Lee Minho sebagai dokter Minho, Kazuki Kitamura
sebagai dokter Choi Hyeon Jun, Gackt sebagai dokter Roh Seung Won
Cerita ini hanya imajinasi saja... jangan terlalu
serius... 18+....
Pikiran Minho sibuk mencari waktu antara
mencari Shin Young dan juga mendapatkan ijin meninggalkan tugasnya dalam satu
hari langsung mengejar perempuan tambatan hatinya itu. Ternyata, dia
mendapatkan tantangan dari kedua orangtuanya, terutama dari sang ayah.
“jangan mempermalukan aku, Minho... aku
sama sekali tidak ingin baik keluarga ini atau keluarga Min bermusuhan,” kata
sang ayah.
Minho berani untuk berdiri dan menunduk
hormat dalam-dalam kepada ayahnya itu. Ibunya memperhatikan dengan serius dan
merasa gelisah dengan tingkah anaknya yang biasanya termasuk dalam lelaki
patuh, namun sekarang terkesan membangkang.
“pertimbangkan lagi, Minho... ibu sangat
tidak ingin masa depanmu berantakan karena seorang perempuan,”
“mian
habnida.. appa.. eomma..
tapi.. jika aku bersama Hye Rim...hidupku terasa makin hancur.. sudah
bertunangan saja, kerja kami setiap hari ribut terus..kapan hidupku akan
tenang, eomma.. appa??,” pinta Minho, masih menunduk hormat dalam-dalam.
“bagaimana dengan persiapan yang sedang
kalian jalankan?? Mau ditaruh dimana mukaku, Minho??,” tanya ayahnya, berdiri
di depannya, dengan melipat kedua sikunya, tanda tidak puas dengan apa yang
dipikirkan anaknya itu.
“aku sudah tidak membebanimu dengan bisnis
keluarga kita... tapi kuserahkan pada kakakmu.. dia menerima dengan senang
hati.. dan kami membiarkanmu menjadi dokter,” kata ayahnya.
Minho diam, tidak berani melawan, namun,
dia belum bergeming dari posisinya yang menunduk hormat itu.
Ayahnya tetap mengucapkan banyak hal pada
Minho, yang tetap bersikeras bahwa anaknya itu tidak akan bisa memutuskan
hubungan yang sudah di jalin. Ibunya Minho menjadi cemas karena tidak ada
keputusan perasaan antara mereka sebagai orangtua dan anaknya sendiri.
Minho berani menegakkan punggungnya
bersikap seperti biasa lagi.
“Aku mohon, appa... bagaimana aku bisa
bahagia jika aku tidak bahagia dengan seseorang yang kalian pilihkan untuk
aku??”.
Ayahnya sama sekali tidak lagi ingin
mendengar apapun dari mulut anaknya sendiri.
“SUDAH...CUKUP!!”.
Dia langsung membentak anaknya sendiri.
Minho jadi ngeper, alamat perjuangannya
menentukan nasib cintanya akan selesai sampai disini saja. Walau begitu,
pikiran pemberontak nya masih berjalan, mencari cara, bagaimana akan tetap
berusaha menggapai sampai dia lelah sekali.
“aku tidak akan lagi membicarakan
penolakan mu!,” kata ayahnya.
Ibunya Minho tidak bisa melarang suaminya
sendiri untuk tidak galak dengan anak mereka. Lee masuk ke dalam kamarnya,
Minho diam saja, berfikir berat.
Ibu nya menghampiri.
“eomma tidak menyangka.. apa yang kamu
pikirkan tidak bisa sejalan dengan ayahmu.. biasanya ini sangat bukan kamu,
Minho..”.
Minho berdiri di depan ibunya, langsung
memeluk ibunya itu dengan lembut.
“Apa eomma tidak terpikir.. kebahagiaanku
bukan dengan Min Hye Rim.. tapi dengan Park Shin Young???,”
“semuanya sudah ditentukan, Minho.. eomma
tidak dapat berbuat banyak,” jawab ibunya dengan nada sedih.
Minho memang lebih dimanja dibanding kakak
perempuan nya, oleh ibunya sendiri. Ibunya mengajaknya berpikir dewasa, kalau
di dalam dunia ini, tidak semua bisa didapatkan dengan tangan sendiri..ada masa
dimana ada pengorbanan.
Bagi Minho, berpikir seperti itu malah
akan menambah kesedihannya. Bukan sebagai sosok manja, namun justru ia ingin
memiliki kehidupan lain yang bisa dia tentukan seumur hidupnya.
“mohon jangan mengecewakan baik keluarga
ini.. atau keluarga Min...,” ujar ibunya.
Tampaknya... dia benar-benar menyerahkan
dirinya untuk menuruti kemauan orangtua mereka.. apalagi waktu pernikahan
dirinya dengan Hye Rim semakin dekat saja.
Minho pun melepaskan pelukan dari ibunya.
Dia tersenyum, walau terlihat kecut, sangat kecut. Kecewa dengan harapan yang
dia pikir sudah tinggal menemukan, dimana kekasih hatinya itu, tinggal menuju
kesana, tetapi orangtuanya malah tidak setuju sama sekali.
Ibunya diam juga, setelah itu, tidak lagi
berkata apa, hanya mengelus pundak anaknya sebentar, lalu pergi ke kamarnya,
meninggalkan Minho yang mematung saja di ruang keluarga.
.................................
“tidak ada kata menyerah, Minho.. kalau
perlu, kita culik saja pacarmu itu,” ketik Song Yu, temannya, model senior.
“Keluarga Min juga menyembunyikan.. kenapa
juga mereka tidak mencari anak angkatnya?? Apa sudah dianggap menghilang??,”
lanjutnya lagi.
Mereka malah jadi termenung di cafe itu,
memikirkan apakah memang benar, keluarga Min sama sekali sudah tidak peduli
dengan nasib anak angkatnya sendiri? Memang, tidak ada berita keluar dari Min Ji
Woo tentang Park Shin Young. Entah apakah mereka masih memikirkan, bagaimana
hidup anak angkat itu, atau memang lebih berkonsentrasi pada kehidupan anak
mereka sendiri, Hye Rim.
Minho jadi malah menopang dagu sendiri.
Song Yu yang melihat itu sebenarnya kasihan dengan teman sesama modelnya ini.
“seperti apa yang dikatakan Hyeongje Hyeon... ,” kata Minho.
Song Yu heran, apa yang dimaksud Minho.
“Hye Rim.. dia lebih rentan depresi
dibandingkan Shin Young,” kata Minho lagi.
Mereka memang tidak tahu, kalau Hye Rim
diam-diam sudah menenggak banyak obat anti depresan. Bahkan orangtuanya sendiri
pun tidak tahu. Sebuah tahapan depresi yang tidak disadari oleh orang
sekeliling perempuan itu.
Hye Rim terlalu mengharapkan Minho. Dia
memang sudah jatuh cinta dengan cowok ini sejak empat tahun lalu. Hanya, Minho
memang bukan tipe cowok yang terlalu sederhana pikirannya untuk menerima
seorang perempuan. Dia membutuhkan perempuan yang bisa menjadi pemelihara hati
dan kehidupannya. Karena dia selama empat tahun bekerjasama dengan Min Hye Rim,
tidak menemukan hal tersebut dalam jiwa cewek itu.
“jangan sampai dia bunuh diri,” kata Song
Yu, dengan nada sedikit khawatir.
Minho menghela nafas. Memang dia yang
paling bingung dengan perasaan dan pikirannya sendiri.
Song Yu tersenyum tipis melihat wajah
Minho yang bingung. Dapat dibayangkan, seorang yang sangat cinta pada seseorang
yang menurutnya sebagai soulmate, ternyata malah terpaksa harus menikah dengan
perempuan lain.
“Kamu benar-benar akan nekat dengan semua
ini, Minho??,”
“akan menjalani hidup dengan Shin Young
itu? nekat mencarinya??”
Minho mengangguk, lemah.. namun pada dasarnya,
Song Yu tahu, kalau dia begitu ingin mendapatkan cinta dan kehidupan perempuan
itu.
“Shin Young.. dia harus tahu akan semua
ini.. jangan hanya dia tidak bisa menganggap kamu sebagai cintanya,” kata Song
Yu lagi.
“aku akan menghadap Tuan Roh secepatnya,”
kata Minho.
Waktu senyap lagi sejenak. Song Yu
bertanya, bagaimana kesiapan apa yang sudah direncanakan kedua keluarga itu.
“Jadi.. kamu juga akan katakan perasaan
dan pikiranmu pada Tuan Min dalam waktu dekat??,” wajah Song Yu jadi sangat
serius, pupil matanya agak membesar, kaget.
“daripada semua akan berjalan
setengah-setengah,” balas Minho.
Song Yu bertanya, apa dia bisa nekat juga
dengan semua itu. Dapat dibayangkan jika Minho melakukannya... maka mungkin
akan ada permusuhan dua keluarga.
“sudah pasti,” balas Minho, kaku.
“namun.. entah kapan jika semua berjalan
sesuai dengan keinginan keluargaku... maka aku akan tersiksa,” lanjutnya lagi.
Bagi Song Yu, Minho sudah dianggap nekat..
sangat nekat.. semestinya dia mempertimbangkan pula banyak hal yang akan
menyeretnya ke hal lebih pelik.
“mungkin.. ini saatnya kamu menyerah..
kadang.. apa yang kita pikirkan hidup ini baik... namun ternyata..itu malah
jadi buruk,”
Song Yu menyadari dari hidupnya sendiri
yang tidaklah terlalu beruntung. Menjadi seorang single parent yang
disia-siakan pacar, merawat anak sendirian, itu semua dipikirnya karena
perbuatannya sendiri yang nekat.
Minho ingin tersenyum kecut, namun
diurungkannya. Dia ingin mengusahakan sekali lagi, jika tidak bisa, jika semua
lubang harapan sudah terutup, maka ia pun tak akan lagi memaksa dirinya ngotot
mempertahankan cintanya terhadap Shin Young.
“kamu.. cowok hebat yang pernah aku
temukan,” senyum Song Yu.
“aku hanya mengusahakan.. apa yang aku
inginkan, Noona..,” Minho membalas
lagi dengan senyuman.
“aku tetap akan membantumu.. berbicara
dengan Shin Young,” mendadak Song Yu mengatakan itu.
Minho kaget, ternyata, kakak modelnya itu
bahkan sudah tahu kontak kekasihnya itu.
“aku juga bisa membantumu... ,” senyum
Song Yu lagi.
“aku enggak nyangka,” Minho memang tidak
percaya. Ternyata, sebenarnya beberapa teman memang membantunya dan dia sangat
yakin, kekasihnya itu memang akan kembali untuknya.
“namun.. kamu tidak bisa ceroboh... jangan
sembarangan menghadapi keluarga Min..,” kata Song Yu lagi.
Minho mengangguk, antara senang, berfikir
dan masih memiliki harapan.
...........................................
“saya memang belum dapat memutuskan
semuanya... terlebih lagi persoalan ini,” Seung Won menunduk hormat pada
keluarga Ae Cha.
Jelas saja, ayah perempuan itu kaget
setengah mati. Bagaimana tidak? Semestinya, kalau sudah hamil, sebaiknya
bertanggungjawab.
“lelaki berhati rendah,” balas sang ayah
dengan nada dingin, namun di wajahnya sangat terlihat kalau lelaki itu membenci
Seung Won.
Seung Won diam, lalu menegakkan kepalanya
lagi, bersikap seperti biasa.
“kenapa kamu menerima saja lelaki seperti
ini?? Baru kali ini.. kamu membuat keluarga malu setengah mati,” lanjut ayah Ae
Cha lagi.
“aku sudah katakan padanya.. kalau aku
ingin menunda semuanya,” balas Seung Won.
Namun Ae Cha langsung memotong, yang
berbicara, seolah Seung Won lah yang salah karena tidak bisa melihat situasi.
Terang saja, lelaki itu tidak mau disalahkan. Dia bersikeras, tidak ingin
disalahkan. Dan jika keduanya salah... itu adalah sikap yang tepat.
“dan aku tetap menunggu pertanggungjawaban
mu pada anakku,”
Seung Won tidak suka dengan kata-kata itu.
Dia keras hati kalau memang dahulu hasil hubungan mereka suka sama suka..
lantas, kenapa harus siap bertanggung jawab sampai sejauh itu??
“aku sudah jelaskan.. bahwa aku hanya akan
bisa menikah... kalau tujuanku tercapai.. dan saat ini.. belum tercapai...
jadi.. aku tidak bisa sama sekali menikah... dengan siapapun..”
“walau dia adalah anak ku..,”
Kemarahan lelaki itu semakin menjadi. Dia
menganggap bahwa Seung Won telah menghina puteri satu-satunya itu.
“BUG!,” pukulan melayang ke muka Seung Won
dengan keras.
Ae Cha kaget, ayahnya yang biasanya tidak
pernah sekasar itu, mendadak menjadi berani sekali memukul orang.
“Ayah.. sudah!!!,”
Dia berusaha melerai ayahnya,
menarik-narik kedua tangan orangtuanya itu. sementara, Seung Won sudah jatuh
dan bibirnya bengkak berdarah kena tonjokan yang keras.
“Kamu seorang dokter.. tapi perilakumu
lebih rendah dari seorang pembunuh!,” Jo Ik Ki berteriak keras. Dia benci
dengan cowok yang telah menjerumuskan anak perempuannya itu.
Dia masih bernafsu untuk memukul Seung
Won, sementara cowok itu bangun dan berusaha menahan tonjokan yang dilancarkan
oleh lelaki itu.
“APPA...
SUDAH!!!,” Ae Cha berteriak-teriak terus. Rumah itu ribut.
“LELAKI SIALAN!,” teriak Jo lagi.
Wajah Seung Won bonyok, kena beberapa
tonjokan oleh ayah pacarnya itu.
Ae Cha benar-benar kecewa dengan keduanya,
kenapa semua diselesaikan dengan amarah, dengan kebodohan.
“sama sekali dia bukan lelaki baik.. kamu
salah berhubungan dengannya!”.
“Seung Won...,” ujar Ae Cha. Air matanya
sudah mau jatuh, namun di tahannya.
Seung Won mencoba berdiri, dia
mengelap-lap bibirnya yang berdarah kena tonjok, mengelus pipinya sendiri yang
sudah biru.
“aku menyesal mengenalmu,” kata Ae Cha
lagi.
Seung Won tersenyum kecut, masih menahan
sakit pada wajahnya.
“sekarang... pergi,” lanjut Ae Cha lagi.
Jo Ik Ki masih mengepal tangannya, ingin
lagi memukul Seung Won. Sebelum melangkah, Ae Cha mencegahnya.
“aku tidak ingin ayah bermasalah suatu
hari nanti..,” katanya, mencegah.
Timbul penyesalan yang amat dalam di wajah
Ae Cha. Dia memang tidak menyangka hubungannya akan serumit ini. Bagaimanapun,
memang banyak diluar sana lelaki dan perempuan yang akhirnya menikah karena
mereka sudah terlampau jauh sampai hamil, namun, ternyata, apa yang dia
harapkan tidak sesuai dengan apa yang Seung Won lakukan. Dia bertemu lelaki
yang salah. Apa yang dahulu dia pikirkan, akan hidup dengan model lelaki yang
diimpikannya, rasanya sudah hilang. Yang ada hanya penyesalan.
“sebelum pikiranku berubah.. pergilah..,”
kata Ae Cha, dengan masih menahan air mata. Dia tidak ingin mengecewakan
ayahnya yang sudah membelanya. Sadar, dia salah mencintai, dan satu-satunya hal
yang dilakukan.... mengusir Seung Won.
Seung Won berjalan keluar dari rumah itu.
Di depan pintu, Ae Cha memandangnya, dengan rasa campur aduk: marah, kesal,
kecewa, semua ditahannya menjadi satu. Dia harus berpikir lain tentang
hidupnya. Mengharapkan lelaki macam itu, tentunya tidak akan berhasil. Lebih
baik, dia mencari cara sendiri mengatasi masalahnya.
...............................................
Minho berdiri di depan sebuah meja besar,
bertuliskan Roh Jae Suk, direktur rumahsakit tempat dia bekerja. Hatinya harap
cemas soal keputusannya meminta libur 2 hari mencari Shin Young. Sistem kerja
ketat di rumahsakit itu memang tidak gampang meliburkan tanpa alasan. Apa
alasan Minho sangat klise.... karena mengejar sang kekasih?
Namun.. ternyata, Minho berbohong soal
alasan dia cuti.
“bertemu dengan rekan sejawat lain memang
bagus.. saya sendiri setuju,” senyum Roh.
“saya memang harus pergi, Roh-ssi..
kebetulan rekan sejawat disana akan mengadakan acara.. yang kalau dilewatkan,
sayang sekali,” Minho menunduk hormat.
“jika aku tidak berbohong... sulit sekali
mencari dan menemukanmu, Shin Young,” ujar hatinya Minho.
Akhirnya setelah beberapa kata keluar dari
dua orang tersebut, bicara soal pekerjaan, Minho keluar ruangan dengan senyum.
Dia berhasil mendapatkan ijin segera.
“aku harus segera siapkan semuanya.... ,”
katanya dalam hati, tergopoh-gopoh dia berjalan ke ruangannya.
Ditengah lorong, justru dia malah bertemu
dengan Hye Rim.
“ada apa kesini??,” tanya Minho, heran.
Jelas saja, dia tidak mengundang perempuan itu ke tempat kerjanya dan takut
menjadi masalah jika terjadi keributan.
“Kamu tidak tahu.. ayah dan ibuku
mengundang orangtuamu makan malam bersama?”, tanya Hye Rim dengan nada datar.
“tidak tahu,” jawab Minho, biasa saja,
lalu masuk ruangannya. Hye Rim menyusul. Sengaja Minho mengajaknya masuk, agar
tidak terjadi keributan jika dia tidak menyukai tingkah cewek itu.
Minho duduk di kursi tempat biasa dia
praktek. Dia meminta perawat yang membantunya untuk keluar ruangan sebentar,
selagi memang belum ada pasien.
“Ibuku tidak memberitahu,” balas Minho.
Hye Rim langsung menatap matanya,”
kamu..tetap akan datang kan?? Jangan katakan tidak.. aku sudah bosan dengan
penolakanmu”.
Minho tahu juga, kalau dia menolak, alamat
akan ada pertentangan dari keluarganya sendiri. Maka, dia pun menerima saja
undangan itu.
“Malam ini??,” katanya kaget, matanya
langsung melebar.
Hye Rim mengangguk senang, baginya, dia
memang sudah lama tidak ngobrol dengan tunangannya sendiri. Otomatis, dia akan
berusaha pamer kemesraannya kepada orang lain.
Minho jelas akan tidak suka, dia malas
aslinya kalau sudah begitu. Namun kali ini, apa mau dikata.
Hye Rim mendekatkan wajahnya pada Minho,
menciumnya.
“kali ini.. kamu tidak bisa menolak,”
katanya dengan senyum yang terkesan licik.
Minho tidak ingin ribut, ini dirumah
sakit, dia bisa bermasalah jika melakukan itu. dia akan mencari cara lagi
bagaimana nanti jika memang harus hadir di acara itu, dia akan berusaha untuk
menentang dengan cara halus.
“aku sudah siapkan semuanya,” senyum Hye
Rim lagi.
Minho mengangguk saja, tanpa banyak
bicara.
.................................................
Malam itu, Minho menghadiri acara makan
malam yang ternyata tidak hanya dihadiri oleh kedua anggota keluarga, namun ada
paman dan bibi dari pihak keluarga Min.
Minho memasang wajah manipulatif manisnya
demi bisa mencairkan suasana. Dia banyak senyum, namun kakak perempuannya, Hye
Gyo melihat memang berbeda.
“Minho.. kamu kecewa banget dengan hidupmu
ya??,” gumam Hye Gyo dalam hatinya.
Dibalik senyum Minho yang ceria bercanda
dengan keluarga, sebenarnya, dia begitu menderita.
“Ya.. maaf, Tuan dan Nyonya Min.. aku
memang sibuk sekali akhir-akhir ini.. namun, aku serahkan saja semua pada Hye
Rim... dan sebentar lagi.. aku harus pergi ke Busan untuk sebuah acara seminar..
jadi.. mohon maaf,”
Dia menunduk hormat pada kedua calon
mertuanya itu.
Min tidak masalah dengan hal itu. Di
negeri ini, memang banyak dokter yang sibuk dan berdedikasi, jadi tidak heran
kalau calon menantunya itu sibuk pergi sana sini. Selain juga, memang Minho
bekerja tambahan dan terkadang menjadi model juga perlu pergi ke beberapa
tempat untuk syuting.
“Calon menantuku ini memang luar biasa..
,” canda Min pada Minho.
Minho senyum simpul saja. Berharap, tidak
ada satupun dari keluarganya dan keluarga Min yang tahu, kalau dia ke Busan,
justru akan mengejar Shin Young.
“ah.. aku minta maaf kalau bertanya
sedikit... apa.. kepengurusan Panti asuhan.. masih berjalan??,” mendadak di
tengah makan mereka, Minho bertanya itu.
Min tidak curiga, memang kadang dia
menerima banyak undangan untuk saling membantu. Dia menjawab, kalau
kepengurusan baik dan jika memang kolega atau siapapun teman Minho yang
bersedia membantunya, dengan senang hati akan dia terima.
“aku hanya tahu.. kalau selama ini yang
mengurus anak Anda, Tuan Min... Shin Young itu... tapi.. aku sudah tidak tahu
lagi,” lanjut Minho lagi.
Hye Gyo langsung melihatnya. Namun, tak
ada kecurigaan pada keluarga Lee sendiri.
“Kami mengirim dia ke sebuah kota,” ujar
Nyonya Min, spontan.
“kalian berbohong padaku,” ujar hatinya Minho,
namun dia tersenyum diluar, supaya tidak ada kecurigaan muncul.
“sebenarnya.. ada beberapa rekan sejawat
tertarik untuk berkunjung... dahulu..aku sempat menyampaikannya pada Shin
Young,” senyum Minho sembari meletakkan garpu dan pisau makannya, meminta
tolong pelayan menuangkan red wine
untuknya.
“aku bisa meminta yang lain membantu,”
senyum dan balas Min.
“Jika ada tambahan berita.. aku akan
kabarkan lagi tuan Min,” balas Minho.
Lee merasa anaknya kaku terhadap calon
mertuanya sendiri. Minho hanya menjawab dia dan beberapa rekan memang tertarik
ingin mengadakan pemeriksaan gratis bagi para lansia yang tidak memiliki akses
kesehatan yang cukup. Karena awalnya dia berbicara pada Park Shin Young, maka
dia berfikir untuk menghubungi orang yang sama.
“tapi, Min-ssi... kenapa nomor handphone
Shin Young? Apa sudah ganti??,” Minho pura-pura lagi, seolah tidak mengetahui perkembangan
kabar terakhir perempuan itu.
Min Ji Woo jadi agak heran dengan
pertanyaan Minho. yeah, apa yang Minho dan Song Yu pikirkan memang benar
adanya, bahwa keluarga Min sudah tidak peduli lagi kemana anak angkatnya,
terang saja, demi kebahagiaan anak kandung mereka, Min Hye Rim.
“dia memang sedang aku perbantukan untuk daerah
yang lain,” ujar Min Ji Woo.
Minho tidak kehabisan akal, dia malah
bertanya, apa di wilayah tersebut memang ada pelayanan semacam kunjungan atau
bahkan pelayanan gratis untuk dia dan beberapa rekan sejawatnya yang ingin
beramal.
Lee dan isterinya tidak sama sekali curiga
dengan yang disampaikan Minho. Namun, Hye Gyo sebagai kakak melihatnya berbeda.
“Minho sedang mencari cara.. membuka
kelemahan ayah angkat Shin Young,” kata hatinya Hye Gyo.
“ah.. kami memang belum memulai program
baru,” kata Min Ji Woo.
Minho tahu, keluarga Min benar-benar menyembunyikan
hal itu. Dan Hye Rim tidak suka dengan pembicaraan itu, membuat dia teringat
lagi tentang adik angkatnya yang sangat dicintai dan diuber-uber Minho itu.
“kita kan sedang bicara persiapan
pernikahan, sayang.. kenapa harus ngobrolin soal amal??,” tanya Hye Rim pada
Minho.
Dengan santai Minho menjawab, kalau dia
memang sudah merencanakan dengan beberapa temannya untuk mengadakan acara amal,
serta dia sempat bercerita pada mereka kalau Min memiliki yayasan amal dan daripada
jauh-jauh mencari, lebih baik melakukan acara di tempat tersebut.
“saya sangat senang memiliki calon menantu
yang peduli dengan banyak orang,” senyum Ji Woo.
“Namun... memang saat ini, untuk satu
cabang belum membutuhkan.. justru yang pernah kamu kunjungi lah yang lebih
membutuhkan,”
Jelas Ji Woo ngeles, mengelak, supaya
Minho tidak lagi membahas lagi hal itu.
“Minho terlalu perduli banget dengan
banyak orang, Appa.. mestinya Appa
dan eomma bangga kalau dia jadi suami ku,” Hye Rim mencoba mencairkan suasana.
Dalam hatinya, dia sebenarnya juga sebal, berpikiran buruk kalau Minho akan
mencari dimana Shin Young sebenarnya. Dia tah, Minho tipe cowok yang kalau
sudah punya mau, harus dikejar, dan jika ada peluang dapat, akan terus dikejar
sesuai dengan kata hatinya.
“sayang sekali kalau dilewatkan.. mumpung
kita sedang sama-sama, Tuan Min... dan sedang terpikir oleh ku untuk
membicarakan ini,” kata Minho, diplomatis dengan senyum palsunya.
“palsu lagi.. manipulatif lagi,” kata
hatinya Hye Gyo, kakaknya yang memang hafal dengan perilaku adiknya.
“Kamu bakal punya menantu yang baik
sekali, Ji Woo... jaman sekarang, jarang anak muda peduli pada sekelilingnya,”
puji salah satu keluarga Min.
Minho tersenyum dengan pujian itu, dia
mengira itu adalah taktik yang baik untuk bisa masuk ke keluarga Min tanpa
masalah.
“kita memang tidak bisa cuek dengan
sekeliling, paman..manusia tetaplah mahluk sosial... urusan persahabatan dan
cinta sesama manusia pun begitu,” ujar Minho, kalem.
Beberapa anggota keluarga Min jadi memuji-muji
Minho. Hye Rim jadi tidak banyak bicara. Namun, keluarga mereka jadi
membicarakan persiapan undangan dan pernikahan mereka.
“sebenarnya.. aku membutuhkan kontak Shin
Young karena aku yakin, dia bisa bantu..seperti acara yang lalu,” kata Minho
lagi.
“sayangnya, Shin Young sedang sibuk di
kota lain.. dan.. dia meminta pada kami supaya tidak diganggu,” kata isteri
Min.
Hye Rim sudah mulai bete kalau Minho membawa-bawa nama adik tirinya itu. Ternyata, Min
Ji Woo pun sama bete dengan anaknya. Dia berkilah kalau memang anak tirinya itu
sedang konsentrasi dengan manajemen pengaturan yayasan dan hanya dia yang bisa
membantu keluarga Min, bukan Hye Rim.
Minho lalu memuji Shin Young yang
sebenarnya menyindir keluarga Min. Dia bilang kalau adik tiri Hye Rim itu hebat
sehingga dia lupa menghadiri acara ini, padahal bagian dari keluarga Min juga.
Lee mencoba untuk mengerem kelakuan
anaknya yang sudah mulai sindir sindiran itu. Minho tahu, ayahnya tidak suka. Minho
ingin lagi sebenarnya cemberut dengan hal ini. Dia sudah lelah dan ingin ada
pukulan terakhir supaya bisa mendapatkan Shin Young. Lalu, karena menurutnya
pembicaraan sudah sampai membuatnya eneg,
dia pun ijin pergi ke toilet, meninggalkan mereka.
“sialan.. mereka benar-benar enggak suka
sama sekali dengan aku membicarakan Shin Young, termasuk Appa dan Eomma
sendiri.. huh,” gerutu Minho di depan kaca toilet restaurant itu.
Dia mencuci mukanya sebentar, kusut sekali
pikirannya.
“sepertinya apa yang dikatakan Noona Song Yu itu benar.. keluarga Min
berusaha menyembunyikan dimana Shin Young.. malah cenderung tidak peduli..,”
Dia berusaha menenangkan dirinya di rest room pria itu, lalu keluar dengan
wajah biasa lagi.
Pulang dari restaurant, perasaannya masih
bete pada keluarga Min. Dia lebih banyak diam setelah keluar dari rest room,
bahkan ketika pulang dan membantu mengendarai mobil yang di dalamnya ada Hye
Rim juga bersama kedua orangtua Minho.
Minho berkata pada orangtuanya, kalau
malam itu, dia akan tinggal di apartmen karena besok harus menyiapkan diri
untuk kerja, sebuah meeting yang lebih pagi. Namun, Hye Rim justru malah
mengikutinya.
“Kamu tidur saja di kamarku.. malam ini..
aku harus kerja untuk meeting besok,” ujar Minho, dengan nada agak dingin.
Hye Rim langsung cemberut. Dalam
pikirannya, mungkin Minho akan lebih lunak padanya, karena mereka sudah sampai fitting baju pengantin. Namun, Minho
tetap, tidak berubah, tidak ingin Hye Rim ada disampingnya dan mengganggunya.
“Masih berfikir.. kalau aku akan buat kamu
sengsara?,” tanya Hye Rim dengan ketus.
Minho dengan santai menghadapi laptopnya,
mengerjakan tugasnya.
“aku sedang sibuk.. bukannya aku sudah
kabulkan keinginanmu untuk fitting baju?,”
“perasaanmu masih dengan Shin Young.. dia
sudah bukan lagi dari keluarga Min!,” Hye Rim langsung teriak.
Minho menghentikan kerjanya, langsung
menatap mata tunangannya itu dengan tajam. Baru kali itu Hye Rim melihat Minho
diam tapi matanya sangat tajam. Dia jadi sedikit takut, karena sebelumnya,
walau Minho menentang perkataannya berkali-kali, namun tatapan matanya tidak
sebenci dan setajam ini.
“Jadi.. kamu belum puas juga mengendalikan
hidupku??,” tanya Minho.
“apa aku perlakukan kamu seperti itu??,”
tantang Hye Rim.
Minho jadi sinis dengannya. Selama ini,
baginya, Hye Rim sudah lebih dari mengendalikan hidupnya, sudah sangat
keterlaluan ingin menguasai dirinya.
“Itu karena aku cinta kamu, Minho.. kenapa
kamu enggak ngertiin aku juga sampai detik ini???!!!???,” teriak Hye Rim lagi.
“persetan! Kamu hanya minta dimengerti!,”
Minho langsung membawa laptopnya, masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan
keras.
Hye Rim pun berteriak dari ruang tamu.
“Aku bisa bunuh Shin Young kalau dia
mendekat padamu!,”
Minho yang mendengar teriakan itu langsung
membuka pintunya lagi. Apa yang dia pernah pikirkan, kalau Hye Rim bisa saja
nekat, baru saja dia dengar berupa ancaman.
Dia langsung membuka pintu dan keluar
kamar, langsung mendekat pada Hye Rim dan menunjuk hidung cewek itu.
“berani kamu melakukan itu.. tidak akan
pernah aku bisa bersamamu, Hye Rim!”.
Hye Rim bukan takut, tapi malah menyindir
Minho.
“oh.. ternyata.. takut ya.. kalau cewek
yang sudah kamu tiduri itu.. aku bunuh.. lagipula.. dia bukan adik kandungku..
hanya sampah dari panti asuhan.. beruntung dia bisa hidup senang sampai besar..
cih!”.
Minho tidak suka dengan perkataan itu.
“Plak!,” tamparan ringan dari tangan Minho
pun melayang di pipi kanan Hye Rim. Baginya, cewek itu sudah sangat keterlaluan
menghina kekasihnya, yang memang adik angkatnya.
Hye Rim memegang pipi nya. Dia sama sekali
tidak berkaca-kaca atau menangis, tapi malah tersenyum sinis.
“Kamu tidak akan bisa mendapatkan dia,
Minho.. tidak akan! Aku memang bisa bunuh dia!”.
Minho diam. Dia tidak ingin melayani cewek
yang menurutnya sudah depresi itu.
Hye Rim memandangnya dengan sinis. Minho
tetap diam.
“Kenapa.. takut.. kalau aku bisa bunuh
adik angkatku sendiri???,” ancam Hye Rim.
Minho masih diam. Dia berdiri mematung di
hadapan Hye Rim. Kekesalannya sudah tidak bisa dibendung lagi, namun belum bisa
dikeluarkan suara kebenciannya pada cewek itu.
“Kenapa diam saja, huh??,” Hye Rim masih
bernada sinis.
“pergi...,” kata Minho, datar dan dingin.
Ekspresi wajah Hye Rim masih penuh sinis.
Tamparan Minho sama sekali tidak mempengaruhi kekerasan hatinya.
“aku bilang... pergi.. ,” ujar Minho lagi,
masih dengan nada datar dan dingin.
Hye Rim malah tertawa, lalu dia mengambil
tas tangannya, dan keluar dari apartemen Minho, tanpa pamit,tapi dengan
tertawa-tawa.
Minho duduk di sofanya, menundukkan
wajahnya, pikirannya kusut.
“aku harus segera mencari Shin Young.. dan
bertemu dengannya... ,” katanya, sembari masih menunduk, menggaruk kepalanya,
pusing.
Ya, dia harus segera bertemu Shin Young...
dia berharap, Hye Rim tidak akan mengetahui ini, sehingga perempuan yang dia
cintai itu akan bebas dari ancaman kakak tirinya sendiri..
Bersambung ke part 17....