin Hiro
melihat Natsumi dengan tatapan yang walau terkesan aneh, tetap saja membuatnya
cemburu.
”Heeeeh.. nandemo nai (enggak kenapa-napa),” katanya, lalu mengucek sedikit
kedua matanya.
”salah lihat.. salah lihat.. pasti salah
lihat,” kata hatinya Hiro.
Sara masih cemberut dengan apa yang baru
saja dilakukan cowoknya itu. Hiro jadi cengengesan, sambil menebak-nebak..
apakah memang benar itu adalah iblis yang akan mereka hadapi??
Lalu mereka pulang, karena pagi-pagi akan
pergi ke Osaka, tempat dimana petualang baru bersama lagi dimulai.
---------------------------------------
Di dalam kamarnya, Hiro masih saja
bergumam-gumam, dia jadi tidak bisa tidur memikirkan kejadian tadi. Ingin
sekali dia memanggil adiknya, Hitomi, namun dibatalkannya. Akhirnya, dia jadi
malah menelepon Sara.
”aku bingung nih.. gimana dong??,” kalimat
keluhannya langsung meluncur kepada pacarnya itu.
Dia lalu menjelaskan apa yang dia lihat
tadi pada Natsumi. Sara begitu kaget, dia memang tidak bisa melihat hantu dan
sebagainya, tapi dia percaya, apa yang dilihat oleh Hiro bisa saja benar.
”tidak bisa aku mencelakai temanku
sendiri, huff,” keluhnya lagi.
”jadi.. aku mesti bagaimana dong,
Sara-cchi?,” katanya lagi. Pikirannya langsung kusut.
”Besok.. aku akan melindungi
Natsumi-chan.. sekaligus juga tidak akan bikin kamu menyakiti dia.. yang kita
sakiti kan.. iblisnya, Hiro kun,” jawab Sara.
”yah.. aku juga pikirnya begitu,
Sara-cchi.. tapi aku juga takut kalau Natsu-chan bisa celaka karena aku,” balas
Hiro.
”itu sebabnya.. tadi Natsu chan seperti
menolak pergi??,” tanya Sara.
Hiro membenarkan pertanyaan pacarnya itu. Secara
tidak langsung, iblis itu berusaha menghindari Natsumi untuk pergi bersama
mereka.. agar lebih bisa berada di dalam lingkungan keluarga itu, sampai nanti
semua dunia hancur.
”lantas.. kita tetap harus memaksa dia
pergi kan??,” tanya Sara lagi.
Hiro mengiyakan, sebab kalau tidak begitu,
selamanya tidak akan terselesaikan. Kapan lagi mereka bisa mengusir iblis itu??
Kasihan sekali Natsumi kalau terus terikat dengan mahluk jahat itu.
”apapun yang terjadi.. kita akan usahakan
tidak melukai siapapun.. juga
tidak melukai persahabatan kita dengan Natsu-chan,” kata Sara.
Hiro benar-benar galau. Dia juga minta
agar pacarnya itu bisa melindunginya dengan energi besar, jika memang terpaksa
berkelahi. Lantas dia
menceritakan, kalau iblis itu seperti juga yang sama dilihat oleh Hitomi.
”pantas saja Hitomi chan ketakutan,” kata
Sara.
”bisa jadi juga.. dia ketakutan karena
energy iblis itu sangat besar dan dia kuat.. matanya benar-benar seperti bara
api,” kata Hiro.
Sara jadi berpikir.. apa hanya ada satu
iblis yang akan berkelahi dengan mereka?? Dia tidak ingin juga galau. Dia pun
meminta Hiro mengakhiri teleponnya dan tidur. Hiro menuruti saja apa katanya,
tapi dia terlambat tidur.
-----------------------------------------------
Paginya... mereka pergi ke Osaka. Waktu
yang ditempuh perjalanan beberapa jam di dalam kereta digunakan untuk saling
bercanda. Sebenarnya, hari itu adalah hari terakhir sekolah. Mereka sudah libur
dan tidak lagi ada mata pelajaran. Namun, hari itu juga, mereka akan segera
berpisah dengan Natsumi. Jika urusan sudah selesai, berarti mereka mengantarkan
Natsu ke Nara.. dan akan berpisah.
Dalam perjalanan, mereka justru melihat
Hiro jadi malah banyak diam. Sara yang memang tipikal kaku, tidak tahu harus
bicara apa pada pacarnya sendiri. Hiro seperti berpikir keras.
Ryouji memecah kesunyian dan mengurangi
kekakuan dengan tebak-tebakan dan meracau sendiri soal kepintarannya di bidang
sosial politik. Takumi malah asik membawa novel kesukaannya yang ”berat
isinya”.
”kamu mikir apaan sih, Hiro kun?,” Ryouji
mencoba menangkap pikiran cowok itu.
”apalagi?,” tanya balik Hiro dengan
sedikit jutek. Dia membiarkan
saja Ryouji membacanya. Cowok itu tidak banyak komentar, namun dia bisa
merasakan dan mengetahui apa yang dipikirkan Hiro... masih wujud yang
benar-benar dilihatnya kemarin malam sebelum mereka menyiapkan diri.
”kalau itu nyata....,” kata Ryouji
padanya.
Lalu hanya dijawab oleh Hiro dengan
anggukan.
Akhirnya mereka sampai di sebuah stasiun.
Begitu turun, mata Hiro langsung memandang sekeliling. Suasana stasiun agak
siang itu memang tidak begitu ramai.
”Natsu-chan.. apa kamu melihat sesuatu
yang aneh??,” katanya.
Hiro benar-benar kaku sekali hari itu. Padahal
awalnya dia yang bersemangat.
”Rasanya.. kenapa seperti terlalu ramai
ya.. Hiro kun??,” jawab
Natsumi dengan suara lembutnya.
Hiro mengangguk saja.
Sara memang melihatnya berbeda, lalu dia
menghampiri pacarnya itu.
”Kamu.. melihat apa.. Hiro kun??,”
Hiro berbisik pada Sara.
”Ada banyak yang mengikuti kita.. ,”
Sara kaget dan sedikit membelalakkan
matanya. Dia jadi sedikit ketakutan. Lalu ganti berbisik, apakah mereka
kategori berbahaya atau tidak.
Hiro belum mengetahuinya. Mereka berjalan
saja keluar dari stasiun itu, lalu naik bus menuju kuil. Dia berbisik pada Sara lagi di dalam bus.
”Aku jadi aneh sendiri ya??,”
Sara tersenyum dan menggeleng, mengatakan
tidak. Semuanya memang mesti
tenang.
Ryouji dan Takumi santai saja.
Mereka turun dari bus. Di depan mereka,
terdapat jalan setapak menuju kuil.
Satu persatu langkah kaki mereka
menguatkan menuju kuil tersebut di pagi menjelang siang itu.
”besar sekali... ,” gumam Ryouji.
Mereka semua menatap kuil yang berdiri
tinggi menantang, tiga tingkat, kokoh, terkesan tua dan keramat.
Sesampai di depan gerbang, mereka menunduk
hormat pada seorang penjaga depan yang berpakaian ala bhiksu. Orang itu lalu
mengarahkan mereka masuk ke dalam lorong-lorong yang tiang-tiangnya berwarna
merah dengan banyak tulisan bergantung-gantung seperti rangkaian mantera.
Setelah melewati lorong-lorong itu yang
terkesan panjang dan berwarna berani, lalu mereka menuju sebuah ruangan yang
lebar.
Bhiksu yang mengawal membuka pintu, tepat
di dalam tengah, yang dibelakangnya ada sebuah patung dewa yang sangat besar,
di depannya duduk seorang bhiksu yang paras wajahnya terlihat setengah baya dan
terkesan arif.
Mereka tidak membiarkan bhiksu itu
berdiri, mereka dipersilahkan duduk dan kompak bersamaan menunduk hormat
kepadanya.
”Kami datang dari Tokyo.. ingin meminta
nasehat dari anda,” kata Ryouji, mewakili mereka.
Bhiksu setengah baya itu tersenyum kepada
mereka. Ryouji lalu menceritakan tentang nasib pacarnya, Natsumi dan
perjanjiannya dengan leluhur.
”bahwa kami memang memiliki cerita itu di
kuil ini.. namun.. semua sudah berlalu,” senyum Bhiksu itu.
Hiro kaget... yang artinya.. apa yang dia
bayangkan itu salah.
”kenapa bisa?? Ah.. apa iblis itu
mengalihkan pandanganku??,” katanya dalam hati.
”apa maksud Anda??,” tanya Hiro.
Ketua bhiksu itu tersenyum. Dia katakan,
memang cerita itu pernah ada di kuil ini, namun, bhiksu yang lalu menyeret
arwah leluhur Natsumi itu, jauh keluar dari kuil ini, sehingga tidak ada lagi
cerita seperti itu.
Hiro bergumam dalam hatinya, rasanya aneh.
Dia lalu mempergunakan secara dalam, seperti memaksa, memusatkan matanya ke
dalam dadanya, lalu menggunakan otaknya untuk fokus, terus seperti pandangannya
pada sebuah titik yang berwarna kebiruan di dalam kepalanya. Lama kelamaan,
titik itu berubah menjadi hitam kemerahan.
”Bhiksu ini.. berbohong... apa dia iblis
sebenarnya??,” katanya dalam hati. Dia tidak boleh sembarangan menilai, namun
tidak boleh juga salah.
Ryouji memaksa masuk pikirannya ke dalam
pikiran Hiro.
”jadi, kamu pikir, Hiro kun.. orang ini adalah iblis yang sebenarnya??,”
gumamnya dalam hati.
Hiro lalu angkat bicara, jika memang
mereka salah datang ke kuil itu.. pada siapa mereka bisa bertemu di Nara.
Sang bhiksu mengucapkan sebuah nama dan
tempat, yang terletak disebuah kuil dataran agak tinggi.
”itu.. tempat kelahiran leluhurku pertama,”
ucap Natsumi.
Ryouji berusaha menangkap dan membaca
pikiran dari bhiksu yang berdiri di hadapan mereka, namun dia sama sekali tidak
bisa melakukannya! Di dalam pikirannya, dia melihat pikiran lelaki itu
benar-benar kosong, tidak satu hal pun yang melintas di dalamnya, membuat
Ryouji sulit membacanya. Malah, dia langsung kaget, karena walau lelaki itu menceritakan
tentang cerita kuil ini pada mereka, dia berhasil membaca pikiran cowok muda
itu!
Bhiksu itu tersenyum kepada mereka. Ryouji
berusaha tidak peduli dengan kejadian tadi, yang dia baca, kalau ketua bhiksu
itu seperti mengancamnya dengan senyuman yang berbeda dengan apa yang mereka
lihat di depan mata. Apakah... lelaki setengah baya ini iblisnya??
”Kalian tentunya bisa pergi ke sana..
kalau saya lihat.. kalian
anak-anak sekolah yang mandiri,” senyum sang bhiksu.
Ryouji menunduk hormat, dia berterima
kasih mereka dipuji. Lalu dia bilang kalau mereka datang ke sini minta bantuan
kepala bhiksu itu.
Tapi, yang dilihat Hiro lagi-lagi
menyeramkan. Dia benar-benar melihat siapa sebenarnya dibalik orang itu!
Dia mengedipkan matanya berkali-kali,
takut salah. Sementara lelaki itu asik bercerita dan menasehati mereka soal
kehidupan sehari-hari dan juga cerita tentang kehidupan yang bermakna.
Hiro benar-benar merasa dia sendiri.... lantas,
dia seperti terbang ke sebuah lingkaran yang berputar-putar, pupil matanya jadi
lebar, di dalam pupilnya itu dia melihat sosok asli lelaki itu. Dia seperti
terlempar ke sebuah dimensi yang berbeda. Lelaki itu memainkan pikirannya,
menciptakan ilusi.
Di dalam pikirannya, dia langsung merasa
ada di dalam sebuah ruangan seperti kaca es. Dia berusaha keluar dari ruangan
itu, mengetuk-ngetuk dinding ruangan. Entah dinding, entah pintu.. entah.. namun
dia melihat, bahwa Ryouji dan yang lainnya sedang berbicara dengan lelaki itu.
”Kusssoooo...
hey orang tua sialan... lepaskan sihirmu!!,”
Dia menggedor-gedor dinding kaca itu. Dia
lalu memanggil semua temannya, namun tidak terdengar sama sekali. Malah dia
melihat Takumi yang tidak terbiasa tertawa kencang, malah tertawa.
Dan.. dia melihat dirinya sendiri juga
tertawa dengan candaan dan kearifan lelaki itu.
”Apa?? Itu aku juga!,” katanya heran. Dia membelalakkan matanya sendiri, heran,
kenapa dirinya bisa ada dua.
Teman-temannya tidak mengerti akan apa
yang terjadi padanya. Tanpa Hiro sadari, lelaki bhiksu itu sudah mengikat
jiwanya, lalu dilemparkan dalam sebuah ruangan besar di dimensi lain yang
berlapis-lapis. Sementara, sebenarnya wujud yang sedang ada di ruangan meditasi
bukanlah dia.. tapi setan salah satu pesuruh bhiksu itu.
”Woi.......... kalian semuaaaa...!! yang disana bukan aku!! Aku disini!!,”
Hiro terus saja berteriak-teriak sambil menggedor-gedor dinding transparan dan
tebal itu, namun sangat dingin, berbentuk seperti kaca es.
”WOI.. RYOUJI.. TAKUMI.. NATSUMI..
SARA-CCHI.. AKU DISINI!! YANG BERSAMA KALIAN BUKAN AKU!!,” Teriak Hiro dengan
sangat kencang.
Namun.. lagi-lagi mereka tidak
mendengarnya.
Malah, dia masih melihat setan yang
berwujud dirinya tertawa-tawa dengan yang lain. Lelaki iblis yang menyamar
menjadi bhiksu itu mengikat nyawanya dengan ilmu sihir.
Hiro berusaha tenang, lalu diam, tidak
lagi berteriak. Hal itu tidak akan membuatnya lepas dari kungkungan sang iblis.
Dia melihat iblis itu memang berwujud mirip dengan apa yang dikatakan adiknya,
wujud yang menyeramkan dan harus dibuka, yang lain harus melihatnya. Dia lalu
merogoh sakunya membaca mantera.
Tak berapa lama, sang naga emas muncul
disertai asap tipis.
”aku terkurung.. si-alan... iblis berbetuk
bhiksu itu menipu teman-temanku!,” katanya pada sang naga.
”apa yang bisa ku lakukan, Tuan??,” tanya
naga emas itu, yang bisa berbicara layaknya manusia dan bisa berwujud manusia.
”bantu aku menghancurkan ini ruangan ini..
lihat keluar... orang itu bukan aku.. tapi setan anak buah si iblis laknat
itu!,” kesal Hiro.
Dia masih melihat teman-temannya
tertawa-tawa bersama dirinya yang palsu.
”perintah Tuan.. hamba laksanakan,” kata
suara naga emas itu, berat.
Naga emas, yang telah berbentuk seorang
panglima bertubuh tinggi besar itu lalu berubah menjadi wujud sesungguhnya,
seekor naga yang sangat besar. Hiro pun memejamkan matanya, membaca mantera.
Dari tangannya keluar sebuah pedang berwarna ungu.
Naga itu mengaum, lalu mengeluarkan
energinya, mencoba memecah dinding es tebal yang sudah memenjarakan tuannya.
Hiro pun mengeluarkan jurusnya, dengan tujuan yang sama.
Dia hampir pesimis, karena ternyata baik
usaha nagaemasnya dan juga dirinya tidak mampu menjebol perangkap si iblis itu!
Dinding tetap dilapisi es yang sangat
dingin menusuk tulang, sementara dia masih melihat teman-temannya tertawa-tawa.
Lalu, tak berapa lama, mereka semua
berdiri, termasuk juga sang iblis. Sepertinya, mereka akan keluar ruangan itu,
menuju sebuah tempat. Teman-temannya menurut saja apa kata sang iblis.
Hiro malah tambah panik.
”WOI.... KALIAN JANGAN PERGI.. DIA ITU
IBLIS YANG SEBENARNYA!!!,” teriak Hiro sangat kencang, tapi percuma.
Dia malah melihat setan yang menyerupai
dirinya bersama mereka, tersenyum dingin padanya.
Mereka terus jalan... seperti menuju
sebuah lorong...
Hiro terus berteriak, melarang
teman-temannya mengikuti iblis itu. Mereka tidak mendengar.... dia masih
terperangkap dalam ruang dimensi itu...
”KUSSSOOO....
IBLIS LAKNAT!!,” maki-makinya pada Iblis tua itu, sambil terus dia dan naga
emasnya mengeluarkan energi untuk melepaskan dirinya dari dimensi es yang
semakin dingin dan menusuk tulang belulang tubuhnya....
Bersambung part 25....