This is me....

Senin, Agustus 24, 2015

Everybody’s Darling (Part 6: Pacaran Demi Karir?)

Cerita ini hanya imajinasi saja kok.. jangan dimasukkan ke hati banget...

“Roh Min Jung membuatku kesal.. dia seperti membuat isyarat kalau kami bisa saja pacaran lagi,” keluh Minho pada Jong Seol, temannya.
“aku sih... sudah merasa banget sikapnya seperti itu ketika kalian syuting.. kamu masih tidak sadar juga??,” tanya balik sahabat Minho itu.
Minho langsung duduk di kursi yang didepannya banyak koleksi majalah bertumpuk. Dia membuka satu persatu majalah tersebut, percakapan terhenti sejenak.
“tahu kok.. sadar banget,” balas Minho singkat.

“dan... manager Ban sendiri.. aku rasa juga menginginkan itu.. seperti biasa.. kalian memang sebenarnya cocok kok,” ujar Jong Seol.
Minho berkata kalau staff manajemennya sering memang mengunduh foto mereka yang sedang syuting bersama dan ceria. Wajah Minho memang terlihat ceria di banyak foto itu, namun sekali lagi dia katakan, dia memang sedang ceria, bukan karena Min Jung ada disampingnya.
“kamu kan tahu sifatku,” katanya pada Jong Seol.
Jong tertawa lebar.
“ya.. aku tahu.. tapi kalau untuk urusan cewek.. berapa kali kamu tidak bilang padaku.. lantas tahu-tahu kalian pacaran?? Begitu juga soal hubungan dulu kamu dengan dia kan?? Hahahaha”
“kamu kan kesannya gampang banget cinlok (cinta lokasi)... makanya fans juga menyangka seperti itu... ,”

Minho menutup majalah yang sedang dibacanya, diletakkan diatas meja, tapi terkesan dibanting.
Jong Seol hanya mentertawakannya.
“jujur saja, Minho.. kalau kamu sedang pacaran.. seperti lupa diri”, sindirnya.
“tapi aku rasa... kali ini tidak,” balas Minho. Dia ingin menceritakan sebenarnya tentang Hyo Rin, tapi menurutnya belum saat yang tepat. Dia mempertimbangkan asal usul cewek itu yang bisa sangat menganggu pikiran manajemen dan fans.
“pacaran kali ini... kalian akan membuat pernyataan dimedia,” kata Jong.
“menurutmu.. aku harus pacaran karena proses drama ini??,” tanya Minho. Dia ingin mengetahui apa jawaban sahabatnya itu.
Dan memang benar saja, Jong mengiyakan. Tapi Minho merasa terhina dengan sikap seperti itu, dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Dulu memang dia suka dengan Min Jung tidak terkesan sebuah setting, namun ketika manager cewek itu bermasalah dengan manajemennya, Minho marah dan lekas memutuskan pacaran mereka. Min Jung dianggapnya walau baik dan terkesan polos, baginya manipulatif karena memanfaatkan kenaikan karirnya.
Jong tahu sahabatnya itu masih mengingat peristiwa pengkhianatan karir.

“kalian tidak perlu bersaing lagi... sudah sama-sama aktor dan aktris berbayar mahal kan??,” tanya Jong.
Pertanyaan Jong seperti menyindir Minho. Dunia keartisan memang bisa dikatakan kejam, tidak berbeda dengan dunia kerja lain pada umumnya. Orang hanya menilai sepertinya enak menjadi seorang artis: terkenal, penuh dengan kemewahan. Tapi pada kenyataannya, jika semakin terkenal, semua semakin terkekang dan semakin bekerja keras, juga meningkatkan kemampuan diri. Bukan hal yang mudah. Semua terlihat indah karena hanya dari sisi luar saja.
“kalau ternyata harus setting-an.. bagaimana??,” Jong malah makin iseng pada Minho.
Senyap lagi suasana seputar ruangan itu sebentar saja. Minho berpikir dalam.
“kamu memancing ku,” balas Minho.
Jong tertawa. Jong memang aktor cerdas. Baginya, sahabat seperti keluarga sendiri dan dia sudah anggap Minho bagian keluarganya.
“kamu sebenarnya enggak ngarep Min Jung lagi kan??,”
“memang aku bisa ya.. kalau sudah seperti itu.. balik lagi??,” tanya balik Minho.
Jong tertawa. Minho memang bukan cowok yang mau kembali lagi ke cewek yang sama kalau sudah disakiti, walau dia bisa saja berteman, tetapi menjaga jarak sekali.

“ya.. baiklah, baiklah Minho.. aku tahu... hanya antisipasi.. gimana jadinya kalau semua setting-an.. dan ketika promosi sudah habis.. kalian berpisah lagi,” ujar Jong.
Minho berpikir hal itu gila. Tapi Jong menimpali, bukankah hal itu sudah pernah dilakukan baik pada Min Jung maupun Su Na??
“dengan Su Na.. kentara sekali setting-an kalian... selesai drama dan promosi.. secepat itu, bubar juga kalian,”
“aku kan hanya pura-pura saja memegang tangan dia..sesuai skenario cerita,” balas Minho dengan entengnya.
Dia memang janji pada Yo Su Na kalau itu semua hanya setting-an dan dia tidak akan menyatakan rasa suka atau cintanya secara mendalam. Adapun waktu itu jika mereka makan bareng, itu hanya berupa skenario agar fans juga tidak terlalu panas karena masih terbawa suasana drama yang begitu melankolis dan berharap dalam peran itu akan teruwjud pula di dunia nyata. Maka demi rating, Minho dan Su Na pun pura-pura berpacaran.
“setting-an saja kamu pinter banget.. apalagi gak,” tawa Jong memenuhi seluruh ruangan itu.
Minho hanya bisa senyum lebar. Dia memang termasuk kategori cowok pandai menyenangkan pacar, walau juga harus dibayar sama oleh sang pacar.

Jong bertanya lagi, apa sebenarnya diluar sana.. Minho naksir seseorang?
Minho menyembunyikan itu. Dia tetap berhati-hati. Bagaimanapun, dia tidak bisa memberitahukan pada sahabatnya itu kalau yang dia suka adalah cewek yang sangat sangat sederhana dan bukan seorang dari dunia entertain, walaupun dulu adalah anak orang kaya. Dia ingin menyimpan itu dulu, sampai perasaannya lebih mantap mengetahui apakah Hyo Rin benar-benar menyukainya.
“ah..enggak ada.. aku mana bisa sih.. pikirin cewek kalau lagi sibuk begini?? Aku gak mau pacaran dulu,” kilah Minho.
Jong malah seperti tidak percaya itu. Dulu juga Minho pernah bilang malas pacaran dulu, tapi dipertengahan syuting drama dengan Min Jung, mereka malah kepergok pacaran dan jalan bareng makan di restauran beberapa kali.
“terserah kamu sih.. kalau memang lagi kosong.. bagus kok.. manager Ban tidak akan bersusah payah berurusan dengan cewek pencemburu diluar sana jika memang dia mau men-setting kalian pacaran,” ujar Jong.
Minho hanya sibuk menggaruk kepalanya.....
                                    .........................................................................
Ho Sung sore itu berbisik pada kakaknya, Ha Neul. Dia bilang ketika mencoba masuk ke kamar kakak tertua mereka, Hyo Rin, menemukan sebuah undangan yang bertuliskan nama Lee Minho. Dia berfikir, kalau itu adalah Lee Minho aktor yang mereka idolakan. Mata Ha Neul terbelalak.
“masak sih?? Ah.. kamu pasti cuma ngayal aja deh,” kata Ha Neul, penasaran.
Ho Sung bersikeras kalau nama yang dia lihat memang tidak lain adalah aktor idola mereka. Namun Ha Neul masih tidak percaya juga.
“masak sih... eonni dapat undangan dari orang terkenal seperti itu??,” tanya Ha Neul pada adiknya itu.
Ho Sung mengangguk.
“jadi penasaran deh.. apa memang ada hubungan pertemanan antara eonni dan oppa??,” tanya Ha Neul lagi.
“aku tidak tahu, kak.. memang ada berapa sih, nama Lee Minho??,” Ho Sung jadi bertanya balik dan terkesan bingung.
Ha Neul jadi menggerutu pada adik lelakinya itu.
“kamu ke Ge Er an deh.. siapa tahu itu Lee Minho yang lain.. mungkin temannya Eonni waktu disekolah SMA atau SMP dulu,”
Ho Sung cengengesan. Lalu dia katakan kalau mereka memang hampir tidak pernah melihat kakaknya itu pacaran setelah orangtua mereka meninggal bunuh diri. Hyo Rin hanya sibuk memikirkan bagaimana dia bisa menyekolahkan kedua adiknya dan tetap bertahan hidup, banting tulang dari pagi sampai malam demi mencari uang.
“kamu terlalu banyak nonton drama Oppa,” ledek Ha Neul. Tapi Ho Sung meledek balik kalau kakak perempuannya itu juga memang sama-sama nge fans dengan Minho.

“aku cuma membayangkan, kak.. kalau memang kak Hyo Rin benar-benar diundang Hyeongje Minho,” ujar Ho Sung.
“realistis saja deh, Ho Sung.. masak iya orang sekelas kita bisa kenal aktor hebat seperti itu??,” Ha Neul jadi sok menasehati adiknya itu.
“tapi kita enggak boleh meremehkan kak Hyo Rin loh.. kakak kita itu aslinya pintar.. sayang Appa dan Eomma jahat pada kita,” balas Ho Sung.
Ho Sung memang adik lelaki yang sayang dengan kedua kakak perempuannya. Dia sering sekali menghibur mereka, terutama Hyo Rin kalau kelihatan lelah dan kurang semangat. Hidup di negeri ini bukanlah gampang, semua harus diusahakan dengan keras tanpa patah semangat. Lemah sedikit saja, kerasnya kehidupan akan memangsa mereka. Ho Sung sudah sangat trauma melihat orangtua mereka meninggalkan mereka sehingga ambruk dan tinggal dalam lingkungan kumuh. Sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sewaktu kecil sekali. Namun, takdir berkata lain.
Dia sendiri pernah melakukan percobaan bunuh diri di usia yang sangat kecil, belum sampai SMP. Dia mengingat, betapa stress nya Hyo Rin mengusahakan pengobatan sana sini bagi kesembuhan dirinya, kakaknya itu tidak ingin lagi kehilangan orang yang dicintai. Sampai Ho Sung mempunyai pikiran sendiri, kalau dia tidak ingin lagi menyakiti perasaan kakaknya itu. Dia berjanji akan melindungi kakaknya dan akan membantu bekerja kalau sudah dewasa.
“atau... itu mungkin pacar barunya kak Hyo Rin??,” tanya Ho Sung lagi.
“bisa jadi,” jawab Ha Neul sambil bergumam.
“tapi.. enggak apa juga kok.. gak pernah kan.. kita melihat Eonni pacaran?? Hidupnya terlalu sibuk buat kita,” lanjutnya lagi.
“jadi.. biarkan saja Eonni senang-senang dengan Oppa yang namanya Lee Minho itu”.
Ho Sung mengangguk saja. Dia ingin kakaknya bahagia.
Ha Neul mencubit adiknya, menandakan untuk diam, sebab ternyata Hyo Rin masuk ke rumah mereka, baru pulang sehabis berjualan sore itu. Mereka berdua mendadak diam dan tidak membicarakan lagi soal tadi.

Hyon Rin sama sekali tidak curiga kalau kedua adiknya itu sehabis gosipin dirinya. Dia santai saja duduk mengambil minum.
“kalian sudah makan??,” tanya dia pada kedua adiknya itu.
Ho Sung dan Ha Neul kompak mengangguk. Lalu Hyo Rin bertanya tentang nenek mereka. Dia masuk ke kamar dan menemukan neneknya sedang duduk.
Nenek Na Ri tahu cucunya sudah datang. Dia tersenyum.
Hyo Rin duduk lalu mencium kedua pipi neneknya.
“dagangan kita habis, Halmeoni.. syukurlah,” senyumnya, memegang tangan neneknya itu dengan lembut.
Nenek Na Ri mencoba meraba perasaan cucu tertuanya itu lewat genggaman tangan.
“sepertinya.. kamu akan bahagia sekali, Hyo Rin”.
Hyo Rin terkekeh. Dia katakan dia bahagia karena sore ini dagangan laku keras. Berarti mereka mendapatkan untung, padahal ini sudah masuk musim panas.

Sebagai seorang tua yang sudah makan asam garam dunia, Na Ri tidak begitu saja percaya dengan perkataan cucunya itu, ada yang disembunyikannya.
“sepertinya bahagiamu tidak hanya soal jualan kita laris.. mungkin ada yang lain??,” senyum nenek Na Ri dalam kegelapan kedua matanya itu.
 “cucuku sudah 20 tahun.. jadi.. kalau sedang jatuh cinta.. harusnya aku bersyukur,”
Hyo Rin lagi-lagi terkekeh. Dia ingin menyembunyikan soal rasa hatinya yang campur aduk terhadap Minho.
“ah.. halmeoni bisa saja.. aku benar-benar senang karena kue beras kita laris kok.. bukan yang lain”.
“serius bukan yang lain? Tidak seperti Hyo Rin yang nenek kira sebelumnya,” ujar Na Ri, diplomatis. Dia membuka perasaan cucunya agar terbuka.
Hyo Rin lagi-lagi cekikikan saja.
“kalau sedang jatuh cinta.. yang namanya perempuan sering sekali terkekeh dan merasa berbunga-bunga,” goda Na Ri.
Tapi Hyo Rin malah jadi tertawa keras. Tebakan neneknya itu benar. Dia pun mengaku kalau sedang suka dengan seseorang. Tampaknya, setelah Minho sama sekali tidak muncul dan bertemu lagi dengannya, dia malah jadi suka dengan cowok itu perlahan-lahan.
“memang nenek mu ini tidak perhatian ya?? Biar begini.. aku juga pernah muda,”.
Hyo Rin kembali tertawa.
“benar kan??”, tanya Na Ri lagi.
“ah... Nenek bisa saja,” kilah Hyo Rin lagi. Dia menyembunyikan perasaan dibalik tawanya.
Na Ri meminta cucunya bercerita dengan jujur. Akhirnya, Hyo Rin mengaku juga. Dia bercerita tentang Minho, apa yang dilakukan cowok itu dan bagaimana perasaan dirinya sendiri terhadap cowok itu.
Nenek itu tersenyum.
“sudah waktunya kamu memikirkan dirimu sendiri, Hyo Rin... nenek senang mendengar ini”.

Justru sebenarnya hal itu menjadi kegundahan bagi Hyo Rin. Apanya yang bahagia disukai oleh seorang aktor terkenal yang bisa saja akan banyak orang menghina dirinya yang miskin papa dan tinggal di daerah kumuh?? Bukankah itu malah akan membuat karir Minho terpuruk dan Hyo Rin akan menerima segala caci maki dan bully dari para fans?? Hal yang menurutnya sangat mustahil dan hanya akan menjadi sebuah halusinasi.
“aku tidak bisa berfikir lebih, Nek.. bahwa kita dari keluarga tidak mampu... aku melihat sendiri bagaimana mewahnya keluarga Minho... seperti kita dulu,”
“apa...kamu berfikir.. kalau Minho itu hanya mempermainkanmu??,” tanya nenek.
Hyo Rin senyum dan menggeleng, memegang lembut lagi tangan neneknya.
“tidak, Nek.. sepertinya dia orang yang baik... hanya memang... pasti aku gak bisa bersama cowok seperti dia... “.
Nenek Na Ri tidak bisa berbuat banyak. Dia faham bagaimana kesulitan hidup menimpa Hyo Rin menjadi perempuan muda yang berpikir realistis, keras dan hanya memikirkan tentang keluarga. Satu hal dijaman modern ini, tidak ada cinderella lagi.. tetapi yang ada hanyalah perempuan muda seperti Hyo Rin yang harus berjuang mempertahankan dan memperbaiki kehidupan.

“Minho memang mengundangku di pesta..aku akan tetap hadir,” kata Hyo Rin, masih bicara dengan neneknya.
Nenek Na Ri senang cucunya masih punya rasa percaya diri walau kekurangan. Dia menasehati, apapun dan bagaimanapun kesulitan hidup, dia yakin kalau cucunya itu akan sanggup menghadapi dan tidak akan meninggalkan dirinya, seperti yang orangtua Hyo Rin perbuat.
Hyo Rin memeluk neneknya, mengatakan kalau dia mencintai orangtua itu dan tidak akan berpikiran macam-macam yang buruk atau bahkan mengakhiri hidup. Dia ingin merawat dan melihat neneknya serta kedua adiknya agar sehat dan bahagia selalu.
Na Ri terharu dengan sikap dewasa cucu tertuanya itu. Tak dibayangkan jika cucunya ini tidak dewasa dan tidak tahan dengan tekanan hidup, hanya dia sendirian dan buta yang tersisa. Dia tak ingin semua cucunya tidak bahagia. Sekecil apapun kebahagiaan yang dialami oleh ketiga cucunya itu, akan membuatnya juga bahagia.
                                    .........................................................
Dikamar yang besar dan luas, Minho membaringkan dirinya. Seperti biasa, Myong, anjingnya menemaninya diatas tempat tidur.
“eh, Myong.. Eomma sudah mengundang Hyo Rin besok loh.. aku enggak kebayang..dia cantiknya seperti apa ya??,”
Myong hanya menjawab pertanyaan tuannya itu dengan gonggongan.
Minho melipat kedua tangannya di kepala menjadi bantal. Matanya menerawang pada langit-langit kamar.
Sudah empat bulan lebih semenjak syuting drama terakhir, dia tidak lagi melihat cewek itu. Penolakan Hyo Rin masih dipikirkannya. Sementara, kemarin Ban juga ternyata bicara lagi soal hubungan dirinya dengan Min Jung.

“para fans menginginkan kalian pacaran,” kata Ban dengan nada serius.
Minho sedikit menghela nafas, halus, agar tidak terdengar oleh manajemen. Min Jung bersikap seolah-olah biasa dan tidak terjadi apa-apa.
Ban bercerita kemungkinan selesai promo dan kenaikan rating drama sekitar 3 bulan ke depan. Namun, Ban berpikir, sebaiknya ada konfrensi pers kalau mereka berdua sudah pacaran saat sedang syuting drama.
Minho malas memikirkan hal itu, dia tidak ingin men-setting perasaannya. Namun, hal ini tidak juga bisa ditolak.... atau dia akan kehilangan banyak fans. Ternyata, tidak ada perang antara fans nya dengan fans Min Jung. Mereka justru merasa akan terjadi lagi CLBK (cinta lama bersemi kembali).
“kalian memang sebenarnya pasangan serasi kok,” ujar Ban lagi.
Min Jung senyum, lalu diikuti Minho. Air muka Minho ingin sekali berubah, tapi dia memanipulasi dirinya tetap santai.
“kalau memang fans tidak masalah... go ahead,” jawabnya.
 “kita sudah terbiasa bermain peran kemarin-kemarin kan.. ??,” tengoknya pada Min Jung.
Min Jung senyum saja. Dia menyadari kalau Minho sudah tidak suka padanya, hanya sebatas pertemanan saja, tapi dia tidak mengingkari juga untuk sandiwara ini. Dalam hatinya dia merasa, mungkin saja masih ada harapan bahwa Minho akan kembali padanya.

Sementara itu, di kamarnya yang kecil dan temaram, Hyo Rin membaca kembali undangan yang esok mesti dia hadiri. Dia sebenarnya ragu. Sudah pasti, dia akan bertemu dengan banyak orang kaya dan bisa saja akan menyiksa perasaannya, terlebih kalau ada yang tahu, siapa dia sebenarnya, terutama dari keluarga Minho sendiri.
Dia mengeluh sampai terdengar desahan nafasnya. Baginya, esok antara kiamat tapi juga dia harus menepati janjinya. Dia tidak ingin menjadi orang yang ingkar janji.
“aku harus memakai baju apa?? Mobil pribadi saja aku tidak punya,” keluhnya dalam hati, sambil memilin-milih rambutnya.
“rasanya.. aku enggak ngerti kenapa lama kelamaan aku jadi pikirkan Minho.. padahal sama sekali dia tidak menghubungi ku,”
Dia menopang dagu. Lalu malah sibuk menggaruk-garuk rambutnya sendiri hingga kusut.
“ah.. lebih baik besok aku pergi jualan saja!”.
Ternyata dia malah berniat ingkar janji, tidak akan hadir di pesta itu.
Dengan kesal, lalu dia membanting tubuhnya sendiri ke atas tempat tidur dan berusaha tidur nyenyak.
                                                ...............................................
Paginya...
Nenek Na Ri kaget karena ternyata Hyo Rin membatalkan niatnya untuk datang ke pesta yang diadakan Minho. Hyo Rin menceritakan sendiri, bagaimana kondisi keluarga Minho, mulai dari rumah besarnya dan apapun yang dia ingat dalam rumah besar itu.
“jadi.. kamu tidak yakin kalau mereka akan menghargaimu??,” tanya nenek Na Ri.
mian haeyo, halmeoni (maaf-red).. aku tidak ingin dihina, sengaja ataupun tidak,” jawab Hyo Rin dengan sedikit memelas.
“Nenek mengerti maksudmu,” senyum Na Ri pada cucunya.
Hyo Rin malah jadi tertawa kecil.
“aku tidak tahu, Nek.. bagaimana bergaul dengan mereka.. pasti aku akan sangat tidak percaya diri ketika mereka cerita tentang mobil baru mereka, baju atau tas terkenal ... ah.. aku enggak tahu bagaimana jadinya kalau aku disana, Nek”.
Menjadi orang yang pernah kaya, lalu mendadak jatuh miskin bahkan ditinggal orangtua, bukan hal yang mudah. Trauma masa lalu masih terus menggenang dipikiran dan perasaan cewek itu. Bisa saja dia akan sangat sedih ketika ditanya macam-macam bahkan dibully.
Dia pun memutuskan tidak pergi. Tapi berjualan seperti biasa.

Ho Sung mengetahui itu. hanya saja, dia tidak mengusahakan kakaknya untuk datang dan cukup menyimpannya dalam hati. Perasaan dan pikirannya berputar-putar, siapa sih sebenarnya lelaki yang mengundang kakaknya itu... apa benar-benar Lee Minho, aktor yang diidolakan??? Karena boleh jadi ada banyak nama Minho dan bermarga Lee di kota seoul yang besar ini.
“kakak seperti menyembunyikan siapa sebenarnya cowok yang undang dia pesta hari ini,” kata hatinya Ho Sung ketika dia membantu Hyo Rin memasukkan satu persatu kue beras basah ke dalam keranjang jualan.
Dia memperhatikan wajah kakaknya itu dalam-dalam, ketika Hyo Rin melihatnya, dia berpaling ke sisi lain agar kakaknya itu tidak tahu kalau sedang diperhatikan. Dia begitu yakin sebenarnya dalam hatinya, kalau lelaki itu memang Lee Minho aktor idolanya.

“nah, beres!,” Hyo Rin menepuk-nepuk tangannya sendiri, semuanya selesai dirapikan dan dia siap berjualan.
Ho Sung senyum ceria,”semangat ya, Kak.. aku doakan banyak laku!”.
Hyo Rin membalas dengan anggukan mantap, lalu dia keluar membawa keranjang itu ke sepedanya dan siap berjualan, keluar dari Go Ryong, daerah kumuh.
Ho Sung melambaikan tangannya pada kakaknya, Hyo Rin membalas saja dengan penuh semangat.
“aku yakin banget deh... memang kakak berteman dengan dia,” kata hatinya Ho Sung lagi, memandang Hyo Rin yang lama-lama menghilang dari gang kumuh tersebut.
                                    ...................................................
Hyo Rin mengipas-kipas badannya dengan topi bulat lebarnya. Suasana hari itu memang agak panas, musim panas akan segera datang.
“wah... hari ini belum terlalu beruntung... mungkin nanti sore akan ada banyak pembeli ditempat ini.. mungkin aku harus jalan dulu kemana gitu??,” katanya dalam hati.
Dia melihat-lihat sekeliling dan memang kelihatan sepi. Lebih baik dia pindah ke taman lain yang mungkin saja akan ada banyak anak-anak membeli kuenya.
Dia terus mengayuh sepedanya hingga disebuah taman, dimana dia pernah bertemu Minho. Dia lupa akan hal itu, yang dilihatnya hanya ramai anak-anak bermain bersama orangtua mereka.
Dia berhenti ditaman itu, berteriak-teriak menawarkan dagangannya. Beberapa anak kecil menarik-narik ibu mereka, meminta dibelikan lalu menghampirinya.
Hyo Rin bersikap ramah dengan mereka.

“hi, adik.. mau beli kue ku??,” katanya dengan senyum pada seorang anak kecil berusia kurang dari lima tahun.
Anak kecil itu mengangguk mantap, meminta pada orangtuanya dibelikan kue.
Hyo Rin mengambil dan memberikannya pada anak itu, lalu berterima kasih pada anak dan orangtuanya. Mereka lalu pergi meninggalkannya dengan membawa kue itu, kembali ke tempat mereka tadi bermain.
Dia lalu duduk dan kembali mengipas-kipas badannya yang sudah mulai gerah.
“aduh.. habis tidak ya.. dagangan hari ini?? Khawatir banget,” keluhnya dalam hati.
Dia melihat jam, baru tengah hari.
“pestanya jam 5 sore nanti,”
Dia mengingat lagi undangan itu.
“ah.. aku kan sudah putuskan enggak mau lagi mengingat itu.. gak mau lagi ingat Minho.. ah sudah deh...,”
Dia pun lalu keluar dari taman itu, mencari pembeli di tempat lain.
Dia terus mengayuh sepedanya...
                                   
“Kenapa rasanya aku tidak yakin kalau Hyo Rin itu akan datang ke pesta ku ya, Myong?? Kamu ngerasa yang sama enggak sih??,” keluh Minho lagi lagi pada anjingnya itu.
Tentu saja, Myong hanya menjawab dengan gonggongan.
Minho bangun dari tempat tidurnya, lalu menarik cardigan yang digantung.
“eh.. ayo jalan.. ku belikan kamu makanan...aku bosan dikamar!,”
Dia mencolek badan Myong sedikit, anjing itu pun berdiri lalu mengikuti kemana tuannya pergi.
                                                .........................................
Hyo Rin terus saja mengayuh sepedanya sambil sesekali berteriak menawarkan dagangannya. Hari itu, dirasanya agak sedikit sepi, tidak sebanyak hari-hari kemarin yang cepat laku.
Merasa kelelahan, lalu dia mencari taman dan kembali duduk beristirahat.
Dia menunduk mengipas-kipas kepalanya yang sedari tadi kepanasan.
“sepertinya musim panas nanti akan banget banget panasnya deh... harus banyak minum jangan sampai kecapean,” katanya dalam hati.
Dia terus kipas-kipas.. sampai dia tidak merasa, di depannya ada seseorang... yang dilihat hanya kaki panjang di depannya.
“Hi Miss Sun Hyo Rin.. kemana saja???,” tanya suara itu yang ternyata seorang lelaki.
Hyo Rin diam sejenak... dia masih menunduk, menahan sinar matahari, hanya melihat kaki panjang itu yang memakai sepatu mahal, lalu berusaha mengingat.. suara siapa itu..
“Min..ho???,” katanya dalam hati.
Dia lalu memberanikan diri mengangkat kepalanya pelan-pelan.
Seorang cowok, yang ternyata bernama Lee Minho, memakai cardigan biru muda, celana panjang denim, sepatu keren dan kaca mata hitam merk terkenal berdiri di depannya dengan senyum.
Hi.. olenmanieyo, Hyo Rin... how are you??,” senyum manis Minho padanya.

Hyo Rin malah jadi sedikit tercengang dan gelagapan.
“eh.. ah.. aku baik, hehehehe,”
Dia berdiri dan cengengesan menjawab pertanyaan Minho.
Minho masih senyum padanya.
“jadi.. tidak memenuhi undanganku???,”
Hyo Rin menunduk-nunduk menghormat minta maaf pada Minho. Dia memang jujur mengatakan tidak bisa datang.
“Kenapa??,” tanya Minho dengan senyumnya.
Hyo Rin malah menjawab dengan menggaruk kepalanya.
“ah.. maafkan aku, Minho... aku...,”
“kamu kenapa???,” tanya Minho, suaranya sudah mulai serius dan senyumnya menghilang.
Hyo Rin masih menjawab dengan gaya ngeles dan merasa tak bersalah.
“aku.. hehehe”
Lalu dia diam. Tapi Minho menunggu jawabannya dan bertanya lagi, ada apa dengannya.
“aku... enggak punya baju pesta yang baru,” jawab Hyo Rin dengan menggaruk kepalanya.
Minho menaikkan satu alisnya dibalik kacamata hitamnya.
“Oh.. cuma karena enggak punya baju... okay”.
Lalu mendadak dia menarik tangan Hyo Rin dengan tergesa-gesa.
Hyo Rin kaget, Minho memperlakukannya seperti itu.
“Hey, Minho.. lepasin tanganku! Nanti aku teriak nih ya!! Apa apaan sih kamu!!”.
“kalau mau teriak, teriak saja.. aku kan mau belikan kamu baju.. katanya enggak punya baju pesta..,” jawab Minho santai, dia masih menarik kencang tangan Hyo Rin agar mengikuti langkahnya.
Hro Rin berusaha menahan tarikan tangan Minho dan menahan dirinya juga, supaya Minho berhenti.
“Hey.. daganganku... sepedaku.. !! lepasin, ah!!!,”
“enggak!,” balas Minho, dia baru menoleh pada cewek itu.
“bawa saja sepedamu, kita pergi cari baju”.
“enggak.. aku enggak mau hutang budi padamu,” balas Hyo Rin. Dia lalu berjalan menuju sepedanya, Minho mengikuti dari belakang.
Tapi Minho malah menggenggam stang sepeda Hyo Rin dan membawanya.
“Minho.. kamu apa-apaan sih!! Aku kan gak bisa pergi ke pestamu..”
Dengan masih cuek, Minho membawa sepeda itu menuju tempat parkiran, diangkatnya dengan mudah sepeda ringan itu.
“Hey.. itu sepedaku.. daganganku!!,” teriak Hyo Rin.
Tapi Minho cuek saja. Dia melempar sepeda itu ke atas mobilnya yang dibelakangnya bisa memuat bagasi.
“daganganku bisa hancur!,” teriak Hyo Rin.
Minho malah membuka pintu dan mendorongnya ke dalam mobil.
“masuk saja.. nanti sisa kue mu, ku bawa ke pesta ku..,” ujarnya santai pada cewek itu.
“eh.. enggak bisa.. enak saja,” teriak Hyo Rin dari dalam mobil.
Minho sudah terlanjur mengunci pintu sebelah tempat Hyo Rin duduk. Myong langsung loncat ke bagian belakang mobil, termpat sepeda ditaruh di bagasi.
Minho lalu masuk ke dalam mobilnya sendiri.
“kita beli baju untuk mu..supaya kamu bisa pergi ke pestaku...”
“aku gak mau!,” bentak Hyo Rin.
Minho menoleh padanya.
“eh..sudah jangan cerewet... mobil sudah jalan... atau ku lempar kamu keluar mobil ini”, ujarnya dengan suara tegas.
Hyo Rin hanya diam, melipat tangannya.. dalam hatinya kesal sekali...kenapa dia harus bertemu lagi.. padahal, dia berharap tidak akan ketemu lagi dengan Minho...


Bersambung ke part 7...