This is me....

Sabtu, Desember 26, 2015

Aku Isteri Jendral Lee! (Part 12: Perbatasan)

Cerita ini hanya fiksi imajinasi belaka. Gak usah dipikirin kenapa begini, kenapa begitu.. Cuma keisengan diri saja yang ingin mengimajinasikan bebeb Lee Minho.  Adapun jika ada nama dan tempat yang kebetulan sama, itu gak sengaja, hehehe. Kalau masih serius juga.. tanggung sendiri deh..

Minho akhirnya pergi juga ke Liao Ning, namun sebelumnya, dia mengantarkan kakak tiri Taeyoung kembali ke Tsushima. Tugasnya tidak ringan, jika diperlukan, dia akan menggunakan jabatannya untuk mengambil keputusan mendadak.
Di beberapa kota sebelum sampai, dia bertemu dengan beberapa anak buah Jendral Kwon yang memang sudah berada terlebih dahulu dan memberikan beberapa keterangan penyelidikan/spionase. Begitu pula ketika sampai di Namyang.


Sementara, di kota utama Hanyang, Taeyoung masih berpikir ditinggalkan Minho. Dia memang ditemani oleh segenap pengawal dan juga sekaligus pembantu dirumah itu, tetap saja pikirannya mengarah pada pasangannya yang sedang jauh itu.
Dia menulis surat pada ayahnya, apa yang telah terjadi pada kerajaan dalam waktu dekat, dengan tulisan kanji. Sementara Han Hye berada disampingnya. Dia tidak mengerti bahasa yang ditulis tuannya.
”ayah... sementara Jendral Lee Minho pergi, rasanya aku tidak bisa melakukan apa-apa disini. Terhitung aku menulis surat ini, sudah satu minggu dia bertugas ke perbatasan Ming dan Joseon. Aku belum pernah ke sana sama sekali, tidak tahu bagaimana medannya.. jadi aku hanya bisa berdoa kalau segalanya akan berlangsung aman dan suamiku akan pulang dengan selamat. Sementara, Joseon sedang berkonsentrasi dengan Ming.. belum lagi dengan shogun Ashikaga. Aku minta ijin kalau ayah memperbolehkan, memberikanku satu dua orang mata-mata diluar kerajaan Joseon ini untuk membantuku mengawasi segala kegiatan kerajaan. Mungkin hal ini terdengar aneh, namun aku tidak cukup nyaman bagaimanapun di negeri orang, walau itu negeri tempat suamiku sendiri. Bukankah ayah mengajarkanku untuk selalu tetap waspada? Dengan adanya ini semua, terutama kejadian terakhir aku tenggelam di sungai Han.. rasanya, aku harus lebih waspada lagi.”
Taeyoung alias Takako Sadamori terus saja menulis surat panjang lebar pada ayahnya untuk segera dikirimkan. Lalu dia meminta seorang pembantu Minho untuk pergi mencari orang jepang yang tinggal di tsushima untuk menyampaikannya pada ayahnya.

”aku akan berikan kamu emas jika kamu dapat menyampaikan surat ini pada ayahku, penguasa pulau Tsushima,” kata Taeyoung kepada orang itu yang ternyata pemilik sebuah kapal ke shogunan.
Taeyoung berterima kasih dan dia menunduk hormat pada pemilik kapal itu disebuah kedai. Han Hye menemaninya dengan jubah panjang. Begitu juga dengan Taeyoung yang menggunakan pakaian yang sama.
”apa benar.. anda anak Daimyoo (gubernur sekarang) Sadamori?,” tanya orang itu.
Dengan agak sedikit menunduk, Taeyoung menjawab, bahwa dia memang anak Sadamori, dan mengeluarkan cap Klan Sadamori sebagai penguasa Tsushima.
Orang itu terperangah, Taeyoung memang anak Klan Sadamori.
”baiklah, Sadamori-sama (untuk Taeyoung)... aku akan sampaikan dan pastikan surat ini sampai kepada ayah Anda,” kata orang itu dengan menunduk hormat.
Taeyoung berterima kasih dan dia memberikan beberapa koin emas pada orang itu.

”Tidak ada yang mengikuti kita, bukan??,” tanya Taeyoung pada Han Hye.
Han Hye mengangguk memastikan, mereka berdua memang memakai jubah agar tidak dikenali. Minho berpesan pada Han Hye, agar dia tidak sembarangan membawa isterinya itu ke tempat umum dalam keadaan hamil, mengingat peristiwa terakhir. Dia tidak ingin apa-apa terjadi pada isteri politiknya itu.

Mereka menyusuri beberapa jalan besar di tengah kota dengan sangat cepat. Hal ini sebenarnya sudah melanggar apa yang disampaikan Minho pada para pembantunya, tidak boleh isterinya keluar selama dia belum pulang, kecuali Yang Mulia Raja memanggilnya.
”kita harus bergegas, Tuan puteri.. kalau tidak.. aku khawatir akan ada orang mengikuti dan mencelakai kita,” bisik Han Hye pada tuannya.
”aku tidak pernah main-main dengan orang yang akan mencelakaiku, Han Hye,” bisik Taeyoung sambil menurunkan penutup jubahnya di kepala. Mereka masih menelusuri sampai ujung jalan yang sudah bebas dari pemukiman, untuk mengambil kuda mereka. Di beberapa jalan dan lingkungan yang mulai padat memang diterapkan jalan tidak boleh dengan kuda, kecuali pejabat pemerintah.
”tidak ada yang tahu, kan.. kalau aku keluar??,” tanya dia lagi pada Han Hye.
Perempuan penjaga itu mengangguk lagi. Mereka pergi mengambil kuda yang dititipkan pada seorang penjaga perbatasan kota.
Lalu, mereka melarikan kuda-kuda itu kembali ke rumah Minho.
                                                ................................
Minho duduk menunggu seseorang di kedai yang memang dia sudah janji bicara dengan seseorang. Dia minum arak ringan sambil menunggu, menoleh sebentar-sebentar. Kedai itu terbilang sepi di pagi hari. Lalu, pemiliknya duduk di depannya.
”apa.. Jendral Lee masih butuh arak??,” tanya si pemilik dengan ramah.
Minho tersenyum, dia hanya minta dihidangkan kue manis.
Pemilik itu lalu berteriak kepada salah satu pelayannya untuk meminta dibawakan kue sesuai pesanan Minho.
”wilayah Yang Mulia Raja, semakin makmur saja,” senyum sang pemilik kedai.
hananim gambsahabnida... Yang Mulia Raja, dikenal sebagai Raja yang adil, bijaksana dan mengerti kebutuhan rakyatnya,” jawab Minho dengan senyumnya. Dia beterima kasih pelayan menghidangkan kue manis untuknya.
Ternyata, kedai itu memang tempat biasa berkumpul para orang yang suka ngobrol seputar apapun dan masih menjadi milik dari bagian dari kerajaan Joseon. Mereka makan sambil mengobrol. Pemilik kedai ternyata juga bisa menjadi seorang mata-mata. Mereka berada di perbatasan wilayah Joseon dan Ming, dekat sungai Yalu.
”aku sudah lama tidak ke pusat kota, jangan heran, rasanya tidak tahu perkembangan kota sekarang,” kata Tan.
”ah, Tan-ssi.. semenjak Yang Mulia Raja memerintah, memang Joseon banyak kemajuan.. wilayah kita semakin berkembang,” balas Minho santai.
”kemarin aku dengar... kalau Anda sukses dalam misi memberangus perompak... apa benar???,” tanya Tan lagi.
Minho mengangguk, sebenarnya hal itu bukan cerita yang harus dibesar-besarkan... hebat juga pemilik kedai ini, yang jauh diperbatasan, namun bisa mengetahui berita itu.
”Jendral Lee.. hebat sekali,” Tan memuji dirinya.
Minho hanya tertawa kecil. Itu memang sudah tugasnya dan sekarang dia memiliki tugas baru.

”tidakkah Jendral Lee tahu.. kalau di perbatasan.. sebenarnya rusuh??,” tanya Tan lagi, membuka pembicaraan.
Kedai saat itu terbilang sepi, hanya 1-2 orang yang makan pagi disitu.
Minho mengangguk. Kondisi terakhir memang beberapa kelompok masyarakat Ming seperti memaksa kelompok pedagang Joseon untuk tidak tinggal di wilayah mereka. Lebih terlihat seperti persaingan bisnis. Mereka dikabarkan akan menduduki wilayah perbatasan dan mengusir orang Ming. Namun Raja melihatnya dengan berbeda.
”Jadi.. Yang Mulia Raja sudah menduga.. ada pihak dalam Ming yang juga memainkan konflik ini??,” tanya Tan.
Minho mengangguk lagi. Dengan alasan itulah dia datang. Dia harus tiba sebentar lagi diperbatasan, menunggu orang suruhan Jendral Kwon. Sementara, Sim Hwang, salahseorang anak buahnya sudah menunggu di Liao Ning.
”jangan sampai terjadi perang lagi antara Joseon dengan wilayah manapun,” kata Tan.
”aku pikir.. Yang Mulia Raja juga tidak mengharapkan itu, Tan-ssi...,” senyum Minho.
Lalu Tan sedikit berbisik pada Minho. Dia menceritakan kondisi wilayahnya yang ternyata rumor tentang Ming dan Joseon itu bukan hanya sebatas rumor, tapi sudah menjadi kenyataan.
”ya... Tuan Lim bercerita padaku... kalau dia juga disulitkan untuk berdagang.. ”.
”mereka mungkin saja mencurigai Lim ssi sebagai mata-mata... siapa dan apa sebenarnya yang diincar orang-orang Ming itu??,” tanya dan pikir Minho.
Tak berapa lama, seorang mata-mata Jendral Kwon datang dengan baju ala rakyat biasa. Begitu melihat Minho yang duduk bersama Tan si pemilik kedai, dia langsung menghampiri mereka berdua dan menunduk hormat pada mereka.
”saya Ma Jin Seob.. dibawah Jendral Kwon.. ,”
Minho mempersilahkannya duduk. Tan menjauh dari mereka, merasa tidak perlu untuk ikut campur urusan itu. Kedaipun masih tidak banyak orang.

Ma meminta maaf kalau dia terlambat karena masih harus membawa keterangan lain yang mungkin saja Minho inginkan.
”apa kamu mengerti bahasa selain Joseon??,” tanya Minho padanya. Dia memang hanya mengerti bahasa Joseon.
Ma mengangguk. Dia mengerti bahasa Manchu, Xibe dan Han.
Minho meminta dia menemaninya nanti ketika tiba di Liao Ning. Sementara, di daerah perbatasan kemungkinan akan ada beberapa bahasa asing yang dia tidak mengerti.
”ya, Jendral.. disana memang beragam orang... dan jika tidak mengerti, kami takut Jendral tidak bisa mengatasi masalah ini”, balas Ma.
Memang banyak mata-mata Joseon yang berasal dari kawin campur antara bangsa Joseon dengan bangsa lain. Sengaja Yang Mulia Raja menarik mereka menjadi pegawai kerajaan agar memudahkan kerjasama antar wilayah, selain bisa juga menjadi mata-mata.
Ma menceritakan kondisi terakhir perbatasan dan hubungan dagang mereka.
”kami mendapatkan keterangan... bahwa seorang pejabat Ming bekerjasama dengan para mengusaha wilayah mereka untuk mengusir para saudagar Joseon”.
Minho berpikir apakah itu semua ada hubungannya dengan politik Joseon yang akan menguatkan kerjasama dengan kerajaan Dinasti Ming??
Dalam bekerjasama, tidak mungkin tidak ada aral. Apalagi, keduanya sudah menjadi kerajaan besar. Pengkhianat mungkin saja ada di dalam kedua kerajaan ini.
”dengan siapa.. pejabat Ming itu berteman dalam kerajaan Joseon.. apakah kamu tahu??,”
Hampir semua orang kerajaan sebenarnya tahu, bahwa Minho masih punya hubungan darah dekat dengan Raja yang sekarang. Itu berarti, bahwa Minho termasuk orang yang dapat dipercaya di dalam kerajaan, makanya Raja mengutusnya.
”Kami mencurigai Pejabat Geum,” balas Ma dengan tegas.
Minho membelalakkan matanya, bagaimana mungkin Geum yang jauh... bisa berhubungan dengan pejabat Yang dari Ming??

”aku masih tidak percaya ini...,” balas Minho. Dahinya berkenyit. Dia malah jadi mengingat hubungan lamanya dengan Geum Hee Kyung. Apakah sebenarnya ada hubungannya... atau sebatas sebuah kebetulan di masa lalu?? Namun, walau Hee Kyung sangat manis padanya, sempat terlintas memang dalam hatinya, bahwa dia berpikir, Geum memang sangat-sangat menyetujui hubungan mereka. Dia pun masih mengingat tatapan mata Geum padanya ketika lelaki itu tahu, Minho akhirnya menikah dengan Takako, isteri hubungan diplomatik itu.
”kita harus segera meninggalkan kota ini dan menuju Liao ning.. secepatnya,”
Minho lalu bangun dari duduknya. Diikuti oleh Ma. Mereka lekas meninggalkan kedai itu dan menuju Liao Ning.
                                    ..................................................
Taeyoung tetap berada di rumah Minho di pusat kerajaan. Dia duduk termenung memandang langit dari jendela dalam rumah. Han Hye mengetuk pintu kamarnya dan Taeyoung mempersilahkannya masuk.
”Ada apa??,” tanya Taeyoung padanya. Sudah satu minggu Minho meninggalkannya.
Ternyata, Han Hye menerima surat dari utusan kerajaan, dari Minho, yang ditujukan pada taeyoung, isterinya.
Mata Taeyoung langsung berbinar melihat surat itu dan lekas merebut dari tangan Han Hye. Dia langsung duduk dan membukanya.
”Taeyoung cintaku.. mungkin kalau surat kecil ini sampai.. sudah 7 hari kita tidak bertemu. Perjalanan tidak begitu berat, aku bahkan sangat rindu padamu. Sisi jalan yang kulihat antar pusat kota, begitu banyak pasar yang menjual pakaian dan perhiasan cantik.. rasanya teringat padamu dan anak kita.. semoga kamu sehat.. ada cukup kekhawatiran yang terbersit dihatiku soal kerajaan.. namun masih aku tahan-tahan, agar kekhawatiran itu tidak menjadi kenyataan. Ku berharap, Ming akan tetap setia bersaudara dengan Joseon.. seperti juga Ilbon mengambil sikap kerjasama. Aku yakin, doa mu sampai hari ini yang tetap membuatku selamat, bertemu dengan beberapa pasukan.. dan mungkin saat kamu membaca ini.. aku sedang berada di Liao Ning. Tetaplah tersenyum disana, tertawa dengan Han Hye atau yang lainnya. Jangan berlatih bertarung dahulu, aku tidak setuju. Ku bawakan sesuatu yang mengingatkan ku atas kecantikan mu... Jendral Lee Minho”.
Taeyoung berteriak kegirangan ketika selain hanya surat, ada sebuah kotak kecil yang ternyata isinya jepit rambut berbentuk burung Phoenix, burung keabadian dan cinta, berwarna merah cerah dan keemasan.
”Jendral Lee.. mungkin sudah sampai di Liao Ning.. suamiku sehat-sehat saja, Han Hye.. dia meminta kamu tetap menjagaku,”
Taeyoung memang mesti berubah sikapnya menjadi dewasa. Dia tidak boleh lagi menyebut Minho dengan sembarangan, serampangan seperti sikapnya terdahulu.
”menurutmu... apa suamiku tidak akan mendapatkan aral.. dan dia bisa kembali dalam waktu cepat?? Dia sudah semakin besar rasanya,” kata Taeyoung pada Han Hye.
”menurutku.. sebaiknya kita berdoa saja, Puteri... dan jangan terlalu khawatir dengan Jendral Lee,” jawab Han Hye.
”Aku ingin jadi isterinya yang baik, Han Hye.. itu pesan ayah dan ibuku,” kata Taeyoung lagi. Dia sudah bisa memasak makanan kesukaan Minho dan berjanji, jika Minho pulang, dia akan memasak untuknya.
”Kondisi kerajaan sendiri sedang baik-baik saja.. aku yakin, hanya akan ada riak kecil jikalau memang ada konflik,” senyum Han Hye.
Taeyoung sebenarnya tidak terlalu percaya itu, mengingat di dalam keshogunan, yang namanya perang itu terkesan biasa untuk saling mendapatkan kekuasaan. Para Daimyoo bisa bekerjasama dengan Daimyoo lain yang terkesan paling berpengaruh, untuk bersatu membuat pemerintahan baru. Dia belajar dari sejarah kehidupan shogun. Terang saja, bagi kerajaan Joseon, hal itu terjadi hanya pada masa awal terbentuknya dinasti baru. Saat ini termasuk terbilang aman dari dalam wilayah sendiri.

”masalah perompak juga belum selesai,” kata Taeyoung lagi.
”waktu aku dan pasukan Jendral Lee menyerbu pulau gersang.. dia sangat hebat,” lanjutnya lagi. Dia lalu menceritakan kembali proses penyerbuan itu.
”Sepertinya... Jendral memang cocok sekali memegang pedang itu,” senyum Taeyoung.
Han Hye diam saja. Dia tidak ingin menceritakan masa lalu tuannya, karena pedang itu pemberian orangtua kekasih lama Minho. Tidak mungkin dia ceritakan, supaya tidak membangkitkan amarah tuan puterinya itu.
”jendral Lee memang sudah sangat lama belajar ilmu tenaga Qi itu,” kata Han Hye.
”itu beliau gunakan.. kalau dipikirnya.. musuh terlalu keras kepala,” lanjutnya lagi.
”dia mengobatiku dengan energi nya itu,” kata Taeyoung. Masih ingat dalam bayangannya, ketika dia terluka, Minho menolongnya.
”hanya dua orang yang memiliki ilmu itu sekarang... ayah dan anak,” kata Han Hye, sambil senyum pada Taeyoung.
”aku mendapat kabar, lepas dari sungai Yalu.. kondisi memang kemungkinan tegang.. tapi, di dalam Joseon sendiri.. semua aman, Puteri,” kata Han Hye lagi.

Taeyoung menghela nafas. Hampir setiap hari dia sengaja pergi ke kuil untuk mendoakan Minho, supaya tetap selamat dalam perjalanan. Ditemani oleh Han Hye, sehari-harinya sudah 7 hari ini berlalu, Ratu sempat memintanya berbicara di istana soal perkembangan keshogunan.
”senang sekali mendengar kabar.. kalau anda sedang hamil, Tuan puteri Taeyoung... chughahabnida,” senyum sang ratu.
Taeyoung membungkukkan badannya sedikit, menunduk hormat pada sang ratu. Dia berterima kasih, Sang Ratu sudah memberikan ucapan selamat padanya dan mengatakan kalau dia sehat-sehat saja dan menunggu Minho menyelesaikan tugasnya dan kembali lagi dengan selamat. Dia tetap ditemani Han Hye di dalam taman kerajaan itu, berdiri di belakang antara Taeyoung dan sang Ratu.
”aku senang sekali jika memang kondisi kerajaan terbilang baik-baik saja.. rakyat semestinya sejahtera dan nyaman,” kata Sang Ratu.
Taeyoung membenarkannya. Dia merasa nyaman tinggal di kerajaan itu dan berjanji untuk mengabdi pada Raja dan Ratu, sesuai dengan perintah ayah dan ibunya dari Tsushima.
”Jendral Lee sepertinya memang tidak berurusan lagi dengan Tsushima.. semua diserahkan kepada gubernur Cheju,” senyum Ratu.
Taeyoung memberanikan diri bertanya tentang hubungan keluarga antara Sang Raja dengan keluarga Minho. Ratu membenarkan kedekatan itu.
”Jadi maaf..mungkin itu sebabnya, Jendral menikah dengan ku,” kata Taeyoung.
Ratu tersenyum, memang begitulah yang terjadi sebenarnya. Belum ada keluarga kerajaan yang termasuk sudah dewasa dari keluarga Raja dan Ratu, semua masih kecil, sehingga Minho lah yang terpilih.
Mereka lalu duduk di batu seperti kursi di tengah taman yang dinaungi sebuah gazebo.
”apa.. Puteri Taeyoung menyesal menikah dengan Jendral Lee.. sebagai kerekatan hubungan antara Ilbon dan Joseon??,” tanya Ratu.
Sudah tidak heran hal yang seperti itu di dalam dunia kerajaan. Maka, Taeyoung berbasa-basi, hal tersebut tidak perlu dia sesali. Dia bercerita, diantara para Daimyoo sendiri, anak-anak mereka bisa saja saling dinikahkan, untuk merekatkan hubungan kekeluargaan sekaligus menghindari perang, bahkan bisa memperkuat wilayah keduanya.
”Jendral Lee memang belum bisa diangkat sebagai Jendral besar.. dia masih terlalu muda untuk posisi itu,” kata Sang Ratu.
Taeyoung menunduk hormat sedikit sembari duduk. Dia berterima kasih bahwa Yang Mulia Raja dan Ratu begitu perhatian dengan kehidupan dia dan Minho.

”aku mengerti bagaimana rasanya harus jauh dari keluarga... ,” kata Sang Ratu.
Ratu seorang keturunan Manchuria. Namun ternyata Minho sendiri diutus sang raja untuk memata-matai apa yang terjadi di sebuah kota di wilayah Manchuria.
”aku tidak yakin.. Manchu melakukannya.. jika kemudian Manchu begitu bernafsu bermusuhan dengan Joseon, aku akan meminta Yang Mulia Raja mengijinkan ku untuk menjadi penghubung antara kedua kerajaan ini,” tambahnya.
”aku pun mendapatkan kabar.. mungkin saja hal ini hanya dilakukan satu-dua orang pejabat Manchu, Yang Mulia Ratu,” ujar Taeyoung.
”kamu mengerti yang seperti ini, kan?? Jika memang ada usul, lebih baik berbicara dengan Yang Mulia Raja.. aku akan tegas memang menolak perang... aku berdarah Manchu.. namun hidupku sudah menjadi bagian dari Joseon,” kata Ratu, dengan senyumnya.
Taeyoung menunduk hormat sedikit, lagi, kepada sang Ratu. Dia belum tahu banyak apa yang terjadi, sebab Minho tidak banyak bicara padanya soal itu. Dia hanya percaya, suaminya itu dapat melakukan tugasnya, dibantu dengan para mata-mata lainnya.
”Jendral Lee berhak mengambil keputusan disana.. mau apa jika terjadi keadaan darurat...,” kata Sang Ratu.
”aku.. bisa mempelajari.. Jika Yang Mulia Raja dan Ratu menginginkan.. ,” ujar Taeyoung.
”walau aku hanya anak seorang Daimyoo.. yang rata-rata seluruh urusan perang diatur oleh kakak-kakak lelakiku.. paling tidak.. jika Yang Mulia Raja dan Ratu mengijinkan.. aku akan berusaha membantu,” senyum Taeyoung.
Ratu tertawa kecil. Dia malah memberkati kehamilan Taeyoung dan berusaha saja tenang tidak banyak memikirkan hal yang diluar tugasnya. Terakhir, Ratu menceritakan kondisi aman perairan antara Josen dan Ilbon, sungguh menyenangkan dan cocok untuk berwisata.
”ya.. Cheju memang indah.. aku sendiri begitu terpesona,” puji Taeyoung.

Cheju memang salahsatu sumber kekayaan Joseon. Semua tumbuhan unik, baik itu sumber makanan dan kesehatan, banyak terdapat di pulau itu. Terang saja, untuk memasuki pulau itu, akan ada banyak rintangan. Selain angin dewa (badai) bisa saja terjadi, hal lain yang sangat menganggu adalah para perompak ilbon dan juga terakhir terdengar, seorang perempuan Han (china) yang juga memimpin sebuah organisasi perompak.
”ah.. jika Jendral Lee mengijinkan.. aku akan berusaha membantu beliau melawan Zhang Yue itu, Yang Mulia Ratu,”
”sebagai perempuan di negeri Joseon.. mungkin kita tidak mengharapkan diri kita bisa terlibat.. sementara hal itu urusan beberapa Jendral,” jawab Ratu dengan senyumnya.
Han Hye ikut tersenyum. Dia mengerti perasaan Tuannya, Taeyoung, yang memang ingin sekali membantu suaminya.
”Jendral Lee juga mungkin akan sangat senang, kalau Anda membesarkan putera kalian,” senyum sang Ratu.
Taeyoung mengangguk saja, menuruti apa kata sang Ratu.
                                                ..........................................
Minho dan Ma Jin Seob menelusuri sungai Yalu untuk menyebrang melewati perbatasan, lalu akan tiba di Liao Ning malam hari atau esoknya. Sepanjang jalan di perahu penyebrang, mereka tidak banyak bicara, untuk menghindari mata-mata lain dari kerajaan Manchu atau dari manapun. Dia hanya berbasa-basi pada anak buah Jendral Kwon itu untuk menutupi kekakuan suasana. Sesampainya tiba di tepian sungai, mereka langsung melarikan kuda-kuda dengan kencang, menuju Liao Ning.
Jin Seob memintanya untuk beristirahat. Disebuah daerah kecil menuju Jilin, terdapat wilayah yang dianggap berbahaya dan lebih baik mereka tidak meneruskan perjalanan, namun berhenti dan menginap sejenak sampai esok pagi. Minho menuruti saja.
Dengan bahasa Manchu, Jin Seob memasuki sebuah peginapan sederhana dan berbicara pada pemilik sebuah penginapan sederhana, apakah ada kamar yang kosong atau tidak untuk mereka. Ternyata, mereka beruntung mendapatkan kamar murah dan bersih.
Minho dan Jin Seob tanpa curiga apapun memasuki saja kamar sederhana itu. Lilin dinyalakan agar terang. Minho tidak masalah dia mau bermalam dengan model kamar apapun, yang penting dia bisa tidur nyenyak malam itu sebelum esok pagi sekali meninggalkan desa kecil itu menuju Jilin.
”ini termasuk penginapan yang bagus.. tadi aku menawar murah,” kata Jin Seob sembari melemparkan tubuhnya sendiri diatas tempat tidur.
Minho senyum saja. Baginya memang itu tidak masalah. Orangtuanya selalu mengajarkan kesederhanaan dalam kondisi apapun dan tidak silau dengan fasilitas kerajaan. Itu membuatnya bisa nyaman walau tidak enak sekalipun.
”ini sudah bagus untukku.. tidak perlu terlalu khawatir,” balasnya pada anak buah Jendral Kwon itu.
”kita tidak perlu menunjukkan bahwa kita dari kerajaan,” lanjutnya lagi.
Minho meniup lilin besar agar padam dan hanya menyisakan lilin kecil yang remang-remang bagi kamar itu. Jin Seob sudah terlebih dulu ganti baju tidur. Dia pun ijin pada Minho untuk tidur terlebih dahulu.

Minho duduk di kursi depan meja kecil. Ternyata, dia mengeluarkan pena kecil dan kertas, menulis surat untuk Taeyoung.
”Isteriku Taeyoung, semoga kamu dan bayi kita sehat.. aku sangat rindu kalian. Saat ini, aku menulis surat, sedang berada di perbatasan antara Yalu dan Jilin. Ini adalah wilayah terluar Joseon. Ada satu hal yang dibicarakan oleh Jin Seob, anak buah Jendral Kwon disini.. tentang Pejabat Geum. Aku menerima keterangan darinya, kalau Seorang pejabat Ming bekerja sama dengan Pejabat Geum. Aku seperti sedikit tidak percaya apa yang telah dikatakan oleh Jin Seob, mengingat, kalau pejabat Geum adalah orang yang setia terhadap Yang Mulia Raja. Disini, aku sedang berfikir, apa yang sebenarnya terjadi antara pejabat Geum dengan seorang pejabat Ming itu? Semoga aku bisa menarik kesimpulan yang mendekati kebenaran. Jika memang pejabat Geum terbukti bersalah mengkhianati kerajaan,dia bisa dihukum mati. Berdoalah untukku agar semua urusan selesai dengan baik. Tolong katakan pada Han Hye, agar dia memasak yang sehat dan enak untukmu dan untuk anak kita. Lee Minho”.
Dia melepas lelah sebentar sambil memandang lagi sekali surat yang sudah dibuatnya, sebelum akhirnya dia lipat dan dimasukkan dalam sebuat gulungan.
Dia berpikir lagi tentang Pejabat Geum.. akankah nasibnya sama dengan keluarga Jendral Ryong, keluarga mantan kekasihnya pertama kali?? Rasanya, mengingat waktu itu berat sekali, perempuan cinta pertamanya harus meninggal di depan matanya sendiri. Dia tidak ingin lagi mengulangi peristiwa itu jika terjadi pada Geum Hee Kyung.

Saat Minho yang sedari tadi berpikir, mendadak mendengar sedikit suara yang sangat samar. Dia pasang kupingnya dengan sangat lebar, menelaah.. apakah itu hanya suara alam, atau seorang manusia yang berusaha ingin tahu apa yang sedang dilakukannya dan juga Jin Seob.
Namun, perhatian dan konsentrasinya terganggu pada suara Jin Seob.
”Jendral Lee... belum tidur juga??,” katanya.
Minho menoleh dan tersenyum.
”aku baru saja menulis surat untuk isteriku.. aku tidak ingin dia khawatir tentangku,”
Jin Seob hanya membalas dengan, ”oh.. kalau begitu, selamat malam, Jendral,”
Lalu, dia pun tidur kembali, tidak curiga sama sekali dengan suara yang sangat halus itu, berbeda dengan Minho yang sedari tadi sudah memasang kupingnya.
Minho lalu diam-diam memakai jubahnya, mengambil pedangnya, serta keluar dari kamarnya yang kebetulan berada menghadap langsung keluar penginapan.

Dilihatnya, suasana penginapan itu sudah sangat sepi. Setiap orang mungkin saja sudah terlelap dengan mimpi indahnya masing-masing. Minho menutup kepalanya dengan jubahnya.
”seperti ada yang bermain-main denganku,” katanya dalam hati, namun tersenyum melihat atap penginapan.
Dia sengaja memancing keluar mereka, tetapi berjalan menjauh cepat dari penginapan itu, mencari tempat yang cukup luas untuk bertarung, jika mereka memang berniat kurang ajar dan mencelakainya.
Minho berlari kecil. Ternyata, benar saja. Mereka memburunya berlari melalui atap demi atap. Ada sekitar 5 orang berpakaian gelap dengan wajah tertutup kain, serta bersenjata pedang.
Di tengah sebuah jalan yang sangat sunyi, Minho berhenti.
Jenjang! (Damn!).. aku sudah tahu.. kalian pasti ingin membunuhku.. !”, teriak Minho dari bawah dan melihat mereka diatas, berteriak dan tersenyum.
”Turunlah.. permainan usai!,” teriaknya lagi.

”Sreeetttt!!!,”
Suara lima orang lelaki turun, meloncat dari atap rumah-rumah, lalu berdiri mengelilingi Minho, tentu saja.... dengan pedang mereka yang sudah terhunus.
Minho berusaha tenang, baginya, hal seperti ini sudah biasa. Dia lalu menarik pedangnya juga.
”siapa kalian??,” katanya dengan suara tegas.
Salahsatunya berbicara dengan bahasa yang tidak Minho mengerti. Langsung tanpa basa basi, mereka menyerbu Minho. Tanpa ragu, untuk mempersingkat waktu bertarung, Minho menggunakan ilmu kesaktian tenaga dalamnya. Tangannya penuh getaran seperti sinar sampai ke ujung pedangnya. Dia tidak ingin membuat ribut jalan yang sepi itu.
Sambil bertarung, Minho berfikir, siapakah mereka.. dan suruhan siapa mereka itu??
”sialan.. mereka jago sekali,” gerutu hatinya Minho.
Mereka saling serang. Minho mundur beberapa langkah.
Kelima orang dengan penutup wajahnya itu tertawa.
”kenapa, Jendral Lee Minho.. takut kalah?? Kami tidak takut dengan ilmu naga halilintarmu,” ejek satu dari lima orang itu.
”darimana kalian tahu namaku??,” tanya Minho. Wajahnya terlihat merah, dia sudah mulai marah.
Mereka tidak menjawab pertanyaan Minho. Akhirnya, Minho meningkatkan lagi tenaga dalamnya agar pertarungan cepat selesai.

Setelah beberapa menit kemudian.
”Sret!!!,” pedang Minho berhasil menyabet dada seorang dari mereka. Orang itu mengerang.
Minho langsung menarik penutup wajahnya, sehingga wajah aslinya terlihat jelas. Yang lain mundur dan langsung kabur, menghindari begitu saja orang yang sudah terluka berat itu.
dangsing-eun nugu?? (siapa kamu??),” tanya Minho dengan suara tegas.
Orang itu sudah muntah darah, sebentar lagi bisa saja meninggal.
Minho memberikannya tenaga dalam supaya lukanya tidak semakin parah.
”siapa yang memerintahkanmu untuk membunuhku?? Jawab!,” bentak Minho lagi, sambil mengangkat baju orang tersebut. Sementara orang itu sudah muntah darah hebat.
Minho pikir, dia tidak bisa mendapatkan jawaban.
Dia lalu berdiri, dan...
”Cress!,” menusukkan pedangnya ke dada orang itu sampai dalam.. dia mengerang untuk yang terakhir kalinya, namun Minho menutup mulutnya, agar orang-orang yang tinggal di sekeliling jalan itu tidak mendengar erangan dan teriakan.... lalu... orang itu pun mati bersimbah darah....
Minho mengibas-kibaskan pedangnya. Darah yang sempat berada di pedangnya menjadi muncrat kemana-mana.. untuk menghilangkan jejak pembunuhan tidak sengaja.
”entah.. siapa yang memerintahkanmu untuk membunuhku... yang jelas.. aku harus lebih waspada,” katanya pada mayat lelaki musuhnya itu.
Ditolehnya mayat itu dengan sepatunya, memastikan, apakah orang itu benar-benar sudah jadi mayat. Tak berapa lama, tidak ada pergerakan, Minho meninggalkan mayat itu di jalan. Sebelumnya, dia mencari barang dalam diri mayat itu yang mungkin saja bisa di dapatnya sebagai barang bukti dan mencari keterangan lebih jauh lagi.
”uhmm.. koin kerajaan Joseon... apa dia suruhan justru dari kerajaan??,” gumam Minho dalam hatinya.
Akhirnya, dia ambil juga koin itu beserta bungkusannya. Dia merasa sudah cukup membunuh satu orang saja, tidak perlu mengejar yang lainnya.... sebagai bukti, dirinya sudah diincar oleh orang yang entah siapa.. mungkin saja suruhan dari Ming, mungkin saja pengkhiatan dari kerajaan Joseon.. atau.. entahlah. Dia harus lebih berhati-hati lagi dalam perjalanan menuju Liao Ning.
Sementara, Taeyoung merasa gelisah malam itu, memikirkan perjalanan suaminya yang sudah tujuh hari berlalu.
”cuaca terasa panas malam ini.. ,” dia mengambil kipas, malah membuka jendela kamarnya.
Bulan terlihat jelas penuh sekali, purnama malam itu telah datang.
Taeyoung memandang saja purnama itu dari jendela.
”semoga suamiku aman dalam tugasnya...perasaanku.. sedikit tidak enak padanya,” katanya, berdoa memandang bulan.

Minho dengan santainya kembali ke penginapan itu, kembali ke kamar tempat dia menginap, menaruh pedangnya diatas meja, membuka jubahnya dan menggantungnya.
Jin Seob terbangun karena terdengar suara seperti orang masuk ke kamar.
”ah.. kamu tidur lagi saja.. aku baru saja jalan-jalan sebentar.. cuaca panas sekali,” kata Minho, mencari alasan, agar lelaki prajurit itu tidak curiga dengan apa yang telah dilakukannya.
Benar saja, Jin Seob sama sekali tidak curiga. Dia malah tidur lagi.
Minho lalu bersandar di tempat tidurnya, mencoba tidur namun tidak melupakan peristiwa malam ini.

Bersambung ke bagian 13...