This is me....

Selasa, November 10, 2015

Cinta Dokter Cute (Part 16: Tak Mau Kekecewaan Tersenyum Padaku)

Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won

Cerita ini hanya imajinasi saja... jangan terlalu serius... 18+....

Pikiran Minho sibuk mencari waktu antara mencari Shin Young dan juga mendapatkan ijin meninggalkan tugasnya dalam satu hari langsung mengejar perempuan tambatan hatinya itu. Ternyata, dia mendapatkan tantangan dari kedua orangtuanya, terutama dari sang ayah.
“jangan mempermalukan aku, Minho... aku sama sekali tidak ingin baik keluarga ini atau keluarga Min bermusuhan,” kata sang ayah.

Minho berani untuk berdiri dan menunduk hormat dalam-dalam kepada ayahnya itu. Ibunya memperhatikan dengan serius dan merasa gelisah dengan tingkah anaknya yang biasanya termasuk dalam lelaki patuh, namun sekarang terkesan membangkang.
“pertimbangkan lagi, Minho... ibu sangat tidak ingin masa depanmu berantakan karena seorang perempuan,”
“mian habnida.. appa.. eomma.. tapi.. jika aku bersama Hye Rim...hidupku terasa makin hancur.. sudah bertunangan saja, kerja kami setiap hari ribut terus..kapan hidupku akan tenang, eomma.. appa??,” pinta Minho, masih menunduk hormat dalam-dalam.
“bagaimana dengan persiapan yang sedang kalian jalankan?? Mau ditaruh dimana mukaku, Minho??,” tanya ayahnya, berdiri di depannya, dengan melipat kedua sikunya, tanda tidak puas dengan apa yang dipikirkan anaknya itu.
“aku sudah tidak membebanimu dengan bisnis keluarga kita... tapi kuserahkan pada kakakmu.. dia menerima dengan senang hati.. dan kami membiarkanmu menjadi dokter,” kata ayahnya.
Minho diam, tidak berani melawan, namun, dia belum bergeming dari posisinya yang menunduk hormat itu.
Ayahnya tetap mengucapkan banyak hal pada Minho, yang tetap bersikeras bahwa anaknya itu tidak akan bisa memutuskan hubungan yang sudah di jalin. Ibunya Minho menjadi cemas karena tidak ada keputusan perasaan antara mereka sebagai orangtua dan anaknya sendiri.
Minho berani menegakkan punggungnya bersikap seperti biasa lagi.
“Aku mohon, appa... bagaimana aku bisa bahagia jika aku tidak bahagia dengan seseorang yang kalian pilihkan untuk aku??”.
Ayahnya sama sekali tidak lagi ingin mendengar apapun dari mulut anaknya sendiri.
“SUDAH...CUKUP!!”.
Dia langsung membentak anaknya sendiri.
Minho jadi ngeper, alamat perjuangannya menentukan nasib cintanya akan selesai sampai disini saja. Walau begitu, pikiran pemberontak nya masih berjalan, mencari cara, bagaimana akan tetap berusaha menggapai sampai dia lelah sekali.
“aku tidak akan lagi membicarakan penolakan mu!,” kata ayahnya.
Ibunya Minho tidak bisa melarang suaminya sendiri untuk tidak galak dengan anak mereka. Lee masuk ke dalam kamarnya, Minho diam saja, berfikir berat.

Ibu nya menghampiri.
“eomma tidak menyangka.. apa yang kamu pikirkan tidak bisa sejalan dengan ayahmu.. biasanya ini sangat bukan kamu, Minho..”.
Minho berdiri di depan ibunya, langsung memeluk ibunya itu dengan lembut.
“Apa eomma tidak terpikir.. kebahagiaanku bukan dengan Min Hye Rim.. tapi dengan Park Shin Young???,”
“semuanya sudah ditentukan, Minho.. eomma tidak dapat berbuat banyak,” jawab ibunya dengan nada sedih.
Minho memang lebih dimanja dibanding kakak perempuan nya, oleh ibunya sendiri. Ibunya mengajaknya berpikir dewasa, kalau di dalam dunia ini, tidak semua bisa didapatkan dengan tangan sendiri..ada masa dimana ada pengorbanan.
Bagi Minho, berpikir seperti itu malah akan menambah kesedihannya. Bukan sebagai sosok manja, namun justru ia ingin memiliki kehidupan lain yang bisa dia tentukan seumur hidupnya.
“mohon jangan mengecewakan baik keluarga ini.. atau keluarga Min...,” ujar ibunya.
Tampaknya... dia benar-benar menyerahkan dirinya untuk menuruti kemauan orangtua mereka.. apalagi waktu pernikahan dirinya dengan Hye Rim semakin dekat saja.
Minho pun melepaskan pelukan dari ibunya. Dia tersenyum, walau terlihat kecut, sangat kecut. Kecewa dengan harapan yang dia pikir sudah tinggal menemukan, dimana kekasih hatinya itu, tinggal menuju kesana, tetapi orangtuanya malah tidak setuju sama sekali.
Ibunya diam juga, setelah itu, tidak lagi berkata apa, hanya mengelus pundak anaknya sebentar, lalu pergi ke kamarnya, meninggalkan Minho yang mematung saja di ruang keluarga.
                                                .................................
“tidak ada kata menyerah, Minho.. kalau perlu, kita culik saja pacarmu itu,” ketik Song Yu, temannya, model senior.
“Keluarga Min juga menyembunyikan.. kenapa juga mereka tidak mencari anak angkatnya?? Apa sudah dianggap menghilang??,” lanjutnya lagi.
Mereka malah jadi termenung di cafe itu, memikirkan apakah memang benar, keluarga Min sama sekali sudah tidak peduli dengan nasib anak angkatnya sendiri? Memang, tidak ada berita keluar dari Min Ji Woo tentang Park Shin Young. Entah apakah mereka masih memikirkan, bagaimana hidup anak angkat itu, atau memang lebih berkonsentrasi pada kehidupan anak mereka sendiri, Hye Rim.
Minho jadi malah menopang dagu sendiri. Song Yu yang melihat itu sebenarnya kasihan dengan teman sesama modelnya ini.
“seperti apa yang dikatakan Hyeongje Hyeon... ,” kata Minho.
Song Yu heran, apa yang dimaksud Minho.
“Hye Rim.. dia lebih rentan depresi dibandingkan Shin Young,” kata Minho lagi.

Mereka memang tidak tahu, kalau Hye Rim diam-diam sudah menenggak banyak obat anti depresan. Bahkan orangtuanya sendiri pun tidak tahu. Sebuah tahapan depresi yang tidak disadari oleh orang sekeliling perempuan itu.
Hye Rim terlalu mengharapkan Minho. Dia memang sudah jatuh cinta dengan cowok ini sejak empat tahun lalu. Hanya, Minho memang bukan tipe cowok yang terlalu sederhana pikirannya untuk menerima seorang perempuan. Dia membutuhkan perempuan yang bisa menjadi pemelihara hati dan kehidupannya. Karena dia selama empat tahun bekerjasama dengan Min Hye Rim, tidak menemukan hal tersebut dalam jiwa cewek itu.
“jangan sampai dia bunuh diri,” kata Song Yu, dengan nada sedikit khawatir.
Minho menghela nafas. Memang dia yang paling bingung dengan perasaan dan pikirannya sendiri.
Song Yu tersenyum tipis melihat wajah Minho yang bingung. Dapat dibayangkan, seorang yang sangat cinta pada seseorang yang menurutnya sebagai soulmate, ternyata malah terpaksa harus menikah dengan perempuan lain.
“Kamu benar-benar akan nekat dengan semua ini, Minho??,”
“akan menjalani hidup dengan Shin Young itu? nekat mencarinya??”
Minho mengangguk, lemah.. namun pada dasarnya, Song Yu tahu, kalau dia begitu ingin mendapatkan cinta dan kehidupan perempuan itu.

“Shin Young.. dia harus tahu akan semua ini.. jangan hanya dia tidak bisa menganggap kamu sebagai cintanya,” kata Song Yu lagi.
“aku akan menghadap Tuan Roh secepatnya,” kata Minho.
Waktu senyap lagi sejenak. Song Yu bertanya, bagaimana kesiapan apa yang sudah direncanakan kedua keluarga itu.
“Jadi.. kamu juga akan katakan perasaan dan pikiranmu pada Tuan Min dalam waktu dekat??,” wajah Song Yu jadi sangat serius, pupil matanya agak membesar, kaget.
“daripada semua akan berjalan setengah-setengah,” balas Minho.
Song Yu bertanya, apa dia bisa nekat juga dengan semua itu. Dapat dibayangkan jika Minho melakukannya... maka mungkin akan ada permusuhan dua keluarga.
“sudah pasti,” balas Minho, kaku.
“namun.. entah kapan jika semua berjalan sesuai dengan keinginan keluargaku... maka aku akan tersiksa,” lanjutnya lagi.
Bagi Song Yu, Minho sudah dianggap nekat.. sangat nekat.. semestinya dia mempertimbangkan pula banyak hal yang akan menyeretnya ke hal lebih pelik.
“mungkin.. ini saatnya kamu menyerah.. kadang.. apa yang kita pikirkan hidup ini baik... namun ternyata..itu malah jadi buruk,”
Song Yu menyadari dari hidupnya sendiri yang tidaklah terlalu beruntung. Menjadi seorang single parent yang disia-siakan pacar, merawat anak sendirian, itu semua dipikirnya karena perbuatannya sendiri yang nekat.

Minho ingin tersenyum kecut, namun diurungkannya. Dia ingin mengusahakan sekali lagi, jika tidak bisa, jika semua lubang harapan sudah terutup, maka ia pun tak akan lagi memaksa dirinya ngotot mempertahankan cintanya terhadap Shin Young.
“kamu.. cowok hebat yang pernah aku temukan,” senyum Song Yu.
“aku hanya mengusahakan.. apa yang aku inginkan, Noona..,” Minho membalas lagi dengan senyuman.
“aku tetap akan membantumu.. berbicara dengan Shin Young,” mendadak Song Yu mengatakan itu.
Minho kaget, ternyata, kakak modelnya itu bahkan sudah tahu kontak kekasihnya itu.
“aku juga bisa membantumu... ,” senyum Song Yu lagi.
“aku enggak nyangka,” Minho memang tidak percaya. Ternyata, sebenarnya beberapa teman memang membantunya dan dia sangat yakin, kekasihnya itu memang akan kembali untuknya.
“namun.. kamu tidak bisa ceroboh... jangan sembarangan menghadapi keluarga Min..,” kata Song Yu lagi.
Minho mengangguk, antara senang, berfikir dan masih memiliki harapan.
                                    ...........................................
“saya memang belum dapat memutuskan semuanya... terlebih lagi persoalan ini,” Seung Won menunduk hormat pada keluarga Ae Cha.
Jelas saja, ayah perempuan itu kaget setengah mati. Bagaimana tidak? Semestinya, kalau sudah hamil, sebaiknya bertanggungjawab.
“lelaki berhati rendah,” balas sang ayah dengan nada dingin, namun di wajahnya sangat terlihat kalau lelaki itu membenci Seung Won.
Seung Won diam, lalu menegakkan kepalanya lagi, bersikap seperti biasa.
“kenapa kamu menerima saja lelaki seperti ini?? Baru kali ini.. kamu membuat keluarga malu setengah mati,” lanjut ayah Ae Cha lagi.
“aku sudah katakan padanya.. kalau aku ingin menunda semuanya,” balas Seung Won.
Namun Ae Cha langsung memotong, yang berbicara, seolah Seung Won lah yang salah karena tidak bisa melihat situasi. Terang saja, lelaki itu tidak mau disalahkan. Dia bersikeras, tidak ingin disalahkan. Dan jika keduanya salah... itu adalah sikap yang tepat.
“dan aku tetap menunggu pertanggungjawaban mu pada anakku,”
Seung Won tidak suka dengan kata-kata itu. Dia keras hati kalau memang dahulu hasil hubungan mereka suka sama suka.. lantas, kenapa harus siap bertanggung jawab sampai sejauh itu??
“aku sudah jelaskan.. bahwa aku hanya akan bisa menikah... kalau tujuanku tercapai.. dan saat ini.. belum tercapai... jadi.. aku tidak bisa sama sekali menikah... dengan siapapun..”
“walau dia adalah anak ku..,”

Kemarahan lelaki itu semakin menjadi. Dia menganggap bahwa Seung Won telah menghina puteri satu-satunya itu.
“BUG!,” pukulan melayang ke muka Seung Won dengan keras.
Ae Cha kaget, ayahnya yang biasanya tidak pernah sekasar itu, mendadak menjadi berani sekali memukul orang.
“Ayah.. sudah!!!,”
Dia berusaha melerai ayahnya, menarik-narik kedua tangan orangtuanya itu. sementara, Seung Won sudah jatuh dan bibirnya bengkak berdarah kena tonjokan yang keras.
“Kamu seorang dokter.. tapi perilakumu lebih rendah dari seorang pembunuh!,” Jo Ik Ki berteriak keras. Dia benci dengan cowok yang telah menjerumuskan anak perempuannya itu.
Dia masih bernafsu untuk memukul Seung Won, sementara cowok itu bangun dan berusaha menahan tonjokan yang dilancarkan oleh lelaki itu.
APPA... SUDAH!!!,” Ae Cha berteriak-teriak terus. Rumah itu ribut.
“LELAKI SIALAN!,” teriak Jo lagi.
Wajah Seung Won bonyok, kena beberapa tonjokan oleh ayah pacarnya itu.
Ae Cha benar-benar kecewa dengan keduanya, kenapa semua diselesaikan dengan amarah, dengan kebodohan.
“sama sekali dia bukan lelaki baik.. kamu salah berhubungan dengannya!”.
“Seung Won...,” ujar Ae Cha. Air matanya sudah mau jatuh, namun di tahannya.
Seung Won mencoba berdiri, dia mengelap-lap bibirnya yang berdarah kena tonjok, mengelus pipinya sendiri yang sudah biru.

“aku menyesal mengenalmu,” kata Ae Cha lagi.
Seung Won tersenyum kecut, masih menahan sakit pada wajahnya.
“sekarang... pergi,” lanjut Ae Cha lagi.
Jo Ik Ki masih mengepal tangannya, ingin lagi memukul Seung Won. Sebelum melangkah, Ae Cha mencegahnya.
“aku tidak ingin ayah bermasalah suatu hari nanti..,” katanya, mencegah.
Timbul penyesalan yang amat dalam di wajah Ae Cha. Dia memang tidak menyangka hubungannya akan serumit ini. Bagaimanapun, memang banyak diluar sana lelaki dan perempuan yang akhirnya menikah karena mereka sudah terlampau jauh sampai hamil, namun, ternyata, apa yang dia harapkan tidak sesuai dengan apa yang Seung Won lakukan. Dia bertemu lelaki yang salah. Apa yang dahulu dia pikirkan, akan hidup dengan model lelaki yang diimpikannya, rasanya sudah hilang. Yang ada hanya penyesalan.

“sebelum pikiranku berubah.. pergilah..,” kata Ae Cha, dengan masih menahan air mata. Dia tidak ingin mengecewakan ayahnya yang sudah membelanya. Sadar, dia salah mencintai, dan satu-satunya hal yang dilakukan.... mengusir Seung Won.
Seung Won berjalan keluar dari rumah itu. Di depan pintu, Ae Cha memandangnya, dengan rasa campur aduk: marah, kesal, kecewa, semua ditahannya menjadi satu. Dia harus berpikir lain tentang hidupnya. Mengharapkan lelaki macam itu, tentunya tidak akan berhasil. Lebih baik, dia mencari cara sendiri mengatasi masalahnya.
                                    ...............................................
Minho berdiri di depan sebuah meja besar, bertuliskan Roh Jae Suk, direktur rumahsakit tempat dia bekerja. Hatinya harap cemas soal keputusannya meminta libur 2 hari mencari Shin Young. Sistem kerja ketat di rumahsakit itu memang tidak gampang meliburkan tanpa alasan. Apa alasan Minho sangat klise.... karena mengejar sang kekasih?
Namun.. ternyata, Minho berbohong soal alasan dia cuti.

“bertemu dengan rekan sejawat lain memang bagus.. saya sendiri setuju,” senyum Roh.
“saya memang harus pergi, Roh-ssi.. kebetulan rekan sejawat disana akan mengadakan acara.. yang kalau dilewatkan, sayang sekali,” Minho menunduk hormat.
“jika aku tidak berbohong... sulit sekali mencari dan menemukanmu, Shin Young,” ujar hatinya Minho.
Akhirnya setelah beberapa kata keluar dari dua orang tersebut, bicara soal pekerjaan, Minho keluar ruangan dengan senyum. Dia berhasil mendapatkan ijin segera.
“aku harus segera siapkan semuanya.... ,” katanya dalam hati, tergopoh-gopoh dia berjalan ke ruangannya.

Ditengah lorong, justru dia malah bertemu dengan Hye Rim.
“ada apa kesini??,” tanya Minho, heran. Jelas saja, dia tidak mengundang perempuan itu ke tempat kerjanya dan takut menjadi masalah jika terjadi keributan.
“Kamu tidak tahu.. ayah dan ibuku mengundang orangtuamu makan malam bersama?”, tanya Hye Rim dengan nada datar.
“tidak tahu,” jawab Minho, biasa saja, lalu masuk ruangannya. Hye Rim menyusul. Sengaja Minho mengajaknya masuk, agar tidak terjadi keributan jika dia tidak menyukai tingkah cewek itu.
Minho duduk di kursi tempat biasa dia praktek. Dia meminta perawat yang membantunya untuk keluar ruangan sebentar, selagi memang belum ada pasien.

“Ibuku tidak memberitahu,” balas Minho.
Hye Rim langsung menatap matanya,” kamu..tetap akan datang kan?? Jangan katakan tidak.. aku sudah bosan dengan penolakanmu”.
Minho tahu juga, kalau dia menolak, alamat akan ada pertentangan dari keluarganya sendiri. Maka, dia pun menerima saja undangan itu.
“Malam ini??,” katanya kaget, matanya langsung melebar.
Hye Rim mengangguk senang, baginya, dia memang sudah lama tidak ngobrol dengan tunangannya sendiri. Otomatis, dia akan berusaha pamer kemesraannya kepada orang lain.
Minho jelas akan tidak suka, dia malas aslinya kalau sudah begitu. Namun kali ini, apa mau dikata.
Hye Rim mendekatkan wajahnya pada Minho, menciumnya.
“kali ini.. kamu tidak bisa menolak,” katanya dengan senyum yang terkesan licik.
Minho tidak ingin ribut, ini dirumah sakit, dia bisa bermasalah jika melakukan itu. dia akan mencari cara lagi bagaimana nanti jika memang harus hadir di acara itu, dia akan berusaha untuk menentang dengan cara halus.
“aku sudah siapkan semuanya,” senyum Hye Rim lagi.
Minho mengangguk saja, tanpa banyak bicara.
                                    .................................................
Malam itu, Minho menghadiri acara makan malam yang ternyata tidak hanya dihadiri oleh kedua anggota keluarga, namun ada paman dan bibi dari pihak keluarga Min.
Minho memasang wajah manipulatif manisnya demi bisa mencairkan suasana. Dia banyak senyum, namun kakak perempuannya, Hye Gyo melihat memang berbeda.
“Minho.. kamu kecewa banget dengan hidupmu ya??,” gumam Hye Gyo dalam hatinya.
Dibalik senyum Minho yang ceria bercanda dengan keluarga, sebenarnya, dia begitu menderita.
“Ya.. maaf, Tuan dan Nyonya Min.. aku memang sibuk sekali akhir-akhir ini.. namun, aku serahkan saja semua pada Hye Rim... dan sebentar lagi.. aku harus pergi ke Busan untuk sebuah acara seminar.. jadi.. mohon maaf,”
Dia menunduk hormat pada kedua calon mertuanya itu.
Min tidak masalah dengan hal itu. Di negeri ini, memang banyak dokter yang sibuk dan berdedikasi, jadi tidak heran kalau calon menantunya itu sibuk pergi sana sini. Selain juga, memang Minho bekerja tambahan dan terkadang menjadi model juga perlu pergi ke beberapa tempat untuk syuting.
“Calon menantuku ini memang luar biasa.. ,” canda Min pada Minho.
Minho senyum simpul saja. Berharap, tidak ada satupun dari keluarganya dan keluarga Min yang tahu, kalau dia ke Busan, justru akan mengejar Shin Young.

“ah.. aku minta maaf kalau bertanya sedikit... apa.. kepengurusan Panti asuhan.. masih berjalan??,” mendadak di tengah makan mereka, Minho bertanya itu.
Min tidak curiga, memang kadang dia menerima banyak undangan untuk saling membantu. Dia menjawab, kalau kepengurusan baik dan jika memang kolega atau siapapun teman Minho yang bersedia membantunya, dengan senang hati akan dia terima.
“aku hanya tahu.. kalau selama ini yang mengurus anak Anda, Tuan Min... Shin Young itu... tapi.. aku sudah tidak tahu lagi,” lanjut Minho lagi.
Hye Gyo langsung melihatnya. Namun, tak ada kecurigaan pada keluarga Lee sendiri.
“Kami mengirim dia ke sebuah kota,” ujar Nyonya Min, spontan.
“kalian berbohong padaku,” ujar hatinya Minho, namun dia tersenyum diluar, supaya tidak ada kecurigaan muncul.
“sebenarnya.. ada beberapa rekan sejawat tertarik untuk berkunjung... dahulu..aku sempat menyampaikannya pada Shin Young,” senyum Minho sembari meletakkan garpu dan pisau makannya, meminta tolong pelayan menuangkan red wine untuknya.
“aku bisa meminta yang lain membantu,” senyum dan balas Min.
“Jika ada tambahan berita.. aku akan kabarkan lagi tuan Min,” balas Minho.
Lee merasa anaknya kaku terhadap calon mertuanya sendiri. Minho hanya menjawab dia dan beberapa rekan memang tertarik ingin mengadakan pemeriksaan gratis bagi para lansia yang tidak memiliki akses kesehatan yang cukup. Karena awalnya dia berbicara pada Park Shin Young, maka dia berfikir untuk menghubungi orang yang sama.
“tapi, Min-ssi... kenapa nomor handphone Shin Young? Apa sudah ganti??,” Minho pura-pura lagi, seolah tidak mengetahui perkembangan kabar terakhir perempuan itu.
Min Ji Woo jadi agak heran dengan pertanyaan Minho. yeah, apa yang Minho dan Song Yu pikirkan memang benar adanya, bahwa keluarga Min sudah tidak peduli lagi kemana anak angkatnya, terang saja, demi kebahagiaan anak kandung mereka, Min Hye Rim.
“dia memang sedang aku perbantukan untuk daerah yang lain,” ujar Min Ji Woo.
Minho tidak kehabisan akal, dia malah bertanya, apa di wilayah tersebut memang ada pelayanan semacam kunjungan atau bahkan pelayanan gratis untuk dia dan beberapa rekan sejawatnya yang ingin beramal.
Lee dan isterinya tidak sama sekali curiga dengan yang disampaikan Minho. Namun, Hye Gyo sebagai kakak melihatnya berbeda.
“Minho sedang mencari cara.. membuka kelemahan ayah angkat Shin Young,” kata hatinya Hye Gyo.
“ah.. kami memang belum memulai program baru,” kata Min Ji Woo.
Minho tahu, keluarga Min benar-benar menyembunyikan hal itu. Dan Hye Rim tidak suka dengan pembicaraan itu, membuat dia teringat lagi tentang adik angkatnya yang sangat dicintai dan diuber-uber Minho itu.
“kita kan sedang bicara persiapan pernikahan, sayang.. kenapa harus ngobrolin soal amal??,” tanya Hye Rim pada Minho.
Dengan santai Minho menjawab, kalau dia memang sudah merencanakan dengan beberapa temannya untuk mengadakan acara amal, serta dia sempat bercerita pada mereka kalau Min memiliki yayasan amal dan daripada jauh-jauh mencari, lebih baik melakukan acara di tempat tersebut.
“saya sangat senang memiliki calon menantu yang peduli dengan banyak orang,” senyum Ji Woo.
“Namun... memang saat ini, untuk satu cabang belum membutuhkan.. justru yang pernah kamu kunjungi lah yang lebih membutuhkan,”
Jelas Ji Woo ngeles, mengelak, supaya Minho tidak lagi membahas lagi hal itu.

“Minho terlalu perduli banget dengan banyak orang, Appa.. mestinya Appa dan eomma bangga kalau dia jadi suami ku,” Hye Rim mencoba mencairkan suasana. Dalam hatinya, dia sebenarnya juga sebal, berpikiran buruk kalau Minho akan mencari dimana Shin Young sebenarnya. Dia tah, Minho tipe cowok yang kalau sudah punya mau, harus dikejar, dan jika ada peluang dapat, akan terus dikejar sesuai dengan kata hatinya.
“sayang sekali kalau dilewatkan.. mumpung kita sedang sama-sama, Tuan Min... dan sedang terpikir oleh ku untuk membicarakan ini,” kata Minho, diplomatis dengan senyum palsunya.
“palsu lagi.. manipulatif lagi,” kata hatinya Hye Gyo, kakaknya yang memang hafal dengan perilaku adiknya.
“Kamu bakal punya menantu yang baik sekali, Ji Woo... jaman sekarang, jarang anak muda peduli pada sekelilingnya,” puji salah satu keluarga Min.
Minho tersenyum dengan pujian itu, dia mengira itu adalah taktik yang baik untuk bisa masuk ke keluarga Min tanpa masalah.
“kita memang tidak bisa cuek dengan sekeliling, paman..manusia tetaplah mahluk sosial... urusan persahabatan dan cinta sesama manusia pun begitu,” ujar Minho, kalem.
Beberapa anggota keluarga Min jadi memuji-muji Minho. Hye Rim jadi tidak banyak bicara. Namun, keluarga mereka jadi membicarakan persiapan undangan dan pernikahan mereka.
“sebenarnya.. aku membutuhkan kontak Shin Young karena aku yakin, dia bisa bantu..seperti acara yang lalu,” kata Minho lagi.
“sayangnya, Shin Young sedang sibuk di kota lain.. dan.. dia meminta pada kami supaya tidak diganggu,” kata isteri Min.
Hye Rim sudah mulai bete kalau Minho membawa-bawa nama adik tirinya itu. Ternyata, Min Ji Woo pun sama bete dengan anaknya. Dia berkilah kalau memang anak tirinya itu sedang konsentrasi dengan manajemen pengaturan yayasan dan hanya dia yang bisa membantu keluarga Min, bukan Hye Rim.
Minho lalu memuji Shin Young yang sebenarnya menyindir keluarga Min. Dia bilang kalau adik tiri Hye Rim itu hebat sehingga dia lupa menghadiri acara ini, padahal bagian dari keluarga Min juga.
Lee mencoba untuk mengerem kelakuan anaknya yang sudah mulai sindir sindiran itu. Minho tahu, ayahnya tidak suka. Minho ingin lagi sebenarnya cemberut dengan hal ini. Dia sudah lelah dan ingin ada pukulan terakhir supaya bisa mendapatkan Shin Young. Lalu, karena menurutnya pembicaraan sudah sampai membuatnya eneg, dia pun ijin pergi ke toilet, meninggalkan mereka.

“sialan.. mereka benar-benar enggak suka sama sekali dengan aku membicarakan Shin Young, termasuk Appa dan Eomma sendiri.. huh,” gerutu Minho di depan kaca toilet restaurant itu.
Dia mencuci mukanya sebentar, kusut sekali pikirannya.
“sepertinya apa yang dikatakan Noona Song Yu itu benar.. keluarga Min berusaha menyembunyikan dimana Shin Young.. malah cenderung tidak peduli..,”
Dia berusaha menenangkan dirinya di rest room pria itu, lalu keluar dengan wajah biasa lagi.

Pulang dari restaurant, perasaannya masih bete pada keluarga Min. Dia lebih banyak diam setelah keluar dari rest room, bahkan ketika pulang dan membantu mengendarai mobil yang di dalamnya ada Hye Rim juga bersama kedua orangtua Minho.
Minho berkata pada orangtuanya, kalau malam itu, dia akan tinggal di apartmen karena besok harus menyiapkan diri untuk kerja, sebuah meeting yang lebih pagi. Namun, Hye Rim justru malah mengikutinya.
“Kamu tidur saja di kamarku.. malam ini.. aku harus kerja untuk meeting besok,” ujar Minho, dengan nada agak dingin.
Hye Rim langsung cemberut. Dalam pikirannya, mungkin Minho akan lebih lunak padanya, karena mereka sudah sampai fitting baju pengantin. Namun, Minho tetap, tidak berubah, tidak ingin Hye Rim ada disampingnya dan mengganggunya.

“Masih berfikir.. kalau aku akan buat kamu sengsara?,” tanya Hye Rim dengan ketus.
Minho dengan santai menghadapi laptopnya, mengerjakan tugasnya.
“aku sedang sibuk.. bukannya aku sudah kabulkan keinginanmu untuk fitting baju?,”
“perasaanmu masih dengan Shin Young.. dia sudah bukan lagi dari keluarga Min!,” Hye Rim langsung teriak.
Minho menghentikan kerjanya, langsung menatap mata tunangannya itu dengan tajam. Baru kali itu Hye Rim melihat Minho diam tapi matanya sangat tajam. Dia jadi sedikit takut, karena sebelumnya, walau Minho menentang perkataannya berkali-kali, namun tatapan matanya tidak sebenci dan setajam ini.
“Jadi.. kamu belum puas juga mengendalikan hidupku??,” tanya Minho.
“apa aku perlakukan kamu seperti itu??,” tantang Hye Rim.
Minho jadi sinis dengannya. Selama ini, baginya, Hye Rim sudah lebih dari mengendalikan hidupnya, sudah sangat keterlaluan ingin menguasai dirinya.
“Itu karena aku cinta kamu, Minho.. kenapa kamu enggak ngertiin aku juga sampai detik ini???!!!???,” teriak Hye Rim lagi.
“persetan! Kamu hanya minta dimengerti!,” Minho langsung membawa laptopnya, masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
Hye Rim pun berteriak dari ruang tamu.
“Aku bisa bunuh Shin Young kalau dia mendekat padamu!,”
Minho yang mendengar teriakan itu langsung membuka pintunya lagi. Apa yang dia pernah pikirkan, kalau Hye Rim bisa saja nekat, baru saja dia dengar berupa ancaman.
Dia langsung membuka pintu dan keluar kamar, langsung mendekat pada Hye Rim dan menunjuk hidung cewek itu.
“berani kamu melakukan itu.. tidak akan pernah aku bisa bersamamu, Hye Rim!”.
Hye Rim bukan takut, tapi malah menyindir Minho.
“oh.. ternyata.. takut ya.. kalau cewek yang sudah kamu tiduri itu.. aku bunuh.. lagipula.. dia bukan adik kandungku.. hanya sampah dari panti asuhan.. beruntung dia bisa hidup senang sampai besar.. cih!”.
Minho tidak suka dengan perkataan itu.
“Plak!,” tamparan ringan dari tangan Minho pun melayang di pipi kanan Hye Rim. Baginya, cewek itu sudah sangat keterlaluan menghina kekasihnya, yang memang adik angkatnya.
Hye Rim memegang pipi nya. Dia sama sekali tidak berkaca-kaca atau menangis, tapi malah tersenyum sinis.
“Kamu tidak akan bisa mendapatkan dia, Minho.. tidak akan! Aku memang bisa bunuh dia!”.
Minho diam. Dia tidak ingin melayani cewek yang menurutnya sudah depresi itu.
Hye Rim memandangnya dengan sinis. Minho tetap diam.
“Kenapa.. takut.. kalau aku bisa bunuh adik angkatku sendiri???,” ancam Hye Rim.
Minho masih diam. Dia berdiri mematung di hadapan Hye Rim. Kekesalannya sudah tidak bisa dibendung lagi, namun belum bisa dikeluarkan suara kebenciannya pada cewek itu.
“Kenapa diam saja, huh??,” Hye Rim masih bernada sinis.
“pergi...,” kata Minho, datar dan dingin.
Ekspresi wajah Hye Rim masih penuh sinis. Tamparan Minho sama sekali tidak mempengaruhi kekerasan hatinya.
“aku bilang... pergi.. ,” ujar Minho lagi, masih dengan nada datar dan dingin.
Hye Rim malah tertawa, lalu dia mengambil tas tangannya, dan keluar dari apartemen Minho, tanpa pamit,tapi dengan tertawa-tawa.
Minho duduk di sofanya, menundukkan wajahnya, pikirannya kusut.
“aku harus segera mencari Shin Young.. dan bertemu dengannya... ,” katanya, sembari masih menunduk, menggaruk kepalanya, pusing.
Ya, dia harus segera bertemu Shin Young... dia berharap, Hye Rim tidak akan mengetahui ini, sehingga perempuan yang dia cintai itu akan bebas dari ancaman kakak tirinya sendiri..

Bersambung ke part 17....