Cerita ini hanya imajinasi saja kok.. jangan dimasukkan ke hati banget...
“Roh Min Jung membuatku kesal.. dia
seperti membuat isyarat kalau kami bisa saja pacaran lagi,” keluh Minho pada
Jong Seol, temannya.
“aku sih... sudah merasa banget sikapnya
seperti itu ketika kalian syuting.. kamu masih tidak sadar juga??,” tanya balik
sahabat Minho itu.
Minho langsung duduk di kursi yang
didepannya banyak koleksi majalah bertumpuk. Dia membuka satu persatu majalah
tersebut, percakapan terhenti sejenak.
“tahu kok.. sadar banget,” balas Minho
singkat.
“dan... manager Ban sendiri.. aku rasa
juga menginginkan itu.. seperti biasa.. kalian memang sebenarnya cocok kok,”
ujar Jong Seol.
Minho berkata kalau staff manajemennya
sering memang mengunduh foto mereka yang sedang syuting bersama dan ceria.
Wajah Minho memang terlihat ceria di banyak foto itu, namun sekali lagi dia
katakan, dia memang sedang ceria, bukan karena Min Jung ada disampingnya.
“kamu kan tahu sifatku,” katanya pada Jong
Seol.
Jong tertawa lebar.
“ya.. aku tahu.. tapi kalau untuk urusan
cewek.. berapa kali kamu tidak bilang padaku.. lantas tahu-tahu kalian
pacaran?? Begitu juga soal hubungan dulu kamu dengan dia kan?? Hahahaha”
“kamu kan kesannya gampang banget cinlok (cinta lokasi)... makanya fans
juga menyangka seperti itu... ,”
Minho menutup majalah yang sedang
dibacanya, diletakkan diatas meja, tapi terkesan dibanting.
Jong Seol hanya mentertawakannya.
“jujur saja, Minho.. kalau kamu sedang
pacaran.. seperti lupa diri”, sindirnya.
“tapi aku rasa... kali ini tidak,” balas
Minho. Dia ingin menceritakan sebenarnya tentang Hyo Rin, tapi menurutnya belum
saat yang tepat. Dia mempertimbangkan asal usul cewek itu yang bisa sangat
menganggu pikiran manajemen dan fans.
“pacaran kali ini... kalian akan membuat
pernyataan dimedia,” kata Jong.
“menurutmu.. aku harus pacaran karena
proses drama ini??,” tanya Minho. Dia ingin mengetahui apa jawaban sahabatnya
itu.
Dan memang benar saja, Jong mengiyakan.
Tapi Minho merasa terhina dengan sikap seperti itu, dia tidak ingin mengulangi
kesalahan yang sama. Dulu memang dia suka dengan Min Jung tidak terkesan sebuah
setting, namun ketika manager cewek itu bermasalah dengan manajemennya, Minho
marah dan lekas memutuskan pacaran mereka. Min Jung dianggapnya walau baik dan
terkesan polos, baginya manipulatif karena memanfaatkan kenaikan karirnya.
Jong tahu sahabatnya itu masih mengingat
peristiwa pengkhianatan karir.
“kalian tidak perlu bersaing lagi... sudah
sama-sama aktor dan aktris berbayar mahal kan??,” tanya Jong.
Pertanyaan Jong seperti menyindir Minho.
Dunia keartisan memang bisa dikatakan kejam, tidak berbeda dengan dunia kerja
lain pada umumnya. Orang hanya menilai sepertinya enak menjadi seorang artis:
terkenal, penuh dengan kemewahan. Tapi pada kenyataannya, jika semakin
terkenal, semua semakin terkekang dan semakin bekerja keras, juga meningkatkan
kemampuan diri. Bukan hal yang mudah. Semua terlihat indah karena hanya dari
sisi luar saja.
“kalau ternyata harus setting-an..
bagaimana??,” Jong malah makin iseng pada Minho.
Senyap lagi suasana seputar ruangan itu
sebentar saja. Minho berpikir dalam.
“kamu memancing ku,” balas Minho.
Jong tertawa. Jong memang aktor cerdas.
Baginya, sahabat seperti keluarga sendiri dan dia sudah anggap Minho bagian
keluarganya.
“kamu sebenarnya enggak ngarep Min Jung
lagi kan??,”
“memang aku bisa ya.. kalau sudah seperti
itu.. balik lagi??,” tanya balik Minho.
Jong tertawa. Minho memang bukan cowok
yang mau kembali lagi ke cewek yang sama kalau sudah disakiti, walau dia bisa
saja berteman, tetapi menjaga jarak sekali.
“ya.. baiklah, baiklah Minho.. aku tahu...
hanya antisipasi.. gimana jadinya kalau semua setting-an.. dan ketika promosi
sudah habis.. kalian berpisah lagi,” ujar Jong.
Minho berpikir hal itu gila. Tapi Jong
menimpali, bukankah hal itu sudah pernah dilakukan baik pada Min Jung maupun Su
Na??
“dengan Su Na.. kentara sekali setting-an
kalian... selesai drama dan promosi.. secepat itu, bubar juga kalian,”
“aku kan hanya pura-pura saja memegang
tangan dia..sesuai skenario cerita,” balas Minho dengan entengnya.
Dia memang janji pada Yo Su Na kalau itu
semua hanya setting-an dan dia tidak akan menyatakan rasa suka atau cintanya
secara mendalam. Adapun waktu itu jika mereka makan bareng, itu hanya berupa
skenario agar fans juga tidak terlalu panas karena masih terbawa suasana drama
yang begitu melankolis dan berharap dalam peran itu akan teruwjud pula di dunia
nyata. Maka demi rating, Minho dan Su Na pun pura-pura berpacaran.
“setting-an saja kamu pinter banget..
apalagi gak,” tawa Jong memenuhi seluruh ruangan itu.
Minho hanya bisa senyum lebar. Dia memang
termasuk kategori cowok pandai menyenangkan pacar, walau juga harus dibayar
sama oleh sang pacar.
Jong bertanya lagi, apa sebenarnya diluar
sana.. Minho naksir seseorang?
Minho menyembunyikan itu. Dia tetap
berhati-hati. Bagaimanapun, dia tidak bisa memberitahukan pada sahabatnya itu
kalau yang dia suka adalah cewek yang sangat sangat sederhana dan bukan seorang
dari dunia entertain, walaupun dulu adalah anak orang kaya. Dia ingin menyimpan
itu dulu, sampai perasaannya lebih mantap mengetahui apakah Hyo Rin benar-benar
menyukainya.
“ah..enggak ada.. aku mana bisa sih..
pikirin cewek kalau lagi sibuk begini?? Aku gak mau pacaran dulu,” kilah Minho.
Jong malah seperti tidak percaya itu. Dulu
juga Minho pernah bilang malas pacaran dulu, tapi dipertengahan syuting drama
dengan Min Jung, mereka malah kepergok pacaran dan jalan bareng makan di
restauran beberapa kali.
“terserah kamu sih.. kalau memang lagi
kosong.. bagus kok.. manager Ban tidak akan bersusah payah berurusan dengan
cewek pencemburu diluar sana jika memang dia mau men-setting kalian pacaran,”
ujar Jong.
Minho hanya sibuk menggaruk kepalanya.....
.........................................................................
Ho Sung sore itu berbisik pada kakaknya,
Ha Neul. Dia bilang ketika mencoba masuk ke kamar kakak tertua mereka, Hyo Rin,
menemukan sebuah undangan yang bertuliskan nama Lee Minho. Dia berfikir, kalau
itu adalah Lee Minho aktor yang mereka idolakan. Mata Ha Neul terbelalak.
“masak sih?? Ah.. kamu pasti cuma ngayal
aja deh,” kata Ha Neul, penasaran.
Ho Sung bersikeras kalau nama yang dia
lihat memang tidak lain adalah aktor idola mereka. Namun Ha Neul masih tidak
percaya juga.
“masak sih... eonni dapat undangan dari
orang terkenal seperti itu??,” tanya Ha Neul pada adiknya itu.
Ho Sung mengangguk.
“jadi penasaran deh.. apa memang ada
hubungan pertemanan antara eonni dan oppa??,” tanya Ha Neul lagi.
“aku tidak tahu, kak.. memang ada berapa
sih, nama Lee Minho??,” Ho Sung jadi bertanya balik dan terkesan bingung.
Ha Neul jadi menggerutu pada adik
lelakinya itu.
“kamu ke Ge Er an deh.. siapa tahu itu Lee Minho yang lain.. mungkin
temannya Eonni waktu disekolah SMA atau SMP dulu,”
Ho Sung cengengesan. Lalu dia katakan
kalau mereka memang hampir tidak pernah melihat kakaknya itu pacaran setelah
orangtua mereka meninggal bunuh diri. Hyo Rin hanya sibuk memikirkan bagaimana
dia bisa menyekolahkan kedua adiknya dan tetap bertahan hidup, banting tulang
dari pagi sampai malam demi mencari uang.
“kamu terlalu banyak nonton drama Oppa,”
ledek Ha Neul. Tapi Ho Sung meledek balik kalau kakak perempuannya itu juga
memang sama-sama nge fans dengan Minho.
“aku cuma membayangkan, kak.. kalau memang
kak Hyo Rin benar-benar diundang Hyeongje
Minho,” ujar Ho Sung.
“realistis saja deh, Ho Sung.. masak iya
orang sekelas kita bisa kenal aktor hebat seperti itu??,” Ha Neul jadi sok
menasehati adiknya itu.
“tapi kita enggak boleh meremehkan kak Hyo
Rin loh.. kakak kita itu aslinya pintar.. sayang Appa dan Eomma jahat pada
kita,” balas Ho Sung.
Ho Sung memang adik lelaki yang sayang
dengan kedua kakak perempuannya. Dia sering sekali menghibur mereka, terutama
Hyo Rin kalau kelihatan lelah dan kurang semangat. Hidup di negeri ini bukanlah
gampang, semua harus diusahakan dengan keras tanpa patah semangat. Lemah
sedikit saja, kerasnya kehidupan akan memangsa mereka. Ho Sung sudah sangat
trauma melihat orangtua mereka meninggalkan mereka sehingga ambruk dan tinggal
dalam lingkungan kumuh. Sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sewaktu kecil
sekali. Namun, takdir berkata lain.
Dia sendiri pernah melakukan percobaan
bunuh diri di usia yang sangat kecil, belum sampai SMP. Dia mengingat, betapa stress
nya Hyo Rin mengusahakan pengobatan sana sini bagi kesembuhan dirinya, kakaknya
itu tidak ingin lagi kehilangan orang yang dicintai. Sampai Ho Sung mempunyai
pikiran sendiri, kalau dia tidak ingin lagi menyakiti perasaan kakaknya itu.
Dia berjanji akan melindungi kakaknya dan akan membantu bekerja kalau sudah
dewasa.
“atau... itu mungkin pacar barunya kak Hyo
Rin??,” tanya Ho Sung lagi.
“bisa jadi,” jawab Ha Neul sambil
bergumam.
“tapi.. enggak apa juga kok.. gak pernah
kan.. kita melihat Eonni pacaran?? Hidupnya terlalu sibuk buat kita,” lanjutnya
lagi.
“jadi.. biarkan saja Eonni senang-senang
dengan Oppa yang namanya Lee Minho itu”.
Ho Sung mengangguk saja. Dia ingin
kakaknya bahagia.
Ha Neul mencubit adiknya, menandakan untuk
diam, sebab ternyata Hyo Rin masuk ke rumah mereka, baru pulang sehabis
berjualan sore itu. Mereka berdua mendadak diam dan tidak membicarakan lagi
soal tadi.
Hyon Rin sama sekali tidak curiga kalau
kedua adiknya itu sehabis gosipin dirinya. Dia santai saja duduk mengambil minum.
“kalian sudah makan??,” tanya dia pada
kedua adiknya itu.
Ho Sung dan Ha Neul kompak mengangguk.
Lalu Hyo Rin bertanya tentang nenek mereka. Dia masuk ke kamar dan menemukan
neneknya sedang duduk.
Nenek Na Ri tahu cucunya sudah datang. Dia
tersenyum.
Hyo Rin duduk lalu mencium kedua pipi
neneknya.
“dagangan kita habis, Halmeoni.. syukurlah,” senyumnya, memegang tangan neneknya itu
dengan lembut.
Nenek Na Ri mencoba meraba perasaan cucu
tertuanya itu lewat genggaman tangan.
“sepertinya.. kamu akan bahagia sekali,
Hyo Rin”.
Hyo Rin terkekeh. Dia katakan dia bahagia
karena sore ini dagangan laku keras. Berarti mereka mendapatkan untung, padahal
ini sudah masuk musim panas.
Sebagai seorang tua yang sudah makan asam
garam dunia, Na Ri tidak begitu saja percaya dengan perkataan cucunya itu, ada
yang disembunyikannya.
“sepertinya bahagiamu tidak hanya soal
jualan kita laris.. mungkin ada yang lain??,” senyum nenek Na Ri dalam
kegelapan kedua matanya itu.
“cucuku
sudah 20 tahun.. jadi.. kalau sedang jatuh cinta.. harusnya aku bersyukur,”
Hyo Rin lagi-lagi terkekeh. Dia ingin
menyembunyikan soal rasa hatinya yang campur aduk terhadap Minho.
“ah.. halmeoni bisa saja.. aku benar-benar
senang karena kue beras kita laris kok.. bukan yang lain”.
“serius bukan yang lain? Tidak seperti Hyo
Rin yang nenek kira sebelumnya,” ujar Na Ri, diplomatis. Dia membuka perasaan
cucunya agar terbuka.
Hyo Rin lagi-lagi cekikikan saja.
“kalau sedang jatuh cinta.. yang namanya
perempuan sering sekali terkekeh dan merasa berbunga-bunga,” goda Na Ri.
Tapi Hyo Rin malah jadi tertawa keras.
Tebakan neneknya itu benar. Dia pun mengaku kalau sedang suka dengan seseorang.
Tampaknya, setelah Minho sama sekali tidak muncul dan bertemu lagi dengannya,
dia malah jadi suka dengan cowok itu perlahan-lahan.
“memang nenek mu ini tidak perhatian ya??
Biar begini.. aku juga pernah muda,”.
Hyo Rin kembali tertawa.
“benar kan??”, tanya Na Ri lagi.
“ah... Nenek bisa saja,” kilah Hyo Rin
lagi. Dia menyembunyikan perasaan dibalik tawanya.
Na Ri meminta cucunya bercerita dengan
jujur. Akhirnya, Hyo Rin mengaku juga. Dia bercerita tentang Minho, apa yang
dilakukan cowok itu dan bagaimana perasaan dirinya sendiri terhadap cowok itu.
Nenek itu tersenyum.
“sudah waktunya kamu memikirkan dirimu
sendiri, Hyo Rin... nenek senang mendengar ini”.
Justru sebenarnya hal itu menjadi
kegundahan bagi Hyo Rin. Apanya yang bahagia disukai oleh seorang aktor
terkenal yang bisa saja akan banyak orang menghina dirinya yang miskin papa dan
tinggal di daerah kumuh?? Bukankah itu malah akan membuat karir Minho terpuruk
dan Hyo Rin akan menerima segala caci maki dan bully dari para fans?? Hal yang
menurutnya sangat mustahil dan hanya akan menjadi sebuah halusinasi.
“aku tidak bisa berfikir lebih, Nek..
bahwa kita dari keluarga tidak mampu... aku melihat sendiri bagaimana mewahnya
keluarga Minho... seperti kita dulu,”
“apa...kamu berfikir.. kalau Minho itu
hanya mempermainkanmu??,” tanya nenek.
Hyo Rin senyum dan menggeleng, memegang
lembut lagi tangan neneknya.
“tidak, Nek.. sepertinya dia orang yang
baik... hanya memang... pasti aku gak bisa bersama cowok seperti dia... “.
Nenek Na Ri tidak bisa berbuat banyak. Dia
faham bagaimana kesulitan hidup menimpa Hyo Rin menjadi perempuan muda yang
berpikir realistis, keras dan hanya memikirkan tentang keluarga. Satu hal
dijaman modern ini, tidak ada cinderella lagi.. tetapi yang ada hanyalah
perempuan muda seperti Hyo Rin yang harus berjuang mempertahankan dan
memperbaiki kehidupan.
“Minho memang mengundangku di pesta..aku
akan tetap hadir,” kata Hyo Rin, masih bicara dengan neneknya.
Nenek Na Ri senang cucunya masih punya
rasa percaya diri walau kekurangan. Dia menasehati, apapun dan bagaimanapun
kesulitan hidup, dia yakin kalau cucunya itu akan sanggup menghadapi dan tidak
akan meninggalkan dirinya, seperti yang orangtua Hyo Rin perbuat.
Hyo Rin memeluk neneknya, mengatakan kalau
dia mencintai orangtua itu dan tidak akan berpikiran macam-macam yang buruk
atau bahkan mengakhiri hidup. Dia ingin merawat dan melihat neneknya serta
kedua adiknya agar sehat dan bahagia selalu.
Na Ri terharu dengan sikap dewasa cucu
tertuanya itu. Tak dibayangkan jika cucunya ini tidak dewasa dan tidak tahan
dengan tekanan hidup, hanya dia sendirian dan buta yang tersisa. Dia tak ingin
semua cucunya tidak bahagia. Sekecil apapun kebahagiaan yang dialami oleh
ketiga cucunya itu, akan membuatnya juga bahagia.
.........................................................
Dikamar yang besar dan luas, Minho
membaringkan dirinya. Seperti biasa, Myong, anjingnya menemaninya diatas tempat
tidur.
“eh, Myong.. Eomma sudah mengundang Hyo
Rin besok loh.. aku enggak kebayang..dia cantiknya seperti apa ya??,”
Myong hanya menjawab pertanyaan tuannya
itu dengan gonggongan.
Minho melipat kedua tangannya di kepala
menjadi bantal. Matanya menerawang pada langit-langit kamar.
Sudah empat bulan lebih semenjak syuting
drama terakhir, dia tidak lagi melihat cewek itu. Penolakan Hyo Rin masih
dipikirkannya. Sementara, kemarin Ban juga ternyata bicara lagi soal hubungan
dirinya dengan Min Jung.
“para fans menginginkan kalian pacaran,”
kata Ban dengan nada serius.
Minho sedikit menghela nafas, halus, agar
tidak terdengar oleh manajemen. Min Jung bersikap seolah-olah biasa dan tidak
terjadi apa-apa.
Ban bercerita kemungkinan selesai promo
dan kenaikan rating drama sekitar 3 bulan ke depan. Namun, Ban berpikir,
sebaiknya ada konfrensi pers kalau mereka berdua sudah pacaran saat sedang
syuting drama.
Minho malas memikirkan hal itu, dia tidak
ingin men-setting perasaannya. Namun, hal ini tidak juga bisa ditolak.... atau
dia akan kehilangan banyak fans. Ternyata, tidak ada perang antara fans nya
dengan fans Min Jung. Mereka justru merasa akan terjadi lagi CLBK (cinta lama
bersemi kembali).
“kalian memang sebenarnya pasangan serasi
kok,” ujar Ban lagi.
Min Jung senyum, lalu diikuti Minho. Air
muka Minho ingin sekali berubah, tapi dia memanipulasi dirinya tetap santai.
“kalau memang fans tidak masalah... go ahead,” jawabnya.
“kita
sudah terbiasa bermain peran kemarin-kemarin kan.. ??,” tengoknya pada Min
Jung.
Min Jung senyum saja. Dia menyadari kalau
Minho sudah tidak suka padanya, hanya sebatas pertemanan saja, tapi dia tidak
mengingkari juga untuk sandiwara ini. Dalam hatinya dia merasa, mungkin saja
masih ada harapan bahwa Minho akan kembali padanya.
Sementara itu, di kamarnya yang kecil dan
temaram, Hyo Rin membaca kembali undangan yang esok mesti dia hadiri. Dia
sebenarnya ragu. Sudah pasti, dia akan bertemu dengan banyak orang kaya dan
bisa saja akan menyiksa perasaannya, terlebih kalau ada yang tahu, siapa dia
sebenarnya, terutama dari keluarga Minho sendiri.
Dia mengeluh sampai terdengar desahan
nafasnya. Baginya, esok antara kiamat tapi juga dia harus menepati janjinya.
Dia tidak ingin menjadi orang yang ingkar janji.
“aku harus memakai baju apa?? Mobil
pribadi saja aku tidak punya,” keluhnya dalam hati, sambil memilin-milih
rambutnya.
“rasanya.. aku enggak ngerti kenapa lama
kelamaan aku jadi pikirkan Minho.. padahal sama sekali dia tidak menghubungi
ku,”
Dia menopang dagu. Lalu malah sibuk menggaruk-garuk
rambutnya sendiri hingga kusut.
“ah.. lebih baik besok aku pergi jualan
saja!”.
Ternyata dia malah berniat ingkar janji,
tidak akan hadir di pesta itu.
Dengan kesal, lalu dia membanting tubuhnya
sendiri ke atas tempat tidur dan berusaha tidur nyenyak.
...............................................
Paginya...
Nenek Na Ri kaget karena ternyata Hyo Rin
membatalkan niatnya untuk datang ke pesta yang diadakan Minho. Hyo Rin
menceritakan sendiri, bagaimana kondisi keluarga Minho, mulai dari rumah
besarnya dan apapun yang dia ingat dalam rumah besar itu.
“jadi.. kamu tidak yakin kalau mereka akan
menghargaimu??,” tanya nenek Na Ri.
“mian
haeyo, halmeoni (maaf-red).. aku tidak ingin dihina, sengaja ataupun
tidak,” jawab Hyo Rin dengan sedikit memelas.
“Nenek mengerti maksudmu,” senyum Na Ri
pada cucunya.
Hyo Rin malah jadi tertawa kecil.
“aku tidak tahu, Nek.. bagaimana bergaul
dengan mereka.. pasti aku akan sangat tidak percaya diri ketika mereka cerita
tentang mobil baru mereka, baju atau tas terkenal ... ah.. aku enggak tahu
bagaimana jadinya kalau aku disana, Nek”.
Menjadi orang yang pernah kaya, lalu
mendadak jatuh miskin bahkan ditinggal orangtua, bukan hal yang mudah. Trauma
masa lalu masih terus menggenang dipikiran dan perasaan cewek itu. Bisa saja
dia akan sangat sedih ketika ditanya macam-macam bahkan dibully.
Dia pun memutuskan tidak pergi. Tapi
berjualan seperti biasa.
Ho Sung mengetahui itu. hanya saja, dia
tidak mengusahakan kakaknya untuk datang dan cukup menyimpannya dalam hati. Perasaan
dan pikirannya berputar-putar, siapa sih sebenarnya lelaki yang mengundang
kakaknya itu... apa benar-benar Lee Minho, aktor yang diidolakan??? Karena
boleh jadi ada banyak nama Minho dan bermarga Lee di kota seoul yang besar ini.
“kakak seperti menyembunyikan siapa
sebenarnya cowok yang undang dia pesta hari ini,” kata hatinya Ho Sung ketika
dia membantu Hyo Rin memasukkan satu persatu kue beras basah ke dalam keranjang
jualan.
Dia memperhatikan wajah kakaknya itu
dalam-dalam, ketika Hyo Rin melihatnya, dia berpaling ke sisi lain agar
kakaknya itu tidak tahu kalau sedang diperhatikan. Dia begitu yakin sebenarnya
dalam hatinya, kalau lelaki itu memang Lee Minho aktor idolanya.
“nah, beres!,” Hyo Rin menepuk-nepuk
tangannya sendiri, semuanya selesai dirapikan dan dia siap berjualan.
Ho Sung senyum ceria,”semangat ya, Kak..
aku doakan banyak laku!”.
Hyo Rin membalas dengan anggukan mantap,
lalu dia keluar membawa keranjang itu ke sepedanya dan siap berjualan, keluar
dari Go Ryong, daerah kumuh.
Ho Sung melambaikan tangannya pada
kakaknya, Hyo Rin membalas saja dengan penuh semangat.
“aku yakin banget deh... memang kakak berteman
dengan dia,” kata hatinya Ho Sung lagi, memandang Hyo Rin yang lama-lama
menghilang dari gang kumuh tersebut.
...................................................
Hyo Rin mengipas-kipas badannya dengan
topi bulat lebarnya. Suasana hari itu memang agak panas, musim panas akan
segera datang.
“wah... hari ini belum terlalu
beruntung... mungkin nanti sore akan ada banyak pembeli ditempat ini.. mungkin
aku harus jalan dulu kemana gitu??,” katanya dalam hati.
Dia melihat-lihat sekeliling dan memang
kelihatan sepi. Lebih baik dia pindah ke taman lain yang mungkin saja akan ada
banyak anak-anak membeli kuenya.
Dia terus mengayuh sepedanya hingga
disebuah taman, dimana dia pernah bertemu Minho. Dia lupa akan hal itu, yang
dilihatnya hanya ramai anak-anak bermain bersama orangtua mereka.
Dia berhenti ditaman itu, berteriak-teriak
menawarkan dagangannya. Beberapa anak kecil menarik-narik ibu mereka, meminta
dibelikan lalu menghampirinya.
Hyo Rin bersikap ramah dengan mereka.
“hi, adik.. mau beli kue ku??,” katanya
dengan senyum pada seorang anak kecil berusia kurang dari lima tahun.
Anak kecil itu mengangguk mantap, meminta
pada orangtuanya dibelikan kue.
Hyo Rin mengambil dan memberikannya pada
anak itu, lalu berterima kasih pada anak dan orangtuanya. Mereka lalu pergi
meninggalkannya dengan membawa kue itu, kembali ke tempat mereka tadi bermain.
Dia lalu duduk dan kembali mengipas-kipas badannya
yang sudah mulai gerah.
“aduh.. habis tidak ya.. dagangan hari
ini?? Khawatir banget,” keluhnya dalam hati.
Dia melihat jam, baru tengah hari.
“pestanya jam 5 sore nanti,”
Dia mengingat lagi undangan itu.
“ah.. aku kan sudah putuskan enggak mau lagi
mengingat itu.. gak mau lagi ingat Minho.. ah sudah deh...,”
Dia pun lalu keluar dari taman itu,
mencari pembeli di tempat lain.
Dia terus mengayuh sepedanya...
“Kenapa rasanya aku tidak yakin kalau Hyo
Rin itu akan datang ke pesta ku ya, Myong?? Kamu ngerasa yang sama enggak
sih??,” keluh Minho lagi lagi pada anjingnya itu.
Tentu saja, Myong hanya menjawab dengan
gonggongan.
Minho bangun dari tempat tidurnya, lalu
menarik cardigan yang digantung.
“eh.. ayo jalan.. ku belikan kamu
makanan...aku bosan dikamar!,”
Dia mencolek badan Myong sedikit, anjing
itu pun berdiri lalu mengikuti kemana tuannya pergi.
.........................................
Hyo Rin terus saja mengayuh sepedanya
sambil sesekali berteriak menawarkan dagangannya. Hari itu, dirasanya agak
sedikit sepi, tidak sebanyak hari-hari kemarin yang cepat laku.
Merasa kelelahan, lalu dia mencari taman
dan kembali duduk beristirahat.
Dia menunduk mengipas-kipas kepalanya yang
sedari tadi kepanasan.
“sepertinya musim panas nanti akan banget
banget panasnya deh... harus banyak minum jangan sampai kecapean,” katanya
dalam hati.
Dia terus kipas-kipas.. sampai dia tidak
merasa, di depannya ada seseorang... yang dilihat hanya kaki panjang di
depannya.
“Hi Miss Sun Hyo Rin.. kemana saja???,”
tanya suara itu yang ternyata seorang lelaki.
Hyo Rin diam sejenak... dia masih
menunduk, menahan sinar matahari, hanya melihat kaki panjang itu yang memakai
sepatu mahal, lalu berusaha mengingat.. suara siapa itu..
“Min..ho???,” katanya dalam hati.
Dia lalu memberanikan diri mengangkat
kepalanya pelan-pelan.
Seorang cowok, yang ternyata bernama Lee
Minho, memakai cardigan biru muda, celana panjang denim, sepatu keren dan kaca
mata hitam merk terkenal berdiri di depannya dengan senyum.
“Hi..
olenmanieyo, Hyo Rin... how are you??,”
senyum manis Minho padanya.
Hyo Rin malah jadi sedikit tercengang dan
gelagapan.
“eh.. ah.. aku baik, hehehehe,”
Dia berdiri dan cengengesan menjawab
pertanyaan Minho.
Minho masih senyum padanya.
“jadi.. tidak memenuhi undanganku???,”
Hyo Rin menunduk-nunduk menghormat minta
maaf pada Minho. Dia memang jujur mengatakan tidak bisa datang.
“Kenapa??,” tanya Minho dengan senyumnya.
Hyo Rin malah menjawab dengan menggaruk
kepalanya.
“ah.. maafkan aku, Minho... aku...,”
“kamu kenapa???,” tanya Minho, suaranya
sudah mulai serius dan senyumnya menghilang.
Hyo Rin masih menjawab dengan gaya ngeles
dan merasa tak bersalah.
“aku.. hehehe”
Lalu dia diam. Tapi Minho menunggu
jawabannya dan bertanya lagi, ada apa dengannya.
“aku... enggak punya baju pesta yang
baru,” jawab Hyo Rin dengan menggaruk kepalanya.
Minho menaikkan satu alisnya dibalik
kacamata hitamnya.
“Oh.. cuma karena enggak punya baju...
okay”.
Lalu mendadak dia menarik tangan Hyo Rin
dengan tergesa-gesa.
Hyo Rin kaget, Minho memperlakukannya
seperti itu.
“Hey, Minho.. lepasin tanganku! Nanti aku
teriak nih ya!! Apa apaan sih kamu!!”.
“kalau mau teriak, teriak saja.. aku kan
mau belikan kamu baju.. katanya enggak punya baju pesta..,” jawab Minho santai,
dia masih menarik kencang tangan Hyo Rin agar mengikuti langkahnya.
Hro Rin berusaha menahan tarikan tangan
Minho dan menahan dirinya juga, supaya Minho berhenti.
“Hey.. daganganku... sepedaku.. !!
lepasin, ah!!!,”
“enggak!,” balas Minho, dia baru menoleh
pada cewek itu.
“bawa saja sepedamu, kita pergi cari
baju”.
“enggak.. aku enggak mau hutang budi
padamu,” balas Hyo Rin. Dia lalu berjalan menuju sepedanya, Minho mengikuti
dari belakang.
Tapi Minho malah menggenggam stang sepeda
Hyo Rin dan membawanya.
“Minho.. kamu apa-apaan sih!! Aku kan gak
bisa pergi ke pestamu..”
Dengan masih cuek, Minho membawa sepeda
itu menuju tempat parkiran, diangkatnya dengan mudah sepeda ringan itu.
“Hey.. itu sepedaku.. daganganku!!,”
teriak Hyo Rin.
Tapi Minho cuek saja. Dia melempar sepeda
itu ke atas mobilnya yang dibelakangnya bisa memuat bagasi.
“daganganku bisa hancur!,” teriak Hyo Rin.
Minho malah membuka pintu dan mendorongnya
ke dalam mobil.
“masuk saja.. nanti sisa kue mu, ku bawa
ke pesta ku..,” ujarnya santai pada cewek itu.
“eh.. enggak bisa.. enak saja,” teriak Hyo
Rin dari dalam mobil.
Minho sudah terlanjur mengunci pintu
sebelah tempat Hyo Rin duduk. Myong langsung loncat ke bagian belakang mobil,
termpat sepeda ditaruh di bagasi.
Minho lalu masuk ke dalam mobilnya
sendiri.
“kita beli baju untuk mu..supaya kamu bisa
pergi ke pestaku...”
“aku gak mau!,” bentak Hyo Rin.
Minho menoleh padanya.
“eh..sudah jangan cerewet... mobil sudah
jalan... atau ku lempar kamu keluar mobil ini”, ujarnya dengan suara tegas.
Hyo Rin hanya diam, melipat tangannya..
dalam hatinya kesal sekali...kenapa dia harus bertemu lagi.. padahal, dia
berharap tidak akan ketemu lagi dengan Minho...
Bersambung ke part 7...