This is me....

Rabu, Februari 03, 2016

The God of Dream (PART 24: Iblis yang Sebenarnya…. )

Lee Minho sebagai Matsuo Masahiro aka Hiro    
Tatsuya Fujiwara sebagai Ryouji Matsuyama aka Ryo
Shun Oguri sebagai Takumi Ishimaru aka Taku

Cerita ini hanya imajinasi belaka.. jangan terlalu dimasukkan ke hati.. nama tempat juga fiksi belaka..

Yosh.. akhirnya.. liburan tiba juga!,” Hiro mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menggeliat, ekspresinya senang hari itu ujian terakhir mereka. Besok, mereka harus mempersiapkan diri pergi ke Nara.
”kamu bisa bayangin.. buatku.. sekolah seperti ini enggak berguna.. lebih baik aku langsung kuliah,” katanya yang berjalan di depan teman-temannya: Ryo, Takumi, Sara dan Natsumi.

”Enggak usah norak deh, Hiro-kun.. ujianmu sudah biasa lebih jelek dari kita.. jangan banyak alasan,” ujar Ryo, santai.
Hiro berjalan mundur dan cengengesan pada mereka. Di sekolah, dia memang bukan tipe cowok pintar, biasa saja. Hanya pesona kecakepan, kekayaan orangtua dan ke Ge eR an nya yang membuat dia terkenal di kalangan para cewek.
Liburan ini, akan menjadi liburan untuk mengusir arwah yang meneror keturunan keluarga Natsumi. Bagi mereka, hal itu tidak wajar, maka mereka akan menuntut balas terhadap ini semua.
Dia lalu menunjukkan tiket kereta yang sudah di pesan online.
”tinggal berangkat,” katanya, santai.
Ryo lantas berfikir jauh. Mereka harus segera mengejar waktu. Besok, mereka segera pergi dan sekarang menyusun rencana.
”Jika nanti kita tidak bisa menemukan cara di Osaka, langsung saja kita ke Nara,” katanya, setelah menceritakan, bagaimana membujuk seorang pendeta di sebuah kuil di Osaka untuk membantu mereka.
”apa bisa??,” tanya Natsumi dengan cemas.
Ryouji mencoba meyakinkan Natsumi, kalau semuanya sudah dia pikirkan dan semoga akan berjalan lancar, dan yang pasti, iblis yang sudah menguasai beberapa jiwa leluhur Natsumi, bisa dibunuh dan tidak lagi mengganggu dia dan keturunannya nanti.
                                                ----------------------------
Hiro berpikir serius sambil dia melukis sore itu. Besok, mereka akan berangkat menuju Osaka, ke sebuah kuil. Dia melukis kuil itu dengan ”mata” nya yang lain.
Hitomi adiknya memperhatikan saja kakaknya serius sekali, tidak seperti biasanya.
”Ani chan.. doushite son’nani shinkoku desu ka? Dou shita no? (Abang, kenapa serius sekali? Ada apa?),” kata anak kecil 5 tahun itu, jadi ikutan serius juga.
Lalu dia memandang lukisan itu.
”heeeh.. itu kuil apa??,”
”menyeramkan sekali.. kowaii (takut),” katanya, polos pada Hiro.
Hiro tersenyum padanya. Adiknya yang satu itu memang mirip dengannya, punya kemampuan supranatural yang mirip pula.
”memang... kamu lihat apa di kuil itu??,” tanya Hiro pada adiknya.
Dengan gaya yang sok dewasa, Hitomi menjelaskan, kalau dia merasakan ”hawa” yang tidak enak pada kuil itu dengan ekspresi yang sedikit lebay. Dia katakan bahwa di kuil itu sebenarnya banyak monster dengan bentuk yang mengerikan, yang mungkin orang akan sangat ketakutan jika melihat mereka dengan mata telanjang. Yang menarik bagi Hiro ketika adiknya menceritakan itu, dia menarik sebuah tokoh yang sama dengan apa yang dilihat Hiro: seperti seorang pendeta yang wajahnya arif dan bijaksana, namun sebenarnya, itu iblis.
Terang saja Hiro penasaran dengan apa yang dilihat adiknya.
” pendeta itu sebenarnya cakep, Ani chan.. tapi ternyata di dalam dadanya.. ada iblis berkepala 6,” wajah Hitomi terlihat seperti ketakutan.
”apa?? Berkepala 6??,” tanya Hiro kaget. Dia sendiri tidak melihat sampai sejauh itu.. atau.. memang hanya ilusi adik nya saja yang kebanyakan suka baca komik horor??
Hitomi dengan gaya ketakutan seperti cewek ala drama, dia memeluk kakaknya dan menceritakan kembali sosok iblis berkepala 6 itu. Hiro terus membiarkan adiknya bercerita, antara percaya dan tidak, sampai dengan detail.
”kulitnya merah, ekornya seperti api, kepalanya benar-benar enam. Dia seperti memegang tongkat yang juga dari bara api... sungguh mengerikan, Ani chan.. ”.
”manusia??,” tanya Hiro.
”aku enggak tahu, Ani chan... ,” jawab Hitomi.
Hiro bergumam saja. Dia berpikir, kalau memang benar, berarti nanti... iblis itulah yang akan mereka hadapi.
Dia malah bercanda dengan adiknya, kalau iblis itu tidak akan menganggu adiknya itu, karena jauh dari Tokyo ke Osaka. Hitomi akhirnya berbicara soal kegemarannya membaca komik dan Hiro membantu membacakannya. Padahal... aslinya dia berfikir...
                                    -------------------------------------------
Malamnya, justru Hiro meminta bertemu dengan geng mainnya sebelum mereka besok pergi dengan kereta pagi.
”menurut kalian.. benar tidak sih yang dikatakan adikku?,”
Dia jadi sangat penasaran. Sikapnya jadi sok dewasa yang biasanya kekanak-kanakan dan genit.
Ryo bergumam. Keluarga Matsuo memang kuat dari sisi supranatural, terutama Hiro dan adiknya, Hitomi.
”Bisa jadi sih...,” ujar Ryo.
Takumi dan yang lain juga mengangguk kompak.
”Jadi.. kita lebih baik besok mengalir saja deh.. ,” kata Ryo lagi.
”aku tidak menyiapkan apa-apa loh.. hanya membawa jimat ini saja,” kata Hiro, dia memang berjanji akan membawa jimat yang isinya naga emas itu, sebagai bala bantuan.
”yang perlu banyak makan itu kamu.. dan kamu,” kata Ryo, menunjuk kepada Hiro dan Sara.
Yang terlihat khawatir adalah Sara. Dia merasakan hal yang tidak enak. Ryo berusaha menenangkannya. Anggap saja esok liburan.
”Tidak bisa seperti itu dong, Ryo-kun... ,” kata Natsu.
Hiro memandang mata Natsumi, yang dilihatnya lebih mirip penolakan untuk esok. Rasa curiganya itu dia sembunyikan saja. Entah mengapa, dia merasa, seperti ada orang yang mengendalikan Natsumi.
”Aku tidak bisa melihat kalian nanti menderita karena ku.. kadang aku merasa.. ah.. tidak perlu kalian berkorban sesusah ini demi aku”.
Natsumi memang cewek mellow. Dia langsung membayangkan akan ada pertarungan besar antara mereka dengan salahsatu leluhurnya yang bisa saja membuat mereka tertawa. Ryouji mentertawakannya, merasa bahwa Natsumi terpengaruh oleh cerita Hiro soal apa yang dilihat adiknya.
”diantara kami.. kan kamu yang bisa melihat selain Hiro-kun.. jadi itu, yang buat kamu takut??”, tanya Ryouji.
Natsumi mengangguk, ditambahnya lagi bahwa mendadak dia jadi tidak siap. Hiro dan Ryouji mendadak curiga, ada apa sebenarnya dengan sahabat mereka ini?
Sara berusaha menghibur Natsumi, kalau besok dibawa santai saja, tidak akan ada yang menderita atau apapun.. sebab mereka akan meminta bantuan pada pendeta setempat.
Hiro bergumam-gumam dengan penjelasan Ryouji, menuruti saja apa katanya, padahal.. samar-samar dia seperti melihat ada sosok lain di samping kanan dan kiri Natsumi.
Dia sedikit membelalakkan matanya, lalu mengedip.. apa benar yang dia lihat?? Atau memang dia terpersepsi tadi sore dengan obrolan adiknya? Seolah olah mahluk itu berada di hadapan mereka?
”kenapa pacarku??,” Ryo mendadak memukul kepalanya.
Sara cemberut, dia tidak ingin Hiro melihat Natsumi dengan tatapan yang walau terkesan aneh, tetap saja membuatnya cemburu.
”Heeeeh.. nandemo nai (enggak kenapa-napa),” katanya, lalu mengucek sedikit kedua matanya.
”salah lihat.. salah lihat.. pasti salah lihat,” kata hatinya Hiro.
Sara masih cemberut dengan apa yang baru saja dilakukan cowoknya itu. Hiro jadi cengengesan, sambil menebak-nebak.. apakah memang benar itu adalah iblis yang akan mereka hadapi??
Lalu mereka pulang, karena pagi-pagi akan pergi ke Osaka, tempat dimana petualang baru bersama lagi dimulai.
                                                ---------------------------------------
Di dalam kamarnya, Hiro masih saja bergumam-gumam, dia jadi tidak bisa tidur memikirkan kejadian tadi. Ingin sekali dia memanggil adiknya, Hitomi, namun dibatalkannya. Akhirnya, dia jadi malah menelepon Sara.
”aku bingung nih.. gimana dong??,” kalimat keluhannya langsung meluncur kepada pacarnya itu.
Dia lalu menjelaskan apa yang dia lihat tadi pada Natsumi. Sara begitu kaget, dia memang tidak bisa melihat hantu dan sebagainya, tapi dia percaya, apa yang dilihat oleh Hiro bisa saja benar.
”tidak bisa aku mencelakai temanku sendiri, huff,” keluhnya lagi.
”jadi.. aku mesti bagaimana dong, Sara-cchi?,” katanya lagi. Pikirannya langsung kusut.
”Besok.. aku akan melindungi Natsumi-chan.. sekaligus juga tidak akan bikin kamu menyakiti dia.. yang kita sakiti kan.. iblisnya, Hiro kun,” jawab Sara.
”yah.. aku juga pikirnya begitu, Sara-cchi.. tapi aku juga takut kalau Natsu-chan bisa celaka karena aku,” balas Hiro.
”itu sebabnya.. tadi Natsu chan seperti menolak pergi??,” tanya Sara.
Hiro membenarkan pertanyaan pacarnya itu. Secara tidak langsung, iblis itu berusaha menghindari Natsumi untuk pergi bersama mereka.. agar lebih bisa berada di dalam lingkungan keluarga itu, sampai nanti semua dunia hancur.
”lantas.. kita tetap harus memaksa dia pergi kan??,” tanya Sara lagi.
Hiro mengiyakan, sebab kalau tidak begitu, selamanya tidak akan terselesaikan. Kapan lagi mereka bisa mengusir iblis itu?? Kasihan sekali Natsumi kalau terus terikat dengan mahluk jahat itu.
”apapun yang terjadi.. kita akan usahakan tidak melukai siapapun.. juga tidak melukai persahabatan kita dengan Natsu-chan,” kata Sara.
Hiro benar-benar galau. Dia juga minta agar pacarnya itu bisa melindunginya dengan energi besar, jika memang terpaksa berkelahi. Lantas dia menceritakan, kalau iblis itu seperti juga yang sama dilihat oleh Hitomi.
”pantas saja Hitomi chan ketakutan,” kata Sara.
”bisa jadi juga.. dia ketakutan karena energy iblis itu sangat besar dan dia kuat.. matanya benar-benar seperti bara api,” kata Hiro.
Sara jadi berpikir.. apa hanya ada satu iblis yang akan berkelahi dengan mereka?? Dia tidak ingin juga galau. Dia pun meminta Hiro mengakhiri teleponnya dan tidur. Hiro menuruti saja apa katanya, tapi dia terlambat tidur.
                                    -----------------------------------------------
Paginya... mereka pergi ke Osaka. Waktu yang ditempuh perjalanan beberapa jam di dalam kereta digunakan untuk saling bercanda. Sebenarnya, hari itu adalah hari terakhir sekolah. Mereka sudah libur dan tidak lagi ada mata pelajaran. Namun, hari itu juga, mereka akan segera berpisah dengan Natsumi. Jika urusan sudah selesai, berarti mereka mengantarkan Natsu ke Nara.. dan akan berpisah.
Dalam perjalanan, mereka justru melihat Hiro jadi malah banyak diam. Sara yang memang tipikal kaku, tidak tahu harus bicara apa pada pacarnya sendiri. Hiro seperti berpikir keras.
Ryouji memecah kesunyian dan mengurangi kekakuan dengan tebak-tebakan dan meracau sendiri soal kepintarannya di bidang sosial politik. Takumi malah asik membawa novel kesukaannya yang ”berat isinya”.
”kamu mikir apaan sih, Hiro kun?,” Ryouji mencoba menangkap pikiran cowok itu.
”apalagi?,” tanya balik Hiro dengan sedikit jutek. Dia membiarkan saja Ryouji membacanya. Cowok itu tidak banyak komentar, namun dia bisa merasakan dan mengetahui apa yang dipikirkan Hiro... masih wujud yang benar-benar dilihatnya kemarin malam sebelum mereka menyiapkan diri.
”kalau itu nyata....,” kata Ryouji padanya.
Lalu hanya dijawab oleh Hiro dengan anggukan.

Akhirnya mereka sampai di sebuah stasiun. Begitu turun, mata Hiro langsung memandang sekeliling. Suasana stasiun agak siang itu memang tidak begitu ramai.
”Natsu-chan.. apa kamu melihat sesuatu yang aneh??,” katanya.
Hiro benar-benar kaku sekali hari itu. Padahal awalnya dia yang bersemangat.
”Rasanya.. kenapa seperti terlalu ramai ya.. Hiro kun??,” jawab Natsumi dengan suara lembutnya.
Hiro mengangguk saja.
Sara memang melihatnya berbeda, lalu dia menghampiri pacarnya itu.
”Kamu..  melihat apa.. Hiro kun??,”
Hiro berbisik pada Sara.
”Ada banyak yang mengikuti kita.. ,”
Sara kaget dan sedikit membelalakkan matanya. Dia jadi sedikit ketakutan. Lalu ganti berbisik, apakah mereka kategori berbahaya atau tidak.
Hiro belum mengetahuinya. Mereka berjalan saja keluar dari stasiun itu, lalu naik bus menuju kuil. Dia berbisik pada Sara lagi di dalam bus.
”Aku jadi aneh sendiri ya??,”
Sara tersenyum dan menggeleng, mengatakan tidak. Semuanya memang mesti tenang.
Ryouji dan Takumi santai saja.
Mereka turun dari bus. Di depan mereka, terdapat jalan setapak menuju kuil.
Satu persatu langkah kaki mereka menguatkan menuju kuil tersebut di pagi menjelang siang itu.

”besar sekali... ,” gumam Ryouji.
Mereka semua menatap kuil yang berdiri tinggi menantang, tiga tingkat, kokoh, terkesan tua dan keramat.
Sesampai di depan gerbang, mereka menunduk hormat pada seorang penjaga depan yang berpakaian ala bhiksu. Orang itu lalu mengarahkan mereka masuk ke dalam lorong-lorong yang tiang-tiangnya berwarna merah dengan banyak tulisan bergantung-gantung seperti rangkaian mantera.
Setelah melewati lorong-lorong itu yang terkesan panjang dan berwarna berani, lalu mereka menuju sebuah ruangan yang lebar.

Bhiksu yang mengawal membuka pintu, tepat di dalam tengah, yang dibelakangnya ada sebuah patung dewa yang sangat besar, di depannya duduk seorang bhiksu yang paras wajahnya terlihat setengah baya dan terkesan arif.
Mereka tidak membiarkan bhiksu itu berdiri, mereka dipersilahkan duduk dan kompak bersamaan menunduk hormat kepadanya.
”Kami datang dari Tokyo.. ingin meminta nasehat dari anda,” kata Ryouji, mewakili mereka.
Bhiksu setengah baya itu tersenyum kepada mereka. Ryouji lalu menceritakan tentang nasib pacarnya, Natsumi dan perjanjiannya dengan leluhur.
”bahwa kami memang memiliki cerita itu di kuil ini.. namun.. semua sudah berlalu,” senyum Bhiksu itu.
Hiro kaget... yang artinya.. apa yang dia bayangkan itu salah.
”kenapa bisa?? Ah.. apa iblis itu mengalihkan pandanganku??,” katanya dalam hati.
”apa maksud Anda??,” tanya Hiro.
Ketua bhiksu itu tersenyum. Dia katakan, memang cerita itu pernah ada di kuil ini, namun, bhiksu yang lalu menyeret arwah leluhur Natsumi itu, jauh keluar dari kuil ini, sehingga tidak ada lagi cerita seperti itu.
Hiro bergumam dalam hatinya, rasanya aneh. Dia lalu mempergunakan secara dalam, seperti memaksa, memusatkan matanya ke dalam dadanya, lalu menggunakan otaknya untuk fokus, terus seperti pandangannya pada sebuah titik yang berwarna kebiruan di dalam kepalanya. Lama kelamaan, titik itu berubah menjadi hitam kemerahan.
”Bhiksu ini.. berbohong... apa dia iblis sebenarnya??,” katanya dalam hati. Dia tidak boleh sembarangan menilai, namun tidak boleh juga salah.
Ryouji memaksa masuk pikirannya ke dalam pikiran Hiro.
”jadi, kamu pikir, Hiro kun.. orang ini adalah iblis yang sebenarnya??,” gumamnya dalam hati.
Hiro lalu angkat bicara, jika memang mereka salah datang ke kuil itu.. pada siapa mereka bisa bertemu di Nara.

Sang bhiksu mengucapkan sebuah nama dan tempat, yang terletak disebuah kuil dataran agak tinggi.
”itu.. tempat kelahiran leluhurku pertama,” ucap Natsumi.
Ryouji berusaha menangkap dan membaca pikiran dari bhiksu yang berdiri di hadapan mereka, namun dia sama sekali tidak bisa melakukannya! Di dalam pikirannya, dia melihat pikiran lelaki itu benar-benar kosong, tidak satu hal pun yang melintas di dalamnya, membuat Ryouji sulit membacanya. Malah, dia langsung kaget, karena walau lelaki itu menceritakan tentang cerita kuil ini pada mereka, dia berhasil membaca pikiran cowok muda itu!
Bhiksu itu tersenyum kepada mereka. Ryouji berusaha tidak peduli dengan kejadian tadi, yang dia baca, kalau ketua bhiksu itu seperti mengancamnya dengan senyuman yang berbeda dengan apa yang mereka lihat di depan mata. Apakah... lelaki setengah baya ini iblisnya??
”Kalian tentunya bisa pergi ke sana.. kalau saya lihat.. kalian anak-anak sekolah yang mandiri,” senyum sang bhiksu.
Ryouji menunduk hormat, dia berterima kasih mereka dipuji. Lalu dia bilang kalau mereka datang ke sini minta bantuan kepala bhiksu itu.
Tapi, yang dilihat Hiro lagi-lagi menyeramkan. Dia benar-benar melihat siapa sebenarnya dibalik orang itu!
Dia mengedipkan matanya berkali-kali, takut salah. Sementara lelaki itu asik bercerita dan menasehati mereka soal kehidupan sehari-hari dan juga cerita tentang kehidupan yang bermakna.

Hiro benar-benar merasa dia sendiri.... lantas, dia seperti terbang ke sebuah lingkaran yang berputar-putar, pupil matanya jadi lebar, di dalam pupilnya itu dia melihat sosok asli lelaki itu. Dia seperti terlempar ke sebuah dimensi yang berbeda. Lelaki itu memainkan pikirannya, menciptakan ilusi.
Di dalam pikirannya, dia langsung merasa ada di dalam sebuah ruangan seperti kaca es. Dia berusaha keluar dari ruangan itu, mengetuk-ngetuk dinding ruangan. Entah dinding, entah pintu.. entah.. namun dia melihat, bahwa Ryouji dan yang lainnya sedang berbicara dengan lelaki itu.
Kusssoooo... hey orang tua sialan... lepaskan sihirmu!!,”
Dia menggedor-gedor dinding kaca itu. Dia lalu memanggil semua temannya, namun tidak terdengar sama sekali. Malah dia melihat Takumi yang tidak terbiasa tertawa kencang, malah tertawa.
Dan.. dia melihat dirinya sendiri juga tertawa dengan candaan dan kearifan lelaki itu.
”Apa?? Itu aku juga!,” katanya heran. Dia membelalakkan matanya sendiri, heran, kenapa dirinya bisa ada dua.
Teman-temannya tidak mengerti akan apa yang terjadi padanya. Tanpa Hiro sadari, lelaki bhiksu itu sudah mengikat jiwanya, lalu dilemparkan dalam sebuah ruangan besar di dimensi lain yang berlapis-lapis. Sementara, sebenarnya wujud yang sedang ada di ruangan meditasi bukanlah dia.. tapi setan salah satu pesuruh bhiksu itu.
”Woi.......... kalian semuaaaa...!! yang disana bukan aku!! Aku disini!!,” Hiro terus saja berteriak-teriak sambil menggedor-gedor dinding transparan dan tebal itu, namun sangat dingin, berbentuk seperti kaca es.
”WOI.. RYOUJI.. TAKUMI.. NATSUMI.. SARA-CCHI.. AKU DISINI!! YANG BERSAMA KALIAN BUKAN AKU!!,” Teriak Hiro dengan sangat kencang.
Namun.. lagi-lagi mereka tidak mendengarnya.
Malah, dia masih melihat setan yang berwujud dirinya tertawa-tawa dengan yang lain. Lelaki iblis yang menyamar menjadi bhiksu itu mengikat nyawanya dengan ilmu sihir.

Hiro berusaha tenang, lalu diam, tidak lagi berteriak. Hal itu tidak akan membuatnya lepas dari kungkungan sang iblis. Dia melihat iblis itu memang berwujud mirip dengan apa yang dikatakan adiknya, wujud yang menyeramkan dan harus dibuka, yang lain harus melihatnya. Dia lalu merogoh sakunya membaca mantera.
Tak berapa lama, sang naga emas muncul disertai asap tipis.
”aku terkurung.. si-alan... iblis berbetuk bhiksu itu menipu teman-temanku!,” katanya pada sang naga.
”apa yang bisa ku lakukan, Tuan??,” tanya naga emas itu, yang bisa berbicara layaknya manusia dan bisa berwujud manusia.
”bantu aku menghancurkan ini ruangan ini.. lihat keluar... orang itu bukan aku.. tapi setan anak buah si iblis laknat itu!,” kesal Hiro.
Dia masih melihat teman-temannya tertawa-tawa bersama dirinya yang palsu.
”perintah Tuan.. hamba laksanakan,” kata suara naga emas itu, berat.
Naga emas, yang telah berbentuk seorang panglima bertubuh tinggi besar itu lalu berubah menjadi wujud sesungguhnya, seekor naga yang sangat besar. Hiro pun memejamkan matanya, membaca mantera. Dari tangannya keluar sebuah pedang berwarna ungu.
Naga itu mengaum, lalu mengeluarkan energinya, mencoba memecah dinding es tebal yang sudah memenjarakan tuannya. Hiro pun mengeluarkan jurusnya, dengan tujuan yang sama.
Dia hampir pesimis, karena ternyata baik usaha nagaemasnya dan juga dirinya tidak mampu menjebol perangkap si iblis itu!
Dinding tetap dilapisi es yang sangat dingin menusuk tulang, sementara dia masih melihat teman-temannya tertawa-tawa.
Lalu, tak berapa lama, mereka semua berdiri, termasuk juga sang iblis. Sepertinya, mereka akan keluar ruangan itu, menuju sebuah tempat. Teman-temannya menurut saja apa kata sang iblis.
Hiro malah tambah panik.
”WOI.... KALIAN JANGAN PERGI.. DIA ITU IBLIS YANG SEBENARNYA!!!,” teriak Hiro sangat kencang, tapi percuma.
Dia malah melihat setan yang menyerupai dirinya bersama mereka, tersenyum dingin padanya.
Mereka terus jalan... seperti menuju sebuah lorong...
Hiro terus berteriak, melarang teman-temannya mengikuti iblis itu. Mereka tidak mendengar.... dia masih terperangkap dalam ruang dimensi itu...
KUSSSOOO.... IBLIS LAKNAT!!,” maki-makinya pada Iblis tua itu, sambil terus dia dan naga emasnya mengeluarkan energi untuk melepaskan dirinya dari dimensi es yang semakin dingin dan menusuk tulang belulang tubuhnya....


Bersambung part 25....